"Sudah ketemu Zhang Wei belum?"
"Belum. Bocah nakal itu entah kabur ke mana, ponselnya juga tidak diangkat. Nanti pasti kuhajar habis-habisan!"
"Kalian para pejabat benar-benar tak becus. Di saat penting tetap harus mengandalkan Ayah Beruang ini. Serahkan urusan mencari A Wei padaku, aku bisa segera tahu di mana dia sekarang."
Saat persiapan keberangkatan, semua anggota sudah hadir, tapi terakhir kali dicek ternyata Zhang Wei hilang.
Akhirnya Xiong Wenwen mengajukan diri, menyatakan kesediaannya membantu mencari.
"Menggunakan kemampuan meramal untuk mencari orang, kau benar-benar boros." Kata Yang Jian.
"Santai saja, Xiao Yang. Kau tidak lihat bagaimana hebatnya Ayah Beruang sekarang? Cuma beberapa kali meramalkan, sama sekali tidak masalah. Lagipula ini cuma meramalkan Zhang Wei, bukan meramalkan di mana hantu gentayangan. Tanpa gangguan gaib, Ayah Beruang bahkan bisa tahu warna celana dalam yang kau pakai hari ini!"
Xiong Wenwen tetap menunjukkan sikap arogan. Di hadapan semua orang, tanpa sungkan ia terus memanggil "Xiao Yang".
Yang Jian juga tidak ingin berdebat dengan anak kecil. Apalagi Xiong Wenwen hanya mulutnya yang tajam, tapi saat-saat penting justru bisa memberikan kontribusi besar.
Tak lama kemudian.
Xiong Wenwen langsung menggunakan kemampuannya meramal.
Sekitarnya tenang, tidak ada fenomena gaib yang aneh muncul, hanya terasa sedikit dingin yang menyeramkan di sekeliling.
Tapi tiba-tiba Xiong Wenwen membelalakkan matanya dengan terkejut.
"Apa? Ramalanku ternyata tidak mempan padanya? Bagaimana mungkin? Apa yang dilakukan A Wei ini? Jangan-jangan ada hantu di sekitarnya yang menyebabkan gangguan gaib, membuat ramalanku jadi kosong melompong?"
"Jangan-jangan..." Zhang Xiangui yang berdiri di samping langsung panik mendengar ini.
Ia langsung khawatir dengan keselamatan Zhang Wei.
Yang Jian berkata: "Ramalanmu memang sering meleset. Kali ini gagal meramalkan Zhang Wei juga wajar."
"Xiao Yang, kau meremehkanku! Coba ganti orang lain, lihat apakah ramalanku akurat atau tidak!" protes Xiong Wenwen.
"Sudah, jangan banyak omong. Aku yang akan mencari."
Setelah berkata demikian, Yang Jian langsung membuka mata hantunya, melepaskan Wilayah Hantu.
Wilayah Hantu menyelimuti seluruh Kompleks Hiburan Daxing, sekaligus menutupi area sekitarnya. Dalam sekejap, seluruh wilayah sepuluh kilometer di sekitar ini masuk dalam cakupan Wilayah Hantu.
Saat mencari Zhang Wei, di hatinya terbesit rasa penasaran akan kegagalan kemampuan prediksi Xiong Wenwen.
Sebab prediksi adalah kekuatan gaib yang mustahil gagal terhadap orang biasa. Satu-satunya alasan adalah Zhang Wei bukan orang biasa. Dan alasan Zhang Wei bukan orang biasa hanya satu: dia adalah orang yang dibangkitkan dari Cermin Hantu. Mungkin terkontaminasi aura gaib cermin itu, atau mungkin memang bukan manusia biasa dalam arti sebenarnya.
Karena itulah prediksi Xiong Wenwen gagal.
Mencari orang di Wilayah Hantu selalu mudah.
Tak lama kemudian, Yang Jian menemukan Zhang Wei yang sedang dikeroyok sekelompok orang di sebuah gang sempit. Barang-barangnya habis dirampok, di tanah berserakan kepingan chip poin Kompleks Hiburan Daxing. Pelakunya bertindak kejam, bahkan bajunya nyaris terlepas semua.
"Ini dijambret, ya?" pikir Yang Jian.
Tapi seketika ia bingung: "Seharusnya tidak mungkin. Zhang Wei membawa pistol, pasti bisa melindungi diri. Bagaimana bisa dipukuli sampai seperti ini?"
Namun saat matanya bergeser,
Yang Jian melihat dua pucuk pistol Zhang Wei sudah berada di genggaman salah seorang pelaku.
"Tapi saat ini Zhang Wei masih sangat berani, tetap berteriak: 'Jangan kalian copot celanaku, kalau punya kemampuan lepaskan aku dan hadapi aku satu lawan satu, lihat apakah aku tidak memukuli kalian sampai mati. Jalian jangan lari, hari ini kalau aku tidak membunuh kalian, namaku bukan A Wei.'"
Tapi orang-orang yang memukulinya jelas hanya ingin harta, setelah menaklukkan Zhang Wei mereka terus mengambil barang-barang berharga dari tubuhnya.
Tujuan utama tetap adalah kepingan taruhan yang ada di tubuhnya.
Meskipun Zhang Wei sudah menyerahkan sebagian besar kepingan taruhan kepada Zhang Xiangui, di tangannya masih tersisa banyak, dan satu keping bernilai satu juta yuan. Di sakunya ada segunung kepingan, siapa tahu berapa total nilainya.
Lagipula kepingan taruhan bukan uang, tidak bisa dijadikan barang bukti kejahatan, kalau ditukar ke uang di Kasino Da Xing juga tidak bisa dilacak.
Makanya beberapa orang sengaja merampas kepingan taruhan tamu.
Tapi Zhang Wei terlalu kaya, tidak bisa menahan diri akhirnya mereka merampas, lagipula kalau berhasil merampas sekali ini tidak perlu khawatir seumur hidup.
"Dia ini siapa sebenarnya? Kenapa masih ada pistol di tubuhnya?" Salah satu pria memegang pistol berat itu tertegun sejenak.
Ini bukan mainan.
Saat memegangnya, di hatinya dia sudah tahu.
"Jangan sentuh barangku! Ambil saja kepingan taruhan ini, kembalikan pistolku!" teriak Zhang Wei keras.
Mendengar itu pria itu langsung tersadar, menyelipkan pistol ke dalam bajunya sambil buru-buru berkata: "Cepat ambil dan kabur, jangan berlama-lama di sini, kalau ketahuan bisa repot."
"Baik, cepat pergi."
Beberapa orang lainnya setelah memunguti kepingan taruhan di lantai langsung berencana kabur.
Mereka mundur dengan cepat, berencana meninggalkan gang sempit ini sambil berlari tercerai-berai.
Tapi belum sempat keluar, mereka melihat di persimpangan gang berdiri seorang pemuda berusia awal dua puluhan yang menghalangi jalan.
"Minggir."
Pria yang sedang berlari itu tanpa pikir panjang langsung menubruk, berusaha menerobos jalan.
Namun alih-alih menjatuhkan lawan, tubuhnya justru terpental seolah menabrak tembok beton - lawannya sama sekali tak bergerak sedetik pun.
"A Wei, kenapa kau dipukuli lagi?" Suara Yang Jian bergema perlahan dalam gang redup, matanya memancarkan cahaya merah samar.
Zhang Wei sambil menarik celananya berdiri: "Sial! Di entertainment city tadi mereka menjilatku, bilang aku jago menang, hoki bagus, tampan, cowok ganteng... Kupikir mereka orang baik, mau traktir makan sate. Katanya ada kedai sate enak, eh malah dibawa ke sini. Belum sempat ngeh, mereka langsung memelukku, mencopot bajuku!"
"Untung aku melawan mati-matian, akhirnya berhasil menyelamatkan celana dalam. Kalau tidak, bahaya deh."
"Oh begitu, pantas saja ponselmu tak diangkat," kata Yang Jian, tampak tak terkejut dengan kejadian seperti ini.
Pengalaman serupa pernah terjadi sebelumnya.
Waktu masih di Sekolah Menengah 7 dulu, Zhang Wei pernah jadi incaran preman pemeras uang.
“Zhang Wei juga memiliki temperamen keras, tidak mau membagi uang sedikit pun, bahkan masih ingin melawan. Hasilnya secara alami dipukuli dengan kejam. Setelah itu, baru situasi ini terselesaikan setelah Yang Jian dan Zhao Lei bersama-sama membalas.”
“Kali ini tidak perlu Kakak Kaki turun tangan, saya sendiri bisa menyelesaikannya. Satu lawan satu, A Wei pasti tidak takut.”
Dia memakai celananya, lalu datang dengan meluapkan amarah, berniat membalas dendam.
“Sekarang di luar kacau, seharusnya kau tidak kemana-mana. Di Kota Dachang ada pengawal yang mengikuti, di sini tidak.”
Yang Jian berkata: “Kau seperti ini lebih baik tenang saja, nanti malah dipukuli lagi.”
Setelah bicara, dia mengayunkan kakinya ke arah beberapa orang ini.
Sekali tendangan dilempar.
Jelas-jelas jaraknya masih jauh dan tidak kena, tapi dada semua orang seperti ditendang, bersama-sama terlempar jatuh.
Kekuatannya juga mengerikan, beberapa tulang langsung patah. Mereka semua terjatuh di tanah tidak bisa bangun.
“Selesai.” Kata Yang Jian.
Zhang Wei membelalakkan matanya: “Bisa seperti ini juga? Bisa diajarkan? Aku ingin belajar ini.”
“Kau tidak akan bisa, lupakan saja. Jangan buang waktu, kita harus pergi. Urusan di sini sudah ditangani, malam ini kembali ke Kota Dachang. Tidak boleh membuang waktu di sini.”
Yang Jian mendekat, mengambil dua pistol di tanah lalu menyerahkannya ke Zhang Wei.
Zhang Wei menerimanya sambil berkata: “Melepaskan mereka seperti ini terlalu murah bagi mereka.”
“Membunuh mereka? Jika kau bertindak, aku bisa membantumu membersihkan mayat.” Kata Yang Jian.
“Bagi |dia |dihabisi beberapa |orang biasa itu |terlalu mudah, tapi |dia |menahan diri sendiri sebisa mungkin untuk tidak |membunuh mereka. Takut kalau kebanyakan |membunuh nanti jadi |mati rasa, besok-besok |tanpa peduli pengen |membunuh orang.”
“|Mengingat mereka selalu |memanggilku |si tampan itu, |sudahlah.”
|Zhang Wei |menyimpan |pistol-nya, lalu |mendatangi setiap orang dan |menendang |selangkangan mereka masing-masing. Baru kemudian |puas |berkata: “|Seperti ini |cukup.”
“|Berantem |nggak bisa menang sekali saja?”
|Yang Jian |berkata: “|Kewaspadaanmu |sedikit, saat |mengeluarkan |pistol itu mereka pasti |tidak berani |macam-macam sama kamu.”
“|Kurang waspada, ini |aku |kurang waspada! |Aku nggak kalah! Mereka |mencelana |aku, masa |aku nggak boleh |ngelap |narik |celana?” |Zhang Wei |protes keras.
|Yang Jian |diam seribu bahasa.
|Dia |juga |bukan pertama kali |membantu |dia |berantem, |sudah kebiasaan.
