Kelopak bunga mencium kupu-kupu, sayapnya bergetar, mengeluarkan napas gemetar.
Akhirnya kehilangan tenaga, terjatuh di hamparan bunga.
Tangan yang menjepit kepala itu akhirnya mundur, Lu Yan Chen menyangga leher belakangnya, merambat perlahan.
Pria itu membungkuk di dekat telinganya, terengah-engah lembut: "Mianmian kecil, detak jantungmu sangat cepat."
Sepertinya dia berkata: Frekuensi ketertarikanmu, berubah karena aku.
"Tidak, Bukan……"
Dengan tegas menolak mengakui, segera menerima hukuman.
Sensasi basah yang menggelitik membuat seluruh tubuhnya gemetar, Jiang Yu Mian benar-benar tak bersuara, namun suaranya yang memerahkan wajah terus keluar di luar kendali.
Kamar tidak menyala pemanas, tapi dia sama sekali tidak merasa dingin. Hatinya seperti terbakar api, tubuhnya perlahan meleleh menjadi genangan air.
Lu Yan Chen membujuk dengan lembut, meraih tangan lembut itu dan menekannya ke pinggangnya sendiri.
"Kehilangan keseimbangan?"
"Boleh memelukku."
Telapak tangan menempel erat di otot perutnya yang kekar, Jiang Yu Mian hampir menurut untuk merangkulnya kuat-kuat. Di momen krusial, dia sadar kembali dan mendorongnya: "Lu Yan Chen, jangan perlakukan aku tidak adil lagi."
Tenaganya terlalu lemah, sama sekali tak bisa menggerakkannya sedikit pun. Lu Yan Chen tetap menghentikan gerakannya, menatap matanya dengan serius: "Bukan memperlakukanmu tidak adil, tapi menyukaimu."
Jiang Yu Mian memalingkan kepala, menolak menatapnya: "Aku tahu alasanmu. Barusan di bawah, lelaki itu mengundangku menari. Kau tidak senang, benar?"
Pertanyaannya langsung menohok ke inti permasalahan. Lu Yan Chen berhenti sejenak, lalu mengakui: "Mianmian memang pintar."
Jiang Yu Mian menunduk, mengedek pelan: "Aku tahu kau punya keinginan menguasaiiku, tapi keinginan menguasai bukanlah cinta."
Dia bukan orang bodoh. Meski Lu Yan Chen biasanya menyembunyikan sifat dominannya dengan baik, detail-detail kecil tak bisa ditutupi. Pria rasional ini sudah lama memiliki keinginan menguasai terhadapnya.
Sudut mulutnya yang biasanya melengkung kini rata: "Bagaimana kau tahu, bukan karena menyukai lalu muncul keinginan menguasai?"
“Saat itu bukankah kau juga menganggap, rasa suka saya padamu hanyalah efek jembatan angkat?” Jiang Yu Mian menatapnya, "Situasi seperti tadi, siapapun pasti tak bisa tenang bagai air yang diam, keliru mengira detak jantung berpacu sebagai ketertarikan, prinsipnya sama."
"Kau juga pernah bilang, boleh tidak menyukai, tapi tak bisa menyangkal perasaan pihak lain." Lu Yan Chen menggunakan ucapannya sendiri untuk memojokkannya.
Jiang Yu Mian terdiam sejenak, menggigit bibir: "Baik, sekalipun begitu, terserah kalau kau merasa suka."
Ia mundur dua langkah, keluar dari lingkaran kepungannya, menegaskan dengan tegas: "Lagipula, saya hanya menganggapmu sebagai kakak."
Lu Yan Chen menyandarkan punggung ke pintu, memutar-mutar bunga korsase mawar yang baru dilepas dari tulang selangkanya, menoleh padanya: "Kakak yang akan menciummu?"
"Kau!" Jiang Yu Mian membelalakkan mata, tak menyangka Lu Yan Chen juga bisa bersikap seperti penipu.
Perasaan kesal berkumpul di hatinya, ia mengulurkan tangan dengan geram: "Kembalikan telepon genggam saya."
Lu Yan Chen tersenyum tipis, dengan patuh menyerahkan barang tersebut.
Pria ini tidak mengikuti skenario yang biasa, Jiang Yu Mian sama sekali tak bisa menebak tindakan selanjutnya, matanya berputar-putar penuh kecurigaan sebelum ia berbalik badan.
Total ada dua panggilan tak terjawab, masing-masing dari Shen Qingbai dan Lu Xi.
Melihat gaya Lu Yan Chen, jelas ia tak bisa menelepon di dalam kamar. Jiang Yu Mian berbalik, menunjuk pintu: "Minggir."
Gadis itu mulai kesal. Lu Yan Chen tak mau memperkeruh situasi, menggeser tubuh dari ambang pintu. Saat Jiang Yu Mian meraih gagang, tiba-tiba ia berseru: "Tunggu."
Lu Yan Chen menoleh sebentar, pandangannya tertuju pada bibirnya, "Lipstikmu terkontaminasi."
Jiang Yu Mian refleks menutup mulut. Melihat tisu di meja teh ruang tamu, ia buru-buru mengambil dua lembar untuk mengeringkan sudut bibir. Kertas putih bersih itu ternoda merah, hampir habis.
"Masih belum bersih." Lu Yan Chen menyambar tisu, menjepit salah satu sudutnya untuk membersihkan area tepat di bawah bibirnya.
Gadis itu sangat patuh, baru saja mengeluh bahwa dia tidak seharusnya menindas orang, sekarang diam berdiri di hadapannya, tak menghindar atau membuat keributan.
Jarak mereka sangat dekat, Lu Yan Chen bisa melihat bulu matanya yang bergetar, seperti kuas kecil yang perlahan menyapu kelopak mata bawah, sunyi tak terkira.
Lu Yan Chen menurunkan suaranya: "Maaf, telah menciummu tanpa izin."
Jiang Yu Mian mengerutkan bibirnya, menghindari pandangan: "Jangan lakukan ini lagi nanti."
Lu Yan Chen masih memegang tisu bernoda cap merah itu, pandangannya mengikuti gerakannya: "Tidak menyalahkanku?"
Jiang Yu Mian memejamkan mata sebentar, "Menyalahkanmu lalu bagaimana? Apa aku harus menggigit balik?"
Lu Yan Chen terdiam sejenak: "Jika kau mau, bukan tidak mungkin."
Alisnya berkerut, jelas akan marah lagi.
Lu Yan Chen segera memperbaiki situasi: "Beri aku kesempatan untuk meminta maaf?"
Dengan nada marah dia menjawab: "Tidak."
Lu Yan Chen melakukan introspeksi serius di hadapannya: "Seharusnya tidak menyangkal perasaanmu, juga tidak seharusnya baru menyadari perasaanku sendiri di saat segini malam. Tapi Mianmian, aku tidak akan sembarangan menumbuhkan keinginan menguasai terhadap siapa pun, apalagi melakukan hal semacam itu padamu hanya karena keinginan menguasai."
"Perlakuan ku padamu seperti itu hanya bisa berasal dari cinta antara pria dan wanita." Bukan sekadar keinginan menguasai seorang kakak terhadap adik.
"Kau bilang suka ya suka saja, aku cuma menganggapmu sebagai kakak!" Dengan berkeras ia menyatakan, tak peduli reaksi Lu Yan Chen, meraih erat-erat telepon genggam lalu keluar terburu-buru.
Meninggalkan ruang yang telah diinvasi oleh aura kuat Lu Yan Chen, Jiang Yu Mian menghela napas panjang. Ia melirik ke arah kamar sesaat sebelum buru-buru masuk ke lift.
Dinding lift yang mengilap memantulkan sosoknya. Baru sekarang Jiang Yu Mian menyadari, cap kupu-kupu di bawah tulang selangkanya tak bisa disembunyikan.
Tadi Lu Yan Chen melepas bunga mawar korsase-nya. Karena lari terlalu cepat, ia sama sekali tidak ingat.
"Ding——"
Pintu lift perlahan terbuka, ada yang berdiri di luar, Jiang Yu Mian refleks menutup cap kupu-kupu dengan tangan.
Dia bersiap menunggu lift berikutnya untuk kembali mengambil, tapi bahunya tiba-tiba ditepuk: "Si kecil bisu."
Mendengar panggilan itu, tak perlu melihat pun tahu siapa, Jiang Yu Mian dengan kesal membalas: "Kau yang bisu!"
Lu Xi panik: "Kau habis meledakkan bahan peledak?"
"……" Sebagai orang dewasa, Jiang Yu Mian cepat menenangkan diri, "Tidak, cuma kaget karena tiba-tiba ditegur."
Lu Xi tak curiga, baru menyadari gerakan tangan kanannya yang menutupi dada, penasaran bertanya: "Kenapa kau menutupi situ?"
"Eh……" Jiang Yu Mian mengalihkan topik dengan samar, "Ngomong-ngomong telfonku tadi ada perlu apa?"
"Ah……" Sekarang giliran Lu Xi yang panik.
Dia awalnya menyiapkan emosi, ingin memanfaatkan efek anggur untuk langsung terjang, namun hasilnya naik turun tangai berganti baju, plus mencari Jiang Yu Mian ke sana kemari - semua prosedur ini telah mengikis suasana itu sejak lama.
Masa iya dia berdiri di pintu lift, menyatakan perasaan pada Jiang Yu Mian di bawah sorotan semua orang?
Jiang Yu Mian mengangkat dagunya sedikit: "Hari ini kau aneh."
Selalu tiba-tiba muncul di hadapannya, tapi saat ditanya ada keperluan apa, Lu Xi langsung pura-pura bisu.
Lu Xi mengusap ujung hidungnya, saat itu pintu lift sebelah terbuka - Lu Yan Chen keluar dari dalamnya.
Jiang Yu Mian melihat bunga di tangan pria itu. Saat Lu Yan Chen melewati sampingnya, keduanya dengan menyerahkan sesuatu.
Jiang Yu Mian pergi ke toilet memasang bunga korsase, selagi ini menelepon kembali Shen Qingbai tentang proyek penelitian yang ingin diundang oleh mantan pembimbing mereka.
Jiang Yu Mian。
Jam setengah sepuluh, pesta bubar. Jiang Yu Mian pulang ke Keluarga Song bersama Nyonya Song.
Lu Yan Chen mengirim pesan menanyakan kapan Jiang Yu Mian akan kembali ke Jingcheng. Jiang Yu Mian meliriknya, meletakkan telepon tanpa membalas.
Telepon tidak diangkat, pesan tidak dibalas.
Menunggu hingga pukul dua belas malam, telepon tetap sunyi. Lu Yan Chen akhirnya yakin: ini disengaja.
Gadis kecil itu tampak lembut, tapi dendam dalam hatinya lebih sengit dari siapa pun.
Tapi pada akhirnya, dia harus kembali bekerja.
Jiang Yu Mian hanya mengambil cuti sehari. Ditambah akhir pekan total tiga hari. Tiket pesawat yang dibelinya lebih awal terjadwal siang hari setelah pesta ulang tahun.
Memasuki ruang VIP, Jiang Yu Mian menyerahkan dokumen dan koper ke meja depan. Samar-samar terdengar suara familiar. Saat menoleh, pandangannya bertabrakan dengan kedua saudara keluarga Lu.
Jiang Yu Mian: "..."
Bukan cuma satu penerbangan sehari. Kok bisa ketemu begitu akurat?
Ketiganya duduk di ruang tunggu kecil yang sama, masing-masing menyimpan pikiran berbeda.
Jiang Yu Mian sengaja menghindari tatapan mereka, tapi jelas merasakan dua sorot mata yang menancap di punggungnya. Seketika merasa seperti duduk di atas duri.
“Bukan aku yang berbuatan buruk, ngapain harus bersalah!” Begitu pikir Jiang Yu Mian, pinggangnya langsung tegak lurus.
Tenggorokannya terasa kering, Jiang Yu Mian menutupi bibir sambil batuk kecil dua kali. Di seberang, kedua saudara Lu langsung berdiri.
Lu Xi melirik sang kakak, dalam hati mengagumi kebiasaan sang kakak yang selalu merawat orang lain tanpa cela——sangat layak ditiru.
Kali ini ia buru-buru bicara dengan alasan sempurna: "Tiba-tiba ingin minuman, kalian mau?"
Ternyata jawaban mereka berbeda.
"Tak perlu."
"Boleh."
"Tak perlu" dari Jiang Yu Mian, "Boleh" dari Lu Yan Chen yang sebenarnya ingin merawatnya. Tak disangka justru sang kakak yang butuh minuman. Janji sudah terucap, tak ada ruang kompromi. Lu Xi terpaksa menuju area minuman.
Kepergian Lu Xi mengubah ruang istirahat kecil itu menjadi dunia berdua.
Diam-diam Jiang Yu Mian mendekatkan ponsel ke wajah. Tiba-tiba sebuah tangan menyelinap, mengisolasi dirinya dari layar ponsel.
Lu Yan Chen dengan wajar duduk di sebelahnya: "Lihat ponsel tapi tak membalas pesan?"
"Apa iya?" Jiang Yu Mian pura-pura lupa.
Lu Yan Chen dengan tenang mengangkat ponselnya, memamerkan bukti di hadapannya.
Jiang Yu Mian membulatkan mulut "Oh": "Tak mau ngobrol dengan orang brenges."
Tak lama, Lu Xi kembali membawa dua gelas minuman: "Kak, minumannya."
Melihat Lu Yan Chen duduk di samping Jiang Yu Mian, Lu Xi sok jenius langsung menempati kursi di sisi lain sang gadis.
Kedua saudara mengapitnya bagai kepingan roti, Jiang Yu Mian tak nyaman mengusap leher belakangnya. Tiba-tiba ia teringat bayangan semalam saat tangan itu menekan tengkuknya, memaksanya melakukan berbagai hal. Cepat-cepat ia menarik kembali tangan ke pangkuan.
Lu Yan Chen merekam setiap gerak-geriknya, lalu berpindah ke seberang.
Tempat duduk trio berubah jadi duo, Lu Xi buru-buru minta sini pada Sun Bin sang master asmara yang masih di Jingcheng.
Setelah menerima pelajaran cara berpacaran, Lu Xi berbalik ke arah Jiang Yu Mian: "Apa itu... kau lapar?"
Sun Bing berkata, perempuan memperhatikan detail. Haus dikasih minum, lapar dikasih makan. Butuh apa, kasih apa.
Namun Jiang Yu Mian gelengkan kepala: "Nggak kok."
Lu Xi: "……"
Enggak mau minum atau makan, Lu Xi tidak bisa berbuat apa-apa.
Sun Bin sampai pusing mikirin dia: Kalau enggak ada kesempatan, ciptakan kesempatan. Usahakan tunjukkan keahlianmu di depan perempuan, biar dia lihat kelebihanmu.
Kelebihan yang jago, dia kan ahli olahraga. Tapi masa harus menyeret Jiang Yu Mian keluar lari atau main bola basket.
Melihatnya terus mengawasi ponsel, Lu Xi menepuk ubun-ubun: "Akhir-akhir ini ada permainan kecil yang sedang viral, sangat seru. Kau mau main?"
Usulan ini akhirnya menyentuh titik ketertarikannya: "Boleh dong."
Lagipula nunggu pesawat memang membosankan, main game bisa buat ngisi waktu.
Tapi pas dia buka halaman game, ponselnya terus bergetar. Satu per satu notifikasi bermunculan, membuatnya tidak bisa lanjut main game.
Jiang Yu Mian mengklik avatar Kupu-kupu Nebula, mengetik.
Mie Mie: Kekanak-kanakan!
L: Jangan marah.
Jiang Yu Mian: ……
Bagaimana bisa orang ini menjadi Penipu seperti ini? Sengaja mengirim pesan mengganggu permainannya, lalu menggunakan nada menghibur seseorang untuk menyuruhnya tenang.
Ia mengembungkan pipi sambil menghembuskan napas berat dari hidung, mengaktifkan mode tanpa gangguan notifikasi.
Tepat saat hendak keluar, Sheng Feifei mengirim pesan suara yang segera dikonversi Jiang Yu Mian ke teks.
Sheng Feifei: "Mianmian, kapan kamu kembali? Aku bingung memilih dua set hadiah untuk Lu Xi."
Kini pertengahan November, jarak ulang tahun Lu Xi masih hampir sebulan. Tiba lagi tahapan tahunan menemani Feifei memilih hadiah.
Maka hal pertama yang Jiang Yu Mian lakukan setelah tiba di Jingcheng adalah memenuhi janji dengan Feifei.
Seperti biasa, Feifei kembali membeli perangkat elektronik terbaru.
Jiang Yu Mian penasaran: "Feifei, kamu setiap tahun memberinya hadiah seperti ini, memang karena suka, atau obsesi?"
"Tidak tahu, sudah terlalu lama sampai tak bisa membedakan." Sheng Feifei menggesek kartu membayar, mengisi alamat dan meminta pedagang langsung mengirim barangnya.
Nanti menyandarkan lengan Jiang Yu Mian, berjalan sambil berkata: "Sebenarnya aku sudah sejak lama tidak berharap dia menyukaiku, kalau mau suka pasti sudah dari dulu, tidak sampai menunggu bertahun-tahun begini."
Melihat sikap santainya, Jiang Yu Mian menghubungkan dengan kondisi dirinya sendiri, agak berkunang-kunang: "Bagaimana kalau seandainya, dia sebenarnya sudah menyukaimu, tapi belum menyadarinya?"
Sheng Feifei menggelengkan kepala: "Cinta yang sebenarnya, walau tak diucapkan, pasti terpamer dari tindakan."
Banyak orang menganggap Sheng Feifei orang yang hanya memikirkan cinta, tapi di momen tertentu, dia justru terlihat sangat sadar.
“Menyukai Lu Xi ini sebenarnya tidak membuatku rugi, setidaknya saat mengejarnya aku sendiri merasa bahagia. Hidupku tidak akan berubah karena dia, juga tidak akan berhenti untuknya, hanya melakukan hal yang ingin dilakukan di waktu yang tepat.” Dia dengan sadar mengejar orang yang disukainya, dengan sadar melakukan hal yang diinginkannya, seperti mengajukan permohonan S2 ke luar negeri. Dia tidak akan mengubah jalur hidupnya hanya karena menyukai Lu Xi.
Usai berbelanja, Sheng Feifei menariknya ke restoran hotel untuk menikmati makanan enak.
Sejenak, Jiang Yu Mian merasa bahwa alasan Sheng Feifei mengajaknya memilih hadiah hanyalah kedok, sementara tujuan sebenarnya adalah menandai kehadiran di restoran cantik dan berfoto.
Sheng Feifei memilih sembilan foto tercantik untuk dipamerkan di circle friends. Setelah memamerkan kisi sembilan Gong, barulah dia mengambil pisau dan garpu.
Di bar, Li Hangchuan baru saja mendapatkan informasi kontak perempuan berbadan jalan iblis, sekaligus menemukan pembaruan Sheng Feifei: "Kak Xi, cepat lihat pembaruan circle friends Sheng Feifei!"
Lu Xi: “Sial, ada hubungan apa dengan aku kalau dia update?”
Li Hangchuan seperti besi yang tak bisa ditempa menjadi baja: “Dia bilang makan bersama teman, nggak tulis nama, tapi posting ikon domba.”
Sheng Feifei bukan pertama kali menggunakan "domba jinak" untuk merujuk Jiang Yu Mian, makanya Li Hangchuan langsung mengenali.
Mendengar ini, Lu Xi cepat-cepat mengambil telepon genggam membuka circle friends Sheng Feifei, berkepala-kepala dengan Li Hangchuan dan Sun Bing meneliti latar foto: “Restoran ini agak familiar, kayaknya di mal sebelah.”
Li Hangchuan sok jenius: “Kalau gitu kita ke sana sekarang, bikin ketemu sengaja.”
Sun Bing lebih banyak kekhawatiran: “Ini nggak baik deh, Sheng Feifei kan suka Kak Xi.”
Li Hangchuan mengangkat tangan: “Tamat, cinta segitiga.”
Lu Xi mengusap dagu merenung: “Memang benar ini masalah, gimana kalau klarifikasi dulu sama Sheng Feifei?”
“Cewek yang cemburu biasanya jadi pelit, seandainya Sheng Feifei tahu kau suka Jiang Yu Mian lalu bertengkar dengannya, bagaimana kalau dia malah melampiaskan amarahnya padamu?” Sun Bing menyarankan, “Menurutku lebih baik dekati dulu, jaga kestabilan Adik Mian, baru saat ada konflik dia akan setia mendukungmu.”
Setelah berdiskusi, ketiganya sepakat malam ini tidak boleh muncul, terpaksa melepas kesempatan sengaja bertemu Jiang Yu Mian.
Tak lama kemudian, Lu Yan Chen yang mengenakan mantel hitam tebal melangkah masuk ke restoran dan duduk di posisi tak jauh dari situ.
Saat Jiang Yu Mian menatap dan menyambar teko air untuk mengisi ulang, matanya tanpa sengaja menyapu ke depan dan melihat keberadaan familiar itu, air hampir tumpah.
“Feifei.”
“Hah?”
Jiang Yu Mian menaruh kembali teko air, bertanya: “Barusan ada yang nanya lokasi foto di circle friends-mu?”
Sheng Feifei tersenyum: “Gimana tau? Kakak Lu bilang tempat ini bagus, tanya alamatnya.”
“Oh.” Dia paham, separuh kebetulan separuh rekayasa, mungkin Lu Yan Chen ada di sekitar sini, makanya datang secepat ini.
Setelah jeda, Jiang Yu Mian makan dengan tidak fokus. Dia tahu tujuan kedatangan Lu Yan Chen. Saat dia dan Sheng Feifei pergi, Lu Yan Chen pun ikut serta.
Sheng Feifei dengan riang menyapanya: “Eh, Kakak Lu datangnya cepat sekali ya.”
Lu Yan Chen mengakui: “Kebetulan lagi di sekitar sini.”
Lift sampai, ketiganya masuk menggendong. Tiba-tiba datang sekelompok orang yang memaksakan diri masuk beramai-ramai sebelum pintu lift tertutup. Jiang Yu Mian yang berdiri di tengah refleks mundur, lengan kirinya tiba-tiba diraih seseorang.
Pria gemuk di lift mendorong ke belakang, hampir saja menabraknya. Secara tiba-tiba, seluruh tubuhnya diputar ke kanan.
Di posisi baru ini, dia menghadap dinding lift yang dingin, punggungnya menempel pada dada hangat yang terasa familiar.
Lengan kiri sudah dipegang, namun posisinya mengarah ke pinggangnya untuk mengurangi ruang yang ditempati. Di sebelah kanan, tangan kanan Lu Yan Chen menempel di dinding lift untuk mencegahnya bertabrakan dengan dinding.
Dia terkepung dalam pelukan, terisolasi dari segala bahaya.
Punggungnya menempel erat dengan jantung Lu Yan Chen, seolah merasakan denyutan jantung yang bergelora naik turun di belakangnya.
Tubuh terasa seperti digelitik.
“Dentang panjang——”
Pintu lift terbuka, Jiang Yu Mian refleks berbalik badan sehingga lengannya terlepas dari genggaman.
Lu Yan Chen menunduk memandangnya, "Belum sampai."
Dia menghentikan langkah.
Penumpang di lift berkurang sebagian, lalu datang gelombang baru. Mereka kembali terdesak ke sudut, kali ini kedua orang itu benar-benar berhadapan muka.
Ruang sempit, napas tak teratur, dan aura yang terjalin, langsung menarik kenangan Jiang Yu Mian kembali ke malam itu, seolah-olah begitu dia menunduk, akan mencium sayap kupu-kupu.
Sampai sebuah suara lembut berbisik di telinganya: "Sampai."
Pintu lift terbuka di sisinya, Jiang Yu Mian seperti terbangun dari mimpi, berbalik badan meninggalkan tempat yang membuat pusing itu.
Tiba-tiba terdengar suara Sheng Feifei yang mengeluh: "Sumpah serius pengap banget."
Rombongan orang tadi jelas bersama, langsung memenuhi lift.
"Mobil keluarga saya sudah datang, Mianmian kamu pulang naik apa?"
Lu Yan Chen lebih dulu menyahut: "Aku yang mengantarnya."
Keduanya menatap Jiang Yu Mian. Jiang Yu Mian mengangguk lembut, sementara Sheng Feifei membuat gestur "OK".
Hasilnya, begitu Sheng Feifei pergi, Jiang Yu Mian langsung menolehkan kepala dan pergi.
Lu Yan Chen melangkahkan kaki panjangnya, dengan cepat mengejar langkahnya: "Ke mana?"
Jiang Yu Mian tidak berhenti: "Naik taksi."
"Bukankah sudah disepakati, aku yang mengantarmu pulang?"
"Tadi menyetujui hanya agar tak merepotkan Feifei."
Di jalan raya, dua anak yang sedang bermain kejar-kejaran menabrak mereka. Lu Yan Chen menariknya dengan cepat ke dalam lingkup perlindungannya.
Seorang ibu mengejar dua anaknya sambil memarahi mereka, suaranya semakin menjauh.
"Mianmian, apa kau berniat terus menghindariku di masa depan?" Lu Yan Chen merangkul bahunya sambil menunduk di bawah lampu jalan, "Aku tak memaksamu menjawab. Hari ini kebetulan lewat daerah sini, ingin memastikan kau."
Bulu mata Jiang Yu Mian bergetar cepat dua kali, "Tidak kabur."
Pangkal telinganya memerah. Saat diajak bicara dengan lembut, sifat pemarahnya sulit muncul.
Melihat raut wajaknya mulai melunak, Lu Yan Chen menggunakan strategi mundur selangkah sambil menjaga jarak setengah langkah: "Hanya ingin mengantarmu pulang, tak ada maksud lain. Tanpa persetujuanmu, aku takkan melakukan apapun."
Ucapan ini terdengar sangat saleh, Jiang Yu Mian menatap pupil gelapnya yang dalam, wajahnya penuh keraguan: "Kau terlalu jahat, aku tak percaya."
"Baiklah, aku akan menemanimu naik taksi." Lu Yan Chen melunak, semua mengikuti keinginannya.
Jiang Yu Mian juga tak peduli rencana apa yang dia simpan, berbalik melihat arus lalu lintas. Dari kejauhan terlihat taksi dengan lampu merah menyala mendekat.
Tepat hendak melambaikan tangan, telinganya menangkap suara batuk di sebelah. Jiang Yu Mian tak kuasa menoleh, menyaksikan Lu Yan Chen menutupi bibirnya dengan tangan: "Ahem, batuk-batuk——"
Dada Jiang Yu Mian berdesir: "Kau sakit lagi?"
Senyum tipis mengembang di wajahnya, lebih mirip kepura-puraan: "Tak apa, belum sampai demam."
Catatan Penulis:
Mie Mie: Lu...
Mr. Lu: Ya, bagaimana kau tahu aku "sakit parah"
(Terlambat, bagi 60 amplop merah di kolom komentar~)
