“Buatkan saya secangkir teh hijau, terima kasih.”
Di rumah Yang Jian, Kompleks Perumahan Guanjiang.
Kak Merah yang mengenakan kebaya merah duduk di sofa tanpa terlihat kaku, tersenyum kepada Zhang Liqin.
Zhang Liqin merasakan senyumnya yang dingin tak berkehangatan, menimbulkan aura mengerikan. Bagaimanapun, wanita ini baru saja mengancam akan membunuhnya bersama Jiang Yan di hadapan Yang Jian.
Ia memilih diam, hanya menjalankan tugasnya dengan menghidangkan teh lalu segera pergi.
"Tehnya kurang enak, aromanya tidak nikmat. Sepertinya dia tidak menyukaiku, sampai menghidangkan daun teh kualitas terburuk. Sungguh berhati sempit." Kak Merah menyeruput tehnya pelan lalu berkomentar.
Yang Jian berkata: "Kau tamu jahat. Masih untung tidak kusuruh meludahi cangkirmu - itu sudah termasuk sopan."
"Bisa saja." Kak Merah meletakkan cangkirnya.
"Waktu kedatanganmu sangat tepat. Aku baru saja menyelesaikan kasus arwah permohonan kemarin, baru cuti dua hari, hari ini kau sudah muncul. Pasti sudah lama mengawasiku, hanya menunggu momentum tepat." Tatapan Yang Jian menancap padanya.
Kak Merah tersenyum tipis: "Aku tidak sengaja menguntitmu. Dengan muncul di saat kamu sedang tidak sibuk, permusuhanmu takkan terlalu besar. Bayangkan jika aku datang saat kau sedang menangani kasus gaib - pasti langsung kau serang."
"Kau harus belajar dari pemilik apotek herbal itu. Cobalah perlahan menghilang, mundur dari panggung. Jangan terus berkeliaran di dunia fana." Ujar Yang Jian.
“Setiap orang punya urusan masing-masing, aku juga tak terkecuali. Kebangkitanku bukan kebetulan, melainkan tak terhindarkan. Ini sudah diatur sejak lama. Dan orang seperti aku yang bangkit melalui mayat tak cuma satu. Kau nanti akan pelan-pelan bertemu yang lain. Bahkan kau sudah bertemu satu, kan?”
“Di kampung halamanmu, ada wanita bernama Yang Yuan. Dia sudah hidup selama tiga generasi.”
Tatapan Yang Jian bergetar lemah: “Kau tahu banyak sekali. Apa karena terus memantaiku, atau karena benda ini?”
Sambil berkata, dia mengangkat lengannya.
Terlihat di pergelangan tangan Yang Jian terdapat gelang yang tak mencolok. Aslinya gelang itu hitam, tapi yang terlihat justru merah, seolah direndam darah di dalamnya.
“Tak kusangka kau masih menyimpannya. Kukira kau akan mencari cara melepas gelang ini.” Kak Merah terlihat agak terkejut.
Sebab dengan kemampuan Yang Jian sekarang, dia bisa melepas gelang itu.
“Sekarang dilepas juga belum terlambat.” Kata Yang Jian.
Kak Merah berkata: “Aku sarankan tetap simpan. Lambat laun kau akan membutuhkannya. Tapi kedatanganku kali ini bukan untuk urusan gelang, melainkan hal lain.”
“Hal apa?” Tanya Yang Jian langsung.
“Ingin minta bantuanmu. Generasi tua sudah hampir habis. Aku tak bisa menemukan kenalan lain. Setelah merenung panjang, kaulah yang paling cocok. Lagipula, kau Pengendali Hantu terhebat di lingkaran gaib sekarang.” Kak Merah tersenyum.
Yang Jian berkata: “Tolong orang lain saja. Aku tak tertarik dengan urusanmu.”
Penolakannya sangat tegas.
“Ada imbalannya. Tak akan kubiarkan kau membantu gratis.” Kata Kak Merah.
"Balasanmu mungkin bisa kudapat, tapi tak ada jaminan nyawaku selamat untuk menikmatinya. Bahkan Pengendali Hantu papan atas era Republik sepertimu saja tak sanggup menangani situasi ini, pasti sangat mengerikan. Membantumu jelas-jelas mengundang kematian." Yang Jian sangat rasional dan sadar diri.
Kak Merah menjawab getir, "Yang kau sebut sebagai Pengendali Hantu papan atas era Republik itu bernama Zhang Youhong. Di kehidupan ini, aku adalah Kak Merah, bukan orang yang sama. Jangan sampai kau salah paham."
"Ada bedanya?" tanya Yang Jian.
"Beda jauh! Zhang Youhong tinggal di era Republik, sedangkan aku hidup di masa kini. Aku muncul kembali melalui tubuh Liu Qingqing. Meski kesadaranku yang dominan, ingatan Liu Qingqing masih tersisa dan bercampur denganku. Jadi, aku bukan Zhang Youhong maupun Liu Qingqing, melainkan Kak Merah." Penjelasannya sangat serius.
"Jika ada kehidupan ketiga, aku akan menjadi identitas baru lagi - bukan Zhang Youhong, Liu Qingqing, maupun Kak Merah."
"Setiap kali terlahir kembali, aku akan menjadi identitas dan pribadi baru. Bukan lagi Zhang Youhong yang asli. Karena baru hidup di kehidupan kedua, perbedaannya masih belum terlalu mencolok."
Yang Jian termenung, mulai memahami metode bertahan hidup Kak Merah yang terus bereinkarnasi ini.
Seketika ia tersadar, matanya melirik ke arah Jiang Yan yang tiba-tiba muncul di ruang tamu.
Jiang Yan berdiri gugup di sana, sepertinya ingin bicara tapi takut mengganggu.
"Ada masalah apa?" tanya Yang Jian.
Jiang Yan buru-buru berkata: "Ini telepon dari Liu Xiaoyu. Dia bilang markas pusat sedang ada situasi darurat."
"Situasi darurat apa? Peristiwa Mayat Hidup Kelaparan?" tanya Yang Jian.
"Bukan, bukan peristiwa itu. Markas pusat dapat kabar ada komandan tim yang tewas dibunuh," jawab Jiang Yan sambil melirik Hong Jie, seolah ragu apakah harus membocorkan informasi ini.
Hong Jie tertawa: "Saya tidak tertarik dengan urusan markas kalian."
Yang Jian mengerutkan kening: "Komandan tim tewas? Dibunuh? Jangan-jangan Liu San dan He Yiner bentrok lagi?"
Dugaan pertamanya tertuju pada dua orang itu, mengingat hanya mereka berdua yang punya dendam antar komandan tim.
"Liu Xiaoyu sebut nama komandan tim yang tewas? Langsung saja, informasi begini tak bisa lama-lama disembunyikan," kata Yang Jian.
Jiang Yan menjawab: "Katanya komandan tim yang bertugas di luar negeri, namanya sepertinya Zhang Jun."
"Dia?" Yang Jian teringat sesuatu.
Komandan tim ini absen dari rapat sebelumnya karena sedang menyelidiki Organisasi Raja di luar negeri. Dialah sumber informasi tentang paku peti mati ketiga.
"Beri tahu Liu Xiaoyu saya sudah tahu," perintah Yang Jian.
Jiang Yan mengangguk lalu pergi.
Yang Jian tak terlalu ambil pusing dengan kematian komandan tim. Di lingkaran gaib, kematian adalah hal biasa. Tapi yang membuatnya penasaran adalah rangkaian perubahan yang dipicu kematian ini.
“Tampaknya kedatangan saya tidak tepat waktu, kau lagi ketemu masalah. Jika begitu, saya takkan merepotkan. Sampai jumpa lain kali.” Kak Merah saat ini bangun, bersiap untuk pergi.
“Duduk.”
Tatapan Yang Jian bergetar lemah, dengan nada perintah berkata: “Saya tidak suka bermain teka-teki. Kalau sudah datang, kenapa tidak selesaikan semua pembicaraan sebelum pergi.”
“Kau tak berniat membantu, percuma saya bicara.”
Kak Merah berkata, kemudian tersenyum manis: “Tapi tak apa saya beri tahu. Saya perlu naik bus ke suatu tempat, butuh seseorang yang bisa mengontrol bus itu. Jika kau mau bantu, saya bisa ajarkan cara menyetir bus itu, plus metode membersihkan kutukan Gunting Hantu merah di tanganmu.”
“Menyetir bus?” Yang Jian agak heran, tak menyangka Kak Merah mencarinya untuk jadi sopir.
Tapi kalau dipikir-pikir memang ada benarnya juga.
Sopir bus gaib bukan pekerjaan sembarangan, hampir tak ada anggota lingkaran gaib yang memenuhi syarat ini.
Bahkan Yang Jian sendiri sekarang pun tak tahu apakah bisa mengemudikan bus gaib.
“Pantas kau merasa punya alasan meyakinkan saya. Pengaruh bus gaib memang luar biasa.” Yang Jian tak lagi langsung menolak, malah mulai tertarik.
Jika bisa mempelajari cara mengemudi bus gaib, tentu bantuannya bukan cuma satu-dua hal.
Apalagi Kak Merah juga menawarkan metode membersihkan kutukan Gunting Hantu.
"Kak Merah melihat perubahan sikap Yang Jian, lalu melanjutkan, 'Meski mengemudikan bus gaib memiliki risiko tertentu, aku yakin kau bisa menanggung bahaya itu. Lagipula ini kesempatan bagus untukmu, bukan? Generasi baru Pengendali Hantu tidak ada yang bisa menjadi sopir bus gaib. Jika kau berhasil, berarti kau menguasai arah perkembangan zaman ini. Masa depan akan menjadi milikmu.'"
"Kau mulai membuatku tertarik. Tapi tingkat kredibilitasmu di hatiku masih rendah. Kau harus beri tahu dulu caranya Gunting Hantu menghilangkan kutukan, agar aku tahu kesungguhanmu," kata Yang Jian.
"Bisa juga. Jadi kau setuju?" Kak Merah tertawa.
Yang Jian berkata, "Tergantung apakah metodenya benar-benar efektif."
Kak Merah tidak menyembunyikan apapun, langsung menjelaskan, "Caranya sederhana. Celupkan gunting di tanganmu ke kolam darah di pinggiran kota itu. Semua kutukan yang menempel akan hilang."
"Sesederhana itu?" Yang Jian mengerutkan kening.
Kak Merah tersenyum, "Ya, sesederhana itu."
