Ketika Yang Jian terbebas dari Hantu Mimpi dan sadar, hari sudah pagi kedua.
Meski menghabiskan banyak waktu, kabar baiknya kastil mimpi buruk berhasil dikuasainya. Dalam beberapa hari lagi anjing jahat akan mengendalikan kekuatan gaib baru, ini hal yang cukup dinantikan.
"Kau sudah bangun?"
Di sebelah, suara Jiang Yan terdengar, dia mengusap-usap matanya, baru saja tersadar.
“Kenapa kau ada di ruanganku?” Yang Jian bertanya.
“Aku kemarin melihat lampu ruanganmu menyala jadi datang menemanimu. Bukannya dulu kau tidak suka tidur? Kok kali ini tidur begitu lama? Aku sempat khawatir ada apa-apa denganmu, sampai setengah malam tidak bisa tidur, akhirnya ketiduran juga karena kecapekan.” Jiang Yan berkata.
“Aku mengalami mimpi,” ucap Yang Jian sambil lalu.
“Mimpi apa?” Jiang Yan berkedip-kedip penuh rasa ingin tahu.
Yang Jian menjawab: “Tentu saja mimpi buruk. Kalau mau tahu, ambilkan buku catatanku. Aku perlu mencatat kejadian di Bai Shui Zhen dan peristiwa semalam.”
“Baik, aku segera ambilkan.”
Jiang Yan langsung berlari antusias ke laci meja belajar di ruangan dan mengeluarkan sebuah buku catatan tebal.
Buku ini berisi semua pengalaman gaib Yang Jian. Sangat sedikit orang yang pernah melihatnya, saat ini hanya dua orang yang membacanya: Jiang Yan dan Zhang Liqin.
Mereka berdua memiliki satu kesamaan: statusnya sebagai orang biasa.
Setelah mencatat kejadian di Bai Shui Zhen dan mimpi tersebut, waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi.
Saat itu, suara Zhang Liqin terdengar dari lantai bawah: “Bos Yang, sarapan sudah siap. Segera turun untuk makan.”
“Tunggu sebentar, Kak Qin. Kami segera turun.”
Jiang Yan menjawab, kemudian berkata lagi: "Omong-omong, Bibi juga sudah kembali dari kampung halaman. Beliau akhir-akhir ini ingin mencari waktu untuk berbicara denganmu, tapi karena kau sedang dinas luar dan tidak punya waktu, jadi hari ini saya mengambil inisiatif meminta cuti sehari untukmu dari Liu Xiaoyu. Saya beri tahu mereka bahwa hari ini kau tidak akan ke perusahaan dan beristirahat di rumah."
"Ibu mencari saya?" Ekspresi Yang Jian berubah halus.
Diingatkan seperti ini, barulah ia teringat bahwa dirinya sepertinya sudah sangat lama tidak makan bersama sang ibu.
Memikirkan hal ini, Yang Jian segera bangun dari ranjang, memakai baju, sambil bertanya: "Selama saya tidak ada, kau dan Zhang Liqin sudah merawat Ibu dengan baik, benar kan?"
"Tentu saja! Saya dan Kak Qin sering mengunjungi Bibi di kampung halaman. Untuk ini saya bahkan menggunakan dana darurat saya untuk membeli mobil khusus agar lebih mudah pulang kampung." Jiang Yan mengangkat dagunya dengan penuh kebanggaan.
"Bagaimana kondisi Ibu akhir-akhir ini?" Yang Jian melanjutkan pertanyaannya.
Jiang Yan berkata: "Sangat baik! Bibi sering mengobrol dengan kerabat di desa, kadang menonton TV dan berkebun. Kau sendiri sudah lama tidak pulang kampung. Kau harus melihat vila mahal yang kami bangun di sana. Bahkan sekarang ruang amannya sudah selesai dibangun."
"Baguslah. Tapi saya terlalu sibuk dengan urusan lingkaran gaib dan markas besar, tidak punya banyak waktu untuk istirahat." Kata Yang Jian dengan tenang.
“Sebenarnya aku juga pernah ingin hidup seperti orang biasa, hanya saja setelah mencapai tahap ini banyak hal yang sudah tidak punya pilihan sendiri, sama sekali tidak ada cara untuk berhenti. Tapi sepanjang jalan juga berkat bantuanmu, aku jadi terbebas dari banyak kekhawatiran. Kau juga tidak mengkhianati kepercayaanku, aku harus berterima kasih padamu.”
Terhadap usaha Jiang Yan, Yang Jian juga menyadari di hatinya. Tindakannya sudah lama melampaui tugas seorang akuntan.
Jiang Yan dengan pipinya memerah sedikit berkata: “Jangan bicara begitu, kita semua satu keluarga. Saling membantu itu wajar, lagipula aku juga senang membantumu bekerja. Hanya saja kemampuanku terbatas, seringkali tidak bisa berperan penting. Asalkan kau tidak menolakku saja sudah cukup.”
Perasaannya terhadap Yang Jian sudah lama melampaui hubungan normal pria-wanita. Lebih sering dia menganggap diri sendiri sebagai bagian dari keluarga Yang Jian.
Hanya saja perasaan Jiang Yan yang begitu dalam, sayangnya Yang Jian sebagai Pengendali Hantu memiliki perasaan yang tumpul. Situasi ini menyebabkan antara mereka berdua selalu ada batas tak kasat mata.
“Sebenarnya kau lebih hebat dari yang kubayangkan. Jika memungkinkan, kuharap kau bisa terus berjalan bersamaku.”
Yang Jian berkata: “Tapi kadang aku juga merenung, kau masih muda dan cukup cantik, seharusnya punya hidup sendiri yang menjadi milikmu. Terlibat dalam urusan lingkaran gaib bukanlah hal baik.”
“Bahaya, mengerikan, bahkan keterlibatan dengan lingkaran gaib. Sedikit saja masalah bisa menghancurkan seluruh hidupmu. Karena itu kadang kupikir, saat kau tidur kumodifikasi dan hapuskan memorimu, membuatmu melupakan semua ini dan kembali ke kehidupan normal. Ini mungkin hal baik bagimu.”
"Aku tidak mau, aku tidak ingin hidup seperti orang biasa, aku hanya ingin bertahan hidup bersamamu."
Jiang Yan mendengus, langsung menolak: "Sudah kuduga kau pasti punya niat menjauhiku, apa kau lebih memilih untuk terus bersama Kak Qin?"
"Zhang Liqin?"
Tatapan Yang Jian bergetar lemah: "Kau salah, menghancurkanmu akan membuatku menyesal, tapi menghancurkan Zhang Liqin tidak akan terlalu kusesali. Justru karena itu aku menahannya di sisiku, lagipula aku memang perlu orang yang bisa diandalkan."
"Kalau begitu, jangan sampai kau memodifikasi memoriku dan membuatku melupakan semua ini. Aku sudah memilihmu dan tak akan menyesal. Untukmu, aku bisa terjun dari lantai sekali, bahkan dua kali!" kata Jiang Yan dengan sangat serius.
"Bagaimana jika suatu hari nanti aku mati?" tanya Yang Jian.
Jiang Yan tertegun: "Bagaimana mungkin kau mati?"
"Setiap orang akan mati, apalagi Pengendali Hantu," jawab Yang Jian.
"Aku tidak tahu, belum pernah kupikirkan masalah ini," ujar Jiang Yan dengan bingung.
Yang Jian tersenyum tipis: "Kau yang mengelola semua asetku. Jika aku mati, gunakan uangku untuk hidup layak dan rawat ibuku dengan baik."
"Jangan ngawur di pagi buta begini! Pasti kau bisa hidup panjang. Sudah, tidak usah dibahas. Cepat turun makan, jangan sampai Bibi menunggu lama." Jiang Yan memotong pembicaraan, menarik lengan Yang Jian keluar ruangan.
Beberapa saat kemudian.
Yang Jian dan Jiang Yan turun ke bawah. Saat ini, ibu Zhang Fen dan Zhang Liqin sudah duduk di meja makan sedang menyantap sarapan.
“Bos Yang, maaf, karena melihat kalian lama tidak turun, saya dan Bibi sudah makan duluan.” Zhang Liqin berkata dengan nada permintaan maaf, tatapannya berpindah ke tubuh Yang Jian dengan kelembutan dan sedikit senyuman.
Sepertinya Jiang Yan semalam lagi-lagi tidak berhasil.
“Sudah berteriak lama baru turun makan, jangan seperti ini lagi ya nanti.” Zhang Fen menyampaikan tuduhannya.
Yang Jian datang mendekat, duduk lalu berkata: “Ibu, dengar-dengar dari Jiang Yan, Ibu ada perlu cari saya, tidak tahu urusan apa?”
“Pertama tentang urusan sepupumu waktu itu, dia sudah lama hilang. Bukannya waktu itu kau janji mau bantu mencari? Kenapa sampai sekarang tidak ada kabar sama sekali? Saya cuma mau tanya sebenarnya ini situasi bagaimana.” Zhang Fen menjelaskan.
Yang Jian menyantap sesuap sandwich di meja, lalu merenung: “Urusan ini sulit ada hasilnya, tahun-tahun begini orang hilang sudah terlalu banyak. Tapi saya sudah minta markas besar untuk memantau, begitu ada kabar pasti akan memberi tahu saya.”
“Ah.”
Zhang Fen menghela napas: “Sudah saya duga orang tidak semudah itu ditemukan, saya cuma mau konfirmasi lagi, supaya bisa memberi mereka kepastian.”
Yang Jian tidak bicara, hanya terus menyantap sandwichnya.
Sekarang meski peristiwa supranatural belum sepenuhnya tersebar, tapi sebenarnya yang perlu tahu sudah tahu. Warga desa juga paham, kalau sudah terkait hal gaib, orang yang hilang benar-benar tiada. Ingin mencari kembali pada dasarnya mustahil, cuma selama belum dikatakan mati masih ada harapan.
“Urusan kedua adalah pernikahanmu. Saya lihat kau juga tidak mungkin kembali sekolah, usiamu juga tidak muda lagi, sudah saatnya cari istri berkeluarga. Bagaimana menurutmu Zhang Liqin dan Jiang Yan?” Zhang Fen bertanya.
“Batuk-batuk.” Zhang Liqin yang sedang minum kopi langsung batuk dengan intens, wajahnya memerah seketika.
Jiang Yan menundukkan kepala, menunjukkan ekspresi seperti takut bertemu orang.
Wajah Yang Jian tetap tenang, seolah tanpa gejolak: "Mereka berdua sangat kompeten. Satu sudah matang dan seksi, satunya lagi muda cantik, berpendidikan tinggi, pintar, dan kemampuannya juga mumpuni. Banyak urusan perusahaan yang mereka bantu tangani."
Zhang Fen tersenyum dan berkata: "Bagus. Sebelumnya saya sudah bertanya pada mereka berdua dan berkonsultasi dengan orangtua mereka. Baik mereka sendiri maupun keluarga semuanya sangat setuju untuk bersamamu. Tapi orang sesempurna apapun hanya bisa menikahi satu istri. Jika harus memilih di antara mereka, siapa yang lebih kau mau nikahi?"
"Jika hari ini kau bisa memutuskan, Ibu akan mengambil inisiatif untuk menetapkan urusan kalian."
Yang Jian meletakkan sandwich di tangannya, tatapannya bergetar lemah sambil melirik Zhang Liqin.
Ekspresi Zhang Liqin panik, tak berani menatap balik, hatinya ciut.
Dia tahu statusnya terlalu jauh di bawah Yang Jian. Bisa mengikuti dan membantu Yang Jian dalam pekerjaan saja sudah cukup bagus, sama sekali tak berani berharap lebih. Tapi ketika Bibi bertanya apakah dia mau bersama Yang Jian, bagaimana mungkin dia menjawab tidak?
Namun, di lubuk hatinya bukan tidak ada sedikit khayalan.
Bagaimana jika Yang Jian membutuhkan seorang wanita untuk mengisi status "istri"? Lalu mengapa dia tidak bisa menjadi orang yang dibutuhkan itu?
Jiang Yan memendam kepalanya, wajahnya hampir menempel di meja. Namun, telinganya yang terlihat dari balik rambut sudah memerah. Di hatinya bergelora kecemasan, khawatir Yang Jian akan marah saat ini.
Bagaimanapun, dari sudut pandang mana pun, dirinya dan Kak Qin terlihat seperti bersekongkol menjebak Bibi.
Seorang sekretaris dan akuntan yang ingin naik tahta melalui pihak Bibi untuk menjadi Istri Yang Jian. Jika kabar ini tersiar, mungkin mereka akan dimarahi habis-habisan.
Yang Jian justru bertanya: "Apakah orangtua mereka sudah tahu hal ini?"
"Tentu saja kami harus berdiskusi dengan orangtua mereka untuk urusan sebesar ini," kata Zhang Fen dengan yakin.
"Kalau begitu, berarti kabar ini sudah bocor ke publik," ucap Yang Jian tenang. "Ini agak merepotkan."
"Apa yang merepotkan? Ini kan suka sama suka, tidak ilegal," Zhang Fen masih bingung.
Yang Jian menjelaskan: "Bukan saya yang repot, tapi mereka. Karena status saya sekarang khusus, begitu orang tahu saya akan menikah, akan ada kerumunan orang mendesak mendekati pihak perempuan melalui berbagai strategi untuk menjalin hubungan dengan saya."
"Bukankah ini hal baik?" Zhang Fen tetap tak paham.
Yang Jian melanjutkan: "Di dunia bisnis mungkin iya. Tapi lingkaran sosial saya adalah lingkaran gaib. Yang tertarik bukan hanya orang kaya, tapi juga Pengendali Hantu. Orang biasa yang terlibat dengan lingkaran gaib adalah masalah besar."
Begitu kata-kata ini terucap,
Wajah Zhang Liqin dan Jiang Yan langsung berubah pucat. Mereka belum pernah mempertimbangkan hal ini.
Sekarang direnungkan, memang benar adanya.
Status sebagai Istri Yang Jian ini tidak mudah diemban. Begitu memiliki status ini, berarti sudah masuk ke lingkaran gaib. Sedikit saja ceroboh, seluruh keluarga bisa celaka.
"Itu memang akan menimbulkan beberapa kerepotan." Zhang Fen mulai memahami situasi.
"Masalah ini kita kesampingkan dulu, mari makan." Kata Yang Jian.
Zhang Fen berkata: "Tapi urusanmu juga tidak bisa ditunda-tunda. Menurutmu bagaimana dengan Wang Shanshan, putri Wang Bin di kompleks kita? Ibu pernah lihat gadis itu, kulitnya putih mulus, sangat cantik, dan dia juga teman sekelasmu. Oh ya, bicara soal teman sekelas, bukannya dulu ada seorang gadis bernama Miao Xiaoshan yang selalu dekat denganmu? Apakah kamu masih berhubungan dengannya?"
Ekspresi tenang di wajah Yang Jian terselip getir.
Tampaknya dia kembali ditekan untuk segera menikah, dan tekanan kali ini sangat mendesak.
Kalau benar-benar tidak ada jalan lain, lebih baik dia membentuk seorang wanita sendiri sebagai istri. Hemat waktu dan tenaga, postur tubuh dan wajahnya pasti sempurna, bahkan jika mati bisa dihidupkan kembali, juga tidak perlu khawatir soal loyalitas.
