"Tak kusangka kau bertindak begitu kejam. Aku baru mencuri tiga peti, kau ternyata sudah merampas lima."
Saat ini.
Yang Jian dan Lin Yunhui berhasil mundur dari toko peti mati dan kembali ke dunia nyata Kota Taiping.
Setelah sedikit menyesuaikan diri, Yang Jian melihat dengan agak terkejut ke arah lima peti mati di sebelah Lin Yunhui.
Lin Yunhui tampak agak malu: "Ini pertama kali merampok, masih kaku. Dengan pengalaman kali ini, kalau ada kesempatan lagi minimal bisa kucuri sepuluh peti."
"Ini baru pertama kali? Dari caramu yang ahli tadi sama sekali tak terlihat." Yang Jian mulai memeriksi dari ujung kepala sampai kaki.
Dalam hal kecepatan merampok, dirinya yang sudah berpengalaman malah kalah dari pemula.
Padahal dialah yang lebih dulu beraksi.
"Delapan peti mati, lima merah tiga hitam. Seharusnya cukup untuk waktu lama. Lagi pula merampok tak bisa sering dilakukan, risikonya besar." Kata Lin Yunhui.
"Risiko memang besar, tapi imbalannya setimpal. Masih layak dicoba." Kata Yang Jian sambil menenggelamkan kedelapan peti mati ke Danau Hantu-nya, lalu kembali bergerak.
“Kau mau ke mana?” Lin Yunhui berkata.
Yang Jian menjawab: “Ke Toko Peti Mati di Jalan Hantu.”
“Bukankah kita baru saja kabur dari toko peti mati? Untuk apa kau kembali ke sana?” Lin Yunhui tampak tidak mengerti.
Yang Jian menjelaskan: “Kalau bisa merampok sekali, pasti bisa kedua kalinya. Selagi aku masih bisa bergerak, lebih baik kita lakukan lagi. Lagipula toko peti mati itu tidak bisa berbuat apa-apa padaku.”
“Apa?!” Lin Yunhui, seorang Pengendali Hantu era Republik ini terkejut dengan kelakuan tak terduga dari orang modern seperti Yang Jian.
Menurut pemikiran Lin Yunhui, sebaiknya berhenti saat masih baik.
Tapi Yang Jian seperti ingin menguliti domba sampai habis bulunya, selama ada keuntungan, hal lain sama sekali tidak dipedulikannya.
Berdebat dengan makhluk gaib adalah tindakan yang sangat bodoh.
Tak lama kemudian.
Setelah melihat-lihat sekeliling, Yang Jian kembali datang ke Jalan Hantu lalu berjalan langsung menuju lokasi toko peti mati.
Gerakannya sangat cepat.
Hanya dalam hitungan detik, dia sudah kembali berdiri di depan pintu gerbang toko peti mati.
“Kau benar-benar ingin mengulanginya lagi?” Lin Yunhui masih belum sepenuhnya percaya.
“Sudah sampai di sini, masa kukira ini lelucon? Toko hitam ini berani buka pintu berbisnis, aku pun berani merampoknya. Kecuali bos toko ini mau keluar dan membunuhku, kalau tidak aku akan merampok sampai tokonya bangkrut!” Saat ini Yang Jian masih belum melupakan pengalaman ditipu sebelumnya.
Kebenciannya terhadap pedagang licik ini membuatnya tanpa ragu menggenggam tombak merah panjang dan bergegas maju.
“Braak!”
Namun belum sempat masuk ke dalam toko, pintu gerbang Toko Peti Mati tiba-tiba langsung tertutup, dan di pintu tersebut tergantung sebuah plakat kayu bertuliskan dua huruf besar yang terdistorsi dengan tinta:
『Tutup』
Jelas terlihat, toko ini bisa merasakan niat buruk Yang Jian yang datang, sehingga langsung memilih untuk menutup pintu.
"Beresin tutup bisnis? Hari ini kau tak punya pilihan." Setelah berkata demikian, Yang Jian mengayunkan tombak merah panjangnya dan langsung membelah pintu gerbang.
Sebuah pintu kayu tak mampu menghalanginya.
Yang Jian melihat ke dalam Toko Peti Mati, namun menyadari peti mati di dalamnya tinggal tersisa empat buah. Jumlah ini jelas tidak sesuai dengan sebelumnya.
Meski dia dan Lin Yunhui telah merebut delapan peti mati sebelumnya, sisa peti seharusnya lebih dari empat. Rupanya toko ini langsung menyimpan sisa peti mati setelah merasakan kehadiran Yang Jian kembali.
Tapi aksi Yang Jian terlalu cepat, masih ada empat peti yang belum sempat dipindahkan.
"Kau perampok... kembalikan peti matiku..." Suara mendesah penuh dendam bergema di dalam toko.
"Perampok? Siapa bilang? Bukankah aku datang untuk melunasi utang peti matimu? Tapi barangmu belum semua terkirim, masih kurang empat. Setelah kau serahkan sisanya, aku janji akan melunasi semua pembayaran sekaligus. Bagaimana?" Kata Yang Jian.
"Aku tak percaya kau. Mulai sekarang tempat ini tak lagi menyambutmu." Suara penuh kebencian itu kembali terdengar.
Yang Jian berkata: "Kalau kau tidak percaya padaku, aku juga tidak ada cara. Karena kau tidak mengirimkan empat peti mati sisanya, berarti kau melanggar perjanjian. Sekarang aku tidak hanya tidak akan membayar uang untuk delapan peti mati sebelumnya, tapi juga akan menuntut kompensasi dua ratus yuan untuk biaya kerugian spiritualku."
"Jadi sekarang kau berhutang dua ratus yuan padaku. Aku akan mengambil empat peti matimu sebagai jaminan. Satu peti matimu bernilai sepuluh yuan. Setelah aku mengambil empat peti mati sisanya, kau masih berhutang seratus enam puluh yuan padaku."
"Sekarang aku adalah kreditormu. Hutang harus dibayar tunai, ini hukum alam. Kau tidak boleh mengingkari janji."
"......" Suara di dalam Toko Peti Mati itu langsung terdiam.
Bahkan Lin Yunhui yang berdiri di samping membelalakkan matanya memandangi Yang Jian.
Apakah cara menghitungnya seperti ini?
Ini lebih licik dari pedagang curang sekalipun.
Yang Jian saat ini terkekeh tanpa bicara. Bermain pola? Dirinya juga bisa.
Pada akhirnya semuanya bermuara pada siapa yang kepalan tangannya lebih kuat.
Jika Toko Peti Mati bisa merencanakan aturan, maka dirinya juga bisa. Mengapa harus mematuhi aturan orang lain?
Sambil berbicara, Yang Jian sudah menyergap masuk ke dalam Toko Peti Mati.
Saat ini toko tersebut telah kembali ke penampilan sebelumnya, terlihat tanpa bahaya mengerikan.
Meskipun toko ini adalah toko hitam dan pedagang licik, tetap harus mengikuti suatu jenis aturan yang berlaku. Kini Yang Jian yang memasuki kembali toko ini adalah tamu, dan sepertinya toko ini tidak bisa sembarangan menyerang tamu.
Bahaya sebelumnya mungkin karena Yang Jian mencuri peti mati merah itu.
Yang Jian juga menyadari, selama dia tidak main-main setelah masuk ke Toko Peti Mati, sepertinya toko itu juga tidak bisa berbuat apa-apa padanya, paling-paling hanya menggunakan beberapa strategi untuk menakut-nakutinya.
Dia tidak menghiraukan fenomena aneh di dalam toko peti mati, melainkan memusatkan tatapannya pada sebuah peti mati merah.
"Kali ini Toko Peti Mati sudah siaga, kita tidak boleh serakah. Cukup mencuri satu peti mati sekaligus. Meski lebih merepotkan, beberapa kali perjalanan tidak akan memakan banyak waktu," bisik Yang Jian dalam hatinya.
Segera setelah itu, dia langsung mengangkat sebuah peti mati.
Pada saat yang sama, pencahayaan di luar Toko Peti Mati tiba-tiba meredup, disusul kemunculan adegan gaib yang mengerikan. Seketika itu, Yang Jian langsung ditarik masuk ke wilayah gaib.
Tapi Yang Jian yang sekarang sudah siap siaga. Dia segera memecahkan batas dunia nyata dan gaib, langsung kabur dari wilayah supernatural tersebut sembari berhasil membawa pergi peti mati itu.
Toko Peti Mati benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa terhadap Yang Jian yang sekarang.
Karena kemampuan memecahkan batas realitas dan dunia gaib ini terlalu tak terpecahkan.
"Operasi berjalan mulus." Kembali ke Kota Taiping, Yang Jian memandangi peti mati di sebelahnya tanpa ragu, langsung menenggelamkannya ke dalam Danau Hantu.
Tak lama kemudian, dia kembali lagi ke Jalan Hantu, dan dalam sekejap sudah berdiri lagi di depan pintu Toko Peti Mati.
"Perampok, perampok..." Suara penuh dendam bergema di dalam Toko Peti Mati.
"Dari tampaknya kau berhasil lagi," kata Lin Yunhui yang sejak tadi menunggu di luar Toko Peti Mati.
Yang Jian menjawab: "Asalkan tidak serakah, setiap kali pasti berhasil. Toko peti mati ini memiliki batasan aturan tertentu, tidak bisa langsung bertindak terhadapku. Sekarang bukan waktu untuk berbicara. Di dalam masih tersisa tiga peti mati. Nanti setelah aku pindahkan peti-peti itu, kita bisa ngobrol lagi."
Sambil berkata demikian, dia sekali lagi melangkah masuk ke toko peti mati.
Mengulangi trik yang dulu.
Begitu Yang Jian mengangkat peti mati, dia langsung menggunakan kekuatan gaib bus untuk menghancurkan batas antara dunia nyata dan wilayah gaib, langsung kembali ke Kota Taiping di dunia nyata.
Aksi yang begitu cepat membuat toko peti mati sama sekali tidak bisa menghalangi, hanya bisa memandangi lagi saat Yang Jian mencuri sebuah peti mati.
Meski Yang Jian tahu di dalam toko peti mati sangat mengerikan, asalkan tidak melawan secara langsung maka tidak akan ada masalah.
Kira-kira beberapa menit kemudian.
Yang Jian untuk ketiga kalinya berdiri di depan toko peti mati.
Mungkin toko peti mati sudah menyadari tidak ada cara untuk mengatasi Yang Jian, suara melengking itu terdengar: "Jangan datang lagi. Asalkan kau setuju, aku bisa memberimu sejumlah uang."
"Buka pintu untuk berbisnis, mana ada alasan menolak tamu. Aku tidak hanya datang sekarang, di masa depan juga akan datang secara berkala." Wajah Yang Jian sangat tebal, sama sekali tidak merasa ada masalah dengan tindakannya.
Di dalam toko peti mati tidak ada suara, hanya muncul angin sepoi-sepoi dingin yang menyeramkan. Tiba-tiba banyak kertas uang sembahyang warna-warni muncul entah dari mana, diterbangkan angin dan beterbangan tak beraturan di dalam toko.
Kertas uang itu ada yang bernilai tiga tael, juga tujuh tael, dan jumlahnya sangat banyak.
Sekilas dilihat, totalnya setidaknya dua sampai tiga ratus tael.
Sejumlah uang yang sangat besar ini membuat Yang Jian langsung menghentikan langkahnya, matanya berbinar-binar.
"Banyak sekali uang." Lin Yunhui juga terpikat oleh jumlah uang sebesar ini.
"Asalkan kau tidak kembali lagi, semua uang ini untukmu." Suara dari Toko Peti Mati terdengar, kali ini terdengar merendahkan diri, seperti sedang mengalah pada Yang Jian.
Yang Jian memandangi tiga peti mati yang tersisa di toko itu, ditambah kertas uang sembahyang yang beterbangan kacau di seluruh toko, mulai mempertimbangkan pilihan.
Ditambah dengan milik Lin Yunhui, saat ini dia telah mencuri total sepuluh peti mati. Kini peti mati sudah cukup, justru uang hantu yang sangat kurang.
Dia masih berhutang 100 yuan pada Kak Merah.
Lebih baik berhenti saat masih baik dengan menerima uang hantu ini, lagipula uang hantu selain untuk membeli peti mati juga bisa membeli barang lainnya.
"Baik, saya setuju. Berikan semua uang di toko ini padaku, aku tidak akan merampok Toko Peti Mati lagi." Langkah Yang Jian terhenti di depan pintu toko peti mati.
Begitu kata-kata itu terucap.
Sesaat kemudian, angin kencang bertiup dari dalam toko disertai ratusan kertas uang sembahyang warna-warni.
Seolah Toko Peti Mati khawatir Yang Jian akan mengingkari janji.
