"Aku dibangkitkan?"
Wanita muda yang duduk di dalam peti mati itu bergumam ragu-ragu.
Dia mengangkat tangannya dan memeriksanya.
Tak lagi pucat dan dingin, malah terasa hangat, mengeluarkan aura kehidupan. Selain itu, tubuhnya juga agak berbeda dari sebelumnya, seolah semua kekuatan gaib di dalamnya telah lenyap, hanya menyisakan pakaian yang sangat unik ini.
Pakaian ini dikenalnya - barang dari penjahit Kota Taiping.
Tiba-tiba, Bos Liu kembali muncul. Mendengar keributan di ruang belakang, matanya terbelalak saat melihat wanita muda itu.
Tapi semuanya seakan masuk akal.
"Dia menggunakan metode pemanggilan arwah, dikombinasikan dengan kekuatan gaib lain untuk membangkitkanmu."
Bos Liu terdiam sejenak sebelum berkata, "Tapi He Liansheng tewas, baru saja dihabisi seorang pemuda. Jika kau baik-baik saja, keluarlah untuk melihatnya. Bantu kami mengurus jenazahnya. Kebetulan, peti mati ini masih bisa dipakai."
He Liansheng mati?
Ekspresi wanita muda itu membeku: "Bagaimana mungkin Kakek He bisa tewas..."
“Setiap orang pasti mati, tak ada yang terkecuali. Generasi tua dulu sudah mati semua, apalagi kami sekelompok ini.” Bos Liu berkata.
“Aku tidak percaya.” Wanita muda itu terlihat bersemangat, dia tak bisa menerima kematian He Liansheng.
Dengan tergesa-gesa dia bangkit melompat keluar dari peti mati merah, nyaris terjatuh ke genangan air yang dingin, untungnya ditopang oleh Manusia Tanpa Wajah bertubuh tinggi di sampingnya.
Wanita muda itu menerobos genangan air dingin yang menyeramkan, bergegas menuju kuil leluhur.
Ternyata.
Begitu tiba di kuil, wanita muda ini langsung melihat mayat tanpa kepala berdiri tegak di tengah ruangan, sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda rebah. Sementara itu, kepala manusia mati itu telah dipungut oleh Bos Liu tadi dan diletakkan di meja persembahan kuil, tertutup sehelai kain merah.
Menyaksikan adegan kejam ini, bola mata wanita muda itu menyempit, seluruh tubuhnya membeku di tempat, air mata mulai mengalir deras tanpa henti.
He Liansheng bukan sekadar orang tua biasa di Kota Taiping.
Dia juga adalah kakeknya.
Meski bukan anak kandung, tapi dia tetap menyandang marga He. Sejak kecil dibesarkan di Kota Taiping, sosok He Liansheng yang setia menjaga kuil leluhur telah menjadi kenangan masa kecil terpentingnya.
Tak disangka, saat kembali ke tempat ini hari ini, yang ditemuinya di kuil leluhur justru pemandangan mengerikan seperti ini.
“Bos Liu dan pria tak berwajah itu ikut datang, mereka terdiam sejenak, lalu membuka mulut; 'Jangan terlalu sedih, orang seperti kami suatu hari nanti pasti akan mati, anggap biasa saja. Dia juga tidak bisa hidup lama lagi, mati sekarang pun sudah cukup baik. Setidaknya dia berhasil membangkitkanmu, sekaligus mengakhiri permusuhan ini.'”
Sekarang dia sedikit mengerti mengapa He Liansheng dibunuh oleh Liu San. Selain ada yang ditahan, mungkin juga bermaksud mengakhiri pertikaian antar generasi tua dan muda dengan kematiannya sendiri, agar keturunan Kota Taiping bisa muncul di luar dengan reputasi tetap bersih.
Jika hari ini He Liansheng membunuh Liu San.
Maka markas besar di balik Liu San, ditambah beberapa penerus hebat di sekitarnya, pasti tidak akan melepaskan He Liansheng.
Saling bunuh-membunuh, akhirnya semua orang di Kota Tua Taiping akan hancur.
Jadi He Liansheng menggunakan kematiannya sendiri untuk mengakhiri semua konflik.
“Siapa, siapa yang membunuh Kakek He?” wanita muda itu menghentikan air matanya, wajahnya dipenuhi amarah balas dendam.
Bos Liu baru saja ingin bicara.
Tiba-tiba.
Aroma aneh menyebar dari kuil leluhur di sekitarnya.
Ternyata ada hio yang sedang dinyalakan.
Ekspresi Bos Liu berubah, dia langsung memandang sekeliling, dan akhirnya menemukan sebatang hio yang sedang menyala di sudut tak mencolok kuil.
Hio itu tertancap di dinding.
Berbeda dengan hio biasa, itu adalah hio pemanggil arwah yang disimpan seperti harta karun di kuil.
“Siapa yang menyalakan hio pemanggil arwah?” kata Bos Liu dengan curiga.
Tapi dia kembali menyadari, hio itu sudah terbakar sebagian besar, tidak seperti baru dinyalakan, melainkan sudah dinyalakan sebelumnya.
"Jangan berteriak-teriak di kuil leluhur, akulah yang menyalakan Hio Pemanggil Arwah ini, ini pemanggilan terakhir." Saat ini, suara ilusi bergema di dalam kuil.
Asap dupa berkabut, siluet seorang pria tua bermata satu mulai terlihat.
Tak perlu diragukan lagi, pria tua ini adalah Pemanggil Arwah, He Liansheng.
"Kau..."
Bos Liu terkejut menunjuknya: "Kau ternyata sudah menyalakan Hio Pemanggil Arwahmu lebih awal, kau sudah mempersiapkan diri untuk mati?"
Hio Pemanggil Arwah adalah barang gaib sekali pakai, setelah dinyalakan dapat memanggil jenazah untuk muncul kembali di dunia ini, namun hanya bertahan selama sebatang hio.
Ini bukan kebangkitan, hanya fenomena gaib yang tak bisa dipahami.
"Kakek He."
Wanita muda itu terkejut sekaligus gembira, segera bergegas menghampiri.
He Liansheng memandangi kuil leluhur yang familiar, orang-orang yang dikenalnya, serta mayatnya sendiri yang berdiri tak jauh, tersenyum penuh kelembutan: "Yin'er, waktuku tak banyak, ada beberapa hal yang harus kusampaikan, setelah itu aku bisa mati dengan tenang."
Wanita muda ini memiliki nama aslinya sendiri.
Dia bernama He Yin'er, tapi dalam dokumen markas besar dia menggunakan nama samaran Yinzi untuk memudahkan aktivitas di luar.
"Katakanlah, Kakek He."
He Yin'er menggigit bibirnya, menahan kesedihan, menyimak nasihat terakhir.
"Kematian saya sudah tak terhindarkan, kau tak perlu bersedih untukku. Tapi rahasia Kota Taiping harus diwariskan, jangan sampai terkubur. Kuil leluhur ini sudah kujaga puluhan tahun, sejak masa muda hingga sekarang. Di saat-saat terakhir ini, ingin kuserahkan beban berat ini padamu."
"Yin'er, generasi penerus Pemanggil Arwah berikutnya, kau yang akan menjabat."
He Yin'er tertegun, baru hendak berbicara tapi kembali dipotong oleh He Liansheng.
Waktunya benar-benar mepet, tinggal setengah hio tersisa. Ia melanjutkan: "Setiap pergantian Pemanggil Arwah, pendahulunya pasti meninggal. Ini tradisi sekaligus tata krama. Aku penerus ketiga, kau akan jadi yang keempat. Sekarang akan kuajarkan caranya menjadi Pemanggil Arwah baru."
"Jangan menolak, ini tanggung jawab yang harus kau pikul." Suara He Liansheng tiba-tiba berubah keras.
"Baik... Baik, Kakek He. Aku akan menjagakan kuil ini untukmu. Aku bersedia jadi Pemanggil Arwah." He Yin'er mengangguk setuju, tak ingin mengingkari wasiat terakhir.
"Untuk jadi Pemanggil Arwah, kau harus bisa mengendalikan Hantu Gentayangan Pemanggil Arwah. Arwah itu tersimpan di bola mata kiriku."
He Liansheng berkata: "Cungkil mataku, lalu pasang di matamu sendiri. Ini langkah pertama menjadi Pemanggil Arwah."
"Tapi ini belum cukup. Semakin mengerikan hantunya, semakin mudah lepas kendali. Karena itu kau harus jadi makhluk luar biasa seperti yang mereka sebut. Semua jalannya sudah kupersiapkan untukmu."
Bayangan ilusif He Liansheng bergoyang seolah akan lenyap kapan saja: "Setelah menguasai hantu gentayangan, kau harus memanfaatkan kekuatan gaibnya untuk memanggil arwahmu sendiri."
"Dia orang hidup, mana mungkin bisa memanggil arwahnya sendiri?" Bos Liu langsung menyanggah.
"Dia sudah pernah mati sekali, sama sekali tidak masalah."
He Liansheng menjelaskan: "Inilah rahasia pawang arwah. Diri sendiri harus mati dulu sekali sebelum bisa menyelesaikan semua ini."
Bos Liu terkejut, baru memahami maksud perkataan He Liansheng.
Orang hidup tak bisa memanggil arwah, tapi orang mati bisa.
He Yiner yang pernah mati sekali ini bisa berhasil memanggil arwah.
Ini semacam celah.
Apa yang terjadi jika arwah sendiri memanggil dirinya sendiri?
He Liansheng memberi penjelasan: "Setelah arwahmu datang, suruh arwah itu menggunakan teknik pemanggilan lagi. Tenang, meski arwahnya berbeda, kekuatan gaibnya saling terhubung melalui hantu gentayangan sebagai perantara. Jadi arwah yang dipanggil tetap bisa menggunakan kekuatan memanggil arwah."
"Meski arwah yang dipanggil hanya bisa bertahan selama sebatang dupa terbakar, tapi dengan pengulangan terus-menerus, durasi ini akan diperpanjang tanpa batas. Seperti roda gigi - saat roda terluar berputar sekali, roda terdalam akan melambat ribuan kali lipat."
"Arwah yang dipanggil lambat laun akan lenyap, tetapi proses menghilangnya itulah yang menentukan panjang pendeknya nyawamu. Batas maksimal yang bisa kucapai saat pertama kali menjadi pemanggil arwah hanyalah memperpanjang umur empat puluh tahun. Hidup sampai enam puluh pasti mati tanpa ampun. Tapi kau berbeda. Dengan baju itu yang menahan erosi kekuatan gaib, frekuensi memanggil arwah akan lebih banyak dari perkiraan. Percayalah, setidaknya bisa hidup seratus tahun, bahkan lebih lama."
He Liansheng mengungkapkan rahasia pemanggil arwah.
Ia tidak takut rahasia ini bocor, karena He Yin'er akan menjadi pemanggil arwah yang berumur paling panjang. Saat dia mati, semua orang yang mengetahui rahasia ini sudah tidak ada lagi.
Waktu akan menguburkan segalanya, tak ada kejutan.
Jika Yang Jian mendengar kata-kata ini di sini, pasti akan terkejut karena ini sama sekali bukan warisan pemanggil arwah, melainkan metode untuk mengendalikan hantu gentayangan dan langsung menjadi makhluk luar biasa.
He Yin'er mengangguk: "Aku ingat."
"Jangan salahkan aku telah membawamu ke jalan ini. Kita tidak punya pilihan." He Liansheng berdecak haru, matanya kembali menatap hio pemanggil arwah di tembok.
Tinggal tersisa satu ruas kecil.
He Liansheng melanjutkan: "Tinggalkan kuil leluhur Kota Taiping. Bawa tablet-tablet leluhur ini pergi dari sini, cari tempat untuk membangun kembali. Kisah-kisah tablet ini sudah kuceritakan saat kau kecil. Itu bukan sekadar dongeng, tapi kejadian nyata di masa lalu. Saat diperlukan, kau bisa menggunakan tablet leluhur sebagai perantara untuk memanggil arwah orang mati."
“Mereka adalah Pengendali Hantu paling mengerikan. Begitu dibangkitkan, mereka bisa menyelesaikan semua masalahmu. Tapi ingat, memanggil arwah memerlukan perantara. Tablet leluhur adalah perantara terakhir mereka, jadi kau hanya bisa memanggil sekali. Setelah itu, untuk memanggil lagi kecuali kau menemukan barang yang pernah mereka gunakan saat masih hidup, selamanya tak akan ada cara melakukan pemanggilan kedua.”
“Beberapa tablet leluhur yang paling dipantang itu sampai sekarang belum pernah kupanggil. Kutinggalkan untukmu, semoga di masa depan bisa membantumu.”
Di sini He Liansheng bicara, Bos Liu baru paham kenapa saat melawan Liu San sebelumnya dia tidak mengerahkan seluruh kemampuannya.
Dia tak ingin menimbulkan permusuhan yang melibatkan sisa anggota Kota Taiping, juga tak mau membuang perantara untuk memanggil arwah. Selain itu, dia ingin mewarisi generasi keempat pemanggil arwah. Yang terpenting, hidupnya juga tak punya sisa waktu lama lagi.
Jadi ketika waktunya tiba, dia memilih untuk dibunuh oleh Liu San.
Tentu, Liu San itu memang benar-benar mengerikan. Meski He Liansheng menyimpan sebagian kemampuannya, tapi orang itu juga benar-benar berhasil menghabisinya.
“Terakhir, jangan balas dendam untukku. Kematianku sudah kuatur sendiri. Jika kau memburu balas dendam, berarti kau melupakan tanggung jawab pemanggil arwah. Dengan begini, arwahku tak akan tenang. Alasan kami para pemanggil arwah tetap eksis adalah untuk menjaga kuil leluhur tanpa ikut campur urusan dunia, tidak menciptakan permusuhan.”
“Aku melanggar tata krama, karena itu aku mati. Inilah pelajaran dari pengalaman sebelumnya.”
"He Liansheng akhirnya kembali menasihati dengan penuh kesabaran dan ketulusan, meminta He Yin'er untuk tidak mencari Liu San guna balas dendam. Kekhawatirannya adalah jika terlibat dalam pusaran permusuhan dan dendam kesumat, ia tak akan bisa melepaskan diri, akhirnya dibunuh orang sehingga memutuskan warisan pemanggil arwah."
"Dia tak ingin melihat generasi terakhir di Kota Taiping mati, juga tak ingin menyaksikan warisan pemanggil arwah terputus."
"Aku janji padamu, tak akan balas dendam." He Yin'er tak banyak bicara, hanya terus menggigit bibir sambil mengangguk patuh.
Saat ini, apapun yang dikatakan He Liansheng pasti dia setujui.
Karena ini adalah pemanggilan arwah terakhir.
Meski dengan perantara, pemanggilan arwah bisa dilakukan beberapa kali, namun arwah yang dipanggil berisiko. Hanya hio pemanggil arwah yang paling aman, dan setiap orang hanya bisa menggunakannya sekali.
Artinya, setelah He Liansheng menghilang kali ini, sangat sulit baginya muncul kembali.
"Bagus, kau adalah generasi muda paling kompeten. Pengalamanmu mengembara selama ini telah membuatmu berkembang, aku merasa tenang." He Liansheng kemudian berpaling ke Bos Liu dan Manusia Tanpa Wajah.
"Kalian berdua harus merawatnya dengan baik setidaknya sampai dia benar-benar mandiri. Ingat, Kota Taiping belum musnah. Selama pemanggil arwah masih ada, segalanya masih bisa dibangun kembali."
Bos Liu menghela napas: "Kau ini sudah mati masih saja merepotkan, memaksakan tugas seperti ini. Sudahlah, bagaimanapun juga losmenku sudah tenggelam, tak ada tempat tinggal. Lebih baik kita pindah bersama ke tempat lain, saling menjaga. Setidaknya saat mati nanti ada yang mengurus jenazah. Tapi entah apa pendapatnya."
Manusia Tanpa Wajah di samping mengangkat tangan memberi isyarat: "Aku tak masalah."
“Bagus, sementara urusan telah beres, aku juga harus pergi. Tangani mayatku dengan baik, jangan sampai memicu malapetaka.” Setelah berkata demikian, He Liansheng berbalik badan dan pergi.
Dia menoleh memandang He Yin'er sebentar, tanpa sedikitpun keinginan untuk mengenang, perlahan menjauh.
Hio pemanggil arwah di dinding juga perlahan mulai padam.
Asap dupa berangsur menghilang, sosok He Liansheng semakin buram.
Saat batang hio terakhir habis terbakar, asap pun lenyap, tak menyisakan apapun di depan mata.
He Yin'er memandangi kepergian He Liansheng. Saat ini dia tidak menangis, hanya ada rasa keengganan untuk berpisah.
Tak lama kemudian.
He Yin'er berbalik menuju meja persembahan tanpa bicara, membuka kain merah itu.
Kepala He Liansheng terpampang di sana.
Matanya terbuka lebar, penuh dendam, namun sebuah bola mata pucat masih berputar-putar dengan gelisah.
Tanpa basa-basi, He Yin'er langsung mencungkil bola mata pucat itu, lalu menggigit gigi dan mencongkel satu bola matanya sendiri hidup-hidup.
Darah mengucur deras, rasa sakit yang luar biasa.
Tapi semua ini tidak dia pedulikan.
Menahan nyeri, He Yin'er memasukkan bola mata pucat itu ke dalam soket matanya, lalu memeluk kepala mayat ini bersama jasad tanpa kepala menuju ruang belakang.
Bos Liu hendak mengikuti, namun dihalangi oleh Manusia Tanpa Wajah.
Manusia Tanpa Wajah menggelengkan kepala, memberi isyarat agar tidak ikut.
"Aku mengerti." Bos Liu menghela nafas, mencari tempat untuk menunggu dengan tenang.
Waktu berlalu detik demi detik.
"Tak lama kemudian, subuh tiba."
"Saat waktu menunjukkan pukul delapan pagi."
He Yin'er keluar dari ruang belakang dengan wajah datar. Matanya terlihat ganjil, satu hitam pekat dan satu lagi pucat. Seluruh tubuhnya memancarkan aura ganjil yang sulit dijelaskan.
"Mulai sekarang, saya adalah Pemanggil Arwah keempat Kota Taiping."
Tak perlu diragukan lagi, dia berhasil.
Berkat skema He Liansheng, He Yin'er tanpa hambatan berubah menjadi makhluk luar biasa, mewarisi reputasi sebagai Pemanggil Arwah.
Bos Liu dan Manusia Tanpa Wajah segera bersikap khidmat, memberi hormat dengan menyusun tangan kepada He Yin'er sebagai pengakuan atas status dan posisinya.
"Bungkus semua tablet leluhur untuk dibawa pergi," perintah He Yin'er kemudian.
"Baik. Tapi kita akan pergi ke mana?" tanya Bos Liu.
He Yin'er menjawab, "Ke Kota Taiyuan. Aku akan membangun kembali Kota Taiping di sana."
"Mengapa harus Taiyuan?"
He Yin'er menjelaskan, "Karena sebelumnya aku adalah penanggung jawab Taiyuan, sekaligus komandan tim markas. Wilayah itu masih dalam yurisdikiku, jadi paling mudah untuk rekonstruksi di sana."
"Bagus, kota besar. Pertimbanganmu tepat," Bos Liu mengangguk setuju dengan lokasi baru ini.
Tak lama kemudian,
sisa penghuni terakhir Kota Taiping mulai sibuk beraktivitas.
Mereka membawa tablet leluhur dan barang-barang gaib penting. Lao Liu juga tak lupa kembali ke losmen untuk mengambil buku tabungannya yang tersembunyi dari genangan air.
Setelah kepergian mereka,
di ruangan belakang kuil leluhur,
peti mati merah itu masih tergeletak diam di atas bangku panjang.
Di dalamnya terbujur mayat He Liansheng.
"Dia ditahan di Kota Taiping, akan dikuburkan di sini bersama kuil leluhur yang dijaganya seumur hidup."
