Yang Jian berusaha mengunci posisi sumber nyanyian itu, namun geladak kapal terlihat kosong, mati, tak ada apa-apa, bahkan jejak supernatural pun tidak terlihat. Seolah nyanyian yang muncul tadi hanyalah halusinasi mereka berdua, sama sekali tidak eksis.
"Kau dengar nyanyian tadi? Meski sudah menghilang, tapi kurasa sumbernya persis di tempat kita naik kapal."
Ye Zhen dengan santai berkata: "Tak perlu diperhatikan. Jika hantu muncul, saya yang akan menanganinya. Ia tak berani menunjukkan diri membuktikan aura kita berdua sudah menakuti-nakutinya. Biarkan saja terus bernyanyi. Di tempat angker begini, ada sedikit musik pengiring juga tak terlalu sepi."
"Kau harus pahami, fenomena supernatural di kapal ini biasanya hanya muncul sesaat. Nyanyian tadi bertahan cukup lama, artinya hantu di geladak ini sangat mengerikan. Bahkan pembatasan Kapal Hantu pun tak bisa membuatnya meredup sepenuhnya," kata Yang Jian dengan serius.
"Hm, masuk akal. Lalu?" Ye Zhen mengangguk.
"Sebelum kita naik kapal, tidak ada nyanyian di geladak. Artinya sekarang kita sedang diawasi seekor hantu," wajah Yang Jian berubah muram.
Ye Zhen tertawa: "Kau terlalu hati-hati. Bukankah biasa saja diawasi hantu di sini? Jangan lebay. Ayo segera bertindak, jangan buang waktu untuk hal-hal kecil tak penting."
Sambil berkata demikian, ia melanjutkan langkah menaiki tangga berkarat menuju ruang kontrol.
“Yang Jian mengerutkan kening, ada sedikit kekhawatiran di hatinya, tapi perkataan Ye Zhen juga masuk akal. Di sini diawasi hantu itu hal normal, asal tidak mengalami serangan tidak perlu terlalu khawatir.”
“Tapi begitu mereka berdua berbalik badan, dari geladak kapal di belakang terdengar lagi alunan nyanyian ganjil. Kali ini lebih norak, disertai langkah kaki yang mendesak-desak, seolah ada seseorang yang sedang menari dan bernyanyi di geladak.”
“Namun ketika berbalik lagi, nyanyian itu terhenti tiba-tiba. Semua fenomena supernatural mereda, tetap tidak terlihat apapun.”
“Aneh!”
“Yang Jian hanya bisa berpikir demikian. Dia juga tidak berencana membuang waktu, terpaksa mempercepat langkahnya.”
“Tangga yang bergoyang-goyang berderit-derit diinjak oleh mereka berdua.”
“Nyanyian dari belakang semakin jelas, bahkan muncul suara pengiring lain seperti biola yang dimainkan. Tapi itu bukan nada yang bisa dihasilkan senar biasa. Nada seperti itu di dunia nyata tidak bisa dimainkan oleh alat musik apapun, meski disintesis dengan sengaja pun sulit direproduksi dengan sempurna.”
“Itu adalah musik supernatural, bercampur dengan kekuatan ganjil yang tak bisa dipahami.”
“Tidak beres.” Yang Jian tidak bisa menahan diri untuk berbalik lagi.
“Tetap tidak ada apapun.”
“Dia bahkan mencoba menggunakan mata hantu untuk mengintip. Meski waktu bertahan setelah mata hantu terbuka sangat singkat, tapi cukup untuk sesaat.”
“Kemudian, mata hantunya menyaksikan pemandangan mengerikan.”
“Di geladak kapal yang awalnya sunyi sepi, tiba-tiba samar-samar muncul sekelompok orang-orang yang penuh aura kematian. Mereka bukanlah hantu, melainkan lebih mirip korban yang tewas akibat fenomena gaib tertentu. Hanya saja setelah mati, mereka berubah menjadi arwah yang mondar-mandir, menjadi fenomena gaib yang tak bisa dipahami.”
“Orang-orang ini seperti penonton yang mengerumuni sesuatu. Di tengah kerumunan itu, Yang Jian melihat siluet aneh berpakaian gaun panjang compang-camping sedang menari...”
“Ingin mengintai lagi, namun tindakan Yang Jian ini sepertinya sudah dicurigai.”
“Para penonton yang lesu itu tiba-tiba serentak menoleh. Pasang-pasang mata kosong nan tak bernyawa itu tertuju pada Yang Jian, membuat suasana tiba-tiba membeku.”
“Tapi mereka tidak melakukan tindakan apapun. Sepertinya mereka tidak bisa melihat keberadaan Yang Jian, hanya bisa melihat seekor Mata Hantu.”
“Terhadap Mata Hantu, barang-barang ini tampaknya tidak terlalu tertarik. Tak lama kemudian mereka perlahan memutar kepala kembali.”
“Waktu Yang Jian membuka Mata Hantu-nya pun tiba. Ia terpaksa memejamkannya. Bersamaan dengan itu, kejadian tadi segera menghilang dari pandangan. Geladak kapal kembali sunyi sepi tanpa meninggalkan jejak apapun.”
“Ternyata memang ada seekor hantu di geladak kapal. Hantu ini tidak diketahui kapan munculnya. Saat pertama naik kapal, Mata Hantu-ku sudah mengintai sekeliling tapi tidak menemukan apa-apa. Baru setelah nyanyian itu berkumandang, dia muncul. Ini mungkin sebuah sinyal.”
“Dadanya terasa berat. Ia yakin nyanyian itu pasti tidak sesederhana kelihatannya.”
“Meski demikian, aksi mereka berdua tak kunjung berhenti.”
Tak lama kemudian, mereka tiba di lantai kedua kapal melalui tangga yang bergoyang-goyang ini.
Melewati koridor, di depan terdapat ruang kontrol.
Di koridor sempit terdapat genangan air sisa seperti air laut, tapi area sekitarnya kering kerontang. Hal ini terasa kurang masuk akal.
Ye Zhen yang berjalan di depan seolah tak melihatnya, melangkah cepat bahkan kakinya menginjak genangan itu.
Air yang terinjak memercik, menciptakan riak-riak.
Seolah tak terjadi apa-apa, namun saat Yang Jian melewatinya, wajahnya berubah tegang. Dari riak air, ia menyaksikan pemandangan yang tak terbayangkan: pantulan bayangan Ye Zhen di genangan air ternyata berada di posisi berbeda dengan posisi aslinya, terdapat perbedaan posisi.
Ye Zhen di dunia nyata sedang berjalan di koridor depan, sementara pantulannya masih tertinggal di belakang dengan jarak enam hingga tujuh meter.
Menghadapi fenomena supernatural ini, Yang Jian hanya bisa memperhatikan detail tersebut sebelum melanjutkan perjalanan.
Seluruh perjalanan berhasil diatasi tanpa insiden.
Akhirnya mereka berdua tiba di ruang kontrol.
Ruang kontrol gelap redup hanya berisi beberapa kursi lapuk. Konsol kontrol yang sudah rusak itu mustahil digunakan untuk mengendalikan Kapal Hantu.
“ pulang dengan tangan kosong.” Ye Zhen memasuki ruang kontrol, ia menendang kursi tua sambil mengetuk-ngetuk konsol yang tak bereaksi sama sekali, terlihat sangat kecewa.
Yang Jian mengamati, tatapannya tertuju pada suatu titik di konsol: "Di situ secara logika seharusnya ada kemudi kapal. Meski konsol ini sudah ditinggalkan lama dan tidak bisa digunakan, semua peralatan dasar masih lengkap tanpa ada komponen yang hilang. Satu-satunya yang hilang adalah kemudi kapal. Mungkin kemudi itu adalah komponen penting untuk mengendalikan Kapal Hantu, tapi sekarang kemudinya menghilang."
"Hantu tidak akan mengambil kemudi kapal. Menurutku ini ulah manusia. Mungkin kemudi itu disembunyikan di suatu tempat di Kapal Hantu, atau mungkin sudah dibawa pergi orang."
"Oh begitu ya."
Ye Zhen mengusap dagunya sambil merenung: "Menilai dari Sang Ye, kemudi itu kemungkinan besar masih ada di kapal. Kemungkinan dibawa jauh dari Kapal Hantu kecil, lagipula benda itu hanya berguna di kapal. Kalau dibawa turun, nanti harus cari cara membawanya kembali lagi. Ribet. Jika aku yang melakukannya, pasti akan menyembunyikan kemudi di tempat yang hanya diketahui diri sendiri."
"Kau ternyata bisa berpikir dan menilai seperti ini?" Yang Jian terheran-heran.
Ye Zhen mendengus dingin: "Sang Ye ini jenius serba bisa, mana mungkin hanya reputasi kosong? Cuma selama ini rival yang kuhadapi terlalu payah, di hadapanku bahkan tidak bisa bertahan satu ronde. Makanya Sang Ye malas mikir, toh menghadapi orang lemah mana perlu seharian mikir dan jebakan, satu tinju langsung rubuh."
"Lalu menurutmu kemudi kapal mungkin sengaja disembunyikan di mana?" Yang Jian melanjutkan pertanyaannya.
Ye Zhen menyapu pandangannya ke kiri dan kanan, lalu menunjuk: "Seharusnya di dalam salah satu ruangan kabin kapal, bahaya dan kesempatan berpadu. Jika aku yang menyembunyikan barang, pasti di situ."
Yang Jian mengikuti arah tunjukannya.
Terlihat koridor gelap yang dalam tak berujung. Sepanjang koridor itu terlihat beberapa ruangan berpintu terbuka. Sebagian ruangan sudah ditinggalkan, sebagian lagi masih utuh tapi terkunci. Bahkan terlihat satu kabin dengan lentera menyala memancarkan cahaya.
Adegan ini terasa familiar, seolah kembali ke Hotel Caesar yang mengerikan itu.
Tapi Kapal Hantu ini lebih berbahaya karena organisasi Raja telah dengan sengaja memenuhi seluruh kapal dengan hantu. Jika bukan karena keunikan Kapal Hantu, entah sudah berapa kali Yang Jian dan Ye Zhen diserang arwah gentayangan.
"Terlalu berisiko masuk jauh ke kabin. Kemudi pasti tidak disembunyikan di bagian terdalam, mestinya dekat pintu keluar. Jaraknya tidak lebih dari lima ruangan. Ruangan tempat kemudi pasti aman tanpa hantu. Tapi untuk membedakan ruangan berhantu dan normal, kita harus meraba-raba." Yang Jian menatap koridor gelap itu.
"Hanya lima ruangan? Gampang, kita periksa satu-satu saja." Ye Zhen sudah berjalan menuju koridor sambil bicara.
Koridor kabin kapal sangat sempit, pengap, ditambah lingkungan yang gelap membuat orang merasakan tekanan yang tak terkatakan. Begitu masuk, suhu sekitar seakan turun, disertai aura dingin yang menyeramkan dan bau busuk membusuk yang menyebar ke wajah, seolah ingin mengusir kedua orang hidup ini.
Ini bukan tempat yang layak diinjak oleh manusia hidup.
Baru saja melangkah ke koridor ini, Yang Jian langsung merasakan nuansa mengerikan yang tak jelas, seolah setiap langkahnya mempertaruhkan nyawa.
Untungnya jarak ke pintu keluar sangat dekat, tidak perlu masuk jauh ke dalam kabin kapal, sehingga tekanan psikologisnya agak berkurang.
Lagipula jika ada bahaya, mereka bisa segera mundur dari kabin tanpa terjebak sampai mati di sini.
"Kamar pertama." Ye Zhen tiba-tiba berhenti melangkah. Tanpa ragu, ia menendang pintu rumah itu dengan keras.
Pintu yang setengah terbuka itu terbuka braak. Gelap gulita di dalam sama sekali tak terlihat, namun segera bau busuk membusuk yang sangat intens menyergap, diikuti lengan-lengan yang sudah sangat membusuk menjulur dari kegelapan, semua mencoba menangkap Ye Zhen di ambang pintu.
Mata Ye Zhen terbelalak: "Berani menyerangku? Mencari mati!"
Namun saat hendak membalas, serangan hantu lebih cepat. Dalam sekejap, seluruh tubuhnya ditarik paksa oleh lengan-lengah busuk itu ke dalam ruangan gelap. Kemudian kamar itu kembali sunyi senyap, tak ada suara sedikitpun.
"Ye Zhen langsung menghilang bagai batu tenggelam ke dasar laut, tanpa meninggalkan riak sedikit pun."
“……”
Yang Jian di sebelahnya melihat kejadian ini, sejenak tak tahu harus berkata apa.
