Siang hari, Jiang Yu Mian memperbarui circle friends-nya di Ningcheng, daftar teman-temannya serentak memberi like.
Lu Yan Chen melihat foto itu, "Kaburnya cepat sekali."
Sejak Jiang Yu Mian pulang ke China, pimpinan sekolah dan wartawan terus mencari kontaknya, bahkan beberapa kenalan yang tidak terlalu dekat mulai rajin menghubunginya.
Orangnya belum sempat ditemui, ternyata sudah diam-diam pergi ke Ningcheng lebih awal.
"Aduh, kok aku merasa ada aura dendam terpendam di kantor ini." Qin Zhouyue bicara dengan nada sinis, bangkit dari sofa tempatnya beristirahat sambil menjulurkan leher bertanya, "Kau dan gadis kecil itu sekarang memangnya ada masalah apa?"
Pria di depan meja kerja menoleh, menatap Qin Zhouyue di sofa, tiba-tiba menyela: "Dia juga tidak terlalu kecil, kan?"
"Ha?" Qin Zhouyue sejenak tak bereaksi.
Lu Yan Chen melepaskan jari-jarinya, lengan bertumpu pada sandaran kursi.
Dia mengangkat tangan, jari yang tertekuk menyentuh pipi, mengucapkan usia yang penuh makna: "22 tahun."
Qin Zhouyue terkejut sejenak, lalu memahami maksud tersiratnya, tak henti bertepuk tangan kagum: "Lu Yan Chen, Lu Yan Chen, akhirnya kau juga mengalami hari seperti ini."
Sejak kecil banyak wanita yang mengejar Lu Yan Chen, tapi hatinya hanya terisi oleh belajar dan karier. Kini mulai muncul perasaan rindu.
Kira-kira, mungkin, bisa jadi...
Sebuah dugaan logis melintas di benak Qin Zhouyue, ia pun tersadar: "Aku mengerti, bagaimanapun usiamu sudah sampai titik ini."
Dua puluh delapan, kalau belum punya perempuan akan dianggap tua.
Lu Yan Chen mematikan layar ponsel yang masih menghadap wajahnya sendiri, senyum samar muncul di bibir: "Tidak juga terlalu tua, kan?"
Hidup pun belum terlalu lama, usia dua puluhan masih tergolong muda.
Qin Zhouyue hendak mengejek, tapi orang itu lebih dulu: "Oh, hampir lupa, kamu dua tahun lebih tua dariku, tahun ini sudah tiga puluh."
Begitu usia disebut, Qin Zhouyue langsung mengamuk: "Jangan karena frustrasi seksual lalu menyerang fisik orang!"
Pria di seberang dengan tenang menutup dokumen, berdiri mengambil jas, tak mengusir tamu bahkan melambai riang: "Aku harus ke bandara, sampai jumpa."
Wajah tenangnya itu membuat Qin Zhouyue ingin menghajarnya dua kali.
Lu Yan Chen dengan lapang dada meninggalkan kantor luasnya untuknya. Qin Zhouyue kembali berbaring, meraih telepon menelepon Qin Yan: "Pulang kerja? Ayo minum bareng."
Suara perempuan samar-samar terdengar di telepon, baru kemudian Qin Yan menjawab: "Kakak, aku sedang kencan."
Kabar tak terduga ini membuat Qin Zhouyue terduduk: "Kencan? Kapan kamu pacaran?!"
“Pacarku memanggilku, tak bisa bicara lama.” Qin Yan dengan respons setengah hati membuyarkan percakapan, sebelum telepon ditutup, Qin Zhouyue masih mendengar adiknya memanggil manja "Lili".
Qin Zhouyue mengerutkan alis dan hidungnya.
Ini sudah musim dingin, bagaimana masih ada sekelompok orang memaksa berbunga.
-
Penerbangan Lu Yan Chen lepas landar senja hari, mendarat di Ningcheng jam sembilan setengah malam.
Di Rumah Keluarga Song, Nyonya Song tersenyum cerah menyuruh orang mengemas baju dan perhiasan yang dicoba Jiang Yu Mian malam ini: "Mianmian, semua yang kau coba tadi sudah kumasukkan kemasan, isi alamatmu, akan kukirimkan."
Jiang Yu Mian terkejut: "Tak perlu-tak perlu..."
Sebelum sempat menyelesaikan ucapan, Nyonya Song menahan tangannya: "Gaun-gun pesta ini memang disiapkan untukmu, takkan kupakai. Desainernya masih kerja sama denganku, kalau ada gaya spesial yang kau suka, beri tahu saja, akan kujadwalkan."
“Memiliki ibu angkat yang terbuka dan murah hati, Jiang Yu Mian tak lagi pusing soal penampilan.”
Mereka mengobrol sampai hampir sepuluh malam, hingga Tuan Song yang sibuk pulang ke rumah. Nyonya Song pergi menemani suami, barulah Jiang Yu Mian beristirahat di kamar tamu.
Di ponsel ada panggilan suara tak terjawab dari Lu Yan Chen.
Mengira ada hal penting, Jiang Yu Mian langsung menelpon balik berdasarkan catatan itu. Pihak seberang cepat tersambung.
Jiang Yu Mian menempelkan ponsel ke telinga: 「Kak Yan Chen.」
Lu Yan Chen baru selesai mandi, handuk mengeringkan rambut basahnya, ponsel ditaruh di samping meja. 「Ya, sedang apa?」
「Baru selesai mandi dan kembali ke kamar.」 Jiang Yu Mian bertanya santai, 「Apa ada urusan waktu itu kau telpon aku?」
Dia berbisik sinis, meletakkan handuk dan berjalan ke jendela lantai, membuka retakan kecil agar udara segar mengalir: 「Pagi tiba di Ningcheng, kenapa tak beri tahu?」
「Ah, hal seperti ini juga harus kuberitahukan?」 Jiang Yu Mian pura-pura lupa, 「Bos masih mau mengurusi urusan magang?」
“……”Sesaat memanggil Kakak, sesaat menyebut bos, dia memang hebat.
"Bos tidak mengurus urusan pribadi magang." Lu Yan Chen mengubah pembicaraan, "Tapi Mianmian, aku harus mengaturmu."
Jiang Yu Mian berhenti sejenak, berkata dengan kikuk: "Aku hampir 23 tahun, bukan anak kecil lagi."
"Benar, bukan anak kecil lagi." Pria itu berdiri di depan jendela, matanya tertuju pada cahaya senja yang sunyi di ujung langit, sudut bibirnya mengembang samar.
Setelah menutup telepon, Jiang Yu Mian baru yakin Lu Yan Chen telah datang ke Ningcheng.
Sebenarnya sebelumnya dia pernah menduga, tapi tidak bertanya.
Seperti dulu, pasti akan menyelidiki secara tidak langsung sampai akhirnya "memahami" bahwa beberapa hal tidak boleh terlalu ikut campur, baru bisa perlahan-lahan melepaskan.
Hanya saja tidak mengira, Lu Yan Chen akan meneleponnya.
Jiang Yu Mian duduk bersila di ranjang, membiarkan pikirannya kosong beberapa detik sebelum kembali mengambil ponsel.
Daftar kontak masih sepi, rekaman pesan L bertahan di posisi pertama seperti saat pertama kali dipindahkan ke atas.
Selama dua tahun dipisahkan, dia tidak pernah membuka kotak pesan. Baru sekarang, setelah diperiksa seksama, baru sadar Lu Yanchen mengganti foto profil.
Dia ingat, sebelumnya foto profil yang digunakan Lu Yanchen didominasi ruang kosong. Harus diperbesar baru terlihat lapisan kabut abu-abu tipis di atasnya, gradasi warna yang ilusif dan dingin.
Kali ini berbeda. Gambar kecil profil terlihat seperti kembang api yang sedang mekar. Setelah dibesarkan, baru jelas bahwa gumpalan awan bercahaya warna-warni itu menyerupai sayap kupu-kupu——ngc6302 "Nebula Kupu-Kupu".
Foto profil nebula yang berbinar membara, sama sekali berbeda dengan masa lalu.
Jiang Yumian merebahkan diri, membalikkan badan, lalu terjatuh di ranjang sambil melipat kedua kakinya yang bergoyang-goyang ringan.
L: Selamat malam, sampai jumpa besok.
Mie Mie: Selamat malam~ Sampai ketemu besok ya.
*
Merek perhiasan kreasi Nyonya Song termasuk peringkat teratas di dalam negeri. Jarang diadakan pesta ulang tahun besar seperti ini, tak peduli dekat atau jauh hubungannya, yang punya waktu pasti ingin ikut meramaikan.
Pesta dimulai pukul enam sore. Jiang Yu Mian datang lebih awal bersama keluarga Song. Ketika ada yang bertanya, Nyonya Song akan menggandeng tangannya dan memperkenalkan dengan lapang dada: "Ini anak angkatku, Jiang Yu Mian."
Mendengar nama itu, seseorang dalam kerumunan teringat: "Aku mengenalinya. Sepertinya dia yang baru-baru ini memenangkan penghargaan Ilmu Komputer internasional, cukup viral di internet."
Sambil berbicara, orang itu membuka telepon genggam untuk mencari. Sosok dan namanya cocok. Penampilan aslinya jauh lebih memukau dibanding video atau foto.
Gaun satu bahu sempurna menampilkan proporsi tubuh gadis yang ramping. Tali bahu ramping bertabur kristal air fragmen-fragmen remeh. Hampir tidak ada hiasan lain pada gaun hitam ini, hanya bunga korsase mawar di tulang selangka kiri sebagai aksen.
Yang paling menarik perhatian adalah kalung desain unik di lehernya. Saat dia melintas, gambaran muncul di benak orang-orang - mawar yang mekar di tengah malam, helaian rok hitam yang berkibar dalam cahaya.
Berkat perkenalan Nyonya Song, banyak yang mulai mengingat Jiang Yu Mian.
Tentu saja, ini tak lepas dari pekerjaan Song Junlin.
Terakhir kali Jiang Yu Mian memimpin tim memenangkan kompetisi superkomputer, netizen semua memujinya sebagai pembawa kehormatan negara. Song Junlin tiba-tiba merasa bangga "gadis jenius pembawa kehormatan negara itu adikku", sejak itu pada setiap orang dia berkata: "Lihat? Itu adikku, pemenang penghargaan internasional."
"Cis, bukan saudara kandung juga." Tak jauh dari situ, Lu Xi menyandar di pilar, mencemooh tingkah Song Junlin yang tak tahu malu.
Song Junlin melihatnya, mata langsung memerah setiap kali bertemu: "Lu Er, kau ngapain di sini?"
Lu Xi mengangkat bahu: "Orang keluargaku dibohongi sama kalian Song, aku harus jaga."
Song Junlang langsung waspada: "Jangan-jangan kau mau mengacau balai lelang?!"
Lu Xi maju selangkah, menepuk bahunya dengan bijak: "Song Er, jangan kekanak-kanakan."
Song Junlin: "?"
"Dengar nggak omongannya? Mana ada orang normal ngomong gitu!"
Pertanyaan serupa dilontarkan Song Junlin ke Jiang Yu Mian.
“Kak Junlin, kalian sudah bertengkar bertahun-tahun, belum bosan juga ya.”
Song Junlin mengerutkan pelipisnya: “Aura kami tidak cocok, seumur hidup akan bermusuhan.”
Jiang Yu Mian mengangguk setengah paham: “Kau masih ingin seumur hidup bersama dia ya.”
Song Junlin menepuk ubun-ubunnya sendiri: “Janganlah membohongi orang seperti ini.”
Jiang Yu Mian memandangi gaya rambutnya yang ditata rapi, tiba-tiba memahami alasan Lu Yan Chen selalu mengelus kepalanya. Dari segi psikologis dan pengalaman hidup, benar-benar terasa seperti orang yang lebih tua memandang junior.
Saat Jiang Yu Mian sedang memikirkan kata-kata penghibur, Song Junlin tiba-tiba tersenyum melihat layar ponsel: “Kak Juan datang, aku akan menjemputnya.”
Begitu Song Junlin pergi, dia berbalik dan bertemu dengan si kekanak-kanakan lainnya.
“Jiang Yu Mian.” Suara Lu Xi tiba-tiba terdengar dari belakangnya.
“Lu Xi, kau juga datang.” Sepertinya hubungan Lu Xi dan Song Junlin cukup baik, hingga membuatnya dengan ikhlas datang ke Ningcheng untuk menghadiri pesta ulang tahun Nyonya Song.
Lu Xi membalas "ya", tiba-tiba kehilangan kata-kata.
Pasca kompetisi besar itu, informasi yang dibocorkan netizen memberinya tekanan. Sun Bing membongkar pikirannya: "Kak Xi, gadis yang kau suka itu sendiri sudah hebat. Kalau tak proaktif mengejar, mungkin kau akan didahului orang lain."
Selama kuliah, setiap melihat lawan jenis di dekat Jiang Yu Mian ia selalu tak enak dipandang. Shen Qingbai jadi target utamanya. Saat itu ia masih asal-asalan, tak menyadari itu cemburu, sekaligus tak bisa mengakui perasaannya pada si kecil bisu yang dulu diremehkannya.
Melihat Shen Qingbai dan Jiang Yu Mian semakin dekat, gangguan isengnya ibarat menggaruk dari luar sepatu - sama sekali tidak berguna.
Sampai suatu hari, dia dikenal publik, semakin banyak yang menyukainya. Jika tidak segera bertindak, segalanya akan terlambat saat dia menerima orang lain.
Setelah berhari-hari merenung di rumah, Lu Xi berencana menunggu Jiang Yu Mian kembali dari Ningcheng untuk mencari kesempatan mengungkapkan perasaannya.
Sun Bing menegurnya: "Ada banyak orang berbakat di pesta ulang tahun itu. Seandainya bertemu jodoh yang cocok, api bertemu jerami... Saat kau temukan waktu yang tepat, anak mereka sudah bisa beli kecap."
Sun Bing mengingatkannya: Untuk mendapat simpati, pertama-tama harus menahan sifat dan mengendalikan mulut yang jadi bahan tertawaan.
Lu Xi mencari-cari cara menyenangkan hati gadis di pikirannya, namun pikirannya kosong. Begitu dipaksakan merangkai kata, lidahnya langsung kelu bahkan sulit berkomunikasi normal.
Setelah lama menunggu tanpa hasil, Jiang Yu Mian menerima SMS dari Nyonya Song. Dia melambai ke Lu Xi: "Ibu angkat memanggilku, aku duluan ya."
Gadis itu pergi blak-blakan, meninggalkan Lu Xi yang nyaris gila di tempat.
Ide bodoh yang dikeluarkan Sun Bing membuatnya sama sekali tidak bisa bicara normal di hadapan Jiang Yu Mian.
Nyonya Song sengaja ingin membuka jalan untuk Jiang Yu Mian dengan memperkenalkannya pada banyak orang.
Menjelang pukul setengah delapan, Nyonya Song menyadari putranya menghilang: "Pesta akan segera dimulai, Junlin tidak tahu kabur ke mana, teleponnya juga tidak diangkat."
Jiang Yu Mian menenangkan: "Dia sebelumnya bilang mau menjemput teman, aku akan cari."
Nyonya Song berpesan: "Baik, kalau sudah ketemu, kalian berdua langsung ke sini."
Dengan amanat tersebut, Jiang Yu Mian bertanya pada beberapa orang dan mendapat kabar Song Junlin ada di balkon luar.
Di hadapan Song Junlin berdiri seorang pria berkemeja biru, keduanya sedang mengobrol dengan raut wajah berbahagia.
Bukan maksudnya menguping rahasia orang, tapi suaranya Song Junlin terlalu keras sampai tertawa terbahak-bahak menyebutkan kata "pegunungan salju".
Jiang Yu Mian menunggu beberapa saat di balik jendela lantai.
Justru pria itu yang pertama kali menyadari kehadirannya, mengingatkan Song Junlin.
Song Junlin menoleh ke belakang, lalu berjalan mendekat.
Jiang Yu Mian menyampaikan maksud kedatangannya: "Kak Junlin, Ibu angkat memanggilmu untuk menemuinya."
Song Junlin mengangguk "Oh", lalu menoleh dan saling memperkenalkan keduanya:
"Perkenalkan, ini adik perempuanku Jiang Yu Mian."
"Ini teman yang pernah kubicarakan - saudara seperjuangan yang mengajariku fotografi, Yan Juan."
Nama ini sebenarnya sudah familiar bagi Jiang Yu Mian dari cerita Song Junlin, juga sedikit terdengar di Jingcheng. Pertemuan langsung ini membuktikan kesan menakjubkannya.
Senyum mengembang di wajah pria itu, pupil berwarna tehnya sulit dilupakan.
Seluruh aura tubuhnya bagai angin lembut yang menyapu.
Setelah basa-basi singkat, Jiang Yu Mian tak berlama-lama tinggal.
Kedua saudara ini berjalan berdampingan. Song Junlin menyangga dagu dengan kedua telapak tangan terbuka, mata berbinar penuh semangat: "Dik, Kakak rasa temanku itu mungkin sedang jatuh cinta!"
“Jiang Yu Mian tidak mau mematahkan motivasinya, lalu bertanya: "Bagaimana kau tahu?"”
“Song Junlin menganalisis dengan ketat: "Dia bilang sebentar lagi mungkin akan main ski ke Ningcheng, minta aku siapkan beberapa barang."”
“"Main ski berarti pacaran?"”
“"Bukan! Dia minta yang berpasangan, kasih aku daftar."”
“Song Junlin menggerutu, sangat meyakinkan: "Pria yang telaten ke perempuan, kalau bukan keluarga ya pacar."”
“Jiang Yu Mian memberi opsi: "Seandainya teman?"”
“"Tidak mungkin!" Song Junlin tegas, "Kau pikir hubungan lawan jenis yang transfer energi spiritual itu ada persahabatan murni? Nanti pacarnya tidak cemburu?"”
“Jiang Yu Mian bertanya lagi: "Kalau belum punya pacar?"”
“Song Junlin bertepuk tangan: "Berarti dia mau mengubahnya jadi pacar lah."”
“Dialog yang berlanjut ini membuat Jiang Yu Mian teringat sesuatu, tanpa sadar menghentikan langkah.”
“Dia diam selama dua detik, tiba-tiba berkata: "Kakak, aku rasa kau cukup pintar."”
“Benarkah?” Song Junlin meraba kepala, tiba-tiba malu, “Aku juga selalu berpikir begitu.”
Pesta dimulai, Nyonya Song dan Tuan Song tampil bersama-sama, pasangan suami-istri yang saling mendukung dan tetap mesra seperti awal pernikahan ini membuat iri banyak orang dalam lingkaran kolektor.
Nyonya Song memperkenalkan sepasang anaknya di atas panggung, para hadirin berbisik-bisik membahas status Jiang Yu Mian. Begitu tahu prestasinya di usia muda, mereka akhirnya paham alasan Nyonya Song tak segan memuluskan jalan untuk anak angkatnya.
Saat menyampaikan ucapan selamat di atas panggung, pandangan Jiang Yu Mian tiba-tiba menyasar kerumunan - pandangan mereka bertemu dengan Lu Yan Chen secara tak terduga.
Ada orang yang tetap bersinar, entah saat berdiri di platform mandiri maupun tenggelam dalam lautan manusia.
Tepat saat pesta dimulai, para hadirin mengangkat gelas bersama. Jiang Yu Mian menerima gelas anggur merah yang diberikan pelayan, mengikuti gerakan Nyonya Song mengangkat tangannya.
Pria di bawah panggung mengangkat gelas dari kejauhan, tidak menghormati siapapun, hanya mendoakannya masa depan gemilang dan sukses terkenal.
-
Di sebelah kiri pesta terdapat restoran, kanan ada ballroom, alunan musik terus bergema, tamu undangan bisa memilih lokasi sesuai kebutuhan masing-masing.
Jiang Yu Mian turun dari tangga, sementara Lu Yan Chen menyelinap di kerumunan yang terus dihampiri orang untuk mengajak bicara.
Ia terlambat selangkah, Nyonya Song memanggil Jiang Yu Mian kembali, memperkenalkannya dengan pria muda lainnya.
Dalam keriuhan, diskusi tentang Jiang Yu Mian tak henti-hentinya, Lu Yan Chen mendengar mereka menyebut nama Shen Qingbai saat membicarakannya.
Ucapan seperti "Pasangan serasi, cocok sekali" dan sejenisnya.
Lu Yan Chen menggenggam erat gelas anggur, hampir hendak berdiri ketika pandangannya terhalang Lu Xi yang tiba-tiba muncul di samping.
"Kakak."
Baru saja pesta dimulai, tubuh Lu Xi sudah menyengat bau alkohol. Alis Lu Yan Chen berkerut halus: "Kenapa minum sampai begini?"
“Aku sengaja memaksa diri minum dua botol sampanye, tidak terlalu kelihatan memerah di wajah, tapi agak mabuk,” ujar Lu Xi dengan berani, “Kak, menurutmu kalau aku mengungkapkan perasaan ke si kecil bisu, probabilitas keberhasilannya besar?”
Lu Yan Chen mengangkat sorot matanya: “Kau menyukainya?”
“Aku juga tiba-tiba jadi paham. Aku ingin memanfaatkan hari ini untuk menjelaskan semuanya padanya, menurutmu bagaimana?” Minum-minum memang membuat berani. Selama ini sembunyi-sembunyi, akhirnya di hadapan sang kakak ia berani mengakui isi hatinya, berharap mendapat dukungan.
Lu Yan Chen menatapnya dalam kesunyian, menghindari pertanyaan: “Bau alkoholmu terlalu menyengat.”
Lu Xi langsung menunduk, mengangkat lengannya dan mengendus ke kiri kanan, “Iya sih agak kuat.”
Lu Xi kali ini bereaksi cepat, menoleh mencari Song Junlin: “Song Er, ada baju bersih nggak? Pinjam satu set.”
Dengan tenang Lu Yan Chen mengawasi bayangan yang menjauh itu, dadanya bergelombang. Ia mengangkat gelas di tangannya dan meneguk habis isinya.
Ia menolak semua gangguan, melintasi kerumunan seperti pisau yang menembus kabut.
Saat ujung rok hitam menyentuh kelopak mata, Lu Yan Chen menariknya, berlari menuju dance floor.
Semua ini terjadi terlalu tiba-tiba, Jiang Yu Mian sepenuhnya digiring, sampai berhenti di tengah-tengah dance floor baru mendapat kesempatan bernapas.
Dengan kebingungan ia memandangi pria di depan mata: "Ada apa?"
Pria itu menyembunyikan emosi yang hampir terkuak, menunduk mendekati samping telinganya: "Mianmian, tolong bantu."
Saat dia berbicara sedekat ini, pangkal telinga Jiang Yu Mian tiba-tiba lunglai: "Ka...Kau, katakanlah."
Dia mengangkat kepala, telapak tangan menempel di punggung pinggangnya, "Temani aku menari."
Ternyata permintaan seperti ini.
Hangat di pinggang melonjak cepat, Jiang Yu Mian merasakan geli dari dadanya: "Ken...Kenapa sih?"
Lu Yan Chen berbisik sinis: "Nanti kuberi tahu alasannya, boleh?"
Setiap kalimatnya bertanya, Jiang Yu Mian sama sekali tidak bisa menolak: "……Baik."
Lu Yan Chen mengelus kepala gadis itu. Untuk anak sebaik dia, tentu takkan kuberi tahu alasannya: karena tak ingin melihatnya begitu akur dengan pria lain, tak mau mendengar betapa serasinya dia dengan orang lain, apalagi... membiarkan Lu Xi mengungkapkan perasaan padanya.
Jiang Yu Mian hanya mempelajari gerakan dansa sederhana untuk keperluan protokol sosial. Lu Yan Chen sengaja menyesuaikan gerakannya, pandangannya tak pernah lepas dari sosok itu.
Hari ini rambut panjangnya dibentuk bergelombang gebu. Dua sisi kepang diikat ke belakang, menyisakan dua helai rambut pendek yang melingkar di sekitar telinganya.
Sorot mata Lu Yan Chen tertahan di bawah leher pucatnya: "Kalung yang kau kenakan hari ini sangat khusus."
Gadis yang dipuji itu tersenyum manis: "Hadiah dari Ibu angkat."
Lu Yan Chen menunduk bertanya: "Yang aku beri, pernahkah kau kenakan?"
Dia diam seribu bahasa.
Lu Yan Chen mengangguk adil: "Tak apa."
Setelah ragu sejenak, Jiang Yu Mian akhirnya menjelaskan dengan sungguh-sungguh: "Bukan karena tak menyukainya."
Alasan tidak memakai hadiah dan tidak membuka hadiah, Lu Yan Chen menyadari sepenuhnya: "Aku tahu, jadi tidak apa-apa."
Setelah satu tarian usai, keduanya perlahan menghentikan langkah yang diputar-putar, Jiang Yu Mian menyangganya untuk beristirahat.
Pria muda yang tidak tahu diri itu mendatangi mereka berdua, tak lain adalah "bakat muda berbakat" yang baru saja diperkenalkan Nyonya Song kepada Jiang Yu Mian.
Ada yang mendekat, Jiang Yu Mian melepaskan tangan yang semula berada di lengan Lu Yan Chen.
Lu Yan Chen melirik, dengan halus mengusap-usap jam tangan birunya.
Pemuda itu mengundang Jiang Yu Mian untuk menari, Jiang Yu Mian refleks menatap orang di sebelahnya.
Pemuda itu kemudian berpaling ke Lu Yan Chen, "Tidak tahu apakah Tuan berkeberatan untuk bertukar partner?"
Lu Yan Chen membentuk senyum di bibir: "Tidak kecewa."
Namun saat Jiang Yu Mian hampir terlewat, Lu Yan Chen tiba-tiba meraih pergelangan tangannya, menariknya kembali ke samping, menyatakan klaim kepemilikan dalam keheningan, "Mungkinkah?"
Tidak kecewa, mungkinkah?
Nada bicaranya yang tersenyum seolah mengejek kebodohannya.
Tapi ia benar-benar tak punya bukti, karena pria itu selalu berlagak dengan wajah lembut, tak ada celah kelemahan yang terlihat.
Jiang Yu Mian dengan sopan menolak undangan pemuda itu.
Pemuda itu pergi dengan kecewa.
Jiang Yu Mian menoleh menunjuk Lu Yan Chen: "Kau aneh malam ini."
"Benarkah?" Ia mengangkat tangan menyangga dahinya, "Mungkin terlalu banyak minum."
Jiang Yu Mian langsung percaya: "Ada ruang istirahat di lantai atas."
Lu Yan Chen dengan senang menerima usulannya: "Bisa tolong antarkan aku kesana?"
Jiang Yu Mian berpikir sejenak, mengangguk setuju, lalu pergi mengambil telepon genggam dan kartu kamarnya.
Keduanya masuk melalui pintu lift sebelah kiri. Saat pintu lift tertutup, lift sebelah kanan berbunyi terbuka, menampilkan Lu Xi yang baru selesai ganti baju.
Mengingat terbatasnya kamar istirahat khusus, Jiang Yu Mian langsung membawanya ke kamar yang disiapkan Keluarga Song untuknya: "Kak Yan Chen, istirahatlah di sini."
Jiang Yu Mian mengamati kamar sekali putaran, bersiap meninggalkan, namun melihat Lu Yan Chen menyandar di pintu dengan lengan terlipat, "Baru saja kau tanya, mengapa aku mengundangmu menari."
Tanpa diungkit pun sudah lupa, tersulut lagi minatnya, Jiang Yu Mian mendekatkan telinganya: "Mengapa?"
Tak kunjung mendapat jawaban, teleponnya berdering.
Refleks Jiang Yu Mian mengambilnya, nama Shen Qingbai serasi sempurna muncul di atas layar.
Ada yang mengundangnya menari, ada yang menanti pengakuannya, bahkan ada yang melalui layar saja tetap merindukan.
"Aku jawab telepon dulu ya." Jiang Yu Mian menggoyang-goyangkan ponsel sebagai isyarat, saat berbalik pergi, ponsel itu direbut secara tak terduga.
Paniknya menoleh, kalung mawar yang terjulur di dada tersangkut kait jari, tarikan halus membuat tubuhnya terhuyung ke depan.
Lu Yan Chen menutup telepon, berbisik sinis bernada ambigu: "Prinsip siapa datang dulu dilayani lebih dulu, bukan? Mianmian belum selesai mendengar, tak bisa menjemput telepon orang lain."
“Tapi itu telepon yang tiba-tiba masuk, sementara kamu ada di hadapanku.” Suara Jiang Yu Mian gemetar, kalung masih terkunci di tangan Lu Yan Chen, dia tak bisa kabur.
“Kamu benar.” Bola mata hitam legam pria itu menatap tajam, membawa nafsu yang tak tersamarkan.
Tubuh mereka menempel sempurna hanya terhalang baju tipis, bahkan Jiang Yu Mian yang paling tak peka pun mulai merasakan suasana yang mencekam.
Dia mencoba menggeser tangan yang mengait kalungnya, tapi pihak lawan dengan tegas menolak melepas.
“Lepaskan, lepaskan aku.”
Suara merdunya yang lembut bagai madu itu terdengar lebih seperti rajukan manis di telinga.
Lu Yan Chen memenuhi permintaanya dengan menjauhkan jari, namun saat gadis itu mulai lengah, langsung menyambar bibir yang telah lama diidamkannya.
Pikiran Jiang Yu Mian kacau balau, jantungnya berdebar kencang, tangan gemetar mencengkeram baju pria itu.
Saat hendak menarik diri, sang pria sudah mengunci kepalanya dengan satu tangan, sementara tangan lainnya ⬡ mencengkeram pinggangnya.
Pria yang tenang akhirnya kehilangan kesabaran, tak mau lagi menemani aktingnya. Semakin dia menolak, cengkeraman tangan itu semakin kuat.
Getaran kedua telepon genggam membuat Jiang Yu Mian refleks membuka mulut, pria itu langsung memasuki mulutnya.
Dalam dering yang familiar, aura mereka menyatu.
Perasaan asing namun ajaib menyerang otak Jiang Yu Mian. Rasionalitasnya tertelan sementara, ujung lidahnya melengkung gemetar.
Pria itu menangkap reaksinya, senyuman samar muncul di sudut matanya sambil mengajaknya berdansa.
Saat Jiang Yu Mian terjebak hampir terengah-engah, Lu Yan Chen akhirnya mengangkat kepala, mengembalikan kebebasannya bernapas.
Tapi pegangan di pinggang dan belakang kepala tak dilepas. Detak jantungnya tak kunjung tenang, "Lu Yan Chen, kau mabuk!"
"Mianmian." Jari-jari Lu Yan Chen dengan lembut menyelusuri ujung rambutnya, "Aku tak pernah sesadar ini."
Jiang Yu Mian menatap ke atas, napasnya ikut menggigil.
Dia menatap pandangan tajam pria itu, bertanya kata demi kata: "Mengapa, menciumku."
"Masih belum paham?" Lu Yan Chen melepas bunga korsase di tulang selangkanya, di bawah tatapan sadarnya, mencium kupu-kupu pink yang sedang mengembangkan sayap itu.
"Aku tergiur padamu."
Catatan Penulis:
Cepat cepat cepat!!
《Kalah dari Tergiur》 Hanya butuh beberapa suara lagi untuk mencapai posisi pertama!! Tolong harta karunku buka halaman keterangan dan beri satu suara ya, hanya butuh beberapa detik, berakhir di akhir September, cukup sekali saja!
Bab ini sudah direvisi beberapa kali, aku menulis selama dua hari penuh, akhirnya bisa makan permen!
Bagikan hari ini: Pemburu paling ulung, seringkali muncul dalam bentuk mangsa~
