Li Yang segera meninggalkan Kantor Pos Hantu.
Mengikuti rute yang sama, dia kini telah muncul di Kompleks Perumahan Guanjiang, Kota Dachang.
Saat itu pagi hari. Beberapa penghuni kompleks sedang santai berjalan-jalan atau jogging. Tapi kemunculan tiba-tibanya tidak menarik perhatian siapa pun. Di sudut yang tak mencolok, Li Yang langsung mengeluarkan ponsel positioning satelit dan menelepon forum gaib Kota Dahai.
Dia tidak punya nomor kontak Ye Zhen.
Bahkan markas besar pun tidak memilikinya. Untuk menghubungi Ye Zhen, harus melalui anak buahnya terlebih dahulu.
Seperti kata Ye Zhen: "Kalau semua urusan harus ditangani langsung oleh sang Putra Sulung, lalu buat apa ada anak buah?"
Tak lama kemudian,
sambungan telepon terhubung.
Suara customer service perempuan terdengar.
Li Yang langsung berkata: "Saya Li Yang dari Kota Dachang. Komandan menyuruh saya menyampaikan pesan penting dan mendesak untuk Ye Zhen. Harap diperhatikan serius."
Setelah identitasnya terverifikasi, pihak sana langsung memberi perhatian khusus.
"Meski Li Yang hanyalah pendatang baru di lingkaran gaib, belum lama bergabung dengan markas, hanya sedikit yang mengenal namanya, tapi yang benar-benar mengganjal di hati adalah kekuatan yang dia wakili di balik layar. Oleh karena itu, customer service forum gaib langsung panik dan segera melaporkan kejadian ini ke atasannya."
Setelah dilaporkan.
Informasi panggilan ini segera sampai ke telinga manajemen forum gaib, tepatnya sang manajer yang mengelola perusahaan untuk Ye Zhen.
Di dalam kantor Gedung Mutiara, Kota Dahai.
Wajah manajer langsung muram setelah menerima telepon ini: "Sudah dipastikan? Benar ini telepon dari Kota Dachang?"
"Betul, Pak Manajer. Lokasi sudah terkonfirmasi berasal dari Kompleks Perumahan Guanjiang, Kota Dachang," jawab seorang supervisor dengan sigap.
"Transfer panggilannya ke sini," perintah manajer dengan suara berat.
"Baik."
Tak lama kemudian.
Panggilan Li Yang tersambung ke telepon meja sang manajer. Percakapan resmi pun dimulai.
"Halo, apakah ini Tuan Li Yang? Saya manajer forum gaib. Putra Sulung kami sedang tidak ada di perusahaan. Ada pesan apa yang bisa saya sampaikan?"
Di balik meja kerjanya, manajer mulai mengerutkan alut, ekspresinya semakin serius.
Pasalnya, dia sudah memastikan bahwa ini memang nomor Li Yang - anggota tim Yang Jian.
Artinya, panggilan ini sebenarnya dari Yang Jian yang ditujukan untuk Ye Zhen.
"Waktu itu Ye Zhen dari forum gaib kalian berhutang budi pada komandan kami. Sekarang saatnya membalas. Kami sedang menghadapi peristiwa supranatural dan membutuhkan bantuan Ye Zhen demi kehati-hatian. Jika setuju, suruh dia datang secepat mungkin ke Kota Dahan. Alamat koordinat akan saya kirimkan," jelas Li Yang.
"Bisa dijelaskan detail situasinya? Saya perlu berdiskusi dulu dengan Putra Sulung," sang manajer berbicara perlahan, berusaha mengulur waktu sambil memastikan fakta.
Li Yang berkata: "Saya tak ingin menjelaskan banyak hal padamu, sampaikan saja pesan ini pada Ye Zhen. Entah dia setuju atau tidak, yang penting ada jawaban pasti. Selain itu tak ada komentar lain."
"Jika tidak ada penjelasan, akan sulit untuk melanjutkan pembicaraan ini," ujar manajer.
Di ujung telepon, Li Yang mendengus dingin: "Ingat, ini hutang forum gaib pada kami. Jika tak dilunasi, jangan harap mediasi markas besar saat konflik berikutnya. Saya beri waktu 10 menit. Jawaban harus saya dengar sebelum waktu habis."
Begitu selesai bicara, telepon langsung ditutup.
Ekspresi manajer berubah. Jika orang lain berani bicara seperti itu pada anggota forum gaib, pasti sudah dicari malam ini dan dihajar habis-habisan.
Tapi Li Yang berbeda.
Dampak pertarungan antara Yang Jian dan Ye Zhen di Kota Dahai masih belum reda. Jika konflik terulang, markas besar pasti akan memihak Yang Jian.
Setelah merenung 1-2 menit,
Manajer menyadari permintaan Li Yang tak bisa ditolak. Benar juga kata Li Yang - forum gaib masih berhutang budi pada Yang Jian, dan kompensasinya belum diberikan. Menolak bantuan sekarang akan menghancurkan kredibilitas forum.
Segera,
Dia mengeluarkan ponsel dan mulai menghubungi Ye Zhen.
Di pinggiran Kota Dahai,
Terdapat perkebunan pribadi dengan pemandangan indah dan suasana tenang.
Di area perkebunan itu berdiri sebuah bangunan bergaya arsitektur kuno.
Bukit batu palsu, aliran air, angin sepoi... Di hamparan rumput yang terkena sinar matahari, seorang pria muda tampan saat ini duduk di atas batu sambil memejamkan mata, mengatur napas perlahan-lahan, seolah sedang bermeditasi.
"Tingkat tertinggi ilmu pedang terletak pada pedang menghantam tubuh fisik, hati menyerang jiwa... Mencabut pedang harus kejam, menebas harus tepat, tapi untuk mencapainya wajib membersihkan hati dari pikiran sampah."
"Beberapa hari ini saya telah melepas status admin forum gaib, berhenti menonton anime, tidak minum susu, hanya mengonsumsi air bersih, semua demi melangkahkan kaki menuju tahapan terkuat."
"Hidup adalah perjalanan latihan rohani, tapi mengapa di otak saya selalu muncul siluet seseorang? Saya kira orang itu akan menjadi musuh abadi saya Yang Wudi, hasilnya ternyata seorang wanita tak dikenal, meskipun wajahnya cukup manis."
"Tidak masuk akal, seumur hidup Sang Ye tidak pernah tergila-gila wanita, hanya menyukai pertarungan senjata. Bagian mana dari proses ini yang salah?"
Ye Zhen terus berlatih, merenung dalam-dalam. Setelah merasakan sakit yang teramat, dia memutuskan untuk menapaki jalan sunyi seorang ahli.
Jika bisa melewati tahap ini, dia percaya diri akan merebut kembali gelar "Tak Terkalahkan".
Namun tepat di momen ini.
Dari bangunan di belakangnya, tiba-tiba terdengar dering ponsel. Meski suaranya tidak keras, masih bisa dikenali sebagai nada dering anime: "Ittadaki-myou...uu..."
"Anak buah itu benar-benar tidak pernah membuat Sang Ye tenang sedetik pun. Ingin sekali membuat mereka merasakan kesakitan. Tampaknya latihan hari ini harus berakhir di sini. Besok Ye-chan harus tetap semangat!"
Ye Zhen dalam hati terus memberi semangat pada dirinya sendiri.
Dia berdiri, lalu sinar matahari di atas kepalanya mulai lenyap, segala sesuatu di sekitarnya berubah redup.
Hari ini Kota Dahai berawan.
Tapi hanya tempat di mana dia berada yang masih diterangi sinar matahari terang benderang.
"Kalian para anak buah tidak bisakah membuatku tenang? Susah sekali kah memberi sang Putra Sulung libur beberapa hari? Masih ingin naik jabatan dan gaji atau tidak?" Ye Zhen langsung memarahi begitu menerima telepon.
"Putra Sulung, Yang Jian yang mencari Anda." Suara manajer segera terdengar dari ujung telepon.
Seketika sikap Ye Zhen berubah, nada bicaranya menjadi berat: "Oh, Yang Wudi yang mencariku. Menarik, sangat menarik. Ini tantangan berkelahi? Meski aku belum melangkah ke tahap krusial itu, tapi keyakinanku menang masih di atas 60%."
"Putra Sulung, pihak Yang Jian ingin meminta bantuan Anda, mungkin terkait penanganan peristiwa supranatural. Dari informasi sementara yang kami dapat, akhir-akhir ini Yang Jian sering menghilang, sepertinya ada hubungannya dengan urusan era Republik yang melibatkan bus gaib..." ujar manajer.
Tapi sebelum dia selesai, Ye Zhen sudah tertawa: "Oh, ternyata minta bantuan. Bagus, bagus. Berarti dia masih mengakui kemampuan Sang Ye. Kalau begitu, bantuan ini pasti kuberikan. Lupakan urusan era Republik atau bus tua itu. Langsung kasih tahu waktu dan lokasinya saja."
"Apa Sang Ye pernah takut hantu?"
Manajer berkata: "Lokasinya di Kota Dahan, kota yang menjadi tanggung jawab hantu sakit Sun Rui. Koordinat alamat sudah saya kirim ke ponselmu. Area Yang Jian masih menunggu balasan saya dengan permintaan waktu sesingkat mungkin. Sudah saya hubungi pesawat khusus, sekarang sedang bersiap lepas landas dan akan tiba di atas posisimu dalam lima menit. Mohon perhatikan proses naik pesawat."
"Naik pesawat? Kalau sampai dia tahu saya terbang untuk memberi bantuan, pasti akan jadi bahan lelucon. Ingat bagaimana Yang Wudi berangkat ke Kota Dadong untuk berkelahi?" kata Ye Zhen.
"Berkelana menggunakan Wilayah Hantu dalam waktu lama tidak efisien, ini hal yang merugi." Manajer segera membujuk: "Pesawat khusus kami memiliki kecepatan terbang sangat tinggi, pasti bisa mencapai Kota Dahan dalam satu jam. Halo, Putra Sulung, kau dengar? Halo..."
"Haha, akhirnya giliran Sang Ye untuk tampil..."
Suara tawa keras terdengar dari telepon, diikuti gangguan sinyal yang memutuskan sambungan.
Manajer yang sedang duduk di dalam kantor langsung berkedut di sudut bibirnya, bangkit berdiri dan mendekati jendela sambil memandang ke arah perkebunan tempat Ye Zhen berada.
Ternyata.
Awan di area itu retak membentuk celah kecil, menerobos lapisan awan dan menyinari bumi dengan cahaya matahari, lalu menghilang ke arah utara dengan kecepatan yang tak terbayangkan.
"Sungguh semaunya sendiri. Daripada meniru hal berguna, malah memilih metode gila menggunakan Wilayah Hantu untuk bepergian. Yang Jian sudah gila, dia malah ikut-ikutan." Manajer menggerutu dengan kesal.
Karena begitu kebiasaan ini terbentuk, akan sangat sulit dihentikan. Nantinya keausan pada diri sendiri akan sangat besar.
"Sekali pun Ye Zhen tidak mengalami kebangkitan hantu gentayangan, kekuatan gaib ini sebaiknya tidak digunakan jika memungkinkan."
Menahan segudang pertanyaan, manajer kembali ke meja kerjanya. Ia mengangkat ponsel dan menghubungi Li Yang: "Putra Sulung kami sudah berangkat, dia akan tiba di Kota Dahan dalam waktu secepat mungkin."
"Bagus, kalau begitu begitu saja." Setelah memastikan, Li Yang kembali menutup telepon.
Saat ini, Li Yang yang berada di Kompleks Perumahan Guanjiang, Kota Dachang, kembali menyalakan kertas surat hitam.
Misi-nya telah selesai, sekarang dia harus kembali ke kantor pos.
Begitu Ye Zhen tiba, urusan kantor pos harus segera ditangani. Dia harus terlibat dan tidak boleh mengkerut.
