Meski Kota Dafu tidak memiliki komandan tim, tapi ada penanggung jawab.
Penanggung jawabnya bernama Ma Jun, seorang pria biasa berusia awal tiga puluhan yang tepat waktu berangkat kerja dan pulang, berjalan di jalanan pun takkan ada yang mengenali.
Tapi ini bukan berarti dia tidak punya kemampuan.
Sebaliknya, dia sangat kompeten. Selama jam kerja, Kota Dafu dikelolanya dengan baik, berhasil menyelesaikan banyak peristiwa supranatural. Justru karena tidak ada ledakan kasus gaib, membuat Kota Dafu dan Ma Jun tidak terkenal di lingkaran gaib, sangat rendah profil.
Jika bukan karena rapat komandan tim kali ini, kota Dafu ini sama sekali tidak akan muncul dalam pandangan orang-orang.
Hari ini.
Seperti biasa, Ma Jun datang ke kantornya dan duduk. Dengan tenang dia menyeduh secangkir teh hangat, lalu duduk seharian penuh, hanya menunggu tepat pukul lima sore untuk langsung membereskan barang-barang dan pulang kerja.
Jika ada masalah di Dafu, dia akan dinas luar. Jika tidak ada masalah, Ma Jun akan minum teh sambil membaca berita atau menonton drama.
"Ma Jun, akhir-akhir ini terjadi peristiwa besar di lingkaran gaib, bagaimana kau masih bisa duduk minum teh di kantor? Markas besar sudah menyatakan perang dengan organisasi Raja, tidakkah kau harus mempersiapkan diri lebih awal?" Asistennya tidak tahan lagi, berencana mengingatkan Ma Jun untuk tidak lagi bekerja jam kantor biasa, tapi menunjukkan sedikit semangat.
Ma Jun meletakkan majalahnya, menengadah dan meneguk teh: "Aku hanya penanggung jawab biasa, cukup mengurus Kota Dafu dengan baik. Bukankah urusan markas besar dan organisasi Raja biar menjadi tanggungan para komandan tim? Buat apa aku ikut campur, masih merasa kematiannya belum cukup cepat?"
"Tidakkah kau khawatir dengan situasi masa depan?" sang asisten kembali bertanya.
Ma Jun menggelengkan kepala: "Memprihatinkan juga, tapi kemampuanku terbatas. Tidak bisa mempengaruhi situasi sebesar ini. Jadi apapun hasilnya nanti, aku akan tetap menjaga Kota Dafu dengan baik."
"Kalau markas kalah, kau sebagai penanggung jawab juga akan dalam bahaya. Mereka akan membayar lunas." Asisten berkata.
"Kalau para komandan tim saja tidak bisa mengalahkan organisasi Raja, maka nasibku dibayar lunas juga sudah takdir. Ini bukan keputusanku. Tenang saja, hidup harus terus berjalan." Ma Jun tetap tenang, menggelengkan kepala menunjukkan ketidakpedulian.
Asisten tak bisa berbuat apa-apa mendengar penjelasan itu, pergi dengan menahan amarah di kandungan.
Melihat ini, Ma Jun hanya menggelengkan kepala perlahan, lalu melanjutkan minum teh sambil membaca majalah.
Di dalam hati, dia sangat paham ini adalah masa kekacauan besar di lingkaran gaib. Tapi justru karena situasi seperti ini, dia harus menjaga kota Dafu dengan baik. Para komandan tim punya tugas mereka, dia juga punya misinya. Memedulikan kelangsungan markas memang tidak salah, tapi harus punya kemampuan yang sesuai.
Ma Jun merasa dirinya tidak sebanding dengan Komandan Penegak Hukum Yang Jian. Pulang kerja tepat waktu saja sudah cukup baginya, setidaknya selama masih ada pekerjaan, situasi tidak akan terlalu buruk.
"Ngomong-ngomong tentang komandan penegak hukum, Yang Jian si Mata Hantu... Kode namaku dulu apa ya?" Tiba-tiba otak Ma Jun merenungkan pertanyaan bodoh.
Karena sudah lama tidak terlibat di lingkaran gaib dan tidak berinteraksi dengan Pengendali Hantu lain, dia tiba-tiba lupa kode namanya sendiri.
Lagipula tidak semua Pengendali Hantu punya ingatan yang baik.
"Oh ya, aku ingat. Kode namaku adalah Permainan Hantu." Setelah mengingat-ingat, dia akhirnya teringat kode nama gaibnya.
Dalam hati Ma Jun mencela: "Kode nama sampah! Memalukan kalau diumbar. Lupa justru berkah."
Tak lama kemudian, ia mengusir ingatan-ingatan buruk itu dan sepenuhnya menceburkan diri dalam aktivitas bekerja asal-asalan, berharap hari ini bisa cepat berakhir.
Waktu terus bergulir perlahan.
Akhirnya bertahan sampai pukul lima sore.
Alarm di dalam kantor pun berdering.
"Sudah jam lima, pulang kerja, pulang kerja."
Ma Jun segera membereskan barang-barang, mengangkat tas dokumen dan langsung keluar dari kantor. Sebelum pergi, dia tidak lupa mengunci kantor untuk memastikan dirinya tidak akan kembali bekerja lembur.
Orang lain juga sudah terbiasa melihat hal ini, bahkan menganggap Ma Jun sangat bertanggung jawab sebagai atasan yang baik. Lagipula, dengan status Ma Jun, sekalipun tidak bekerja setiap hari pun tidak ada yang akan berkomentar.
Keluar dari perusahaan.
Ma Jun menggeliatkan pinggangnya, seolah mencium udara kebebasan. Langkahnya ringan berjalan menuju arah rumah.
Demi memudahkan pulang ke rumah, dia bahkan langsung memindahkan kantornya ke sebuah gedung tinggi yang hanya berjarak sepuluh menit dari rumahnya.
Awalnya dikira hari ini akan seperti biasa - hari pulang kerja yang normal.
"Adakah itu Penanggung Jawab Kota Dafu, Ma Jun?" Suara itu tiba-tiba terdengar dari belakang saat dia menunggu lampu merah di persimpangan jalan.
Logat orang yang memanggilnya terdengar aneh, tidak seperti penduduk Kota Dafu, lebih mirip orang asing yang belum lancar berbahasa Mandarin.
Ma Jun tidak menoleh, alutnya berkerut sambil menatap tajam seorang pria di seberang jalan raya.
Anehnya, meski suara datang dari belakang, orangnya justru berada di depan mata di seberang jalan.
"Siapa kau?" tanya Ma Jun sambil memeriksi lawan bicaranya dari ujung kepala hingga kaki.
Itu adalah seorang pria asing bertubuh tinggi besar memakai topi koboi dengan kumis tidak terawat. Senyum tipis mengembang di wajahnya, tatapannya terus membelalak ke arah Ma Jun, memancarkan kesan bahaya yang sangat mengerikan.
"Kau boleh memanggilku Simon." Pria asing ini mengaku bernama Simon, meski kemungkinan besar itu nama samaran.
Simon?
Ma Jun tidak memiliki kesan apapun tentang orang ini di otaknya, tapi itu tidak mempengaruhi penilaiannya: "Tidak ada orang sepertimu di Kota Dafu. Bahkan dari seberang jalan aku bisa mencium bau busuk dan aura dingin yang menyeramkan dari tubuhmu. Kau ini Pengendali Hantu, ya? Dan mungkin juga anggota organisasi Raja."
"Penilaianmu sangat akurat."
Simon sedikit merapikan topi koboinya, lalu menengadah perlahan. Sepasang mata hitam pekat tanpa pupil terbuka, di kedalamannya memancarkan cahaya hijau samar yang ganjil dan jahat.
"Sepertinya hari ini aku harus kerja lembur." Ma Jun menghela napas pelan.
Ia sadar, dirinya sudah diawasi oleh anggota organisasi Raja. Kini, keinginannya pulang ke rumah tampaknya mustahil terwujud.
Jika memang demikian, lebih baik ia menjalankan tugas sebagai penanggung jawab kota ini dengan baik.
"Mungkin mulai besok kau tak perlu lagi bekerja. Akan kubeberaskan semuanya untukmu." Sudut bibir Simon merekah dalam senyum mengerikan.
Pada detik itu, lampu merah berganti hijau.
Para pejalan kaki yang menunggu untuk menyeberang berjalan menuju sisi jalan seberang dengan acuh, seolah tidak menyadari keberadaan kedua pria ini.
Kerumunan orang berduyun-duyun bergerak.
Simon menyelinap di antara kerumunan dan melangkah mendekati Ma Jun. Di sisi lain, dengan wajah berkerut khawatir, Ma Jun juga maju tanpa mundur ke arah Simon.
Keduanya sudah bersiap-siap untuk bertindak.
Yang tidak diketahui Ma Jun adalah, Simon ini bukanlah Pengendali Hantu biasa dalam organisasi Raja, melainkan salah satu dari 15 Raja tersebut.
Tapi itu sudah tidak penting lagi.
"Mari kita mainkan sebuah permainan. Aku akan menghitung satu, dua, tiga, dan semua orang harus menjadi patung kayu yang tidak boleh bergerak." Suara Ma Jun bergema.
"Satu."
Simon bergerak, aura mistis menyelimuti sekitarnya. Langit sore berubah menjadi malam dalam sekejap, sepasang mata hijau bersinar berkedip-kedip dalam kegelapan, terlihat sangat mencolok.
"Dua."
Suara Ma Jun masih terus bergema.
Tiba-tiba muncul di tangan Simon senapan tua laras ganda. Tanpa ragu, dia mengarahkannya ke Ma Jun dan menarik pelatuk.
Wilayah Hantu telah mengunci target, tembakan ini pasti mengenai sasaran, tidak mungkin dihindari.
"Tiga."
Hitungan terakhir Ma Jun bergema, bersamaan dengan gemuruh tembakan mengerikan yang mengguncang sekeliling.
Sejenis permainan gaib yang mengerikan mulai berlaku.
Semua yang bisa bergerak di sekitar tiba-tiba membeku, persis seperti patung kayu yang dia sebutkan. Bahkan kekuatan gaib ini mempengaruhi Simon sendiri, membuatnya terpaku di tempat.
Tapi pembekuan ini hanya bertahan kurang dari dua detik baginya.
Tak lama kemudian.
Simon bisa bergerak lagi.
"Kabur?"
Wajah Simon menjadi mengerikan dan terdistorsi. Dia menyadari jejak Ma Jun sudah hilang sama sekali.
Mangsa yang seharusnya mudah ditangkap itu ternyata lolos di depan matanya sendiri.
Apa ini karena kurang waspada?
Bukan.
"Kekuatan gaib penanggung jawab ini sangat kuat, levelnya berbeda dengan mereka yang lain. Meski tidak sehebat komandan tim, tapi sudah bisa menimbulkan sedikit masalah untuk dirinya sendiri."
Ma Jun tentu saja kabur.
Dia tidak bodoh, sudah jelas lawannya datang untuk membunuhnya.
"Kirimkan informasi." Ma Jun memanfaatkan waktu kabur untuk langsung melaporkan kejadian di sini ke markas, lalu dengan panik bergegas menuju rumahnya.
Dia sangat khawatir akan keselamatan keluarganya.
Namun tepat di saat ini, tiba-tiba Ma Jun menghentikan langkahnya. Tangannya menutupi dada yang terserang sakit luar biasa, tubuhnya tak menuruti perintah hingga terjatuh ke tanah.
"Bagaimana mungkin? Aku jelas sudah berhasil kabur, kenapa masih kena tembak senapan tua itu?"
Ma Jun menunduk memandangi dadanya yang berlumuran darah, sebuah lubang hitam pekat muncul di tubuhnya.
Awalnya dia mengira luka seperti ini seharusnya tidak fatal.
Tapi tak lama kemudian Ma Jun menemukan ada sesuatu yang bergerak-gerak gila di dalam tubuhnya.
Setelah memeriksa, dia langsung menyadari benda asing apa yang ada di dalam tubuhnya.
Yang tertinggal dalam tubuhnya setelah tertembak sama sekali bukan peluru, melainkan seekor hantu. Dan hantu ini telah menyatu sempurna dengan tubuhnya tanpa bisa dibedakan lagi.
Selain itu, yang membuat Ma Jun was-was adalah hantu ini masih dalam kondisi jalan buntu.
Jika tubuh seorang Pengendali Hantu dipaksa dimasuki hantu gentayangan yang telah dibangkitkan, apa yang akan terjadi?
Jelas terlihat, keseimbangan akan hancur. Kondisi dirinya sendiri akan kacau balau diobrak-abrik oleh hantu yang tiba-tiba bergabung ini.
“Senapan tua itu khusus digunakan untuk menghadapi Pengendali Hantu.”
Ma Jun meronta-ronta kesakitan. Dirinya sudah tidak bisa menggunakan kekuatan gaib secara normal karena ketidakseimbangan energi gaib dalam tubuhnya. Bahkan jika musuh tidak melakukan apapun, dirinya tetap akan tewas di tangan kebangkitan hantu gentayangan.
"Tidak ada waktu lagi. Tidak bisa pulang. Harus menahan mereka di sini sampai bantuan datang."
Dia tahu informasi darurat sudah dikirim, komandan tim pasti akan segera datang memberi bantuan.
Syaratnya adalah dia harus bisa bertahan hidup sampai saat itu.
"Ketemu juga. Mengejutkan, sudah kena tembakan masih bisa lari sejauh ini. Apakah semua penanggung jawab punya daya tahan hidup sekuat ini?" Suara familiar itu muncul.
Suara sepatu bot kulit Simon menghentak lantai dengan ritme yang jelas.
Di sekeliling mereka satu per satu muncul berbagai orang asing. Mereka adalah Pengendali Hantu yang menyusup ke Kota Dafu, sengaja dikerahkan untuk memastikan eksekusi tanpa celah terhadap penanggung jawab kota ini.
"Mari kita main permainan. Mulai sekarang, siapa yang pertama menemukan lokasiku di kota ini, dialah pemenangnya."
Ma Jun menahan rasa sakit seperti tubuhnya terkoyak, memaksa menggunakan kekuatan gaib. Dia tahu ajalnya sudah dekat, karena itu rela memicu kebangkitan hantu gentayangan demi menahan gerak-gerik mereka.
Sesaat kemudian.
Pejalan kaki di jalanan sekitar tiba-tiba lenyap. Langit menjadi kelam. Semua suara sekitar menghilang, hanya menyisakan kesunyian.
Secepat kilat, Kota Dafu berubah menjadi kota hantu yang sepi tak berpenghuni.
Tak ada orang hidup, tak ada tanda-tanda kehidupan. Yang tersisa hanyalah Pengendali Hantu yang terbawa-bawa dalam perangkap ini.
Dan Ma Jun sekali lagi menghilang tanpa bekas dari pandangan.
Dia bersembunyi di dalam kota yang sunyi ini.
Dengan memilih risiko kebangkitan hantu gentayangan, Ma Jun menggunakan kekuatan gaib terkuat yang bisa dia gunakan seumur hidupnya, secara langsung mempengaruhi seluruh kota.
Sebelumnya, dia paling banter hanya bisa mempengaruhi beberapa jalan atau sebagian wilayah kota.
Bersembunyi di area seluas kota, pasti butuh waktu bagi lawan untuk menemukan Ma Jun.
Namun di tengah kesunyian kota ini.
Ma Jun yang menghilang kini duduk tak bergerak di kursi taman, wajahnya suram, matanya redup, aura vitalnya lenyap. Meski tubuhnya masih bergerak-gerak gila dan kejang-kejang, nyawanya sudah tiada.
Ma Jun telah tewas di tangan kebangkitan hantu gentayangan.
Sekali serangan gaib dari lawan sudah cukup merenggut nyawanya, bertahan sebentar saja sudah luar biasa.
Meski Ma Jun mati, permainan gaib ini harus terus berlanjut.
Karena yang akan menguasai permainan selanjutnya adalah hantu sejati.
Ini juga pemikiran Ma Jun semasa hidup: menggunakan nyawa untuk menahan lawan sampai bala bantuan komandan tim tiba.
