Pada saat yang sama, di dalam Kota Kuno Taiping.
Ini adalah kawasan baru kota kuno yang dibangun belakangan oleh investasi Kota Zhongzhou sebagai wilayah wisata.
Feng Quan yang sendirian ditahan di kawasan baru ini. Yang Jian melarangnya memasuki kawasan tua karena khawatir adanya benda-benda ganjil yang mungkin menimbulkan bahaya tak terduga.
Ia juga menyadari ada sesuatu yang tidak beres di kawasan tua.
Karena itu, ia tidak menolak saran Yang Jian.
"Sinyal semua orang menghilang," bisik Feng Quan sambil memantau perubahan sinyal melalui ponsel positioning satelit-nya di sebuah losmen bernuansa khas.
Beberapa saat sebelumnya.
Seluruh sinyal anggota tim benar-benar lenyap, termasuk ponsel pribadi Yang Jian.
Ia berdiri di dekat jendela sambil mengamati sekeliling.
Arah kawasan tua Kota Taiping terlihat suram dan muram.
Meskipun dipasangi lampu jalan, penerangan di sana tampak sangat redup seperti lampu usang dengan pasokan listrik yang kurang, tidak mampu menerangi seluruh jalan secerah area ini, terutama setelah matahari terbenam.
Tapi orang biasa pasti tidak akan memperhatikan perubahan ini.
"Sungguh ada bahaya di sana," gumam Feng Quan dalam hati.
Namun tepat di saat itu.
Tiba-tiba.
Ia mendengar suara geseran benda berat diseret seseorang di lorong tangga depan kamarnya, bergerak menuruni lantai.
Awalnya Feng Quan mengabaikannya.
Tapi ketika suara itu mencapai mulut tangga, ia berbalik cepat ke arah sumber suara.
"Pengalaman selama bertahun-tahun memberitahunya bahwa suara ini bukan berasal dari benda yang diseret, melainkan seseorang yang sedang menyeret mayat. Bunyinya berasal dari kaki mayat yang menyeret di anak tangga."
Seketika itu juga.
Dia membuka pintu rumah dengan wajah berkerut khawatir, berjalan mendekat sambil menggenggam sekop yang masih dipenuhi tanah.
Kabut tipis tiba-tiba menyelimuti lorong tangga.
Tak lama kemudian.
Feng Quan tiba di mulut tangga. Matanya menangkap dua mayat terbungkus sprei yang masih segar karena baru saja mati. Lengan mayat yang menyembul dari balik sprei masih berwarna kulit normal, bahkan masih terasa sisa kehangatan tubuhnya.
Pria paruh baya berusia sekitar 40-an tahun yang mengenakan seragam hotel-lah yang menyeret mayat itu, sepertinya petugas kebersihan.
"Maaf, ada sampah yang harus dibawa turun. Semoga tidak mengganggumu."
Pria itu menengadah, menatap Feng Quan di tangga, menyunggingkan senyum polos penuh permintaan maaf.
Senyumnya terlihat kaku.
Tidak natural, namun sulit ditentukan letak keanehannya.
"Bukankah seharusnya melapor ke pihak berwajih dulu jika ada yang mati?" Wajah Feng Quan muram, tatapannya menembus pria paruh baya itu.
Pria itu tetap membisu, hanya terus menyeret dua mayat terbungkus sprei menuruni tangga.
"Di tengah absennya penanggung jawab Kota Zhongzhou, akulah yang berwenang di sini. Kau bisa melaporkan padaku. Jika tak bisa memberi penjelasan masuk akal, aku berhak menahanmu."
Feng Quan menunjukkan kartu identitasnya, menegaskan statusnya.
"Tapi pria paruh baya ini seolah tidak mendengar dan tetap berjalan sendiri."
"Jika begitu, maka......"
Sebelum kalimatnya selesai, kabut pekat tiba-tiba menyelimuti lorong tangga. Di sebelah pria paruh baya itu, sekop penuh tanah menghantam keras kepalanya.
Orang normal yang dipukul seperti ini minimal akan pingsan, apalagi sampai mati.
Pria paruh baya yang menyeret mayat itu tersandung dan jatuh ke tanah, langsung tak bergerak.
Feng Quan muncul dari kabut, mengguncang tubuh pria itu dan berencana menguburkannya. "Ini faktor tak stabil, tidak boleh lengah," gumamnya.
"Seringan ini?"
Saat diangkat, berat pria berbaju seragam hotel ini tak seperti orang dewasa normal, malah semringah boneka.
Saat dibalikkan,
wajah Feng Quan berubah pucat.
Ini sama sekali bukan manusia hidup, melainkan boneka kertas untuk ritual penguburan.
"Ulahan Liu San?" Feng Quan langsung teringat boneka kertas Liu San.
Tapi sebelum sempat berpikir lebih jauh,
kabut hantu di sekeliling mulai menghilang. Suara parau terdengar: "Pelayan yang kubeli tiga yuan saat diskon kau hancurkan dengan sekop. Tamu seharusnya tidak berbuat demikian, harus ganti rugi."
"Siapa?!"
Feng Quan membentak, lalu segera menyusul arah sumber suara itu.
Dia mengabaikan dua mayat di lantai, dengan cepat menuruni tangga, lalu tiba di lobi losmen kecil ini. Saat hendak keluar, tiba-tiba menghentikan langkahnya.
Kemudian menoleh ke arah konter di sebelahnya.
Di atas konter terletak lentera minyak tua yang memancarkan cahaya menguning. Seorang pria berusia sekitar enam puluh tahun dengan topi kain tua dan wajah berkerut sedang tergeletak di sana, kini perlahan menengadah memandang Feng Quan.
Tatapan keduanya saling berpapasan.
Satu penuh kewaspadaan, satunya lagi tersungging senyum seolah sedang menyapa.
"Warga lama Kota Taiping?" Feng Quan segera menyimpulkan informasi dari gaya berpakaian orang ini.
"Sekopmu benar-benar luar biasa, bisa langsung mematikan pelayanku dengan sekali pukul. Bukan main."
Pria itu berkata; "Bagaimana rencanamu mengganti rugiku? Ini barang yang sudah kupakai puluhan tahun, rusak satu berkurang satu. Aku tak punya uang lebih untuk membeli yang baru."
"Siapa kau?" Feng Quan menggenggam erat sekopnya, penerangan di lobi berkelip-kelip dengan suara 'creek-creek'.
Kabut pekat mulai muncul, tak lama kemudian pintu gerbang di samping telah sepenuhnya diselimuti kabut, lalu menghilang dari pandangan.
Segala sesuatu di sekitar terkepung kabut tebal, namun area sekitar lentera minyak di meja resepsionis masih diterangi cahaya goyang yang tak bisa ditembus kabut, seolah dihalangi kekuatan gaib tak kasat mata.
"Aku pemilik losmen ini. Kau bisa memanggilku, Bos Liu."
"Selesai bicara, pria ini menyeringai, terlihat agak sombong."
"Sepertinya menjadi bos membuatnya sangat bahagia dan bangga."
"Bos Liu?"
Feng Quan langsung tahu ini nama samaran tidak penting, dia berkata: "Kau juga Pengendali Hantu?"
"Pengendali Hantu? Bukan, jangan asal bicara. Aku pedagang resmi." Bos Liu cepat-cepat menggelengkan kepala menyangkal.
"Bukan Pengendali Hantu bagaimana bisa punya benda gaib?" kata Feng Quan.
"Dibeli pakai uang, warisan leluhur." Bos Liu menjawab: "Justru kamu, masih muda tapi berpenampilan aneh, berani keluar tidak takut menakuti orang?"
"Dua orang di lantai atas itu kau yang bunuh?" Feng Quan tidak menjawab pertanyaannya.
Bos Liu membantah keras: "Omong kosong! Aku pedagang resmi, mana mungkin membunuh tamu. Mereka berdua sial tersesat ke Jalan Hantu, mengambil barang dari sana, wajar harus bayar mahal. Siang tadi sebenarnya aku mau tolak mereka menginap, tapi karena bisnis sedang sepi, terpaksa kuizinkan."
"Tak kusangka mereka mati secepat ini. Kukira baru beberapa hari lagi. Rupanya mereka ambil barang bahaya."
Feng Quan matanya berkedip: "Jalan Hantu? Tempat apa itu?"
"Jalan Hantu Kota Taiping, tempat terkenal. Kau tidak tahu? Oh iya, kamu bukan penduduk sini. Jalan Hantu itu tempat luar biasa, menjual berbagai barang langka..."
Di sini, Bos Liu ini menghela napas: "Sayangnya zaman sudah berubah, Jalan Hantu yang dulu ramai dan meriah sekarang sudah rusak dan sepi, ternyata era ini sudah bukan milik mereka lagi. Untung saya cepat beralih ke bidang penginapan, setahun bisa untung sekitar satu juta, kalau bisa bertahan beberapa tahun mungkin bisa pensiun merawat orangtua. Saya harap sebelum mati bisa mengumpulkan cukup uang untuk beli peti mati. Katanya sekarang lagi tren kremasi, entah toko peti mati itu bakal bangkrut atau tidak karena sepi pembeli."
Feng Quan memperhatikan beberapa informasi.
Jalan Hantu, toko peti mati, menabung untuk beli peti mati...
"Kau memang tidak sederhana, tahu banyak hal. Apa kau tahu soal Danau Hantu?" kata Feng Quan.
Begitu mendengar Danau Hantu, wajah Bos Liu langsung berubah.
Tidak lagi santai, malah menjadi suram.
Tapi tak lama kemudian, Bos Liu menyipitkan mata dan tersenyum: "Kau ganti rugi dulu. Asal ada uang, tanya apa saja boleh, selama saya tahu."
"Berapa banyak?"
Feng Quan berkata: "Sebut angka, berapa pun akan saya transfer."
Dia juga berwenang menggerakkan dana operasional Kota Dachang, beberapa miliar dengan mudah.
"Saya mau benda itu."
Bos Liu menunjuk sekop di tangan Feng Quan: "Sekilas sudah kelihatan barang antik, sangat berharga. Mungkin bisa dijual puluhan ribu."
"Kau pikir saya akan memberikannya?"
Feng Quan berkata: "Lagipula kalau mengambil barang ini, kau sudah mengganggu seorang komandan tim. Masih mau pensiun dengan tenang?"
"Seserius itu ya."
"Bos Liu melambaikan tangan dan berkata: \"Sudahlah, komandan terdengar seperti pejabat tinggi, bos kecil seperti saya tidak berani mengganggu. Berikan saja tiga empat keping sebagai simbol, saya juga tidak akan mengeluh sedikit.\"
Dia menggosok-gosok jarinya, maksudnya jelas.
"Saya tidak punya tiga empat keping uang yang kau maksud." Feng Quan juga tidak bodoh, dia tentu tahu uang yang dimaksud bos ini pasti bukan uang biasa.
Setelah berpikir sejenak, dia mengeluarkan sebatang Lilin Hantu merah: "Saya bisa menukar lilin ini denganmu, jika kau mau memberitahu rahasia di sini."
"Periksa barang dulu."
Bos Liu memandangi Lilin Hantu merah itu dengan penuh rasa ingin tahu, matanya berbinar seolah melihat benda aneh.
"Baik." Feng Quan melemparkan Lilin Hantu merah padanya.
Bos Liu langsung menerimanya dan menciumnya berulang kali dari ujung ke ujung di depan hidungnya.
"Ada abu jenazah, minyak mayat, darah, dan..."
Tiba-tiba.
Dia meletakkan Lilin Hantu merah itu sambil tersenyum: "Bagus, barang berharga. Sayang tidak tahan bakar, tapi masih ada nilainya. Cuma satu tidak cukup, bagaimana kalau tambah satu lagi? Benda ini bukan barang langka, dengan bahan baku saya juga bisa membuatnya."
"Hanya satu, tidak ada lagi." Kata Feng Quan.
"Sekopmu itu barang antik, sangat langka. Berikan pada saya, hutangmu membunuh pelayan saya tidak usah dibayar, ditambah saya beri tujuh keping lagi, setuju?" Bos Liu yang pelit itu mengeluarkan selembar kertas uang sembahyang dari entah mana.
Berlukis warna-warni.
Ternyata bernilai tujuh keping.
Persis seperti kertas uang sembahyang Yang Jian yang dulu.
“Ini uang tujuh yuan, seumur hidup kau jarang melihatnya. Ciumlah, aroma uang yang resmi. Wanginya benar-benar harum. Tabungan peti mati yang kukumpulkan setengah umur langsung kuserahkan semua padamu.” Dia berkata sambil terus menatap sekop Feng Quan.
Jelas, di matanya, tak ada yang lebih penting daripada sekop tua itu.
“Sudah kubilang benda ini tidak dijual. Jika kau ingin, bisa mencurinya. Bunuh saya, barang ini jadi milikmu. Tergantung apakah bos punya kemampuan seperti itu.” Kata Feng Quan.
Bagaimana mungkin dia menjual barang gaib ini? Ini benda untuk menyelamatkan nyawa.
Tapi Bos Liu tidak bermaksud mencuri. Dia menghela napas, diam-diam menyimpan uang tujuh yuan itu, lalu menyimpan Lilin Hantu merah: “Sudahlah, sudahlah. Hari ini aku merugi. Urusan pelayanku tini dianggap selesai. Yang lama tak pergi, yang baru tak datang. Lambat laun juga akan rusak. Lagipula bertengkar dengan generasi muda sepertimu membuatku terlihat tidak bermartabat.”
“Kau tidak mempermasalahkan, tapi masalahku belum selesai. Kau orang dari Kota Taiping, terlibat dalam lingkaran gaib. Seberapa banyak kau tahu tentang Danau Hantu?” Feng Quan bertanya dengan serius.
“Markas sudah mengirim beberapa komandan tim untuk menyelidiki. Meski kau tidak bicara, rahasia di sini akhirnya akan terungkap. Jika kau sedikit kooperatif, mungkin pengaruhnya bisa berkurang, korban jiwa bisa diminimalkan.”
"Mata Bos Liu berputar-putar: "Saya ini memang cerewet, tapi ada hal-hal yang tidak berani saya asal bicarakan. Mengungkapkannya justru akan membahayakan kalian generasi muda. Benda bernama Danau Hantu itu bukan urusan kalian. Lebih baik segera mundur. Itu bukan sesuatu yang bisa kalian jamah. Jika kalian datang lebih awal, pasti saya halangi agar tidak menghadiahkan nyawa.""
"Maksudnya?" Feng Quan menyambut pertanyaan.
Bos Liu melirik ke luar toko.
Tapi tak bisa melihat jelas, di luar diselimuti kabut tebal hingga pintu gerbang pun menghilang dalam kabut.
Bos Liu perlahan mengeluarkan cangkir teh dari bawah konter lalu mengisinya penuh dengan air: "Inilah yang kalian sebut Danau Hantu itu."
Kemudian dia mengambil segenggam biji kuaci dari piring kecil di sebelah: "Ini hantu."
Dia mulai memasukkan biji kuaci satu per satu ke dalam gelas air: "Ketika hantu masuk ke Danau Hantu, mereka akan tenggelam."
Sebutir biji kuaci jatuh ke gelas lalu segera tenggelam ke dasar.
"Satu dua biji masih tidak masalah, tidak berpengaruh." Tangan Bos Liu tak berhenti melemparkan biji-biji itu.
"Tapi kalau jumlahnya banyak, air dalam gelas akan meluap."
Setelah tujuh delapan biji dimasukkan, air mulai meluap dari tepi gelas, mengalir ke permukaan konter.
"Air yang meluap itulah yang kalian sebut peristiwa supranatural. Tapi jika keadaan ini terus berlanjut, air akan tak henti meluber." Sambil berkata demikian, Bos Liu kembali melempar biji kuaci sambung-menyambung ke dalam gelas.
Melihat ini, hati Feng Quan mendadak dingin: "Inikah yang sebenarnya di balik Danau Hantu yang tak terkendali?"
"Ternyata Danau Hantu menanggung terlalu banyak hantu, sehingga akhirnya tak terkendali."
"Pantas saja di awal peristiwa Danau Hantu tidak mencolok, tapi belakangan situasi perlahan meningkat hingga kini menjadi peristiwa gaib Tingkat S."
Bos Liu tersenyum lebar: "Airnya tidak enak, biji kuaci juga sulit dikupas. Segala yang beroperasi punya batas maksimal. Hal yang harus terjadi pasti akan terjadi, tak bisa dihindari. Mengerti? Aku juga sial, usia segini tidak muda tidak tua. Kalau bilang tua, mungkin masih bisa hidup belasan tahun lagi. Entah sepuluh tahun lagi dunia akan jadi seperti apa."
"Tidak ada cara menyelesaikannya?" tanya Feng Quan.
"Mengobati akar masalah tidak mungkin, tapi mengatasi gejalanya bisa." Bos Liu mengeluarkan semua biji kuaci dari gelas airnya, lalu meneguk lagi airnya.
Permukaan air di gelas itu turun, tidak meluap lagi.
"Itu mutmustahil." Feng Quan memahami metode Bos Liu.
Mengangkat hantu-hantu dari Danau Hantu, lalu mengurangi kegaibannya.
Dengan cara ini bisa menunda ledakan peristiwa supranatural ini.
Tapi meski begitu, tetap sangat, sangat sulit.
"Jadi lebih baik aku fokus buka toko cari untung, terus nabung biaya pemakaman. Tidak usah macam-macam lagi." Bos Liu menggelengkan kepala.
Feng Quan berkata: "Selain cara ini masih ada jalan lain? Tadi kau bilang di Jalan Hantu segala sesuatu bisa dijual, adakah cara di sana untuk menyelesaikan Danau Hantu..."
Tapi sebelum selesai bicara, tiba-tiba Bos Liu berbisik: "Diam, ada orang datang ke kota."
"Hm?"
Ekspresi Feng Quan berubah. Langsung ia menoleh ke arah pintu gerbang.
Kabut tebal mulai terurai.
Seperti terbelah membentuk celah.
Sebuah jalan setapak yang cukup untuk dilalui satu orang muncul. Saat itu, di jalan luar menyala sebuah lentera. Seorang lelaki tua bungkuk bermata satu membawa lentera minyak, mendorong pintu masuk.
Begitu dia masuk, aroma abu kertas langsung tercium di sekeliling.
Seperti baru saja kembali dari membakar kertas ritual.
"Bos Liu, kenapa mayatnya belum diangkat keluar?" Orang tua bermata satu itu berkata dengan nada keras.
"Pelayan saya baru saja mati, jadi agak tertunda. Nanti akan segera saya angkat," jawab Bos Liu tergesa-gesa sambil tersenyum penuh basa-basi.
Mata tunggal pucat milik orang tua itu berputar dengan cara ganjil, menatap Feng Quan, lalu mengarah ke sekop di tangannya: "Orang yang sudah terkubur setengah badan, cukup langka."
"Penduduk lama Kota Taiping?" Wajah Feng Quan dingin: "Kau juga dari lingkaran gaib?"
"Dia tamu penginapan, dan belum pernah ke kota," Bos Liu menyela di saat ini.
Orang tua itu tak berbicara lagi, hanya membawa lentera lalu pergi: "Mayat tak boleh ditahan di sini, harus segera diangkut."
"Segera, segera," Bos Liu mengangguk terus.
Pintu gerbang tertutup.
Kabut pekat menyatu kembali. Orang tua bermata satu itu telah pergi.
Lentera minyak redup berayun-ayun di jalanan, bahkan Hantu Kabut tak mampu mengikisnya.
"Tamu tak perlu khawatir. Meski temperamennya buruk, kekuasaannya hanya sebatas kota. Tempat ini bukan bagian dari Taiping, dia tak berwenang. Barusan hanya kebetulan mampir menanyakan situasi, tak ada hubungannya denganmu." Setelah berkata demikian, Bos Liu juga mengangkat lentera minyaknya dan berdiri.
"Aku akan mengangkut dua mayat itu, tolong bantu?"
Tatapan Feng Quan bergetar lemah, ragu sejenak: "Baik."
Kabut hantu di sekitarnya dengan cepat menghilang. Dia mengikuti bos Liu ini berbalik menuju lantai atas losmen, bersiap memindahkan dua mayat yang belum selesai diangkut.
Tapi sebenarnya dia tidak berniat memindahkan mayat, melainkan menggunakan kesempatan ini untuk memahami lebih dalam rahasia tempat ini.
Namun di dalam hati Feng Quan dipenuhi kecemasan.
Aksi para komandan saat ini pasti sangat berbahaya dan tidak mulus.
Kekhawatirannya terbukti benar.
Saat ini.
Di atas Danau Hantu.
Yang Jian, Shen Lin, Li Jun, Liu San, dan Ahong yang berjumlah lima orang berdiri di atas perahu kayu hitam kecil. Di permukaan danau sekitar mereka, bergelombang mayat-mayat mengambang yang padat.
Tak satu pun mayat ini yang membusuk.
Bahkan seiring berjalannya waktu, beberapa mayat tiba-tiba mulai menunjukkan gerakan-gerakan tak wajar.
Ada mayat perempuan yang membelalakkan matanya, suram dan pucat.
Ada mayat perempuan yang membuka mulut, mengeluarkan tawa menyayat hati, seperti bisikan mimpi.
Mayat perempuan lain berbalik di dalam air, menyemburkan percikan.
Di buritan perahu.
Lilin hantu putih telah terbakar lebih dari setengah, tapi belum padam.
