Begitu Qi Xun selesai bicara, tak mengejutkan melihat wajah-wajah terpana di depannya.
Enam Sekte Besar, kecuali Zhou Zhiruo yang mewakili sendiri di sini, adalah Shaolin, Wudang, Kunlun, Kongtong, dan Gunung Hua——
Peringkat di atas berdasarkan reputasi masing-masing sekte di Jianghu, bukan berdasarkan jumlah goresan karakter.
Adapun mengapa Sekte Gunung Hua di urutan terakhir, tentu karena Pemimpin Gunung Hua Xianyu Tong awalnya mengkhianati seorang gadis Miao, mengambil racun ulat emas langka darinya, lalu memanfaatkan saudara Hu Qingniu untuk menetralkan racun, meninggalkan Hu Qingyang setelahnya, bahkan meracuni pesaingnya demi sukses menggantikan posisi pemimpin.
“Kejahatan-kejahatan ini telah terbongkar bersih saat Enam Sekte Besar mengepung Puncak Cahaya.”
“Kemudian Xianyu Tong tewas secara tak terduga di bawah pedang Ban Shuxian dan He Taichong.”
“Saat ini, Sekte Gunung Hua hanya didukung oleh sepasang sesepuh yang menggunakan Jurus Pedang Dua Arah Terbalik.”
Qi Xun melirik sekeliling dan langsung tahu bahwa Gunung Hua tak bisa diandalkan. Sebagai perbandingan, dia semakin merindukan Hua Zhenzhen yang meski bicaranya lembut, tapi sebenarnya memiliki prinsip dan batasan diri yang kuat.
“Meski sama-sama Gunung Hua, perbedaannya benar-benar sangat besar.”
“Tapi mengingat kedua sesepuh ini masih mau melompat ke depan demi kesalahan pemimpin, setidaknya lebih baik daripada Gunung Hua di bawah pimpinan Yue Buqun, mungkin masih layak untuk diselamatkan.”
“Dāna Pati, mengapa memiliki pemikiran gila seperti ini?”
Qi Xun menoleh ke arah sumber suara dan melihat seorang biksu berwajah pucat sedang melafalkan mantra Buddha.
“Tuan adalah biksu senior Shaolin yang mana?”
Qi Xun bahkan menggunakan serangan senioritas terhadap Shitai Miejue, bagaimana mungkin dia akan peduli dengan biksu besar di hadapannya yang tampak seperti pemimpin rombongan Shaolin.
"Biksu ini bernama Kongwen," jawab biksu itu dengan merangkapkan tangan, "Jika bukan karena pertolongan Tuan, lima sekte besar Zhongyuan pasti sudah tamat. Sebelumnya terburu-buru melarikan diri dari Dadu sehingga belum sempat berterima kasih..."
"Master Kongwen, jangan bicara tentang terima kasih dulu," Qi Xun memotongnya, sambil menyaring informasi tentang Tiga Biksu Shaolin di pikirannya, "Jika ingatanku benar, saat Shaolin diserang oleh bangsa Tartar, Master Kongxing dari Tiga Biksu Suci tewas dalam pertempuran, bukan?"
Sementara Qi Xun berulah di luar, para biksu Shaolin telah terkunci di Kuil Wan'an selama hampir sebulan.
Mendengar perkataan Qi Xun, wajah pucat Kongwen yang sudah muram itu semakin kehilangan warna sejenak.
Kong Wen tidak pergi ke Guangming Ding, melainkan tinggal di Kuil Shaolin Selatan. Ia menyaksikan langsung bagaimana dua adik seperguruannya, Kong Xing dan Kong Zhi, membawa tawanan kembali ke kuil. Tawanan-tawanan itu tiba-tiba berubah menjadi musuh yang menyerang para anggota Shaolin.
Dalam kekacauan pertempuran ini, adik seperguruannya Kong Xing dipenggal kepalanya. Menurut pemimpin biarawan asing itu, kepala tersebut akan digunakan sebagai alat penting untuk menyergap Zhang Zhenren dari Wudang.
Zaman kuno selalu mementingkan jenazah yang utuh. Karena itu, Qi Xun sangat terkesan dengan tragedi mengerikan yang menimpa sesepuh Shaolin ini.
Kini tampaknya ingatannya memang tidak salah.
Adik seperguruan menjadi korban, namun sebagai senior, Kong Wen tidak bisa menyelamatkan jasadnya. Ketika Qi Xun tiba-tiba menyebut kematian Kong Xing, Kong Wen menyadari dirinya sama sekali tidak punya alasan untuk menghalanginya.
Pertentangan antara bangsa Tartar dan Han bukanlah sesuatu yang bisa diselesaikan hanya dengan melantunkan mantra Buddha.
Meski tidak membalas dendam untuk adiknya, setidaknya ia harus memikirkan rakyat Han dari segala penjuru yang mungkin juga tidak mendapat akhir yang baik.
Dia baru saja mundur selangkah, orang-orang langsung mendengar suara lain terdengar. "Aku ikut denganmu."
Suara itu tidak terlalu keras, tapi dalam keheningan saat orang-orang terkejut oleh ide Qi Xun, terdengar sangat jelas.
Orang yang bersuara itu tak lain adalah Zhou Zhiruo.
Sekte Emei tidak tertangkap Istana Pangeran Ruyang seperti sekte-sekte lain. Sekte lain sudah menduga mereka lebih dulu diselamatkan Qi Xun. Kehadiran Zhou Zhiruo di sisi Qi Xun jelas membuktikan dugaan itu.
Tapi keputusannya untuk langsung mengajak ikut tindakan berisiko Qi Xun tetap membuat orang terperanjat.
Qi Xun menatapnya.
Gadis yang dalam alur waktu aslinya sempat pingsan dan menangis pilu karena dititipi tanggung jawab besar oleh Guru Tai Miejue ini, mungkin tidak seslemah penampilannya.
Tapi justru kesadaran seperti inilah yang...
tekad yang bulat.
Apalagi Zhou Zhiruo memiliki alasan terkuat untuk melawan pemerintah Yuan.
Ayahnya memang terbunuh oleh pasukan Yuan meski terseret kasus keturunan Chang Yuchun dan Zhou Ziwang.
Dalam perjalanan ke utara bersama Qi Xun, ia menyaksikan pemberontakan rakyat yang tertindas di berbagai daerah. Ia sadar, meski tidak ada Zhou Ziwang yang memberontak di Yuanzhou, Jiangxi, pasti akan muncul pahlawan Zhongyuan yang bangkit. Cara unik Qi Xun justru menjadi pemicu bagi mereka untuk memberontak.
Memang selama bertahun-tahun di Sekte Emei ia berlatih kesabaran, tapi siapa yang bisa tetap tenang di tengah pusaran zaman?
Zhou Zhiruo kira tindakan Qi Xun menyelamatkan para senior dari Lima Sekte besar dengan menculik putri dan pangeran Tartar, alih-alih menyerang Istana, sudah luar biasa.
Tapi saat mendengar Qi Xun berencana kembali untuk membakar, detak jantungnya tiba-tiba berdegup kencang.
Di Sekte Emei, ada kakak senior seperti Ding Minjun dan seorang shifu (guru) yang terlalu keras dalam bertindak. Zhou Zhiruo selalu tahu harus menjaga batasan dalam bertindak, dan mengerti batas yang pantas untuk menonjol.
Tapi saat ini hanya dirinya seorang dari Emei yang berada di sini.
Zhang Wuji mengingat kebaikan sepiring nasi di Sungai Han, bagaimana mungkin dia melupakan dendam pembunuhan ayahnya oleh pasukan Mongol yang terus menghantuinya di tengah malam?
Tiba-tiba dia sangat ingin memberontak sekali saja!
Saat melihat gadis yang sudah bersama selama sebulan ini memancarkan kekaguman di matanya, dia semakin yakin tidak salah memilih.
"Aku... aku juga ikut."
Orang kedua yang akan pergi melalui pintu keluar ini berada di barisan Wudang.
Di antara murid generasi ketiga Wudang, hanya Song Qingshu yang berparas tampan seperti ini.
Alih-alih mengatakan ingin ikut karena Zhou Guniang, dia lebih memilih alasan netral untuk menghindari gosip. Namun pandangannya tak pernah lepas dari sosok itu.
Qi Xun tidak memiliki kesan baik pada Song Qingshu.
Mo Shenggu, salah satu dari Tujuh Pahlawan Wudang di masa depan, tewas di tangan Song Qingshu. Meskipun orang ini telah dibujuk oleh Chen Youliang, dari sudut mana pun dia tidak terlihat seperti orang yang bermoral cukup untuk melakukan hal besar.
Tapi bagaimanapun, yang Qi Xun butuhkan sekarang hanyalah "tool character" untuk bertindak bersama, lebih satu atau kurang satu orang tidak masalah.
Apalagi Song Qingshu mewakili harapan generasi muda Sekte Wudang. Karena dia ingin pergi, sebagai ayah dan paman seperguruan, pasti ada beberapa yang akan ikut serta.
Yang agak mengejutkan Qi Xun adalah orang ketiga yang bersuara ingin pergi adalah Ban Shuxian.
Sekte Kunlun yang diwariskan oleh Tiga Suci Kunlun He Zudao, pemimpin generasi ini adalah He Taichong. Ban Shuxian bukan hanya istri pemimpin, tapi juga kakak senior He Taichong. Keduanya bersama-sama mempraktikkan Ilmu Pedang Dua Arah Kunlun.
Kesan Qi Xun terhadap Ban Shuxian tidak terlalu mendalam - mungkin seorang wanita cemburu atau harimau betina. Tapi sekarang, dia adalah salah satu pilar penting dari sekte bela diri.
Setelah tiga orang berbicara, sisanya menjadi lebih mudah.
Tapi tujuan Qi Xun kali ini adalah kecepatan dan ketegasan, jumlah orang yang banyak justru merepotkan. Jadi setelah seleksi ketat, hanya belasan orang yang ikut kembali.
Tim pencari Istana Ruyang mana sangka, kelompok yang baru meninggalkan Dadu ini—bahkan efek obat Shi Xiang Ruan Jin San mungkin belum hilang total—berani kembali sekarang.
Qi Xun juga tak menyangka, Fan Yao Sang Pembantu Kanan Terang yang baru berpisah di luar kota—katanya mau menjemput Pemimpin Agungnya agar tidak nekat masuk Dadu—kini sudah bertemu lagi dalam hitungan sebentar.
Orang yang muncul bersamanya tak lain adalah Zhang Wuji, Yang Xiao, dan lainnya.
Entah kenapa, saat melihat Zhang Wuji, otak Qi Xun langsung muncul meme:
"Dasar protagonis, bagianmu udah diambil semua!"
Eh, jangan gitu. Zhang Wuji masih berguna kok.
Dalam proses saling bertukar kabar antara kedua pihak, atau lebih tepatnya atas peran penghubung Yu Lianzhou—Salah Dua Pendekar Wudang—kedua belah pihak akhirnya mencapai konsensus untuk bertindak.
"Sepanjang hidupku, Wei Yixiao bisa terbang ke mana saja yang kuinginkan. Tapi terbang ke dalam istana kekaisaran? Belum pernah!" Raja Kelelawar Bersayap Hijau semakin berpikir semakin merasa tertarik, pandangannya pada Qi Xun memancarkan makna: bagaimana mungkin orang yang tidak biasa mengikuti arus ini bisa bergaul dengan kelompok pendekar ortodoks itu?
"Orang selalu bilang 'pendekar melanggar larangan dengan ilmu bela diri', tapi kami anggota Sekte Ming sudah membunuh begitu banyak orang Tartar. Tidak masalah menanggung tuduhan membunuh kaisar ini."
"Raja Kelelawar Wei," balas Qi Xun, "Ini bukan pembunuhan kaisar, melainkan sang penguasa yang tak bermoral ini terkena hujan api langit."
Ungkapan "api Juli" tentu bukan berarti api sungguhan, tapi di penghujung musim panas bulan kedelapan ini, tak ada salahnya menghadirkan pemandangan megah meteorit jatuh dari langit.
Kobaran api yang seharusnya membakar Kuil Wan'an, biarlah menyala di tempat paling vital di ibu kota ini!
Qi Xun sama sekali tidak merasa rencananya aneh atau berlebihan.
Logika tindakannya di dunia Istana Air Suci memang berbeda dengan di dunia dungeon.
Meski awalnya memilih Istana Air Suci karena menguntungkan dirinya, selama empat setengah tahun di sana ia bukanlah sosok yang tak berperasaan. Persahabatan antar rekan seperguruan dan kepercayaan Shui Mu Yin Ji padanya membuatnya selalu mengutamakan reputasi Istana Air Suci di Jianghu.
Seperti ia tak bisa sembarangan membunuh Wuhua atau Yuan Suiyun demi preferensi pribadi, melainkan harus menyerahkan Wuhua ke Bangsa Pengemis, mengaitkan Yuan Suiyun dengan Shi Guanyin, dan membenturkan Wuzheng Villa dengan Shilin Dongfu.
Tapi di dunia dungeon berbeda.
Sifat alaminya untuk memecahkan masalah dengan kekerasan seolah mendapat pembebasan.
Tentu bukan berarti ia benar-benar tanpa batasan.
Situasi di akhir Dinasti Yuan tidak lain adalah "tidak ada kehancuran, tidak ada pembangunan baru". Apalagi setelah pengamatan cermat Qi Xun, perkembangan dunia ini lebih mendekati situasi dalam novel silat. Kalau begitu, apa lagi yang perlu diragukan!
Membakar istana kaisar jelas bukanlah tindakan yang semakin memanasakan ketegangan antara penguasa Tartar dan orang Han.
Sebaliknya, ini adalah masa akhir pemerintahan Kaisar Shun dari Yuan - kaisar terakhir Dinasti Yuan dalam sejarah. Semangat reformasi awal masa Zhengzhi sudah lenyap, digantikan oleh hedonisme khas akhir dinasti.
Daripada mengkhawatirkan pelacakan atau pengalihan malapetaka, lebih baik khawatirkan Pangeran Ruyang yang sudah dimarahi ini. Jangan-jangan karena gagal menangani para orang-orang persilatan yang kabur, lalu muncul skandal baru, dia malah dihukum lebih berat.
Bakar! Bakar sepuasnya!
"Kalau bukan karena situasi serangan mendadak ini tidak memungkinkan untuk bersuara, Qi Xun hampir tak tahan ingin meneriakkan slogan ikonik 'Hawa kering, berhati-hatilah dengan api dan lilin'."
Cuaca musim panas yang terik ini membuat struktur kayu kuno benar-benar rentan terbakar hanya dari percikan api kecil.
Mengenai kompleks istana Dinasti Yuan yang dibangun mengelilingi Danau Taiye sehingga mudah memadamkan api -
Sedikit embun beku samar muncul di ujung jari Qi Xun.
Tampaknya dia punya ide lain yang layak dicoba!
"Pemimpin Zhang, ada dua hal yang ingin kuminta bantuan."
"Nona Qi tidak perlu mengatakan 'permintaan', silakan sampaikan saja." Zhang Wuji menjawab.
Di antara rombongan yang datang bersamanya, selain Xiao Zhao yang terbelenggu, menurut Qi Xun yang lain lebih bisa diandalkan daripada tokoh seperti Song Qingshu atau He Tai Chong.
Meski Zhang Wuji tiba-tiba mendapat banyak pengikut yang mengantarnya ke posisi Pemimpin Sekte Ming, Qi Xun masih merasa sifatnya terlalu lembut dan kurang memiliki kharisma pemimpin.
Tapi mengingat watak aslinya, sepertinya ini bukan sepenuhnya kesalahannya.
Selama bertahun-tahun menguasai Jiu Yang Shen Gong, ia terisolasi dari dunia. Sepuluh tahun pertama hidupnya juga dibesarkan di lingkungan seperti Pulau Es dan Api...
"Pemimpin Zhang, saya dengar Anda pernah belajar ilmu pengobatan dari Hu Qingniu, Si Dewa Medis Lembah Kupu-kupu. Seharusnya kemampuan medis Anda cukup baik. Berani saya tanya, adakah cara untuk menghilangkan efek samping setelah minum penawar Shi Xiang Ruan Jin San?"
Memang benar mereka sudah bisa menggunakan ilmu bela diri sekarang, tapi menurut Qi Xun, kondisi mereka masih jauh dari pulih sepenuhnya dan kekuatan mereka berada di puncak.
Yang dipelajarinya adalah Kitab Racun milik Ouyang Feng Si Racun Barat, bukan kitab pengobatan Raja Obat. Cukup menyimpan satu penawar Shi Xiang Ruan Jin San untuk penelitian di masa depan, tidak punya kemampuan untuk menetralisir racun ini.
Sedangkan Zhang Wuji jelas-jelas mewarisi ilmu sejati Hu Qingniu.
“Dahulu, Jinhua Popo memaksa Hu Qingniu melanggar sumpahnya untuk tidak mengobati orang di luar Sekte Ming. Dia meracuni pengikut Kunlun, Gunung Hua, dan Emei dengan berbagai cara, memaksa mereka mencari pengobatan di Lembah Kupu-kupu. Yang menyelamatkan mereka saat itu adalah Zhang Wuji yang masih menderita racun dingin dalam tubuhnya sendiri.”
“Mendengar pertanyaan Qi Xun, Zhang Wuji mengulurkan tangan untuk memeriksa”
“denyut nadi Yu Lianzhou, lalu menjawab: 'Mungkin bisa dicoba. Silakan gadis menyebutkan hal lain.'”
“Kalau begitu tugas membersihkan sisa racun mereka saya serahkan kepada Pemimpin Zhang. Hal lain, saya ingin meminta Pemimpin Zhang meminjamkan Raja Kelelawar Wei dan Utusan Kanan Fan kepada saya. Utusan Kanan Fan telah lama tinggal di Dadu sehingga harus familiar dengan lingkungan sini. Raja Kelelawar Wei dengan Qinggong luar biasa yang bisa datang-pergi tanpa jejak, saya ingin memintanya mengambil sesuatu untukku.”
“Gadis kecil ini memang punya naluri yang tajam.” Melihat Zhang Wuji menyetujui permintaan Qi Xun, Wei Yixiao bertanya: “Apa yang ingin kau ambil? Jangan-jangan kepala Pangeran Ruyang itu?”
“Tentu bukan. Aku butuh minyak bakar dalam jumlah besar.”
Qi Xun menambahkan, “Tolong Wakil Kanan Fan memandu Raja Kelelawar Wei untuk mengambil barang ini dari kediaman pejabat penting Yuan di ibu kota.”
Raja Kelelawar Wei dan Fan Yao saling memandang, mungkin sudah menebak tujuan penggunaan minyak bakar tersebut.
Menggunakan minyak bakar milik orang Yuan sendiri untuk membakar istana mereka—tindakan yang menghancurkan moral musuh—tidak bisa disebut kejam. Keduanya pun setuju.
Tapi yang tak mereka duga adalah cara Qi Xun menggunakan minyak bakar tersebut.
Dengan bantuan anggota Sekte Ming, mereka kembali ke ibu kota dan mencari tempat persinggahan sementara menjadi lebih mudah.
Saat Zhang Wuji menggunakan ilmu tenaga dalam untuk menetralkan sisa efek obat pada tubuh para anggota agar tidak menjadi beban dalam aksi selanjutnya, Qi Xun juga pergi keluar sebentar.
Ketika Raja Kelelawar Wei kembali membawa minyak peledak pertama, dia melihat beberapa busur tambahan di halaman kecil tempat mereka singgah sementara ini.
Tapi busur-busur ini hanya ada busur tanpa anak panah, dan Qi Xun juga tidak terlihat berniat mencari anak panah.
"Busur-busur ini adalah……?" Fan Yao merasa agak familiar.
"Diambil dari Kediaman Pangeran Ruyang."
Setelah sekali melakukan survei lokasi di Kediaman Pangeran Ruyang, kunjungan kedua jadi lebih mudah. Apalagi penghuni istana bahkan tidak menyangka mereka mungkin kembali ke kota, apalagi masuk ke istana lagi.
Qi Xun mengumpulkan beberapa busur pendek dari lapangan latihan istana lalu langsung kabur, sama sekali tidak menarik perhatian.
Awalnya Raja Kelelawar Wei masih bingung dengan maksud Qi Xun, tapi setelah kembali membawa minyak peledak kedua, dia langsung paham.
Gadis berbaju biru ini berdiri di halaman, Yang Zuoshi membantu menuangkan minyak ke dalam wadah lain. Udara dingin yang mengkristal di telapak tangannya membekukan minyak menjadi gumpalan, dipotong memanjang lalu terus dibekukan di telapak tangan hingga berbentuk seperti anak panah.
Itulah anak panah yang cocok dengan busur tersebut.
"Xuan Ming Shen Zhang?" Raja Kelelawar Wei berbisik pelan, tidak berani mengganggu gerakan Qi Xun. Saat mundur, ia menabrak Zhang Wuji yang baru keluar dari rumah.
"Agak mirip, tapi bukan Xuan Ming Shen Zhang," Jika ada orang yang paling mengenal Xuan Ming Shen Zhang di dunia ini, pastilah Zhang Wuji.
Di masa kecilnya ia menderita sengsara akibat Xuan Ming Shen Zhang, hampir meninggal muda. Beruntung ia mendapatkan Jiu Yang Shen Gong yang tersembunyi di perut kera dari lembah belakang Zhu Wu Lianhuan Manor, sehingga bisa menetralkan racun dingin.
Meski begitu, saat bertarung kembali dengan Dua Sesepuh Xuan Ming di Gunung Wudang, ia nyaris mengalami kerugian besar.
“Ilmu tenaga dalam-nya seharusnya bersifat sangat yin, ditambah dengan... semacam ilmu telapak tangan yang mirip dengan Xuanming Shenzhang.”
Qi Xun agak malu mengakui bahwa ini benar-benar Xuanming Shenzhang.
Setelah dua orang tua Xuanming terbunuh, barang-barang yang dijatuhkan lainnya tidak terlalu diperhatikan Qi Xun, kecuali Xuanming Shenzhang.
Awalnya dia berpikir Mingyu Gong selain bisa membuat energi dalam terkendali, juga bisa mengumpulkan es dengan mengalirkan energi. Meski Mingyu Gong Lapisan 6 masih kurang sempurna, tapi Xuanming Shenzhang yang dikeluarkan melalui Mingyu Gong seharusnya memenuhi kebutuhannya saat ini.
Sayangnya, Xuanming Shenzhang yang dikeluarkan melalui cheat Sistem ini sama sekali berbeda dengan versi dua orang tua Xuanming.
Sama seperti jurus pedang Tianyu Qi Jian yang harus dia kuasai sendiri, logikanya sama.
Hingga Zhang Wuji, korban terbesar Xuanming Shenzhang, harus menyatakan ini bukan Xuanming Shenzhang.
Yang penting tujuan tercapai!
Qi Xun dengan tenang menerima penilaian Zhang Wuji bahwa "kekuatan telapak tangan es gadis ini cukup unik", lalu bersama beberapa orang yang gerakannya semakin lancar setelah diobati, masing-masing mengambil busur dan anak panah api minyak.
Kini, tinggal menunggu kobaran api ini!
"Kita berangkat!"
Kaisar Yuan Shundi yang nantinya mendapat nama kuil Huizong, atau disebut juga Borjigin Toghon Temür sesuai penghormatan dari Zhu Yuanzhang, beristirahat di Balai Daming - tempat menerima pejabat dan urusan pemerintahan - karena tidak ada batas jelas antara istana belakang dan depan di Dinasti Yuan.
Qi Xun tidak mungkin mengingat nama sepanjang ini, dia hanya tahu kaisar ini disebut "panci besi" dalam bahasa Mongolia.
Kaisar terakhir dinasti dengan nama seperti ini, mana mungkin tidak jadi kambing hitam?
Yang membuat Qi Xun semakin tertarik adalah, tempat tinggalnya disebut Aula Daming, di depan Aula Daming terdapat Gerbang Daming. Meski tahu "Daming" ini bukan Dinasti Ming yang dimaksud, tetap terasa seperti kebetulan yang luar biasa.
Kaisar Wajan ini hari ini kurang tidur nyenyak.
Bencana banjir di Kanal Beijing-Hangzhou dan Sungai Kuning merupakan kabar buruk bagi Dinasti Yuan yang menganggap kebajikan Air Hitam Utara sebagai simbol kejayaan.
Di masa mudanya dia pernah giat memajukan negara, namun kini semangatnya telah pudar, hanya ingin menjadi kaisar pemabuk yang tenggelam dalam praktik Tantra ganda.
Tapi keinginannya menjadi kaisar belum tentu diterima orang lain.
Pemberontakan petani di berbagai daerah pun banyak yang berani menyatakan diri sebagai kaisar seperti Zhou Ziwang.
Yang membuatnya semakin kesal adalah, pembangunan Istana Qingning dan Paviliun Bunga Ratusan, serta penyerahan urusan pemerintahan kepada putra mahkota—itu semua adalah kemurahan hati sang kaisar sebagai ayah yang bijak. Bukan alasan bagi Hamo yang berusaha bersekongkol dengan Permaisuri Qi (yang berasal dari gadis upeti Korea) untuk membujuknya turun tahta secara langsung（*）.
Kaisar Wok Besi yang tertusuk oleh menteri kepercayaannya sendiri, setelah mengetahui Permaisuri Qi dan putra mahkotanya berkhianat, kini memandang semua orang dengan kecurigaan—terutama Pangeran Ruyang yang menguasai pasukan kerajaan.
Saat Zhao Min mengirim anggota Lima Sekte Besar ke Dadu dan mengurung mereka di Kuil Wan'an, menurut Kaisar Wok Besi, seharusnya para petualang Jianghu yang berpotensi memberontak ini langsung dihukum pancung di pasar ramai. Siapa tahu malapetaka apa yang bisa mereka timbulkan.
Tapi Pangeran Ruyang bersikeras menggunakan alasan "memancing musuh keluar sarang", berpendapat bahwa mereka belum bisa dihukum sekarang.
Kaisar Wajan Besi tidak hanya mencela Pangeran Ruyang karena gagal menangkap Qi Xun, pemberontak paling ulung yang beraksi sendirian, tetapi juga secara tersirat menyindir pihak lain.
Memikirkan adanya faktor ketidakstabilan di ibu kota, ditambah Paviliun Yanchun tempat Permaisuri tinggal berada di belakang Aula Daming-nya, seolah bisa menusuknya dari belakang kapan saja, semakin membuatnya sulit tidur.
Tapi insomnia terkadang membawa manfaat. Seperti sekarang, Kaisar Wajan Besi langsung terjaga dari mimpi kacau begitu mendengar teriakan tentang kebakaran di istana.
Baru duduk, ia melihat pelayan dalam istana membuka pintu dengan wajah panik bagai langit runtuh.
"Terlihat seperti apa kau panik-panik begitu!"
Pelayan itu menjawab gemetar, "Kota istana... Kota istana terbakar!"
"Di mana apinya?"
Kaisar Wajan Besi tersadar: suara kebakaran yang didengarnya bukan halusinasi akibat mimpi buruk, melainkan nyata.
Saat dia melompat hendak menanyakan situasi kebakaran, tiba-tiba terdengar suara benturan tumpul dari atap.
Sebelum sempat bereaksi, sepercik api melompat dari celah genting, bahkan terlihat jejak minyak api merembes ke bawah.
Secara logika, atap yang dirancang anti hujan seharusnya tak mungkin begini. Tapi Qi Xun menyuruh Raja Kelelawar Wei dan Yang Xiao, bersama dia serta Zhang Wuji, melonggarkan struktur genting empat istana utama termasuk Ming Hall.
Panas api mencairkan anak panah beku berisi minyak, berubah menjadi bahan pendukung pembakaran.
Istana era Ming-Qing saja sering terbakar akibat petir, apalagi istana Yuan Dadu yang bukan tembok baja atau genteng besi - bencana ini tak terhindarkan.
Struktur atap kayu langsung terbakar dengan bantuan minyak api yang merembes.
Nama Togon Temür adalah "Panci Besi", tapi bukan berarti benar-benar tahan api seperti panci besi.
Kebakaran mendadak ini membuatnya pucat pasi dan buru-buru keluar dari Aula Daming dibantu pelayan istana.
Tapi tiba-tiba ia merasa lebih baik tidak keluar sama sekali.
Meski sudah larut malam, kegelapan masih menyelimuti,
Cahaya di langit tampak sangat mencolok. Panah api yang meluncur dari langit membuat Kaisar Yuan yang sudah lemah akibat hura-hura dua tahun terakhir nyaris terjatuh.
Siapa berani menembakkan panah api di istana?
Setelah memperhatikan, Togon Temür menyadari panah-panah itu berasal dari Paviliun Yanchun Permaisuri dan Aula Yitian di Danau Taiye.
Namun, saat hendak menyuruh pengawal yang berkerumun di sekitarnya untuk menjemput Permaisuri, tiba-tiba ia melihat kobaran api menyala di sisi lain - tepatnya dari arah Istana Putra Mahkota yang terpisah oleh Taiye Chi.
Api di sana juga cukup besar!
Mungkinkah Permaisuri tega mempertaruhkan Putra Mahkota terkena hujan meteor api langit, hanya untuk menyingkirkannya?
Belum lagi soal bisa tidaknya lolos dari kebakaran, pertanda ini sendiri sudah bukanlah alamat baik.
Sedang ragu sejenak, Permaisuri tiba-tiba berlari ke arahnya dengan baju tidur, menunjuk ke Istana Putra Mahkota sambil berteriak "Pemadam kebakaran!"
"Permaisuri tidak perlu khawatir, suruh saja orang memadamkan api."
Di sekitar istana tersedia tong-tong air, ditambah Taiye Chi di dekatnya. Dirinya sendiri pun sudah keluar dari area kebakaran. Kaisar Tiego tetap tenang.
Sambil menyuruh orang menenangkan Permaisuri, ia memerintahkan pengambilan air dari tong-tong sekitar untuk memadamkan api.
"Jika api membakar Istana Daming, besok tidak akan ada tempat untuk sidang kerajaan."
Keselamatan manusia penting, tetapi bangunan juga harus dijaga demi menjaga martabat minimal.
Namun pelayan melaporkan dengan gemetar: air di semua tong telah membeku, tidak bisa digunakan untuk memadamkan api.
Masih musim panas, bagaimana mungkin air dalam tong bisa membeku?
Kaisar Wajan Besi melihat para pelayan yang membawa ember berdiri dengan wajah pucat. Seberapa pun ia merasa ini mustahil, harus mengakui kenyataan ini.
Es yang mencair di musim panas - pemandangan yang membuat bulu kuduk meremang.
Di depan kobaran api, Kaisar Wajan Besi justru berkeringat dingin.
"Berdiam diri apa? Cepat ambil air dari Taiye Chi! Perlu kuajari kalian?"
Tangannya menunjuk ke arah Gerbang Xihua.
Entah itu hanya khayalannya atau tidak, dia merasa seperti melihat dua bayangan hitam melesat di atap Paviliun Yanchun. Namun karena malam terlalu gelap dan bayangan itu menghilang terlalu cepat, dia menganggap itu hanya ilusi belaka.
Tapi tentu saja ini bukan khayalannya.
Yang berada di atap Paviliun Yanchun tak lain adalah Zhou Zhiruo dan Ban Shuxian.
Keduanya tidak memiliki pengalaman memanah, Qi Xun pun bertanya apakah mereka berani mendekat ke lokasi yang lebih dekat, dan mendapat jawaban tegas dari keduanya.
Mengarahkan panah dari atap Permaisuri Qi menuju Aula Daming, Qi Xun sama sekali tidak merasa terbebani.
Campur tangan politik Permaisuri Qi mempercepat perang saudara Yuan. Tanpa itu, pemberontakan Zhu Yuanzhang tak akan semulus ini. Qi Xun justru berharap permaisuri asal Goryeo ini bertarung lebih sengit dengan Kaisar Tartar. Nantinya, pengaruh Istana Air Suci pasti akan melambung tinggi - efeknya jauh lebih dahsyat daripada sekadar menyelamatkan Enam Sekte Besar.
Kini Zhou Zhiruo dan Ban Shuxian telah menyelesaikan tugas mereka, langsung melompat turun dari atap Yanchun Ge, keluar melalui Gerbang Houzai di utara, lalu mengundurkan diri melalui area Taman Kekaisaran.
Sedangkan pekerjaan orang-orang lain masih belum berakhir.
Para pelayan istana yang ditugaskan Kaisar untuk mengambil air di luar Gerbang Xihua tak satu pun kembali. Dalam keriuhan langkah kaki dan kegaduhan para pegawai istana yang panik akibat kebakaran, tiba-tiba ia mendengar teriakan mencekam yang terdengar sangat jelas di telinganya.
Cahaya lentera yang menyinari tanah dan sisa-sisa cahaya kebakaran di Gerbang Xihua tiba-tiba berubah seperti mulut monster hitam pekat, membuatnya kembali menggigil.
Ia tiba-tiba menyesal mengapa tidak merekrut lebih banyak ahli bela diri di istana, hanya mengandalkan pasukan ahli yang dikumpulkan Pangeran Ruyang untuk menjaga keamanan ibukota.
Siapakah yang berada di luar gerbang istana?
Apakah ini ulah Raja Yang dari Ru yang baru saja dia hardik karena dendam, atau pasukan Permaisuri Qi yang ingin menggantikannya dengan putranya sendiri namun masih berpura-pura menjadi permaisuri bijak, atau mungkin pemberontak yang berhasil menerobos pertahanan Dadu dan langsung menyerang kaisar?
Tapi apakah orang Han yang pengecut itu benar-benar mampu melakukan hal seperti ini?
Panci Besi
Pikiran kaisar kacau balau. Ia hanya bisa menyaksikan Aula Daming, tempat tinggal utamanya selama berkuasa, dilalap api yang makin membesar karena minyak api dan bahan bakar kayu serta kain.
Setelah diseret pelayan ke lapangan antara Aula Daming dan Paviliun Yanchun, ia bahkan mendengar suara patahnya balok penyangga kayu di dalam aula yang terbakar.
Seandainya dalang di balik ini ingin mencabut nyawanya, seharusnya mereka menjebaknya di dalam gedung yang terbakar.
Namun menyaksikan kejatuhan gemilang di depan mata, tidak kalah buruknya dengan benar-benar terjebak dalam kebakaran. Sang Kaisar teringat kabar buruk yang bertubi-tubi belakangan ini – bukankah ini pertanda buruk...
Tiba-tiba ia seperti mendengar suara lain: kabar kebakaran di Balai Guanghan di Gunung Wansui, Pulau Qionghua yang terletak di barat laut.
Tapi saat ini ia sama sekali tidak sempat menangani hal itu.
Ia hanya bisa berharap api segera padam.
Jika ada yang memanfaatkan kekacauan untuk membakar gudang penyimpanan di luar Gerbang Chongtian, maka harga dirinya akan benar-benar hancur lebur.
Ia lebih berharap ada pahlawan setia yang bisa menerobos situasi aneh dan kacau di luar Gerbang Xihua untuk menyelamatkannya.
Sayangnya, jeritan kesakitan kembali memecah kesunyian.
Qi Xun menarik kembali pita panjang di tangannya.
Selendang Bai Zhang Han Guang itu tetap bersih tanpa noda darah, tapi prajurit penjaga di depannya sudah tergeletak tak bernyawa.
Kompleks istana Dinasti Yuan dibangun mengelilingi Danau Taiye, awalnya merupakan konsep tata letak yang cerdik. Kini, area hutan luas yang mengelilingi Danau Taiye dan tembok istana bernama Xiaoqiang ini justru menjadi zona operasi bagi para penyusup ke istana dalam.
"Bawa pasukan mundur." Melewati Yu Lianzhou, Qi Xun tetap meminta pendekar kedua Wudang ini menjadi perantara untuk memberi sinyal mundur.
Qi Xun sangat memahami prinsip "berlebihan justru merugikan".
Jika bertahan lebih lama, mereka akan tertangkap basah.
Situasi saat ini dengan kepanikan massal, ketidakmampuan menangkap pelaku, serta bukti-bukti saling tuduh yang bertebaran, jelas paling menguntungkan bagi mereka.
Dan sebelum pergi—
【Sistem】【Kebakaran di Istana Kekaisaran Dadu, Sekte Ming dan Enam Sekte Besar berkolaborasi dalam pertempuran, menghitung efek lanjutan...】
【Sistem】【Penghitungan berhasil, Pengaruh Istana Air Suci +150】
Qi Xun baru benar-benar mundur setelah pesan sistem ini menyala.
Orang-orang yang datang bersamanya telah mundur dari istana satu per satu, melalui jalur air utara Gunung Wansui - rute mundur yang sulit dilacak ketika penjaga ibu kota tiba.
Rute yang akan ditempuhnya berbeda, dia masih punya rencana lain.
Saat menoleh, dia melihat Zhang Wuji melemparkan sisa panah berapi dari atas kompleks istana yang kacau-balau, menunjukkan sikap bersiap mundur setelah mengamankan posisi.
Qi Xun dengan tajam melihat, saat Zhang Wuji menggunakan gaya tenaga Qian Kun Da Nuo Yi, sebuah pemberitahuan sistem muncul lagi: 【Zhang Wuji·Qian Kun Nuo Yi】kartu karakter berhasil dipicu.
Sayangnya, Qi Xun merasa ilmu bela diri seperti Qian Kun Da Nuo Yi - tanpa klasifikasi sistem - mustahil dipelajari dengan memanfaatkan bug.
Menyelesaikan kartu karakter ini sulit seperti naik ke langit.
Apalagi sebagai Pemimpin Sekte Ming sekarang, kemungkinan ilmu khusus pemimpin ini diajarkan ke orang luar semakin kecil.
"Tapi Zhang Wuji tidak hanya menguasai Qiankun Danuoyi saja."
"Menurut garis waktu sekarang, dia memang belum mempelajari ilmu bela diri dari Sabda Api Suci, tapi jurus-jurus Tai Chi seperti Lan Que Wei, Bai He Liang Chi, Shou Hui Pipa yang diajarkan Zhang Sanfeng pasti sudah dikuasainya."
"Meski ilmu tenaga dalam Zhang Wuji sangat mumpuni, jurus tempurnya terbatas. Jika bertarung, semestinya semua itu bisa digunakan."
"Qi Xun bukan bermaksud baru saja bersama dia membakar istana Dinasti Yuan, lalu langsung berkelahi dengan Zhang Wuji."
"Target pertarungannya tentu orang lain."
"Pemimpin Mingjiao, tunggu sebentar! Apa tertarik untuk bertanding denganku?"
"Qi Xun melemparkan busur di tangannya ke dalam kobaran api, lalu melesat ke arah tembok istana selatan dengan putaran ujung kaki."
"Api yang hampir membakar langit itu segera menelan busur tersebut."
"Jika bisa habis terbakar lebih baik, jika tersisa bekas-bekasnya malah bagus - bisa ada lagi 'kambing hitam'."
"Zhang Wuji yang mendengar suaranya ikut..."
Mundur ke arah ini.
Berjalan dari sini tentu akan menjadi sasaran bagi yang lain, tapi Zhang Wuji memiliki keyakinan untuk melakukannya, jadi dia tidak gentar.
Masih melayang di udara, dia mengikuti arah yang ditunjuk jarinya dan melihat Wang Baobao yang baru saja mengalami penculikan tengah malam. Karena kebakaran istana kemungkinan besar terkait pemberontak, Wang terpaksa buru-buru datang. Siluetnya terlihat jelas dalam cahaya fajar yang mulai merekah.
Zhang Wuji sebelumnya belum pernah bertemu Putra Raja Ruyang ini, hanya merasa pengawalnya memiliki aura tak kalah dari penjaga istana.
Tapi setelah diamati lebih seksama, dia baru menyadari ada yang tidak beres.
Di antara rombongan Wang Baobao ternyata ada delapan belas biarawan asing.
Jari Vajra Shaolin dari Barat pernah digunakan dua puluh tahun lalu untuk menghancurkan tulang anggota badan sang paman seperguruan Yu Daiyan. Beberapa hari lalu hampir membuat Yin Liting lumpuh. Bagaimana mungkin Zhang tidak mengenali asal-usul biarawan-biarawan ini?
Kedelapan belas orang ini terlihat bergerak tergesa-gesa, namun pola langkah mereka yang saling bersilangan membentuk formasi Vajra. Empat di antaranya bahkan masing-masing memegang dua cymbal tembaga besar, jelas menunjukkan aliran "Empat Cymbal Vajra".
Diam-diam ia memperkirakan, bahkan dengan kekuatan Jiu Yang Shen Gong yang dimilikinya, ditambah Qian Kun Da Nuo Yi yang telah dikuasainya, serta Tai Chi Quan dan Tai Chi Jian yang dipelajari dari Guru Besar Zhang Sanfeng, belum tentu bisa langsung menerobos formasi Vajra ini.
Namun akan sangat berbeda jika ditambah satu orang lagi.
Meski saat ini dari arah Gerbang Chong Tian hanya ada dia dan Qi Xun, kerja sama dua orang sudah cukup untuk mengalahkan delapan belas Lohan ini.
Delapan belas Lohan ini di bawah komando Pangeran Ru Yang telah melakukan banyak kejahatan, sering berulah dengan mengatasnamakan Shaolin Selatan untuk memprovokasi.
Jika bisa memberantas mereka, bukan hanya membalas dendam untuk dua paman seperguruan Wudang yang menjadi korban, tapi juga menjadi Fu bagi dunia persilatan.
“Biksu Zhang, jika Anda tidak keberatan, mari kita adu siapa yang bisa membunuh lebih banyak biksu asing!” seru Qi Xun dengan suara lantang.
“Jika aku menang, tolong antarkan aku menemui Master Zhang Sanfeng. Ada urusan penting yang ingin kubicarakan!”
