Shen Qingbai yang pingsan dibawa ke rumah sakit, namun tak kunjung sadar.
Jiang Yu Mian duduk di luar kamar perawatan, kedua tangannya terlihat bingung. Di balik wajah tenangnya, sebutir hati dipenuhi kecemasan.
Ia memejamkan mata. Adegan Shen Qingbai yang ambruk di hadapannya terus terbayang. Saat diraba, bagian belakang kepala pria itu basah oleh darah.
Ketakutan mencekam, ia mencoba menelepon namun tak ada sinyal. Memaksa diri untuk berpikir tenang, tangan berlumuran darah meraba-raba mencari tombol darurat. Usai semua upaya, ia ambruk berlutut di lantai, air mata jatuh tak terbendung.
Bertahun silam, ia juga demikian. Memaksa menyaksikan orang tuanya ambruk di depannya, tak pernah lagi terbangun.
"Ssst——"
Rasa sakit di tangan membangunkannya.
Lu Yan Chen sedang mengangkat lengannya untuk sterilisasi.
Saat pintu laboratorium terbuka, cahaya menerobos masuk ke ruangan gelap. Mereka menemukan korban yang terperangkap di sudut ruangan.
Sejak saat itu Jiang Yu Mian terus merawat Shen Qingbai, tidak ingin meninggalkannya.
Dia sama sekali tidak menyadari lengan yang terluka akibat benturan, bahkan setelah diingatkan tetap dengan tegas menolak untuk diurus. Syukurlah tidak parah, Lu Yan Chen secara pribadi membantunya membersihkannya.
Merasakan gerakan kecil Jiang Yu Mian yang menggeliat, Lu Yan Chen memperhalus gerakannya: "Sakit?"
Bibir Jiang Yu Mian memutih, menolehkan kepala ke arah kamar pasien sambil bergumam pelan: "Apa dia akan merasakan sakit?"
Darah yang mengalir begitu banyak, pasti sangat menyakitkan.
Memandanginya yang sedih karena orang lain, sorot mata Lu Yan Chen berkedip penuh emosi yang sulit diungkapkan: "Mianmian, dia tidak dalam bahaya mengancam nyawa. Setelah istirahat cukup akan bangun."
Dia tidak bisa berempati dengan kekhawatiran Jiang Yu Mian terhadap Shen Qingbai, namun lebih dari siapapun berharap Shen Qingbai baik-baik saja. Jika tidak, gadis kecil itu akan menyesali diri seumur hidup.
Lewat subuh, Jiang Yu Mian masih duduk tanpa bergerak sama sekali tanpa rencana pergi. Lu Yan Chen mengerti sikap keras kepalanya, tidak memaksakan nasihat, hanya duduk tenang di sebelah.
Di tengah perjalanan, Jiang Yu Mian menyuruhnya beristirahat: "Kak Yan Chen, aku sendiri bisa. Kau pergilah istirahat."
Lu Yan Chen merangkul kedua lengan, bersandar di kursi singgasananya sambil menutup mata.
Dua orang yang keras kepala.
Waktu berlahan-lahan berlalu, Jiang Yu Mian mengangkat tangan mengusap matanya yang kering. Akhir-akhir ini setiap hari lembur, ditambah kecelakaan kecil hari ini, akhirnya tidak tahan menahan kantuk.
Lu Yan Chen perlahan membuka mata, menoleh sebentar untuk melihat.
Tak tahu apa yang dimimpikannya, tidur pun alisnya masih berkerut. Ia ragu-ragu mengulurkan tangan, tepat saat hampir menyentuh kening, kepala gadis itu bergoyang-goyang miring ke sisi lain.
Lu Yan Chen sigap menyangga, perlahan memalingkan kepalanya kembali, menyandarkannya ke bahu sendiri.
Dia teringat gambaran saat menemukan mereka di sudut ruangan. Jiang Yu Mian berlutut di tanah menjaga Shen Qingbai, menangis tanpa suara.
Personel penyelamat mendekat untuk memeriksa kondisi Shen Qingbai. Ia menarik Jiang Yu Mian berdiri, melihat mata yang dipenuhi air mata itu - persis seperti sosok gadis yang dulu berdiri di depan makam orang tuanya.
Terlalu banyak gambaran orang tercinta dan teman yang ambruk di hadapannya: ketidakberdayaan saat orang tua jatuh, kesedihan saat Liang Yu Tong ambruk. Sekalipun hari ini Shen Qingbai tidak sampai membahayakan nyawa, itu cukup memicu tsunami ketakutan dalam hatinya.
Jiang Yu Mian tidur tidak tentram. Bulu matanya bergetar, sudut mata mulai basah. Ia tak terbangun, namun tetap menangis dalam mimpi.
Dibanding masa lalu, dia kini jauh lebih kuat. Tak lagi ketakutan sampai bersembunyi, juga tak lagi mencari pelukan hangat darinya.
Akhirnya dia dewasa, menjadi mandiri dan menonjol. Tak lagi bergantung padanya, namun Lu Yan Chen justru merasa hampa di dalam hati.
Gadis kecil yang dulu membawa PR dengan hati-hati, menatapnya dengan mata berbinar, kini semakin menjauh darinya.
Persepsi ini membuatnya merasa ketakutan.
Sejak kecil, yang dimilikinya tidak banyak.
Kecuali piala tanpa kehangatan dan keluarga yang ikut arah angin, segalanya telah lama terkubur dalam badai salju yang menutupi langit.
Ia mengenakan topeng palsu, menyembunyikan jantung yang dingin di balik senyuman, menyaksikan orang-orang yang mendapat imbalan itu bersyukur sampai meneteskan air mata, membuat mereka tak bisa lagi menemukan kesalahan.
Baru saat menggendong gadis kecil penuh luka atas perintah Kakek, ia sadar: air mata itu asin, pelukan itu hangat.
“Gadis itu diam tanpa sepatah kata, menemani sepanjang malam dalam badai tanpa meminta imbalan. Gadis pemberani yang tak gentar, menempuh Sepuluh Ribu Li demi menciptakan kenangan tahun baru terindah untuknya. Seperti salju lebat tahun itu, gadis kecil yang belum mantap melangkah itu rela memberikan satu-satunya syalnya.”
Lu Yan Chen mengubah posisi, merangkul separuh tubuh gadis itu ke dalam dekapan, membuatnya bersandar lebih nyaman.
Tengah malam, perawat jaga yang melintasi koridor melihat di luar kamar - pria yang menjaga gadis itu dengan hati-hati menunduk, menempelkan ciuman lembut di dahinya.
*
“Pasien sudah bangun.”
Fajar merekah, Shen Qingbai yang pingsan akhirnya membuka matanya.
Cedera kepala akibat benturan eksternal ditambah kelelahan berkepanjangan membuatnya pingsan. Pemeriksaan menunjukkan tidak ada kerusakan serius di dalam tengkorak untuk sementara, tapi perlu dirawat untuk pengamatan lebih lanjut.
Dengan persetujuan dokter, Jiang Yu Mian tetap berjaga di kamar tanpa pernah meninggalkan sedetik pun, mencatat semua instruksi medis dengan seksama.
Setelah dokter pergi, Jiang Yu Mian bertanya dengan lembut: "Senior, kau baik-baik saja?"
Perban putih membungkus kepala Shen Qingbai, wajah tegas yang dinginnya kehilangan warna darah, terlihat pucat tak berdaya. Jiang Yu Mian memperlakukannya seperti boneka porselen yang rapuh.
"Aku tidak apa-apa." Shen Qingbai duduk, pandangannya tertuju padanya, tidak sesunyi biasanya, "Tiga tahun mengenalmu, ini pertama kalinya kau begitu ramah padaku."
Sebenarnya mereka sudah lama berinteraksi, tinggal di gedung yang sama dan sering bekerja sama. Mungkin karena sifatnya yang jarang proaktif, sementara Jiang Yu Mian juga pendiam, percakapan mereka biasanya hanya seputar topik profesional.
Bisa dibilang mereka adalah teman dengan topik yang sama, tidak dekat tapi juga tidak jauh.
Kini melihat perhatian tulus Jiang Yu Mian, Shen Qingbai secara tak terduga merasa berterima kasih pada bencana ini.
“Apa itu ramah tidak ramah, kalau bukan karena Kau mendorongku pergi tepat waktu, yang terbaring di sini sekarang pasti aku.” Jiang Yu Mian menyodorkan bubur bening yang sudah dituang ke hadapannya, “Senior, dari semalam sampai sekarang Kau belum makan, sekarang juga tidak bisa makan yang lain, minum bubur ini dulu untuk mengganjal perut ya.”
Shen Qingbai menerima mangkuk bubur, melihatnya masih memakai baju yang sama seperti kemarin, langsung menebak kalau dia terus berada di sini, “Lalu bagaimana denganmu?”
Napas Jiang Yu Mian tersekat sejenak: “Aku, aku sudah makan.”
Dia tidak bisa menghabiskan makanan, kejadian semalam membuatnya sama sekali tidak berselera.
Mungkin sekarang sudah terlalu lama tidak makan, sampai-sampai tidak merasakan lapar lagi.
Awalnya Shen Qingbai agak ragu, tapi Jiang Yu Mian pura-pura santai bicara beberapa kalimat yang akhirnya menghilangkan keraguannya.
Saat Shen Qingbai makan, Jiang Yu Mian hanya duduk sunyi di bangku sebelah sambil menunduk, jari-jarinya terus memain-mainkan sesuatu.
“Pengalaman satu-satunya merawat pasien berasal dari Kakek. Saat itu Kakek dirawat inap di rumah sakit, aku mengajukan cuti panjang ke sekolah. Kakek khawatir mengganggu belajarku dan merasa bersalah, jadi setiap hari aku duduk di sampingnya sambil membaca dan mengerjakan PR, menghibur hati orang tua itu.”
Dia hanya tahu, pasien harus dijaga.
Kini Shen Qingbai dirawat inap karena menyelamatkannya, terpaksa ia berjaga di sini, mengharapkan pemulihan segeranya.
“Jiang Yu Mian.” Shen Qingbai tiba-tiba bersuara.
“Ya?” Refleks menatap saat mendengar namanya, melihat mangkuk bubur kosong Shen Qingbai, segera tersadar, “Oh oh.”
Rangkaian ekspresi kecil itu tersusun rapi, memancarkan kelucuan polos yang sama sekali berbeda dengan komandonya yang strategis di laboratorium.
Jiang Yu Mian menerima mangkuk bubur, menanyakan apakah dia masih mau. Shen Qingbai menggeleng, lalu ia mengurus mangkuk dan sendok untuk dicuci.
Setelah kembali, Shen Qingbai baru teringat kejadian semalam, “Bagaimana situasi di laboratorium?”
“Pagi ini Jiang Yu Mian sudah mendengar hasil pemeriksaan dari Lu Yan Chen: \"Kerusakan akibat instrumen yang longgar, dikonfirmasi sebagai kecelakaan kecil.\"”
Shen Qingbai ragu sejenak, bertanya: “Apa kau menangis?”
“Ah?” Topik yang melompat terlalu cepat membuat Jiang Yu Mian tak langsung paham.
“Saat di laboratorium, kudengar kau menangis.” Sebenarnya saat ambruk, dia mendengar teriakan namanya dan tangisan di telinganya.
Ia belum pernah melihat Jiang Yu Mian menangis, pertama kalinya menyaksikan, ternyata karena dirinya.
Saat itu matanya benar-benar tak bisa dibuka, tak melihat air matanya, apalagi menghibur.
Kini, gadis yang selalu dijaganya baik-baik itu berdiri di hadapannya. Shen Qingbai tak bisa menahan diri lagi, melakukan hal yang sejak lama diinginkannya.
Di koridor, Asisten Yao bergegas mengikuti langkah Lu Yan Chen menuju kamar Shen Qingbai.
Asisten Yao mendorong pintu yang terbuka sedikit untuk mempersilakan Lu Yan Chen masuk, namun terkejut melihat di depan ranjang rumah sakit, Shen Qingbai mengulurkan tangan mengusap kepala Jiang Yu Mian.
Dalam hati Asisten Yao berteriak: Tolong.
Semalam saat datang ke rumah sakit, seluruh hati Jiang Yu Mian digantung pada Shen Qingbai, sementara kedua mata Mr. Lu terkunci pada Jiang Yu Mian.
Setelah bertahun-tahun mengikuti Lu Yan Chen, sekalipun pikiran Mr. Lu sulit ditebak, ia jelas merasakan perbedaan sikap Lu Yan Chen terhadap Jiang Yu Mian.
Suara Asisten Yao gemetar, tak berani menatap ekspresi wajah pria itu: "Mr, Mr. Lu."
Lama kemudian, barulah ia mendengar perintah tanpa emosi dari Lu Yan Chen: "Cari dua perawat profesional."
Asisten Yao langsung saling memahami, segera melaksanakan perintah.
Saat kepalanya diusap, Jiang Yu Mian juga tertegun.
Tak pernah ada gerakan intim seperti ini di antara mereka, jadi ketika ia duduk tak berjaga-jaga di tepi ranjang, sangat mengejutkan Shen Qingbai melakukan tindakan seperti itu.
Mendengar suara di pintu, Jiang Yu Mian cepat-cepat melepaskan diri dan pergi ke pintu: "Mr... Mr. Lu." Nyaris terluap memanggil nama Lu Yan Chen.
Melihat bayangan gadis yang melarikan diri, Shen Qingbai mengangkat tangan dan menempelkannya ke dahi. Mungkin dia benar-benar pusing akibat benturan, sehingga tidak bisa menahan diri untuk mewujudkan "penghiburan" yang hanya ada dalam imajinasinya.
Lu Yan Chen datang ke sini dengan dalih menjenguk karyawan. Dengan singkat dia menjelaskan penyebab kecelakaan dan kompensasi dari perusahaan: "Perusahaan akan membayar seluruh biaya pengobatanmu serta memberikan ganti rugi. Jika ada permintaan lain, kamu bisa menghubungi Asisten Yao."
"Hmm." Shen Qingbai agak terkejut. Pantas saja Grup Tianyu punya reputasi yang sangat baik di industri. Seorang karyawan terluka, Chairman sendiri yang datang menjenguk ke rumah sakit.
Shen Qingbai tidak banyak bicara, tidak seperti karyawan biasa yang menunjukkan perhatian khusus saat bertemu bos besar. Tapi bagaimanapun dalam dunia kerja, sopan-santun yang seharusnya tidak boleh diabaikan.
Dia tidak bisa membiarkan Lu Yan Chen menghadapi situasi canggung sendirian.
Awalnya dikira Lu Yan Chen hanya akan mengucapkan beberapa formalitas lalu pergi. Tapi siapa sangka dia malah duduk diam di kursi perawat, sama sekali tidak menunjukkan niatan untuk pergi.
Sementara Jiang Yu Mian yang sebelumnya sangat memperhatikannya duduk di sudut lain, tidak bersuara, seolah manusia tak kasatmata.
Shen Qingbai tiba-tiba merasa bos besar ini agak mengganggu.
Dia mengangkat tangan menyangga kepala perlahan, sekali, dua kali, saat ketiga kalinya Jiang Yu Mian akhirnya menyadari.
Sial, apakah karena terlalu lama mengobrol sampai pusing, tapi malu mengatakannya ke Lu Yan Chen?
Setelah berpikir sejenak, Jiang Yu Mian membuka mulut mewakilinya demi prinsip merawat pasien: "Mr. Lu, dokter menyuruhnya beristirahat."
Lu Yan Chen berbalik, seluruh pandangan tertuju padanya, "Oh, benarkah."
Pupil Jiang Yu Mian membesar: Masa ini bisa palsu?
Lu Yan Chen melepaskan tangan yang bersilangan, bangkit dengan cepat: "Kalau begitu, kami tidak akan mengganggu lagi."
Shen Qingbai merespons antusias: "Hati-hati di jalan, Mr. Lu."
Lu Yan Chen mengaitkan bibir, tak lupa membawa gadis bodoh yang ingin membalas budi itu: "Jiang Yu Mian, ikut aku keluar."
"Oh." Jiang Yu Mian tidak meragukannya.
Melihat kamar yang kosong melompong, Shen Qingbai tiba-tiba merasa sakit kepala.
Lu Yan Chen tidak lagi mengganggunya, tapi juga memanggil Jiang Yu Mian pergi.
Jiang Yu Mian mengira ada hal yang ingin diperintahkannya, namun Lu Yan Chen langsung bertanya: "Sudah makan?"
"Se..." Di bawah sorot mata Lu Yan Chen yang mampu membaca hati orang, Jiang Yu Mian tak punya keberangan untuk berbohong, "Tidak bisa menghabiskan."
Lu Yan Chen mengerti.
Pagi ini dialah yang menyuruh mengantar sarapan. Porsi Shen Qingbai sudah disentuh, sementara porsi Jiang Yu Mian masih utuh.
Makanan matang yang dibeli pagi tadi kini sudah dingin. Lu Yan Chen menghela napas: "Aku akan mengantarmu makan."
"Tapi Senior..." Jiang Yu Mian khawatir meninggalkan orang yang baru saja sadar sendirian di kamar.
Lu Yan Chen telah diatur dengan rapi: "Tenang, ada orang yang lebih profesional darimu untuk merawatnya."
“Suara selesai, Asisten Yao muncul dengan dua wanita muda cantik yang mengenakan seragam perawat biru. "Keduanya adalah perawat senior dengan pengalaman bertahun-tahun di bidang ini, segala kebutuhan Tuan Shen akan diurus sampai detail terkecil."”
Asisten Yao membawa dua perawat muda itu ke depan ranjang pasien. Di wajah pucat Shen Qingbai terlihat ekspresi yang sulit diungkapkan.
Dia cuma cedera kepala, bisa berjalan dan makan, perlu dua perawat berjaga?
Shen Qingbai memicingkan mata: "Tuan Lu, tidak perlu mengeluarkan biaya besar untukku."
Lu Yan Chen dengan santai menunjukkan kedermawanannya: "Ini bukan pemborosan. Kamu cedera di perusahaan, perusahaan secara alami akan bertanggung jawab sampai tuntas."
"Cukup dengan bantuan sesekali dari adik kelas ini." Shen Qingbai memberikan isyarat mata pada Jiang Yu Mian.
"Dia tidak boleh." Lu Yan Chen melangkah maju dengan halang menghalangi pandangan mereka, "Dia punya penugasan kerja lain."
Shen Qingbai membantah dengan logika: "Dua hari ini sedang cuti."
Nada bicara kedua orang itu hampir membentuk garis lurus datar, terlihat tenang namun sebenarnya di ambang kehancuran.
Jiang Yu Mian maju dari belakang, berusaha meyakinkan Shen Qingbai untuk menerima perawatan perawat, membuatnya terlihat seperti tak ingin bertanggung jawab. Tapi bisakah dia menolak tenaga profesional?
Lu Yan Chen menahan orang yang hendak protes itu kembali, sudut bibirnya menyungging senyum datar: "Apakah Shen Gong memaksakan balas budi?"
Wajah Shen Qingbai memerah karena malu dan kesal.
Dia hanya ingin menghabiskan waktu lebih lama dengan Jiang Yu Mian, bukan benar-benar ingin dilayani olehnya.
Kemudian, Lu Yan Chen dengan tenang melemparkan pertanyaan mengejutkan: "Kau mungkin belum tahu, dia belum makan."
Harus diakui, kalimat sederhana itu mengenai relung hati Shen Qingbai.
Kebohongan tiba-tiba terbongkar, Jiang Yu Mian cepat-cepat memperbaiki: "Maksudnya makan siang."
Tapi sekarang baru jam sepuluh pagi lewat setengah.
Shen Qingbai akhirnya menerima dua perawat, namun kedua orang yang meninggalkan rumah sakit justru menimbulkan konflik karena hal ini.
Lu Yan Chen menyerahkan kue lembut dan susu padanya, Jiang Yu Mian dengan ekspresi geram: "Kau tak seharusnya berkata begitu pada senior, dia bukan tipe orang seperti itu."
Dia mengeluhkan perilakunya demi Shen Qingbai, Lu Yan Chen tiba-tiba kaku: "Kau marah padaku karena dia?"
Jiang Yu Mian mengatupkan bibir sejenak: "Aku tidak."
Hanya menyelamatkan orang tanpa pamrih dianggap sebagai dihargai dengan imbalan, pastinya subjek utama akan marah.
"Aku tahu kau berniat baik, tapi bukankah kau ahli dalam interaksi sosial? Ganti jurus promosi juga bisa."
Lu Yan Chen taruh kembali kue, menatap lawannya: "Kau juga merasa, aku harus membuat semua orang senang?"
Sebelum Jiang Yu Mian sempat melapor, dia kembali tersenyum, menaruh susu di tangannya: "Mianmian, kesehatan penting, usahakan makan sedikit, aku turun dari mobil menghirup udara segar."
Senyuman lembut, nada bicara lembut, namun Jiang Yu Mian merasa dadanya tertusuk.
Bagaimana bisa dia lupa, Lu Yan Chen yang sebenarnya adalah pemimpin yang mengajarinya mengontrol emosi dan tidak menampakkan celah kelemahan di depan orang luar, bukan sosok yang memang seperti itu sejak awal.
Tapi ucapan terakhirnya jelas-jelas telah mengenakan topeng palsu di hadapannya.
Jiang Yu Mian menatap susu di tangannya, berkali-kali membuka mulut tapi tak bersuara, dengan dilema luar biasa menatap ke luar jendela menyaksikan sosoknya semakin menjauh.
Lu Yan Chen turun dari mobil, meninggalkan ruang pribadi untuknya sendiri.
"Asisten Yao, ada rokok?"
Asisten Yao agak canggung menjelaskan kebenaran: "Istri dan anak perempuan saya tidak mengizinkan saya merokok……"
"Oh." Lu Yan Chen tak bertanya lagi.
Asisten Yao bertanya dengan hati-hati: "Kalau Mr. Lu butuh, saya akan cari di sekitar sini?"
"Tidak usah."
"Dia tidak menyukainya."
Ia juga tak pernah merokok di depan Jiang Yu Mian.
Asisten Yao merasa sepertinya telah menemukan kebenaran tertentu.
Dia bertanya-tanya dalam hati, selagi Lu Yan Chen tidak memperhatikan, mendekati jendela mobil: "Nonaku Jiang, semalam Mr. Lu berjaga sepanjang malam tanpa menutup mata, pagi ini membelikanmu sarapan namun harus kembali ke perusahaan untuk mengurus cerita-cerita tak terduga. Sebenarnya dia cukup lelah, tapi khawatir meninggalkanmu, memaksa datang secara pribadi ke rumah sakit."
Termasuk menjenguk Shen Qingbai, Lu Yan Chen sepenuhnya bisa menugaskan orang lain. Namun karena dia penyelamat hidup Jiang Yu Mian, tidak ada respons setengah hati sedikit pun.
Jiang Yu Mian mendengar, membalas datar: "Aku mengerti."
Dia hanya belum memutuskan, bagaimana menghadapi kebaikan-kebaikan yang diberikan Lu Yan Chen ini.
Tak lama kemudian, Jiang Yu Mian mendorong pintu mobil turun, mendekati Lu Yan Chen: "Aku akan naik lagi sebentar."
Pria itu memejamkan mata: "Terserah kamu."
Ucapan yang terasa familiar, tiba-tiba menarik kenangannya kembali ke beberapa tahun lalu saat dia mengusulkan meninggalkan Vila Pegunungan Hijau, reaksi Lu YanChen juga persis sama.
Sama seperti dulu, dia kembali menarik lengan Lu YanChen: "Bisakah kau menungguiku?"
Lu YanChen menundukkan pandangan padanya.
Setelah keluarga meninggal dunia, Jiang Yu Mian sangat menghargai kehangatan yang diterimanya. Dia akan cari cara untuk membalas orang-orang yang pernah membantunya.
Kini, orang yang berbuat baik pada Jiang Yu Mian bertambah satu lagi.
“Pergilah.”
Dia tahu kegelisahan Jiang Yu Mian, juga memahami betapa pentingnya kondisi kesehatan Shen Qingbai baginya.
Keluarga tak bisa ditahan, teman berubah bagai orang berbeda, yang satu ini bahkan terluka karena dirinya - mana mungkin dia tidak mempermasalahkannya.
Namun kali ini, Jiang Yu Mian kembali lebih cepat dari perkiraan.
Dalam perjalanan mengantar Jiang Yu Mian pulang, Asisten Yao cerdik menaikkan partisi, memberi ruang privasi bagi kedua orang di kursi belakang untuk berbincang.
“Maaf.” Jiang Yu Mian tak menjelaskan alasan permintaan maafnya, ucapannya mencakup berbagai aspek.
Lu Yan Chen memejamkan mata, hanya mendengar suaranya: “Kau tidak salah, tak perlu minta maaf padaku.”
“Aku memang salah.” Beberapa hal tak bisa dinilai dengan rasional. Semua orang boleh bicara, tapi dia tidak.
“Kakak, bisakah kau memaafkanku?” Melihatnya pura-pura tidur, Jiang Yu Mian takkan berhenti sebelum tujuan tercapai. Ia mendekat ke telinga Lu Yan Chen.
“Kau memanggilku apa?” Lu Yan Chen membuka mata, sorot matanya mengalirkan hawa dingin.
Jiang Yu Mian mengkerut ketakutan di pinggir jok mobil.
Ada yang salah? Bukankah selama ini dia selalu ingin kudiajak memanggil Kakak?
Sepanjang pagi, setelah merenung panjang, perasaan di antara mereka tak mungkin terhapuskan. Tak bisa lagi menghindar dari kebaikan Lu Yan Chen, lebih baik sungguh-sungguh jadi saudara kandung.
Tak dipahaminya mengapa Lu Yan Chen justru tampak semakin murung, meski sang pria sendiri menolak mengakuinya.
Mobil berhenti di bawah Apartemen Jiajing. Teringat ucapan Asisten Yao, Jiang Yu Mian sengaja ingin menahan Lu Yan Chen.
Semalam dia menemaninya, kini sebagai balas budi, Jiang Yu Mian memasak sendiri makan siang.
Sore itu, Lu Yan Chen meminjam komputernya untuk mengurus beberapa email. Di balik pintu, Jiang Yu Mian menghitung dengan jari-jemarinya: Sudah berapa lamakah pria ini tak memejamkan mata?
Ketika Lu Yan Chen keluar dari ruang baca kecil, Jiang Yu Mian bertanya dengan penuh perhatian: "Apa Kakak mau tidur siang?"
Lu Yan Chen menoleh: "Di rumahmu?"
"Iya."
Lu Yan Chen bingung antara merasa lega mendapat perlakuan khusus ini atau harus menegur gadis kecil yang tak bisa diandalkan ini: "Mengijinkan pria tidur di rumahmu, kau ini berani sekali."
"Kakak berbeda." Dulu dia pernah tinggal di Vila Pegunungan Hijau, bahkan mengunjungi apartemennya di luar negeri. Kalau Yan Chen punya niat jahat, mana mungkin menunggu sampai sekarang.
Lagipula: "Kakak kan saudara laki-lakiku."
Lu Yan Chen: "...Kau sengaja ya?"
Jiang Yu Mian tidak menyangkal.
Dia hanya ingin mengingatkan dirinya sendiri untuk selalu mengingat status mereka berdua.
Akhirnya Lu Yan Chen berbaring di sofa, berkata akan tidur sebentar.
Jiang Yu Mian menutup tirai jendela ruang tamu agar dia bisa lebih nyaman tertidur.
Jiang Yu Mian tetap di kamar tidur agar tidak mengganggu. Setelah lama menunggu, diam-diam keluar untuk melihat keadaannya.
Waktu tidur siang Lu Yan Chen hari ini sangat lama. Kebetulan saat keluar kali ini, dia melihat telepon genggam yang menyala di meja, ternyata panggilan masuk dari Asisten Yao.
Jiang Yu Mian mengambil telepon, baru menyambungkannya setelah masuk ke dalam kamar: "Asisten Yao, dia sedang tidur siang. Ada keperluan apa?"
Jika benar-benar harus menghubungi Lu Yan Chen, dia akan membangunkannya.
Mendengar itu, Asisten Yao segera mengubah ucapan: "Tidak ada rencana besar, tidak usah terburu-buru. Saya akan melaporkan ke Mr. Lu lebih malam. Kalian beristirahatlah dengan baik."
Jiang Yu Mian mengangguk pelan, mengembalikan telepon ke tempat semula, tak memperhatikan diksi yang digunakan Asisten Yao dalam ucapannya.
Pukul lima sore, Lu Yan Chen masih belum bangun, sudah tertidur selama tiga jam.
Jiang Yu Mian bolak-balik beberapa kali, melepas sepatu dan menginjak karpet, dengan bosan berlutut di samping sofa sambil menyelimutinya dengan selimut AC secara hati-hati.
Menjelang pukul tujuh malam.
Ruang tamu yang gelap hanya diterangi cahaya lentera dari ribuan rumah di luar jendela lantai. Lu Yan Chen mengangkat tangan ke atas kepala, kesadarannya perlahan pulih.
Sudah lama tak merasakan tidur yang begitu larut, ia memicingkan mata sejenak lalu membuka mata.
Tiba-tiba terasa ada tekanan di kakinya, Lu Yan Chen menyangga tubuh dengan kedua lengan untuk bangkit.
Gerakan ini membuat Jiang Yu Mian yang masih linglung menggeser kepala, seolah merasakan dingin, tanpa sadar meraih selimut.
Pria itu mendesah berat, meraih tangannya.
Catatan Penulis:
Tak disangka, yang pertama berbuat nakal ternyata Mr. Lu
