Hantu gentayangan mengerikan mondar-mandir di antara kobaran api hantu. Setiap kali melintas, api-api seram di sekitarnya otomatis menyurut memberi jalan. Bahkan setelah hantu itu pergi, jalur yang dilaluinya tetap tak bisa ditutupi kobaran api, seolah masih menyisakan kekuatan gaib yang tak terpahami.
Meski bersembunyi di balik api hantu, Yang Jian tetap dipenuhi ketakutan. Nyawanya pasti melayang jika ketahuan.
Seandainya hanya perlu menghindar, tentu tak perlu segitu khawatir. Masalahnya dia harus mengurung hantu ini yang mau tak mau harus berhadapan langsung.
"Sejak tertipu sebelumnya, hantu ini jadi lebih berpengalaman. Rencanaku mengadu dombanya dengan hantu lain ternyata tak semulus harapan," bisiknya dalam hati. Mata hantu di alutnya kini berubah warna dari merah darah menjadi kuning keemasan.
Sedikit berkurang aura ganjilnya, memancarkan kesan sakral.
"Melanjutkan ini tidak lagi bermakna, wilayah api hantuku hampir robek. Jika ditunda lagi, aku tak punya kesempatan bertindak."
Yang Jian menarik napas dalam, melangkah mantap menuju hantu gentayangan bergelar Kapten.
Siluetnya buram, dikelilingi kobaran api hantu. Dari kejauhan, mustahil membedakan apakah dia manusia atau hantu yang bersembunyi dalam kobaran api.
Sang Kapten tak peduli. Siapapun - hantu atau manusia hidup - yang mendekat akan menerima serangan mematikan. Tombak merah terkutuk di tangannya bahkan bisa membongkar hantu gentayangan sekalipun.
Layaknya Kapal Hantu berjalan.
Sekadar bersentuhan efeknya setara ditabrak kapal itu. Kontak fisik sekecil apapun akan menekan kekuatan gaib lawan.
Ini merupakan intel penting yang berhasil diamati Yang Jian.
"Jangan sampai tersentuh, apalagi terkena serangan. Aku cuma punya waktu singkat." Dalam kobaran api, Yang Jian mengendap mencari celah.
Sebagai hantu, Kapten tak terburu-buru. Ia mempersempit ruang gerak Yang Jian sambil erat menggenggam tombak merah - ancaman yang sangat disadarinya.
Satu-satunya cara merebut tombak itu adalah memenggal tangan kaku yang mencengkeramnya.
"Tapi golok kayu bakar yang bisa membongkar hantu gentayangan ada di tombak merah panjang itu, sepertinya sama sekali tidak mungkin diambil."
Persis di momen ini.
Tiba-tiba, permukaan danau yang tenang di sekitar mulai bergelombang halus, bersamaan dengan munculnya riak ini, sesuatu tiba-tiba mengambang dari kedalaman air yang dingin dan menyeramkan.
Itu adalah koin tembaga tua.
Membawa aura ganjil yang sangat membawa kemalangan, aura ini tidak berpengaruh pada orang hidup, tapi bagi beberapa orang mati, terutama hantu gentayangan, memiliki daya tarik mematikan yang membuat mereka bahkan rela meninggalkan segalanya, tak bisa menahan diri untuk meraihnya.
Koin tembaga itu diterpa air danau yang bergelombang, bergerak naik turun di permukaan dan bawah air, kadang tenggelam ke dasar danau, kadang muncul kembali ke permukaan.
Jelas terlihat, ini adalah umpan.
Tapi bukan untuk memancing ikan, melainkan untuk menarik hantu gentayangan.
Meskipun hantu gentayangan berkode nama Kapten ini memiliki kesadaran orang hidup tingkat tertentu, pada esensinya ia tetap hantu. Selama berstatus hantu, karakteristik hantu gentayangan tetap melekat, contohnya ketidakmampuan menolak godaan koin tembaga ini.
Sang Kapten seketika menghentikan langkahnya, bola mata matinya berputar, menatap koin tembaga yang terguling-guling di air.
Ia terpancing, lalu mengubah arah menuju koin tembaga tersebut.
"Efektif." Yang Jian bersembunyi di balik api hantu di sekitarnya, menunggu kesempatan kritis muncul.
Hantu yang bernama kode Kapten dengan cepat mendatangi koin tembaga itu. Tanpa ragu sedikit pun, ia langsung membungkuk dan mengulurkan telapak tangan dinginnya yang lain perlahan ke arah koin tembaga tersebut.
Namun koin tembaga yang semula sudah muncul ke permukaan air tiba-tiba kembali tenggelam.
Meski begitu, bayangan samar koin itu masih terlihat.
Ini menunjukkan koin tersebut tidak tenggelam terlalu dalam.
Tangan Kapten segera menyelam ke dalam Danau Hantu, berusaha menyelamatkan koin itu.
Tepat ketika tangan Kapten hampir menyentuh koin, benda itu kembali menyelam ke kedalaman yang lebih ekstrem.
Kapten terpaksa menjulurkan tangannya lebih dalam lagi.
Tak lama kemudian, sesuatu tertangkap.
Bukan koin, melainkan telapak tangan mayat yang terendam air hingga memutih. Begitu tangan ini muncul, ribuan telapak tangan pucat serupa tiba-tiba menyembul dari sekeliling danau, mencengkeram lengan Kapten dengan cengkeraman massal yang mengerikan.
Lapisan demi lapisan telapak tangan pucat itu bertumpuk bagai tembok.
Di bawah permukaan air yang tenang, tiba-tiba muncul ribuan mayat mengambang secara ganjil. Rombongan mayat ini menyembur ke permukaan lalu menyerbu Kapten bagai gelombang pasang dari jasad-jasad manusia.
Bersamaan dengan amukan gelombang mayat itu, siluet Kapten seketika lenyap ditelan ombak.
“Ini adalah seribu Hantu Air, mungkin tidak cukup untuk mengendalikan kapten ini, tapi pasti tidak sepenuhnya tidak berpengaruh.” Yang Jian saat ini telah keluar dari Wilayah Hantu api hantu, dia tenggelam ke dalam Danau Hantu lalu menyamar di antara gerombolan Hantu Air yang padat.
Dengan seribu Hantu Air yang mengganggu, meskipun kapten adalah hantu sumber Kapal Hantu, pasti agak sulit baginya menemukan Yang Jian.
Danau Hantu tiba-tiba bergelombang dahsyat.
Meski ribuan Hantu Air berusaha menyeret kapten tenggelam ke Danau Hantu, sang kapten tetap berdiri di permukaan air, sama sekali tidak bisa dibawa ke jurang tak berdasar di dasar danau.
Danau Hantu tidak berarti apa-apa baginya, apalagi Yang Jian hanya mencuri kekuatan gaib empat lapisan Wilayah Hantu.
Tapi kapten tetap tidak melakukan gerakan lain, karena koin tembaga masih ada di sekitarnya, tangannya masih berusaha menyelam ke air untuk mengambilnya.
Barang gaib yang diberikan Kak Merah ini memang sangat spesial, pantas saja selalu disimpan di tubuhnya, sampai akhirnya agak berat hati memberikannya ke Yang Jian.
Bahkan kapten yang merupakan hantu gentayangan berkesadaran pun terpancing, tidak bisa menolak godaan koin tembaga.
Peran yang dimainkannya dalam bentrokan kekuatan gaib tingkat tinggi jelas sangat besar.
Sayangnya, saat ini Yang Jian hanya bisa menggunakan koin tembaga untuk mengulur waktu.
Memanfaatkan kesempatan ini.
Yang Jian yang menyamar di antara ombak mayat yang tak terhitung jumlahnya akhirnya berhasil mendekati hantu ini.
Mungkin karena penyamarannya terlalu sempurna, atau mungkin hantu ini sedang teralihi oleh koin tembaga, sama sekali tidak menyadari kedekatan diam-diam Yang Jian.
Tapi ketika Yang Jian benar-benar mendekati hantu gentayangan itu, tiba-tiba ia menyadari bahwa kekuatan gaib dalam dirinya merosot ke dalam kesunyian, seperti sensasi saat berada di Kapal Hantu. Namun kesunyian ini tidak berlangsung lama, kadang kekuatan gaibnya akan bangkit kembali meski hanya sebentar.
Yang Jian telah memprediksi kemunculan situasi seperti ini. Ia tak berencana mengandalkan kekuatan gaibnya untuk melawan hantu ini.
Karena ini pasti gagal.
Saat hantu itu lengah, ia menyentuh tombak merah panjang itu.
Seketika, paku peti mati pada tombak merah itu tercabut.
Paku peti mati itu tidak benar-benar menyatu dengan tubuh tombak merah. Awalnya hanya diselipkan Yang Jian di permukaan tombak, sebab jika benar-benar menyatu maka kekuatan Arwah Permohonan akan gagal berfungsi - hal yang tak ingin disaksikannya.
Justru karena alasan inilah Yang Jian yang sangat mengenal senjata gaib ini bisa dengan mudah melepas paku peti mati tersebut.
Sementara hantu yang menyandang kode nama "Kapten" ini sama sekali tidak menyadari bahwa paku peti mati di tombak itu telah menghilang.
Lingkungan sekitar dipenuhi mayat bergelombang yang terus menerjang tubuhnya. Mustahil bagi hantu ini untuk mendeteksi strategi licik Yang Jian, mengingat mayat-mayat itu sendiri adalah hantu sejati meski dengan energi gaib minim - cukup untuk mengganggu persepsi dan penilaian hantu gentayangan.
"Berhasil."
Merasakan dingin menusuk dan bobot paku peti mati di genggamannya, keyakinan dalam hati Yang Jian bertambah.
Senjata gaib ini mungkin merupakan satu-satunya strategi untuk melawan kapten ini.
"Sekarang coba pakukan hantu ini sampai mati." Yang Jian tidak langsung pergi setelah mengambil paku peti mati, malah segera mulai bertindak.
Dengan memanfaatkan ombak Danau Hantu, dia terus berpindah posi di antara ribuan mayat sambil mencari celah untuk beraksi.
Sang kapten takkan menyangka bahwa di antara lautan mayat ini tersembunyi senjata mematikan. Saat ini perhatiannya masih tertarik pada koin tembaga itu.
Tiba-tiba.
Bersamaan dengan gejolak air danau, koin tembaga yang semestinya tenggelam itu justru mengapung ke permukaan.
Meski dihalangi ribuan Hantu Air, sang kapten tetap menyambar dan berhasil menangkap koin tersebut.
"Sekarang!"
Saat kapten menyambar koin, Yang Jian langsung melesat. Sosoknya muncul dari tumpukan mayat, menerjang dengan membawa paku peti mati di tangan sambil menunggangi ombak yang dihasilkan Danau Hantu.
Akankah ini berhasil?
Yang Jian ragu. Daripada menghadapi langsung kekuatan gaib, dia memilih strategi licik untuk mengelabui hantu gentayangan ini.
Namun saat Yang Jian mendekat, matanya bertabrakan dengan tatapan hampa sang kapten yang sudah menatapnya dengan intens. Seolah-olah hantu itu sudah mengetahui dari arah mana dia akan muncul, bahkan sudah mempersiapkan diri sebelumnya.
Atau mungkin...
Reaksi hantu ini melampaui semua perkiraan.
Yang Jian sadar: dirinya sudah ketahuan.
Tapi di titik ini tak ada jalan mundur. Dengan mengeraskan hati, dia terus maju.
Namun yang tak terduga, pada detik terakhir ini tidak terjadi halangan apa pun. Paku peti mati berkarat itu berhasil menancap ke tubuh sang kapten sesuai harapan Yang Jian. Sensasi menusuk ke dalam tubuh tersebut sama sekali tidak mungkin salah dirasakannya.
Berhasil?
Pikiran itu tiba-tiba muncul di benak Yang Jian, membuatnya tertegun sejenak.
Tapi tak lama kemudian.
Tiba-tiba pupil mata Yang Jian menyempit, rasa ngeri membanjiri hatinya. Ia menyaksikan kedua bola mata kapten itu masih menatapnya dengan intens, sementara lehernya bergerak sedikit.
Masih bisa bergerak?
Apakah efek penindasan paku peti mati gagal di hadapan hantu ini?
Tidak, ini mustahil. Sang kapten adalah umpan, persis seperti caraku memancingnya dengan koin tembaga. Ia sengaja menggodaku untuk menyambar umpannya. Sudah dari awal ia tahu paku peti mati takkan mempan padanya, atau mungkin ia punya cara khusus untuk mengatasinya.
Seketika, pemikiran itu melintas di kepala Yang Jian.
Begitu ide tersebut muncul.
Hantu air yang selama ini menghalangi sang kapten tiba-tiba tercerai-berai diterjang gelombang kekuatan gaib mengerikan. Pada momen genting ini, telapak tangan kaku selogam dingin langsung mencekik leher Yang Jian.
Di saat yang sama, senyum ganjil merekah di wajah kaku sang kapten.
Seolah-olah baru saja sukses menangkap buruan.
