Usai bertengkar, setelah meluapkan semua yang ingin dikatakan, barulah Jiang Yu Mian merasakan sedikit kelegaan.
Dia selalu bersikap sopan, jarang terlibat konfrontasi keras, apalagi sengaja melukai orang lain dengan kata-kata tajam yang menyakitkan. Namun kali ini, cara dan sikap Lu Xi benar-benar tak bisa dia terima.
Bagaimana mungkin dia berani!
Bagaimana mungkin memandang Lu Yan Chen dengan pandangan ambigu penuh kebencian?
Di seluruh dunia, dialah yang paling tidak berhak menuduh Lu Yan Chen.
Setelah memarahi Lu Xi, Jiang Yu Mian kembali ke kamar untuk mengompres mata. Takut orang lain curiga, dia beralasan sedang bekerja di kamar dan melarang siapa pun masuk mengganggu.
Jiang Yu Mian berdiri sebentar di depan wastafel. Mendengar dering telepon dari kamar tidur, dia mengeringkan jari lalu pergi menerima panggilan.
Itu telepon dari Shen Qingbai.
Begitu tersambung, suara panik penuh kepedulian langsung menyergap telinganya: "Mianmian, maaf aku baru tahu ada masalah di apartemen. Sekarang bagaimana? Apa kau baik-baik saja? Ada luka?"
Jiang Yu Mian menjawab berurutan: "Tidak apa-apa, aku baik-baik saja, juga tidak terluka."
Shen Qingbai adalah lulusan pascasarjana sambil bekerja, belakangan ini sedang berada di luar kota meneliti topik eksperimen bersama sang guru, kebetulan meloloskan diri dari kebakaran apartemen. Hanya saja ketika dia menerima kabar dari luar, sudah terlambat satu hari.
Mengetahui Jiang Yu Mian dalam keadaan selamat tanpa cedera, Shen Qingbai lega. Saat ini dia sedang kembali ke Jingcheng tanpa henti, mengemudi pun membutuhkan waktu enam jam.
Semua hal ini tidak diberitahukannya pada Jiang Yu Mian, khawatir gadis itu merasa dirinya merepotkan.
Saat melihat video Apartemen Jiajing dikepung kobaran dahsyat, Shen Qingbai tiba-tiba tersadar: dunia dipenuhi ketidaktahuan dan kecelakaan kecil, jangan sampai menyesal tiada tara ketika kehilangan itu benar-benar terjadi.
Dia harus kembali ke Jingcheng, kembali ke sisi Jiang Yu Mian, dan menyampaikan semua persepsi dan perasaannya!
Shen Qingbai mengemudi menerobos tirai hujan.
Enam tujuh jam kemudian, Shen Qingbai yang lelah duduk di kursi pengemudi. Memandang langit tengah malam, barulah dia tersadar: meski berhasil sampai kembali, mustahil bertemu dengannya di tengah malam seperti ini.
Keesokan harinya, Shen Qingbai menerima pesan singkat dari penanggung jawab Apartemen Jiajing yang meminta residen untuk mengambil sebagian barang hilang.
Lokasi kebakaran sementara dikepung, jejak kehidupan di beberapa kamar sudah musnah sama sekali, beberapa kamar masih tergolong utuh. Namun demi jaminan keamanan, sementara tidak diizinkan masuk sembarangan. Personel yang menangani kelanjutan memberitahu penduduk untuk mengklaim sebagian barang.
Jiang Yu Mian tak menemukan apa-apa, langsung murung: "Semuanya sudah tiada."
"Apa yang kau hilangkan? Aku akan menemanimu membeli yang baru, termasuk laptop dengan spesifikasi baru sudah kusuruh antar ke Vila Pegunungan Hijau."
"Bukan ini." Jiang Yu Mian menundukkan kepala lesu, "Hadiah darimu semuanya lenyap."
"Boneka salju hilang, sepatu luncur raib, kupu-kupuku juga menghilang." Harta benda yang hilang bisa ia abaikan, namun hadiah-hadiah ini dengan maknanya yang luar biasa, tak tergantikan.
“Ini hanya sebagian, mungkin kamarmu tidak rusak.” Lu Yan Chen juga tak berani menjamin barang-barang itu masih ada, berusaha menghibur: “Barang yang rusak, aku akan menggantinya dengan yang baru, setuju?”
Jiang Yu Mian menolak tanpa ragu: “Tidak, itu semua bukan yang dulu.”
“Aku akan memberimu yang baru.”
“Tidak mau.”
Lu Yan Chen terus menuruti: “Setelah masa pembatasan berakhir, aku akan menemanimu mencari, mungkin barang-barang itu masih ada.”
“Ya.” Jiang Yu Mian memaksa mengiyakan.
Saat mereka bersiap meninggalkan, seorang lansia membawa barang diangkat melewati mereka. Karena tumpukan terlalu tinggi, barang di puncak hampir jatuh. Lansia itu meminta bantuan: “Nak, bisa bantu ambilkan barang di atas?”
Pandangannya kebetulan mengarah ke Lu Yan Chen yang menggunakan tangan kiri yang tidak terluka untuk mengambil. Tak disangka sebuah barang di sebelah ikut terjatuh. Refleks Lu Yan Chen mengulurkan tangan kanan, namun saat menyentuh benda berat, lengan kanannya seperti kehilangan daya tahan dan terkulai lemas.
“Benda itu jatuh ke tanah dengan keras, dahi Lu Yan Chen dipenuhi keringat yang mengucur deras.”
Keadaan mendadak ini membuat Jiang Yu Mian panik, mereka buru-buru naik taksi ke rumah sakit untuk pemeriksaan. Dokter mengatakan saraf lengan Lu Yan Chen mengalami kerusakan, menyebabkan gejala lokal tak berdaya.
Saat lengan bajunya digulung, terlihat siku yang perlahan membengkak.
Jiang Yu Mian tak percaya: "Tapi kemarin dia masih baik-baik saja!"
“Tubuh manusia itu kompleks, tidak bisa disamaratakan. Tidak terasa saat itu bukan berarti tidak terluka. Menurut penuturannya, kemungkinan saat jatuh ke dinding terjadi benturan keras yang mungkin sudah merusak saraf lengannya. Belakangan ini harus banyak istirahat dan berkoordinasi dengan pengobatan.”
Dokter menjelaskan luka di tangan Lu Yan Chen lebih parah dari yang terlihat, perlu observasi selama terapi. Mendengar ini, hati Jiang Yu Mian sakit sekali.
Dia menahan tangis, tampil kuat dan rasional di hadapan dokter, mencatat dengan seksama semua hal yang perlu diperhatikan.
Kembali ke hadapan Lu Yan Chen, melihat tangan yang terbungkus itu, Jiang Yu Mian langsung tak tahan, "Bukannya kau orang yang rasional? Tidakkah bisa kau menunggu tim penyelamat profesional datang? Kenapa harus sok pahlawan sendiri."
Dengan wajah galak ia berteriak, tapi justru air matanya yang jatuh duluan. Tak berani langsung meringkuk dalam dekapannya, ia merebahkan kepala di lutut: "Sebenarnya... aku sangat senang kau datang mencariku."
"Tapi, aku lebih memilih diriku yang terluka daripada melihatmu terluka karenaku."
Ledakan di medan api yang nyaris merenggut nyawa, meski tahu bahaya, ia tanpa ragu menerobos masuk. Dengan erat ia melindunginya dalam dekapan tanpa cedera, sementara semua luka ditanggungnya sendiri.
Orang ini, mengapa tak mau sedikit pun mementingkan diri sendiri?!
Menyaksikan kacang emas terus berderai dari sudut matanya, Lu Yan Chen sama sekali tak menyebut lukanya. Malah mengulurkan telapak tangan kirinya yang masih bersih, dengan lembut mengusap pelupuk matanya: "Lumayanlah."
Bibirnya pucat, sudut mulut masih tersungging senyum tipis, sorot matanya yang menatap gadis itu teramat lembut: "Masih ada satu tangan lagi yang bisa mengeringkan air matamu."
Jiang Yu Mian menarik hidungnya sambil menahan getaran tangis, mengangkat tangan pria itu dan menempelkannya ke pipinya: "Aku takkan menangis lagi, akan kujaga diri baik-baik, juga merawatmu dengan sempurna."
Untuk mengamati situasi, Lu Yan Chen menginap dua hari di rumah sakit.
Mendengar kecelakaan ini, Qin Zhouyue menyambar dua bungkus rokok datang menjenguk sahabatnya.
Qin Zhouyue melempar dua bungkus rokok ke meja, Lu Yan Chen mengerutkan alis: "Aku sudah berhenti merokok."
"Kutahu kau berhenti, dua bungkus ini kubeli untuk kuhisap sendiri." Sambil berkata demikian, ia mulai membuka kemasan rokok, mengeluarkan pemantik api hijau pekat dari saku, lalu menyalakan sebatang rokok untuk menenangkan diri.
"Bertahun-tahun ini, baru pertama kali kulihat kau sesembrono ini."
Lu Yan Chen membahayakan nyawa menginjak gas, menerobos lampu merah - masalah ini ditekan oleh Kelompok Lu, tapi tetap saja kabar angin sampai ke telinganya.
“Bukannya kau selalu sangat……” Qin Zhouyue mengangkat tangan, memikirkan beberapa kata untuk mendeskripsikan, “stabil dan tenang, rasional, Bukan begitu?”
“Rasional?” Lu Yan Chen duduk di ranjang, buku tergenggam di tangannya, ekspresinya datar, “Belum tentu.”
Jika benar-benar rasional, seharusnya setelah menyelidiki kebenaran di balik luka Jiang Yu Mian, dia menganggapnya sebagai tugas yang selesai lalu mengarsipkannya tanpa emosi. Bukan malah terus mengirim hadiah dengan gigih setelahnya meski sang gadis sudah mengucapkan selamat tinggal.
Hadiah-hadiah yang sarat makna itu memuat ikatan yang tak terungkap dengan kata-kata.
Qin Zhouyue menjepit rokok di antara jari, ibu jarinya mengusap pelipis.
Konon demi menyelamatkan Jiang Yu Mian, dia nekat memanjat jendela sampai hampir membuat tangannya cacat. Pengorbanan heroik demi cinta seperti ini pasti membuat orang lain bertepuk tangan dan berdecak kagum "Sungguh pemberani!" Tapi sebagai saudara, tentu dia lebih membela Lu Yan Chen.
“Kukira pengakuanmu bahwa kau menyukai Jiang Yu Mian sudah merupakan hal yang luar biasa, tak disangka demi dirinya kau bahkan rela mengorbankan nyawamu sendiri.”
Cinta sebagian orang, di balik ketenangan permukaan, hati sebenarnya telah menggelora dahsyat.
Lu Yan Chen adalah tipe manusia seperti itu.
Dia tenang dan menyimpan kedalaman, takkan mengumbar perasaan suka itu, namun diam-diam telah berkorban segalanya.
*
Jiang Yu Mian mengajukan cuti ke perusahaan, atasan menyetujui dengan cepat. Asisten Yao sambil menggaruk-garuk ubun-ubun yang hampir botak menyuruhnya menyampaikan pesan ke Lu Yan Chen: "Semoga Direktur Lu cepat sembuh."
Jiang Yu Mian tertawa oleh aksinya. Saat meninggalkan perusahaan, dia sempat bertemu sekali dengan Shen Qingbai.
Sebenarnya sejak kemarin ada pengumuman barang hilang, Shen Qingbai sudah menelepon ingin menjumpainya. Tapi karena benar-benar tidak bisa menyisihkan energi, pertemuan itu ditunda sampai hari ini.
Kini bertemu, Shen Qingbai merasa lega dia baik-baik saja, tapi juga khawatir dengan kondisi saat ini: "Kau kini tinggal di mana?"
Jiang Yu Mian tersenyum tipis: "Berdampingan dengan pacarku."
Ekspresi panik di wajah Shen Qingbai menutupi kepanikan di dalam matanya: “Pacar? Kau… sedang berpacaran?” Beberapa kata terakhir itu, suaranya terdengar serak.
“Ya.” Jiang Yu Mian dengan lapang dada mengaku, “Hubungan kami belum lama terjalin, tapi kami sudah saling mengenal sejak lama.”
Tangan di bawah meja mengepal diam-diam, Shen Qingbai memaksa diri untuk tetap tenang, berusaha bersikap layaknya teman sejati: “Bolehkah aku tahu, siapa dia?”
Jiang Yu Mian ragu sejenak, akhirnya memutuskan untuk jujur: “Kau pernah bertemu dengannya, dia Lu Yan Chen.”
Shen Qingbai memejamkan mata.
Sebenarnya dia sudah lama menduga, hanya belum berani memastikan. Ketegasan Jiang Yu Mian membuatnya pasrah total.
Sejak hari pertukaran ilmu komputer itu, Lu Yan Chen sudah menunjukkan keistimewaannya terhadap Jiang Yu Mian. Ironisnya, semua orang mengira mereka baru kenal dan seharusnya tidak memiliki hubungan apa-apa.
Berkeliling lama, sebelum berpisah, Shen Qingbai tidak bisa menahan diri untuk mengajukan pertanyaan terakhir: "Kalau begitu, dulu apakah kau pernah menyukai Kakak yang mengajakmu melihat bintang itu?"
Jiang Yu Mian panik: "Bagaimana kau tahu?"
"Suatu kali saat pesta tim 'Zhu Xing', semua orang bertanya mengapa kau memilih nama itu, kau bilang karena terdengar manis." Hanya Shen Qingbai yang pulang sejalan dengannya malam itu yang tahu kebenarannya.
Malam itu cahaya senja indah, bintang-bintang menghiasi langit, Jiang Yu Mian berdiri di pintu masuk kompleks perumahan memandangi langit cukup lama.
Sekali pun menikmati bulan atau bintang-bintang, waktunya terasa terlalu panjang. Shen Qingbai akhirnya tidak tahan bertanya: "Apa yang kau lihat?"
"Bintang." Dia menatap butir paling berbinar di ujung langit yang jauh, "Orang yang kusukai, jauh seperti bintang."
Setelah terbangun, Jiang Yu Mian seolah-olah sudah melupakan hal itu, Shen Qingbai juga tidak pernah mengangkatnya kembali.
Tak disangka dirinya pernah menutupi rahasia, syukurlah semuanya sudah berlalu. Jiang Yu Mian tidak mempermasalahkan hal-hal kecil itu, kini dia bisa dengan tegas memberi tahu semua orang: "Tadi sudah kukatakan padamu, aku sudah lama mengenalnya. Orang yang mengajakku melihat bintang, juga dia."
Shen Qingbai merasa hatinya seperti abu mati.
Rupanya ada orang yang dari awal sudah menjadi pemenang.
-
Setelah apartemennya terkena musibah, Jiang Yu Mian kehilangan tempat tinggal. Lu Yan Chen dengan takdir yang wajar mengusulkan undangan untuk tinggal bersamanya.
Jiang Yu Mian berpikir sejenak, lalu menyetujui.
Dia tidak kekurangan uang, bahkan bisa membeli kamar pengantin baru secara tunai. Namun saat ini harus merawat Lu Yan Chen yang terluka, tinggal di Villa Pegunungan Hijau paling praktis.
Keduanya tidak pergi ke perusahaan selama dua hari ini, hanya berbaring di pelataran kecil vila menikmati hari dengan santai.
Hari ini, Jiang Yu Mian sedang menatap dokumen sambil membacakannya untuk Lu Yan Chen, tiba-tiba telepon berdering. Dia mengangkat tangan memberi isyarat: "Kakek Lu meneleponku."
Ternyata Kakek Lu dari Keluarga Zhao merayakan ulang tahun besar, mengirimkan undangan untuk menghadiri acara. Awalnya Kakek Lu ingin membawa Lu Xi, tapi belakangan ini entah kenapa Lu Xi setiap hari tidak terlihat bayangannya.
Karena cucu tidak bisa dipercaya, Kakek Lu pun berniat membawa Jiang Yu Mian. Anak perempuan yang manis penurut dan disukai orang, dibawa ke acara juga bisa membawa gengsi.
Keluarga Zhao adalah keluarga Zhao Manxi yang dulu menyukai Lu Yan Chen. Waktu SMA dulu aku pernah punya konflik dengan mereka karena karya tulis di kompetisi presentasi, tapi saat dewasa menyadari urusan sosial harus bisa menyesuaikan diri.
Zhao Manxi pernah menjadi orang yang paling kutakuti, sekaligus wanita matang yang kuidamkan untuk menjadi seperti dirinya. Sampai akhirnya Lu Yan Chen memberitahuku bahwa seharusnya menjadi diri sendiri yang terbaik.
Jadi sekarang, aku sudah melangkah lebih jauh menuju masa depan yang lebih baik dibanding Zhao Manxi.
"Kakek menyuruhku mengantarnya ke pesta ulang tahun Kakek Zhao. Nanti pasti akan bertemu Kakak Manxi. Katanya baru-baru ini dia masuk majalah tertentu, kau tahu?"
“Pacar menyebutkan orang yang pernah menyukainya di depanmu sendiri……”
Lu Yan Chen langsung waspada, sengaja tidak menjawab pertanyaan, menggulung dokumen di pelukannya sambil malas mengetuk lutut: “Mianmian kecil, kamu tidak masih cemburu kan?”
Jiang Yu Mian duduk kembali sambil menggelengkan kepala tersenyum: “Kakak Manxi sudah melahirkan anak, untuk apa aku cemburu.”
Lagipula hubungannya dengan Zhao Manxi, sudah lama bukan lagi saingan cinta.
Saat perayaan ulang tahun besar Kakek Zhao, Jiang Yu Mian menemani Kakek Lu hadir. Beberapa orang bahkan mengenalinya, anak muda hebat ke mana pun pergi selalu membuat senior bangga.
Jiang Yu Mian bertemu Zhao Manxi yang sedang menggendong bayi berusia enam bulan, langsung tersenyum begitu melihatnya.
“Sepertinya dia sangat menyukaimu.” Zhao Manxi menggendong putranya, wajahnya memancarkan aura keibuan.
“Dia tidak meninggalkan bidangnya meski sudah menikah dan punya anak, tetap menjadi perempuan matang dan cantik, bahkan lebih memikat dibanding dulu.”
“Imutnya luar biasa.” Jiang Yu Mian mengamati detail, mata bayi kecil itu bulat bak anggur hitam, besar dan berbinar.
Keduanya duduk berdampingan, sang bayi tertawa terbahak-bahak karena digoda.
Zhao Manxi menanyakan hubungannya dengan Lu Yan Chen, Jiang Yu Mian menjawab dengan jujur.
Zhao Manxi memberi restu tulus: “Selamat ya, akhirnya mendapatkan yang diinginkan.”
Jiang Yu Mian memegang lembut jari mungil nan lembut sang bayi: “Kau pun cukup beruntung.”
Meski awalnya pernikahan aliansi keluarga, belakangan Zhao Manxi jatuh cinta tulus pada suaminya kini, melahirkan seorang anak, hidupnya pun terasa lengkap.
Jiang Yu Mian teringat masa lalu, memandangi Zhao Manxi penuh ketulusan: “Kakak Manxi, terima kasih.”
Dulu saat resepsi pernikahan Zhao Manxi, dialah yang mengantarkan Kakek Lu hadir.
Zhao Manxi duduk di ruang dandan, mengatakan ingin bertemu dengannya secara khusus. Awalnya Jiang Yu Mian mengira Zhao Manxi akan memberikan sindiran halus atau ucapan tidak menyenangkan, namun hasilnya di luar dugaan.
Zhao Manxi duduk di depan cermin rias, membelakanginya, berkata: "Aku sudah menikah, ancaman terbesarmu pun hilang."
Saat itu mereka masih dalam hubungan saingan cinta yang saling tidak menyukai. Jiang Yu Mian tak mau kalah: "Dia tidak menyukaimu, kau bukan ancaman."
"Benar juga." Zhao Manxi perlahan berbalik badan, memandangi tamu yang masih polos tanpa riasan ini, "Dia menyukaimu, kamulah yang paling mungkin menang."
"Dia juga tidak menyukaiku." Hingga hari ini, mereka berdua sama-sama kalah.
Zhao Manxi mengangkat tangan menyangga mahkota di kepalanya: "Kau pikir mengapa aku mengejarnya bertahun-tahun, tapi baru menyetujui pernikahan aliansi untuk menikah setelah dia pergi?"
"Sebenarnya sebelum Lu Yan Chen ke luar negeri, aku pernah menemui dan mengakui perasaannya. Tapi dia malah bilang, tidak perlu menghubunginya lagi di masa depan."
“Dia memang Wuqing sejati. Saat tidak mengungkapkan, bisa berpura-pura bingung. Dia takkan proaktif menembus batas. Tapi begitu terungkap, tak akan ada ruang kompromi lagi.”
Ucapan itu mengacaukan pikiran Jiang Yu Mian, “Mengapa memberitahuku semua ini?”
Zhao Manxi menyelinap duduk, sesekali mengamati bayangannya di cermin, sesekali menatap Jiang Yu Mian di sebelah, berkata: “Karena aku penasaran.”
Jiang Yu Mian bertanya bingung: “Penasaran apa?”
Zhao Manxi mengambil anting di meja, “Aku ingin tahu, jika dia tahu perasaanmu, bagaimana reaksinya.”
Lu Yan Chen dalam bekerja terlalu kejam, sehingga lingkungannya bersih dari hubungan main-main. Justru ini membuat beberapa orang terlihat spesial, meski mereka sendiri tak paham status hubungan seperti apa keistimewaan ini.
“Jika suatu hari nanti terjadi, ingat beri tahu hamba.” Zhao Manxi memakaikan anting, beberapa butir Mutiara berbinar bergoyang di telinganya.
Ia memainkan perhiasan cantik itu, namun mendengar suara Jiang Yu Mian dari belakang: "Ada."
Zhao Manxi berhenti sejenak, mendengarnya melanjutkan: "Kebetulan, sebelum dia ke luar negeri, aku juga pernah mengaku perasaan."
Tapi Lu Yan Chen tak bisa melepaskannya, inilah jawabannya.
Usai pesta ulang tahun, sopir akan mengantar mereka pulang, Kakek Lu baru teringat masalah tempat tinggal Jiang Yu Mian setelah Apartemen Jiajing hancur: "Nah Mianmian, kini kau tinggal di mana?"
Jiang Yu Mian ragu sejenak, menjawab: "Vila Pegunungan Hijau."
Kakek Lu yang tahu Lu Yan Chen baru saja beristirahat, refleks mengira Jiang Yu Mian lagi merawatnya, mengingatkan: "Bagaimanapun kalian sudah dewasa, laki-laki dan perempuan sendirian tinggal bersama, kalau tersebar bahan gunjingan..."
Seiring suara Kakek Lu melandai, mereka telah sampai di pinggir jalan dimana sopir penjemput sudah lama menunggu.
Selain mobil keluarga Lu, ada juga kendaraan yang sering dipakai Lu Yan Chen untuk bepergian.
“Kakek Zhao melihat melalui jendela, pintu mobil didorong terbuka dari dalam. Lu Yan Chen turun dari mobil, langsung berjalan ke samping Jiang Yu Mian dan menggenggam tangannya: "Kakek, aku dan Mianmian sudah bersama."”
“Melihat tangan yang saling menggenggam itu, wajah Kakek Lu langsung berubah pucat.”
“Malam itu, para pelayan Keluarga Lu menghindari ruang depan. Mereka tak tahu apa yang terjadi di dalam, hanya mendengar Kakek Lu mengamuk hebat.”
“Dia tidak menyetujui hubungan Lu Yan Chen dengan Jiang Yu Mian, namun keduanya bersikeras tak mau berpisah.”
“Yang lebih tak bisa diterimanya, Jiang Yu Mian yang dulu patuh kini berdiri berseberangan dengannya karena Lu Yan Chen.”
“Mianmian, apa Kakek tidak baik padamu? Kuperlakukan kau seperti cucu kandung sendiri. Kau mau marah dan melawan Kakek demi dia?””
“Kakek Lu memainkan kartu perasaan, membuat hati Jiang Yu Mian sesak: "Kakek Lu, Anda sangat baik padaku, aku juga sangat berterima kasih. Tapi apa hubungannya itu dengan perasaanku pada Lu Yan Chen?"”
Kakek Lu bersuara keras dan penuh kemarahan: "Tentu saja ada hubungan! Kalian ini saudara kandung, mana mungkin bisa bersama!"
Jiang Yu Mian gelengkan kepala membantah: "Kami tidak punya ikatan darah, juga tidak ada hubungan hukum apa pun. Orang dewasa bebas memilih pasangan, mengapa tidak boleh bersama?"
"Kau datang ke keluarga Lu sejak delapan belas tahun, masih sangat muda waktu itu. Kini kau pacaran dengan Lu Yan Chen, orang luar yang tidak tahu pasti mengira kalian..." Kata-kata itu tersangkut di kerongkongan Kakek Lu, yang jelas bukan ungkapan yang baik.
"Kakek Lu, Lu Yan Chen tinggal di luar negeri selama tiga tahun - ini fakta yang diketahui umum. Saya hanya keturunan kenalan keluarga Lu - juga rahasia terbuka." Jiang Yu Mian balik bertanya, "Orang lain yang kenal sejak kecil disebut legenda romantis, kami baru bertemu setelah dewasa dan memutuskan bersama sekarang, kenapa ini dianggap tidak wajar?"
Ia memalingkan wajah, akhirnya melontarkan kalimat yang ditahannya selama ini: "Semua ini hanyalah prasangka Anda terhadap Lu Yan Chen."
"Omong kosong!" Kakek Lu marah dan menepuk meja. Lu Yan Chen yang diperintahkan berdiri di luar akhirnya tidak bisa menahan diri dan menerobos masuk.
“Masih adakah aturan di sini?” Kakek Lu mempertanyakan dengan wajah berkerut penuh ketidaksenangan.
Suara Lu Yan Chen terdengar dingin: "Aturan itu kaku, manusia itu fleksibel." Jadi saat dia ingin melakukan sesuatu, tak ada aturan yang bisa menghalangi.
Biasanya dia lembut dan tersenyum, namun ketika benar-benar menjadi dingin, bahkan Kakek Lu pun tak berani menatap matanya.
Kakek Lu menghantamkan tongkatnya ke lantai: "Jika kalian berdua memaksa untuk bersama, jangan lagi mengakuiku sebagai kakek!"
Jiang Yu Mian hendak membalas, namun ditahan oleh Lu Yan Chen: "Mengingat Kakek begitu tak menyukai ini, aku dan Mianmian takkan lagi mengganggu pandanganmu."
Dia menoleh ke Jiang Yu Mian yang langsung meraih erat tangannya tanpa ragu.
Saat mereka hendak pergi, Kakek Lu tiba-tiba menghadang dengan tongkat: "Berdiri!"
"Kalian durhaka pada orang tua, tak mendengarkan nasihat. Jika ingin meninggalkan keluarga Lu, terlebih dahulu jalani hukuman keluarga!" Dia tak percaya tak bisa menghancurkan ketegaran dua anak muda ini.
Seketika, seluruh ruangan tercekam dalam kesunyian.
Kemarahan orang tua yang terengah-engah, napas tenang pria, serta detak jantung gadis yang semakin cepat, semuanya semakin memuncak.
Lu Yan Chen berbalik perlahan: "Aku menerima."
Jiang Yu Mian seketika mengerutkan alis: "Kami tidak melakukan kesalahan."
Lu Yan Chen malah tersenyum padanya: "Bukan mengakui kesalahan, tapi berterima kasih."
Terakhir kalinya ia memandangi kakek kandungnya dengan sorot mata seperti itu, kata demi kata bermandikan darah: "Anggap saja ini ucapan terima kasih atas kebaikan hati Kakek yang membiarkanku menemukanmu."
Pertemuan dengan Jiang Yu Mian awalnya karena Kakek Lu, maka kini ia rela menanggung api kemarahan sang kakek untuk memutuskan segalanya dengan jelas.
Jiang Yu Mian langsung memahami maksud Lu Yan Chen.
Demi ikatan keluarga dan persaudaraan, ia telah menahan segalanya selama bertahun-tahun, sudah hampir mencapai batas ketahanan.
Kini dengan hadirnya ikatan ketiga, kebetulan menjadi golok terakhir yang memutuskan nostalgia-nya terhadap keluarga Lu.
“Dia yang sudah mati rasa, tak lagi mengharapkan apapun, hingga kini akhirnya menemukan keberadaan yang pantas dijaganya.”
“Keluarga yang memanfaatkannya seperti alat, dan seorang gadis yang berani mendatanginya—dia sangat paham harus memilih yang mana.”
Jiang Yu Mian mengerti maksudnya, namun tetap berat hati: “Tidak bisa, kau sudah terluka.”
Dia melangkahi Lu Yan Chen, menggunakan tubuh kecilnya menghadang di depan: “Kakek Lu, hamba yang akan menerima hukumannya.”
“Beberapa pemutusan hanya bisa kulakukan sendiri.” Lu Yan Chen menggenggam tangannya menuju pintu: “Tunggu di luar.”
Mengangkat tangan meraba kepalanya, menghibur: “Tunggu sebentar lagi, akan kuantar pulang.”
Jiang Yu Mian terus-menerus menggelengkan kepala, menariknya tak mau melepas.
Lu Yan Chen berbisik padanya: “Mianmian, bertahun-tahun ini, aku sangat lelah.”
Air mata Jiang Yu Mian tumpah seketika, perlahan dia melepaskan genggaman.
“Anak baik, ini terakhir kalinya, nanti tak akan lagi.” Lu Yan Chen dengan lembut mengusap air matanya, masuk ke pintu itu tanpa ragu.
Wajah Kakek Lu pucat pasi.
Awalnya tidak benar-benar ingin menjatuhkan hukuman keluarga, hanya ingin membuat si anak muda bersikap lunak. Tak disangka Lu Yan Chen memiliki karakter sekeras itu, hingga kini ia kehilangan muka dan terpaksa melanjutkan.
Saat tongkat panjang itu diayunkan, Jiang Yu Mian menutupi mulutnya dengan erat. Sebuah jerit kesakitan terdengar dari dalam kamar sebelum ia mendorong pintu: "Kakek Lu, kau terlalu kejam."
Banyak kata yang tak sempat diucapkan Jiang Yu Mian. Matanya tertumbuk pada sosok yang terjatuh di lantai - ternyata serasi sempurna dengan Lu Xi.
Tak seorang pun menyangka Lu Xi tiba-tiba menyambar untuk menahan pukulan bagi Lu Yan Chen. Ia mengerang kesakitan sementara Lu Yan Chen yang tersenggol luka lamanya, wajahnya juga tidak terlihat baik.
"Untuk apa kau keluar!" Teriakan Kakek Lu pecah saat melihat cucunya berguling-guling kesakitan. Tongkat itu terlempar dari tangannya.
Sambil mengusap punggungnya yang kepanasan, Lu Xi menggeretakkan gigi sambil berkata: "Kakek, kami yang berutang pada Kakak."
“Satu dua tiga semua melawanku!” Lao Ye melempar cangkir untuk meluapkan emosi, “Pergi! Pergi semua!”
Jiang Yu Mian menyangga Lu Yan Chen, melirik Lu Xi yang duduk di lantai. Setelah keraguan sesaat, ia pergi tanpa menoleh.
Sesampainya di luar, Jiang Yu Mian masih bersungut-sungut: “Dia masih punya sedikit hati nurani.”
Lu Yan Chen merasa terkejut: “Ini tidak seperti ucapan yang biasa kau lontarkan.”
Menurut karakter Jiang Yu Mian, sekalipun Lu Xi tidak senang melihat mereka bersama, sikapnya tidak seharusnya seperti ini.
“Karena...” Jiang Yu Mian ragu sejenak, lalu memilih mengaku, “Ada rekaman di telepon genggam lama. Aku dengar, waktu itu Lu Xi-lah yang merangkulmu untuk mengucapkan harapan.”
“Kau menanggung penderitaan bertahun-tahun untuknya, bagaimana mungkin satu pukulan bisa melunasi semua itu.”
Hidup riang gembira di bawah perlindungan kakak selama bertahun-tahun, menerima satu hukuman keluarga untuk kakak, itu terlalu ringan.
“Aku juga memihak, aku hanya berharap orang yang kusukai hidup dengan paling baik.” Jiang Yu Mian mendekati tempat terdekat dengan jantungnya, “Kaulah orang yang paling kusukai.”
Jadi Lu Yan Chen, aku paling memihakmu.
Kali ini, mereka akhirnya benar-benar bebas, tidak lagi memedulikan siapa pun.
Catatan Penulis:
Masih ada satu bab lagi menuju tamat, malam ini diperbarui
Cinta Mr. Lu memang tidak memiliki sumpah cinta di gunung dan laut yang penuh semangat atau deklarasi keras, perlu dinikmati perlahan.
Dia tak pernah mengucapkan cinta, tapi cinta itu ada di setiap sudut - untuk keluarga, teman, dan orang yang disukainya.
