Di sebuah hotel mewah Kota Makau.
"Wah, benar-benar luar biasa! Lihat ini Yang Jian, ranjang suite presiden ini besar dan empuk. Mau coba?"
Jiang Yan tergeletak di ranjang sambil berguling-guling, wajahnya berseri. Tiba-tiba matanya berkilat, lalu dengan nada menggoda ia memanggil Yang Jian yang berdiri di dekat jendela:
Yang Jian tidak menghiraukannya. Kamar yang ditempatinya berada di lantai tinggi hotel, dari sini ia bisa memandang seluruh Kota Makau.
Dan saat ini Mata Hantu sudah terbuka lebar, kota ini sedang diawasi olehnya, semua rahasia dan hal tersembunyi mulai terekspos.
Tapi di sini juga ada tempat yang mustahil untuk diintai.
Beberapa ruang aman, sebuah rumah tua, rumah sewaan, vila... dan sebuah tempat bernama Pusat Hiburan Daxing.
Tempat-tempat ini sebagian terhalang pandangan oleh emas, sebagian diselimuti aura gaib yang mengganggu penglihatan, sementara lainnya memancarkan kesan misterius dan ganjil seolah ada hantu gentayangan.
Jelas terlihat.
Di balik kemegahan dan ketenangan kota ini, tersembunyi teror tak dikenal.
"Pusat Hiburan Daxing? Rupanya tempat yang dikunjungi Wang Bin dan Zhang Xiangui sebelumnya adalah sana. Memang ada entitas gaib di sana. Kekalahan mereka bukan sekadar nasib malang, tapi karena gangguan supernatural. Ternyata dugaan saya benar, ini jebakan yang targetnya saya." Yang Jian berbisik dalam hati.
Dia tidak percaya kekuatan gaib digunakan hanya untuk mengincar kekayaan miliaran Zhang Xiangui dan Wang Bin.
Anggota lingkaran gaib semua tahu bahwa Gedung Shangtong di Kota Dachang adalah wilayah Yang Jian.
"Kau sedang lihat apa sih? Seramai itu pemandangannya? Setiap hari berdiri di jendela ngeliatin luar, nggak bosen?" Jiang Yan mendekat dengan wajah cemberut.
Dia ikut menjulurkan kepala ke luar jendela.
Meski pemandangannya biasa saja, lama-lama jadi membosankan.
Yang Jian saat ini perlahan menarik pandangannya, lalu bertanya: "Kali ini mungkin harus berhubungan dengan orang dari lingkaran gaib, kalau kau takut sekarang bisa naik pesawat pulang."
"Hm?" Jiang Yan berkedip-kedip: "Kalau begitu aku semakin tidak boleh pulang."
"Kenapa?" Yang Jian berkata: "Kau jadi lebih berani?"
Jiang Yan tertawa kecil, merangkul lengannya: "Mana ada tempat yang lebih aman daripada di dekatmu. Kalau bahkan kau tidak bisa melindungiku, pasti aku sudah mati dari dulu, tidak akan hidup sampai hari ini. Lagipula orang lingkaran gaib yang mau menyerangku pasti harus lawan kau dulu. Kalau benar-benar mau menyerangku, sembunyi di mana pun tidak akan berguna, kan?"
"Kau jadi pintar." Yang Jian memandanginya sejenak, lalu perlahan mengalihkan pandangan.
"Aku kan tidak bodoh." Jiang Yan mencibir.
Memang ucapannya tidak salah. Selama Yang Jian masih hidup, orang di sekitarnya akan tetap aman. Mustahil ada orang bodoh yang menghindari Yang Jian lalu menyasar orang di sekitarnya, karena tindakan seperti itu tidak hanya sia-sia, malah akan memprovokasi kemarahan dan membawa masalah lebih besar.
Selain itu, yang benar-benar berbahaya hanya Pengendali Hantu. Orang biasa tidak menimbulkan ancaman apa pun.
Terakhir kali Zhang Wei diculik Sun Ren, Sun Ren akhirnya juga tidak berani membunuhnya, langsung melepaskan Zhang Wei setelah mendapatkan barang yang diinginkan.
Karena Sun Ren juga paham, tujuannya adalah mendapatkan keuntungan, bukan memprovokasi Yang Jian sampai dikejar-kejar Pengendali Hantu papan atas.
"Kalau memang tidak bodoh, tetaplah di hotel. Aku sekarang mau jalan-jalan sendirian." Kata Yang Jian.
"Katanya jalan-jalan liburan, kenapa tidak ajak aku?" Protes Jiang Yan.
Yang Jian berkata: "Mulutmu terlalu cerewet, persis seperti ibuku. Aku akan muncul pada jamuan makan pukul enam malam ini. Suruh Wang Bin dan Zhang Xiangui mempersiapkannya saja. Lokasinya tetap di Restoran Teh Xin Ji itu."
Begitu selesai bicara, cahaya merah tiba-tiba berkelip di sekeliling.
Kemudian dia menghilang secara tiba-tiba dari pandangan, tak tersisa jejak.
Menghadapi kepergian mendadak seperti ini, Jiang Yan sudah tak lagi terkejut. Namun dia mulai meragui diri sendiri: "Apa aku memang terlalu cerewet? Tidak mungkin. Sialan, pasti dia sengaja mengatakan ini untuk melepaskan diriku. Aku tak boleh tertipu! Jika aku jadi bisu setiap hari, pasti akan diabaikan. Hanya dengan terus melilitnya, barulah dia semakin memperhatikanku."
Di benaknya, dia berkhayal untuk terus pantang menyerah mendekati Yang Jian.
Ini adalah tantangan terbesar dalam hidupnya, namun Jiang Yan tak pernah bosan melakukannya.
Setelah meninggalkan hotel, Yang Jian tak berkeliling di Kota Besar. Ia asing dengan budaya dan lingkungan kota ini. Sebagai penduduk lama Kota Dachang, ia merasa tak selaras dengan tempat ini.
Tapi ia tetap memutuskan untuk menyelidiki beberapa lokasi.
Tak lama kemudian.
Ia muncul di depan sebuah ruang aman bawah tanah.
"Ruang aman dengan tingkat proteksi tinggi," mata Yang Jian menyipit sementara tangannya menyentuh pintu besi yang dingin.
Tangannya menggenggam gagang pintu, lalu menarik dengan keras.
Pintu logam tebal itu langsung penyok. Di saat bersamaan, lampu merah berkedip dan alarm berbunyi di sekitarnya.
Tapi Yang Jian mengabaikannya dan tetap membuka pintu ruang aman ini dengan paksa.
Dia bergegas masuk ke dalam ruang bawah tanah besar yang menyimpan persediaan makanan, air, peralatan bertahan hidup, serta barang-barang berharga seperti barang antik, kaligrafi dan lukisan, serta emas.
"Ruang aman ini hanya digunakan untuk menumpuk harta? Seharusnya dibangun untuk situasi darurat. Kekhawatiranku ternyata tak perlu."
Setelah melihat-lihat sekeliling, Yang Jian menggelengkan kepala dan segera pergi.
Tak lama setelah kepergiannya,
sekelompok orang bersama satpam datang tergesa-gesa ke luar ruang aman.
"Alarm luar tidak berbunyi, tapi alarm dalam ruang aman menyala. Seseorang langsung meretas dan membukanya."
Seorang pria paruh baya tiga puluhan tahun dengan wajah muram memeriksa isi ruangan.
Tak ada barang yang hilang, hanya pintu gerbang yang rusak.
"Anggota lingkaran gaib pernah ke sini, dan pastilah figur yang luar biasa."
Pria itu menarik napas dalam-dalam. Tubuhnya bergetar halus diliputi ketakutan tak terkatakan.
Tingkat keamanan setinggi ini, tapi si penyusup malah berjalan-jalan di sini seperti sedang belanja.
"Cek rekaman CCTV," ujar pria itu sambil bergegas memeriksa rekaman untuk mengidentifikasi pelaku.
Sementara itu, Yang Jian telah melanjutkan investigasi ke lokasi berikutnya. Dia sama sekali tidak merasa tindakannya salah.
Tujuannya memeriksa potensi masalah dan memastikan isi sebenarnya dari ruang aman tersebut.
"Lokasi kedua, bukan ruang aman, melainkan gedung apartemen di kawasan tua Kota Da'ao."
Ini adalah gedung tua berlantai 24, namun karena rumah-rumah di sini sudah lama tidak terawat dengan fasilitas hidup yang tidak lengkap, penghuninya sangat sedikit. Hanya tersisa orang-orang tua yang enggan meninggalkan kenangan masa lalu, serta penghuni yang menyewa sementara karena kesulitan ekonomi.
Tapi meski begitu, gedung ini tetap tidak terisi penuh.
Yang Jian saat ini berdiri membeku di depan gedung ini, tidak melanjutkan langkah masuk ke dalam.
Orang-orang yang lewat memandanginya dengan tatapan penuh rasa ingin tahu dan curiga.
"Nak, mau sewa rumah? Om punya kamar suite, bisa disewa murah." Seorang pria tua menyapa sambil tersenyum mendekat.
Yang Jian menatapnya tanpa sepatah kata pun.
Saat itu seorang perempuan di sebelahnya mengingatkan: "Jangan sewa rumah di sini, Nak. Beberapa waktu lalu beberapa pemuda hilang di gedung ini. Ada nenek bilang melihat hantu di lorong tangga. Katanya ada sesuatu yang tidak bersih di sini. Konon malam ini sering ada orang-orang ganjil berkeliaran di tangga, seperti sedang mencari sesuatu."
"Singkatnya, tempat ini tidak lazim. Percayalah, lebih baik cari tempat lain."
"Mana ada roh jahat! Jangan dengarkan omong kosong nenek itu. Om sudah tinggal di sini sejak kecil, kalau benar ada hantu mana mungkin Om masih hidup sampai sekarang?" Si tua itu membentak.
"Dulu tidak ada, bukan berarti sekarang tidak ada," sang perempuan menyahut.
Si tua itu marah karena merasa orang ini menghalangi bisnisnya, lalu mulai memarahi. Perempuan itu tak mau kalah, mereka berdua bertengkar di lantai bawah.
Yang Jian tetap berwajah datar, terus memeriksa gedung ini.
Mata hantu di alutnya mengintai.
Menjelajahi lapisan demi lapisan.
Dalam jarak dekat, Yang Jian bisa melihat dengan sangat detail.
Namun saat ia melihat sampai lantai delapan belas...
Tiba-tiba.
Pintu gerbang sebuah ruangan bergetar hebat, tapi cepat tenang kembali.
Pintu itu terkunci rapat dengan tujuh delapan gembok berusia berbeda. Yang tertua adalah gembok tembaga kuno yang sudah berkarat parah, sementara yang terbaru dipasang dua tahun lalu - sepertinya sengaja dibuat untuk mencegah pembukaan.
Selain itu, pintu besi di luarnya juga sangat kokoh. Tanpa kekuatan fisik, mustahil untuk membukanya.
"Ada hantu di dalam?" Yang Jian menatap gembok tembaga tua itu.
Model gembok ini pernah ia lihat.
Dulu di rumah kuno, di depan ruangan misterius Kak Merah, ada gembok tembaga identik.
Bedanya, gembok di rumah kuno itu masih mulus, sementara ini penuh karat dan debu abu-abu.
"Kunci yang sama mungkin bisa dipakai. Aku mungkin bisa membukanya." Di hatinya, Yang Jian ragu-ragu.
Tapi akhirnya ia mengurungkan niat itu.
Ini Kota Da'ao, bukan Dachang-nya. Tak perlu mencari masalah.
“Bagaimana jika setelah membuka gembok tembaga itu justru melepaskan sesuatu yang berbahaya, dia harus membersihkan kekacauan penanggung jawab di sini.”
Setelah dipikir-pikir, lebih baik urungkan niat.
Seketika itu juga, Yang Jian tanpa ragu berbalik badan dan pergi.
Dia menuju lokasi ketiga yang tak bisa diintai.
Lokasi ketiga adalah sebuah rumah kuno era Republik, namun tidak terbengkalai malah direnovasi dan telah berubah menjadi restoran yang masih beroperasi. Meski pengunjungnya jarang, hanya beberapa meja terisi, sepertinya bisnisnya sepi.
Yang Jian mengerutkan kening ringan sambil memasuki restoran ini.
Begitu melangkah masuk, raut wajaknya langsung muram.
Karena dia mencium aroma yang familiar.
Itu adalah bau lentera minyak mayat yang terbakar.
Yang Jian menengadah, memandang lentera minyak yang tergantung di langit-langit.
Sumber aromanya berasal dari sana.
“Restoran yang menyalakan lentera minyak mayat, ini masak untuk orang hidup atau orang mati?” Tatapannya bergetar lemah sambil mengamati makanan di meja para tamu.
