“Kita berhasil! Kami keluar dari gedung ini!”
Wan Hao membawa Lilin Hantu di depan, campur aduk antara kaget dan girang. Tak disangka dia benar-benar selamat dari peristiwa supranatural—meski prosesnya mengerikan, sensasi selamat dari maut ini sungguh memuaskan.
Seolah seluruh tubuhnya mengalami pencerahan.
Yang lain juga menunjukkan sukacita selamat dari kematian.
“Sepertinya Miao Xiaoshan dan mereka belum keluar.”
"Setelah berhasil kabur, beberapa orang mulai pulih ketenangannya. Baru saat ini mereka teringat bahwa sebelumnya ada beberapa orang khusus yang mereka tinggalkan di belakang."
"Wajah Wan Hao berubah pucat mendengar ini. Ia melihat lilin merah di tangannya, lalu menoleh ke gedung tinggi di belakangnya."
"Mengingat masih ada hantu berkeliaran di gedung itu, dalam situasi seperti ini mustahil baginya untuk kembali."
"'Miao Xiaoshan dan yang lain PASTI berlangsung aman. Pasti ada metode lain untuk menjamin keselamatan mereka. Jangan ikut campur! Tempat ini masih belum aman. Lebih baik kita menjauh.'"
"Wan Hao berkata, tak peduli apakah yang lain mendengar atau tidak. Ini hanya kedoknya untuk kabur."
"Mengenai lilin hantu di tangannya? Tentu tak akan dikembalikan. Barang ini bisa menyelamatkan nyawa - mana mungkin diserahkan begitu saja? Nanti kalau ditanya, bilang saja lilinnya sudah habis terbakar."
"Benar."
"Ide bagus. Kalau ditanya, bilang sudah terbakar habis."
"Lebih baik lagi jika Miao Xiaoshan bertiga mati di dalam. Tak ada saksi hidup, takkan ada yang merepotkannya."
"Seketika itu juga,"
"Wan Hao bahkan sangat berharap hantu di gedung itu membunuh ketiganya."
"'Aku harus segera pulang. Tempat ini sudah tidak aman.' Matanya jelalatan ke sekeliling, memutuskan untuk minggat."
"Tapi sebelum sempat bergerak, suara familiar penuh kebencian dan amarah bergema dari dekat: 'Wan Hao, mau kabur ke mana?'"
"'Liu Zi?'"
"Wan Hao kaget, seluruh tubuhnya gemetar. Lilin hantu di tangannya nyaris terjatuh."
"Banyak orang yang terpancing suara itu, memandang ke arah mereka."
Mereka melihat di pinggir jalan raya, Liu Zi, Sun Yujia ternyata berdiri hidup-hidup di sana, sedangkan Miao Xiaoshan juga ada di situ, dia duduk di sebuah kursi, terlihat agak berbeda.
"Kau, kalian bagaimana bisa ada di sini?"
Wan Hao terkejut: "Tadi kalian bukan masih di dalam gedung? Mungkinkah kalian keluar lebih dulu dengan lift?"
Menghadapi pemandangan seperti ini, dia terlihat sangat tak percaya.
Liu Zi tidak berbicara, hanya menatapnya dengan meluapkan amarah, sambil sesekali melirik ke samping.
Di sana.
Seorang pemuda beraura dingin dan menyeramkan saat ini sedang bergegas mendatangi kerumunan, dia tampak tidak mencolok, menyatu sempurna dengan malam hari, seolah terlahir untuk berinteraksi dengan kegelapan.
Tapi setelah diperhatikan saat ini, ternyata seluruh tubuh orang ini memancarkan bahaya yang sulit dijelaskan.
"Huu!"
Api Lilin Hantu di tangan Wan Hao tiba-tiba mengembang dan berkobar, seolah menandakan kedatangan sesuatu yang mengerikan.
"Anda... Anda siapa?"
Dia bisa melihat bahwa orang ini sepertinya satu kelompok dengan Liu Zi dan yang lain.
"Yang Jian, jangan lepaskan mereka! Orang-orang ini tadi hampir membinasakan kami, bahkan merebut Lilin Hantu dari tangan Miao Xiaoshan, harus diberikan pelajaran yang keras!"
Liu Zi saat ini sedang menyulut api, khawatir situasinya tidak cukup panas.
Miao Xiaoshan buru-buru menghentikannya: "Jangan lanjutkan! Kau akan memprovokasi Yang Jian seperti ini."
"Takut apa? Apa kau khawatir Yang Jian tak bisa mengalahkan mereka?" kata Liu Zi.
“Tidak, bukan. Yang saya khawatirkan bukan Yang Jian, melainkan orang lain. Saya tahu temperamennya, kalau tidak bisa menahan diri dia bisa membunuh.”
Miao Xiaoshan berkata: "Masalah ini bisa dianggap remeh atau serius. Menurutku, mengingat kita semua sudah selamat, lebih baik jangan memperkeruh situasi. Nanti kalau benar-benar ada yang mati, itu tidak baik."
Liu Zi langsung tertegun.
Dia tidak memikirkan konsekuensi sejauh itu, hanya merasa tidak terima. Bagaimanapun, tindakan membunuh masih sangat asing baginya sebagai seorang mahasiswi.
Tapi sekarang, yang berkuasa atas situasi ini bukan lagi mereka, melainkan Yang Jian.
Mendengar perkataan Liu Zi.
Wan Hao langsung membeku. Raut wajahnya penuh kecemasan, tatapannya penuh ketakutan memandangi pria yang lebih muda darinya ini.
Nama Yang Jian pernah didengarnya.
Di grup studi, ada kabar angin bahwa Miao Xiaoshan punya pacar SMA yang bergabung dengan departemen khusus penanganan peristiwa supranatural, bernama Yang Jian.
Dan nama itu sendiri merupakan pantangan.
Karena jika dibahas terlalu jauh, pasti akan dapat peringatan dari pihak tertentu, hanya bisa disebarkan diam-diam.
Justru karena itu, semakin membuktikan bahwa Yang Jian ini orang yang luar biasa.
"Dari Liu Zi saya dengar kau merebut Lilin Hantu milik Miao Xiaoshan. Bagus, berani sekali. Saya apresiasi anak muda nekat sepertimu yang melakukan segala cara untuk bertahan hidup. Dalam hal tertentu, kau lebih hebat dari saya."
Dengan ekspresi tenang, Yang Jian menghampirinya dan perlahan membuka mulut.
“Salah paham, ini semua salah paham. Sebelumnya Miao Xiaoshan keseleo kakinya, saya hanya membantu memegang barangnya sebentar. Saat itu suasana terlalu kacau, saya tidak sempat menjelaskan, sehingga terjadilah salah paham seperti ini.” Wan Hao segera membela diri.
Yang Jian berkata: “Alasan yang bagus. Jadi kau bahkan tidak sekadar meminta maaf?”
“Ini benar-benar salah paham, saya sungguh tidak menipumu.” Wan Hao mengatakan dengan wajah penuh ketulusan.
Tentu saja dia tidak mungkin mengakui kesalahannya. Begitu mengaku berarti mengukuhkan kesalahan. Hanya dengan terus menyangkal dan membela diri, situasi ini bisa diatasi dengan tipuan. Dengan demikian, meski Yang Jian ingin mencari masalah, dia tidak punya alasan.
Ini agak naif.
Dia mengira ini masih di sekolah, Yang Jian juga murid sekolah, semua orang harus patuh pada tata krama sekolah, tak berani main-main.
Tak disadarinya, ini adalah masyarakat.
Yang dihadapinya adalah Pengendali Hantu termasyhur di lingkaran gaib.
“Salah paham? Ada yang bisa membuktikan?”
Ekspresi Yang Jian tetap tenang tanpa fluktuasi emosional: “Kalau ada saksi, saya bisa percaya ucapanmu.”
“Banyak yang melihat, mereka semua bisa menjadi saksiku.” Wan Hao buru-buru berbalik menunjuk orang-orang di belakangnya.
Banyak yang terdiam, karena mengetahui alur kejadian sebenarnya yang jelas berbeda dari cerita Wan Hao.
Namun beberapa orang licik segera bereaksi. Seorang cowok maju: “Saya bisa membuktikan ucapan Wan Hao benar, ini memang salah paham.”
“Ya, saya juga bisa membuktikan, ini benar-benar salah paham.”
“Wan Hao benar, saat itu di dalam gedung angker, suasana terlalu kacau. Dia tidak sengaja merebut barang Miao Xiaoshan, hanya memegangnya sementara untuk membantu. Ini murni niat baik, tapi Hantu mengejar dan kita semua panik, hanya berlari sekencang-kencangnya sampai mengabaikan orang lain.”
Para cowok ini tidak bodoh. Jika tuduhan perampasan barang terhadap Wan Hao terbukti dan dia diawasi Yang Jian, mereka juga akan kena getahnya.
Lagipula kalau kita bersatu, tidak akan ada celah untuk dicari-cari kesalahan. Pada akhirnya pasti tidak ada masalah.
“Yang Jian, kau lihat kan? Ini benar-benar salah paham. Aku juga bermaksud baik, cuma situasi waktu itu tak terkendali jadi kurang memperhatikan Miao Xiaoshan. Sekarang aku juga menyesal.” Kata Wan Hao dengan wajah penuh penyesalan.
“Kau benar-benar membuatku jijik.” Ucap Yang Jian perlahan.
Wajah Wan Hao langsung berubah pucat.
“Orang sepertimu tidak perlu dipertahankan. Lagipula membiarkanmu hidup hanya akan jadi sumber malapetaka. Mati cepat adalah kontribusi terbesarmu dalam hidup ini.”
Usai berkata demikian, Yang Jian langsung menampar wajahnya dengan telapak tangan.
“Jangan main-main ah...”
Wan Hao yang sudah punya firasat buruk secara refleks mengangkat Lilin Hantu di tangannya, berusaha menggunakan barang ini untuk melindungi diri.
Tapi sia-sia.
Tamparan itu tetap mendarat sempurna di pipinya dengan kekuatan mengerikan. Seluruh tubuhnya langsung terjatuh 'Plooong' ke lantai. Pipinya langsung bengkak, bahkan tulang pun retak. Jeritan kesakitan pun pecah membahana.
Lilin Hantu terjatuh ke lantai, tapi masih menyala, belum padam.
Yang Jian berjalan mendekat, mengambil lilin itu, lalu meniupnya untuk memadamkan sambil memberi isyarat.
Liu Zi dengan hati-hati mendekat.
"Kembalikan ke Miao Xiaoshan, suruh dia lebih berhati-hati lain kali, jangan sampai direbut lagi." kata Yang Jian.
"Baik, baik."
Liu Zi mengangguk terus, matanya melirik Wan Hao yang terbaring di lantai dengan perasaan puas yang tak terungkap.
Miao Xiaoshan buru-buru berkata: "Yang Jian, jangan terlalu emosional. Beri pelajaran saja, jangan sampai membunuh. Ini akan memberi pengaruh buruk padamu."
Dia bisa merasakan niat Yang Jian untuk bertindak keras, tamparan itu hanyalah permulaan.
Setelah dipukul, Wan Hao kini tampak lebih sadar. Matanya membelalak memandangi Yang Jian, ingin berbicara tapi mulutnya sudah mati rasa, bahkan gigi tanggal tujuh delapan buah. Kepalanya berdenging disertai rasa sakit yang menusuk.
"Sekarang, kau tak bisa berdalih lagi."
Yang Jian mendekat dengan senyum dingin, memandangi Wan Hao yang tergeletak dari atas.
Kakinya menginjak tubuh pemuda itu.
Tekanan yang sangat kuat membuat Wan Hao panik karena merasakan tubuhnya perlahan cekung ke dalam, tulang-tulang mulai retak.
Aduh, sakit sekali.
Dia tak bisa berteriak, hanya air mata yang terus mengalir dari pelupuk matanya. Tangannya berusaha memberi isyarat minta ampun.
Yang Jian dengan raut wajah dingin tak bergeming, ia seperti menginjak mati semut kecil yang menjengkelkan, menghabisi pria bernama Wan Hao ini.
Meronta-ronta, memohon ampun, menangis, semua ini tak mampu membangkitkan secuil rasa simpati dalam hatinya.
"Liu Zi, Sun Yujia, jangan kalian lihat, Wan Hao akan mati." Miao Xiaoshan mengatupkan bibir, berkata dengan suara rendah.
Keduanya menyaksikan dengan jantung berdebar-debar, sepuluh ribu kali tak menyangka Yang Jian benar-benar tanpa ragu akan membunuh seseorang di depan umum hanya karena masalah ini.
Tak ada yang berani menghalangi.
Murid-murid yang sebelumnya berbicara kini wajah mereka pucat ketakutan, tak kalah seperti melihat hantu.
Ini apa maksudnya?
Memberi contoh pada orang lain dengan menghukum seseorang?
Tapi di saat yang sama, di jalan raya dekat sana tiba-tiba muncul sebuah motor, di sampingnya berdiri seorang pria berkacamata hitam sedang memutar kunci kontak untuk menyalakan sebatang rokok.
Yang Jian yang hendak menginjak Wan Hao berhenti sebentar, segera menoleh untuk melirik.
"Kapten Yang lanjutkan saja, aku cuma lewat melihat-lihat, tidak akan mengganggu urusanmu." Pria berkacamata hitam itu membuka mulut.
"Gao Ming, salah satu penanggung jawab kota ini?"
Yang Jian mengenalinya: "Kita pernah bertemu di depan Pangkalan Teknologi Keselamatan, tapi waktu itu kau masih komandan satpam."
"Ingatan Kapten Yang memang tajam. Tapi karena Chen Yi mati, terpaksa aku harus lebih aktif. Sejujurnya, aku lebih suka jadi komandan satpam daripada penanggung jawab."
Gao Ming tersenyum: "Angin apa yang membawa Kapten Yang ke sini hari ini? Datang tanpa pemberitahuan sebelumnya, markas pun tidak sempat mengatur penerimaan. Saya dengar ada situasi di sini, jadi datang melihat-lihat. Tak disangka malah menyaksikan Kapten Yang memperlakukan bocah nakal begini."
"Memperlakukan bocah nakal? Kau ingin saya sebagai senior bermurah hati melepaskannya?" Ekspresi Yang Jian tenang.
"Saya tidak bermaksud begitu. Hanya ingin bertanya, kesalahan apa yang dilakukan anak-anak ini sampai membuat Kapten Yang murka? Jika memungkinkan, saya bisa membantu Kapten menanganinya. Lagipula seperti yang Kapten tahu, ini wilayah markas, tentu harus ada sedikit penghormatan."
Gao Ming mengangkat bahu dengan wajah getir.
Sebenarnya dia tak ingin ikut campur atau terbawa masalah ini. Tapi sebagai penanggung jawab kota, wajib muncul saat ada kejadian.
"Lantai ini angker. 'Bocah-bocah' yang kau sebut bersekongkol merampas Lilin Hantu dari pacarku. Menurutmu bagaimana hutang ini harus dilunasi?"
Yang Jian berkata: "Mereka tak mau bertanggung jawab, mau kau gantikan?"
"Oh ternyata keluarga Kapten Yang. Lagi pula melakukan kejahatan berkelompok, merampas barang seperti Lilin Hantu..."
Gao Ming mengusap dagunya: "Ini memang serius. Menurut regulasi, minimal dihukum tembak. Untuk otak-otaknya, sekali tembak pun belum cukup."
Dia paham tekad baja Yang Jian untuk membunuh. Sejak menyebut kata "pacar", situasi sudah di luar kendali.
Menjerat keluarga figur tingkat komandan tim, ditambah merampas sumber daya strategis seperti Lilin Hantu, secara logis memang pantas dihukum mati.
Tentu saja masalah ini bisa dianggap besar atau kecil, tapi Yang Jian memilih untuk memperbesarnya. Jika tidak, dia tak akan tiba-tiba mengaku punya pacar. Jadi dia pun berhenti banyak bicara dan mulai kooperatif.
"Bagus, tulis laporan seperti ini saja." Setelah berkata, Yang Jian menginjak lebih kuat.
Wan Hao merintih kesakitan. Dadanya berderak-retak, tulang-tulangnya pecah. Sebuah kaki terbenam dalam dadanya.
"Tunggu, Kapten Yang." Gao Ming berkacamata hitam mendekat saat ini.
Yang Jian menatapnya lagi, berkata dingin: "Kalau masih cerewet, kau juga akan kuhabisi."
"Bukan, Kapten Yang salah paham."
Gao Ming berkata: "Menurutku lebih baik ditahan napasnya untuk dibawa pulang dan diinterogasi beberapa hari, jalani proses resmi. Aku juga bisa memberi laporan. Nanti ketika hasilnya dipublikasikan, orang-orang biasa akan paham akibatnya jika mengganggu pacarmu ini."
"Ternyata begitu." Yang Jian mengerti maksudnya.
Karena ini adalah contoh untuk orang lain, lebih baik dilakukan sampai tuntas dengan cara resmi. Setelah berita tersebar, rakyat biasa akan paham nasib buruk yang menanti jika berurusan dengan Miao Xiaoshan, sehingga mengurangi banyak masalah.
"Kalau begitu serahkan padamu. Lakukan dengan baik."
Usai berkata, dia langsung menendang orang itu hingga terlempar.
Gao Ming menangkap Wan Hao yang sudah pingsan, lalu kembali ke motor dan mengikat barang ini di belakang motor seperti seekor babi mati: "OK, Kapten Yang aku pulang tidur dulu. Begadang tidak baik untuk kesehatan. Besok kerja akan kuhandle sisa urusan ini."
Setelah berkata, dia pergi dengan motornya.
Sama sekali tak ingin ikut campur dalam urusan di sini.
"Karena situasi ini benar-benar cerewet, hal-hal remeh telah memancing kedatangan seorang komandan tim. Jika tidak ditangani dengan baik, dia sama sekali tidak meragukan bahwa dirinya akan dihabisi oleh Yang Jian."
"Orang-orang lain yang menyaksikan pemandangan ini semuanya tertegun, sekaligus merasakan sensasi bahwa mereka akan hancur."
"Mengira ini hanyalah tipuan kecil yang bisa dilupakan, tak disangka telah meningkat menjadi jerat terhadap keluarga komandan tim dan perampasan sumber daya strategis. Lagipula, semua hal ini takkan lepas dari hukuman tembak mati."
"Tapi yang paling membuat mereka putus asa adalah diri mereka sendiri seakan telah menjadi kelompok kriminal."
"Yang Jian mengabaikan kepergian Gao Ming. Tatapannya menyapu seluruh tubuh orang-orang itu."
"Beberapa orang yang sebelumnya membantu menjelaskan untuk Wan Hao kini tangan dan kaki lemas tak bertenaga, keringat dingin bercucuran."
"Karena mereka sekarang telah menjadi kelompok kriminal."
"Sedangkan penyebab awalnya, hanyalah karena satu kalimat berlebih."
"Sekarang ingin menyangkal pun sudah terlambat, karena CCTV di sekitar telah merekam semua bukti."
"Bahkan ada yang percaya, sekalipun tidak ada bukti, bukti akan diciptakan."
"Setelah malam ini, banyak orang akan menghilang. Mungkin tidak mati, tapi takkan pernah muncul lagi di masyarakat. Sisa hidup harus dijalani dalam penyesalan dan kesakitan."
"Yang Jian tak lagi berbicara. Dia tidak tertarik menangani kelanjutan situasi ini karena tahu ada yang akan menggantikannya. Dia hanya perlu mendengar laporan hasil peristiwa dari Liu Xiaoyu beberapa hari lagi."
"Percaya, laporan itu akan membuatnya cukup puas."
"「Pindahlah tempat tinggal, kau tidak cocok tinggal di sini.」"
"Yang Jian berjalan mendekat, merebahkan Miao Xiaoshan di pelukannya, kemudian kembali menghilang."
"Yang ikut menghilang adalah Liu Zi dan Sun Yujia."
Sebagai teman Miao Xiaoshan, dia merasa tetap tidak bisa tidak ikut campur.
