He Yuelian yang telah menyesuaikan sikapnya muncul kembali di hadapan Yang Jian. Posturnya anggun, polos namun genit, mampu menarik perhatian banyak tatapan ke mana pun ia pergi.
"Tuan Yang, taruhannya telah siap. Bos He menyuruh saya mengundang Tuan ke ruang VIP."
Ia menundukkan pandangan, tak berani menatap langsung Yang Jian, khawatir situasi sebelumnya akan terulang.
"Berani-beraninya kau muncul lagi?"
Yang Jian memandangi wanita ini dengan tenang: "Bukankah seharusnya kau kabur sekarang? Atau mungkin tindakan saya tidak cukup kejam, tidak langsung mencekikmu sampai mati."
"Di hadapan Tuan Yang, saya sepertinya tak punya kesempatan untuk kabur. Jika Tuan benar-benar ingin membunuh saya, saya hanya bisa menerima takdir. Tapi saya percaya sifat Tuan Yang yang bukan tipe membunuh orang tak bersalah." jawab He Yuelian.
Yang Jian berkata: "Saya bukan penjahat, tapi juga bukan orang baik. Kali ini saya harap kalian memiliki kesadaran diri, jangan lakukan hal-hal bodoh yang akan membuat kalian menyesal di kemudian hari. Ayo pimpin jalan, saya ingin lihat jenis jebakan apa yang kalian siapkan."
He Yuelian tersenyum tipis mengembang. Ia memberi isyarat lalu memimpin jalan di depan.
Di perjalanan.
He Yuelian memberanikan diri bertanya: "Sepertanya Tuan pernah melihat saya sebelumnya? Apakah Tuan pernah bertemu orang yang wajahnya identik dengan saya? Atau mungkin Tuan hanya tertarik pada saya?"
"Jangan selidiki hal di luar kemampuanmu. Terlalu banyak tahu hanya akan mempercepat kematianmu." kata Yang Jian dengan nada dingin.
“Kalau Tuan Yang tidak senang, saya tidak akan bertanya lagi.”
He Yue Lian berkata: "Tapi saya juga penasaran, apa sebenarnya yang ada pada diri saya yang begitu diperhatikan orang seperti Tuan Yang? Apakah ini terkait urusan lingkaran gaib? Jika iya, saya bersedia bekerja sama dengan Tuan Yang dalam penyelidikan ini."
"Kau wanita yang sangat cerdas. Dulu saya pernah kenal wanita pintar lain, tapi sayang akhirnya tidak baik." Kata Yang Jian.
"Apakah Tuan Yang membunuhnya?" Tanya He Yue Lian sambil tersenyum, sama sekali tidak gentar.
Yang Jian menjawab: "Kematian adalah pembebasan baginya. Saya membantunya terbebas. Ada hal yang lebih mengerikan daripada mati."
"Lebih mengerikan dari mati? Apa itu?" He Yue Lian tak bisa menahan rasa ingin tahunya.
Yang Jian terus berjalan: "Satu tambah satu sama dengan berapa?"
"Satu tambah satu sama dengan tiga." Jawab He Yue Lian hampir tanpa berpikir.
Namun tiba-tiba wajahnya berubah pucat. Satu tambah satu sama dengan dua - ini hal dasar yang diketahui anak kecil. Mengapa dirinya menjawab tiga?
Dipikirkannya lagi.
Satu tambah satu memang dua.
"Tidak, salah... Harusnya tiga..." He Yue Lian tertegun di tempat.
Soal sederhana yang seharusnya tak ada debat ini tiba-tiba memunculkan dua jawaban berbeda. Keduanya terasa benar, seolah memang harus begitu adanya.
Sebagai orang cerdas, He Yue Lian segera menyadari kognisinya mungkin bermasalah.
Mungkinkah...
Dia teringat momen ketika Yang Jian mencekik lehernya dan hampir menggilasnya mati. Saat itu, selain ketakutan, He Yue Lian juga merasakan aura dingin yang menyeramkan menyusup ke dalam tubuhnya, menggerogoti segala sesuatu dalam dirinya sepenuhnya.
Waktu itu He Yue Lian mengira dirinya akan mati.
Sekarang setelah dipikir-pikir lagi, mungkin sejak saat itu dirinya sudah mengalami perubahan yang tak disadari.
"Apa yang kau lakukan padaku?" He Yue Lian menoleh tiba-tiba ke arah Yang Jian, bertanya dengan wajah terkejut dan cemas.
"Jawab dulu: satu tambah satu sama dengan berapa?" kata Yang Jian dengan dingin.
"Satu tambah satu... sama dengan tiga."
He Yue Lian membuka mulut, tapi begitu berbicara wajahnya langsung berubah: "Tidak, salah. Harusnya dua. Tunggu... memang tiga... Ah tidak mungkin tiga, pasti dua!"
"Hal yang kau anggap benar hanyalah ilusi yang kubuat. Sekarang pikirkan lagi: Apakah tindakanmu sekarang benar keinginanmu sendiri, atau hasil rekayasaku? Seperti satu tambah satu - dua atau tiga?" kata Yang Jian.
Pada detik ini He Yue Lian mulai hancur. Tatapannya gemetar, tak lagi bisa tenang memandang Yang Jian. Hanya ada ketakutan, rasa takut, dan keputusasaan yang seperti tercekik.
"Tidak... Kau tak boleh begini! Kau sedang mempermainkan jiwaku! Kau mengubah kognisiku, mengubahku menjadi orang lain..."
Suaranya bergetar saat berbicara.
Baru sekarang He Yue Lian menyadari betapa mengerikannya Yang Jian ini.
Kognisi bisa dijungkirbalikkan, memori bisa dimanipulasi.
“Jangan panik, kognisimu masih normal.” Kata Yang Jian.
Memanipulasi memori, mengubah kognisi, semua ini terlalu mudah baginya. Dia hanya meninggalkan Langkah Cadangan pada He Yuelian ini demi memudahkan pengawasan.
He Yuelian tidak percaya kata-kata Yang Jian. Dia merasa pasti ada yang salah dengan dirinya, hanya masalahnya sangat tersembunyi dan belum terdeteksi.
Namun, Yang Jian tidak mau membuang waktu lebih lama dengan wanita ini.
Meski wajahnya memancarkan keindahan sekaligus kengerian, Yang Jian sekarang ingin melihat bagaimana rencana Bos He dan Pengendali Hantu bernama Zheng Yijing dalam menghadapinya?
Ruang VIP segera terlihat.
Setelah mendorong pintu, terlihat ruangan luas yang kosong dengan meja besar di tengah. Di depan meja duduk Bos He, Zheng Yijing, dan beberapa orang asing yang belum pernah dilihat sebelumnya.
“Maaf membuat Kapten Yang menunggu. Merancang strategi untuk mengalahkan Kapten Yang memang membutuhkan persiapan matang. Semoga Kapten Yang bisa memaklumi.” Kata Bos He sambil berdiri dengan sopan.
“Sebelum taruhan dimulai, izinkan saya memperkenalkan seseorang kepada Kapten Yang.”
Setelah berkata demikian, dia memberi isyarat pada pria muda yang duduk di depan meja.
“Ini adalah penanggung jawab Kota Da'ao, Luo Sheng.”
Luo Sheng tersenyum: “Kapten Yang, selamat datang di Da'ao. Sudah lama mendengar nama besar Kapten, tak menyangka bisa bertemu langsung di sini. Mohon maaf karena tidak bisa menyambut kedatangan Kapten sebelumnya.”
"Luo Sheng? Kamu yang menyarankan saya menyerahkan Gedung Shangtong sebagai ganti utang ke Bos He ini? Bagus, nekat sekali." Yang Jian mengangguk perlahan.
"Bos He juga pelaku bisnis, tidak mudah. Hutang harus dibayar tunai, itu hukum alam. Saya hanya menyampaikan kata-kata adil. Kapten Yang tidak akan benar-benar marah karena ini kan?" kata Luo Sheng.
Yang Jian mengangguk: "Ucapanmu bagus. Janji adalah janji, hutang harus dilunasi. Semoga hari ini Bos He siap kalah, jangan ingkar janji."
"Seberapa pun nekatnya saya, tak mungkin berani ingkar janji pada Kapten Yang." jawab Bos He.
"Katakan Zheng Yijing, apa yang mau kamu taruhkan dengan saya?" tanya Yang Jian.
Zheng Yijing menjawab: "Tidak perlu buru-buru. Silakan duduk dulu Kapten Yang, mau minum apa?"
"Beri saya segelas air." ujar Yang Jian dengan wajah datar.
He Yuelian yang berdiri di samping bertindak sebagai pelayan. Dengan pinggang ramahnya, ia berjalan ke area bar lalu menuangkan air putih: "Tuan Yang, airnya."
Yang Jian menerima gelas dan meletakkannya tenang di sebelah kanan: "Waktu saya terbatas. Jika kalian cuma mau buang-buang waktu di sini, saya tidak akan menemani."
"Kapten Yang, sabar sedikit. Sebelum taruhan dimulai, saya harap Kapten Yang mau bertemu dulu dengan seseorang yang sangat dikenal Kapten Yang." Luo Sheng menambahkan.
"Oh, masih ada kenalan lama saya di sini?" kata Yang Jian. "Saya penasaran, siapa gerangan yang ada di Makau ini."
Luo Sheng tersenyum memberi isyarat: "Tuan Sun, silakan keluar."
Saat itu juga.
Seorang pria muda berusia sekitar dua puluh tahun dengan aura dingin dan wajah yang letih masuk ke dalam. Setelah masuk, tatapannya langsung mengunci posisi Yang Jian dan menyapa: "Yang Jian, sudah lama tak berjumpa. Apakah kau masih ingat padaku?"
"Sun Ren?" Tatapan Yang Jian bergetar lemah, langsung mengenali pria ini.
Ini adalah teman SMA-nya, Sun Ren.
Tapi semua orang tahu, sebagian besar teman SMA Yang Jian tewas dalam kasus Hantu Ketuk Pintu. Hanya tujuh orang yang selamat.
"Kupikir setelah menjadi Pengendali Hantu dan bergabung dengan markas, kau sudah tak mengenaliku. Tak disangka kau masih ingat." Sun Ren terkekeh dingin.
"Dulu kau menculik Zhang Wei dan meminta seekor hantu sebagai tebusan. Urusan ini belum kuselesaikan denganmu. Berani-beraninya kau muncul lagi? Tak takut kubunuh kau?" kata Yang Jian.
Sun Ren mendekat dan langsung duduk di sebuah kursi: "Baru bertemu di reuni kelas langsung ingin membunuh. Kau masih sama arogannya. Tak mau bernostalgia sedikit?"
"Tak ada nostalgia antara kita. Meski kita sekelas, dulu saat sekolah kita tak akur. Tak ada ikatan persahabatan. Lagipula dalam kasus Hantu Ketuk Pintu, aku menyelamatkanmu. Tapi bagaimana kau membalas budi? Dasar anjing penghianat."
Ekspresi Yang Jian membeku: "Sekarang setelah jadi Pengendali Hantu, kau pikir bisa menantangku?"
"Yang Jian, bicaralah dengan lebih sopan." Wajah Sun Ren menjadi suram.
"Jika ingin mati, ucapkan saja. Aku akan mengantarimu." Mata Hantu Yang Jian tiba-tiba membelalak lebar.
Seluruh ruang rapat dipenuhi cahaya merah darah.
Saat ini Luo Sheng tertawa terbahak-bahak: "Kapten Yang, kau salah paham. Kali ini aku mencari dia hanya untuk mengajakmu melihat situasi, tak ada maksud lain. Aku benar-benar tak tahu ada kesalahpahaman di antara kalian berdua. Tapi meski ada, itu urusan masa lalu. Menurutku selama kesalahpahaman ini bisa dijelaskan, semuanya akan baik-baik saja."
"Hanya mayat yang tak menyimpan dendam." Yang Jian meliriknya: "Jadi, taruhan sudah dimulai?"
"Taruhan apa? Kami tidak memulai apapun." Zheng Yijing terlihat bingung.
Yang Jian terkekeh sinis: "Beberapa orang disini, ada yang bermusuhan atau bertentangan denganku. Kalian berkumpul untuk menyelesaikan kesalahpahaman atau bersekongkol menghabisiku - kalian sendiri yang tahu. Tapi sejujurnya aku sangat kecewa."
"Kecewa apa?" Sun Ren bertanya.
"Seharian aku memancing ikan, hanya dapat beberapa ekor seperti kalian. Bagaimana tidak kecewa?" kata Yang Jian.
Kerumunan langsung hening.
Namun beberapa orang kelopak matanya berkedip-kedip, firasat buruk mulai menyergap.
