Untungnya ini hanya sebuah vila peristirahatan.
"Setelah Chen Xu mengatur orang yang ditugaskan tinggal di tempat ini untuk menyampaikan kabar bahwa Qi Xun menyabet atap dengan satu pedang, bertarung dengan Putra Mahkota Klan Song hingga mencapai situasi demikian, bahkan akhirnya mengarahkan pedang ke leher lawannya — sang Kaisar Nan Chen mana mungkin memaksa Qi Xun mengganti biaya perbaikan omong kosong itu."
"Satu-satunya yang bisa dia ucapkan hanyalah empat kata: Pemuda masa kini sungguh mengagumkan."
"Yang lebih membuatnya lega adalah, Qi Xun masih bisa dianggap sekutu karena akan pergi ke utara untuk menyelamatkan Jenderal Wu Mingche."
"Dia juga tidak meremehkan sang gadis meski asal-usulnya terlalu misterius dan aneh, serta penampilannya terlihat terlalu muda."
"Syukurlah……"
"Chen Xu tak bisa menahan diri menghela napas panjang penuh penyesalan."
""Mengapa kau mengganti golok?""
Ketika Qi Xun bertemu Song Que pada hari kedua, selain memperhatikan perubahan baju latihan hitamnya yang mempertegas garis wajahnya yang tegas dengan kombinasi warna dasar hitam dan pinggiran emas yang menambah aura pemberontak, dia juga menyadari perbedaan paling mencolok bagi seorang pendekar golok.
Pedang yang tergantung di pinggangnya telah berubah dari "Shuixian Bao Dao" (Pedang Tipis Daffodil) menjadi sebilah pedang hitam tebal yang masif.
Bahkan Klan Song pun mustahil mengirimkan pedang secepat ini, kemungkinan besar pedang ini sudah ada di dalam tas penyimpanannya sejak awal.
Pedang hitam berkelir kuno dengan sarung yang terlihat sangat berat di sampingnya, tak ada yang meragukan keselarasan energi pertarungan antara pedang ini dengan pemiliknya, apalagi meragukan keanggunan yang akan terpancar saat pedang ini dihunus.
Dibanding pendekar pedang, pendekar golok memang terkesan lebih garang secara alamiah. Postur tegak Song Que yang bagai pohon giok ini sangat cocok memegang pedang semacam ini.
Qi Xun kembali melirik golok itu, menduga jika tidak ada halangan, pastilah ini golok yang digunakan Song Que untuk meraih julukan "Tian Dao" (Golok Langit).
"Kalau sudah berkoordinasi, harus ada serangan dan pertahanan." Song Que menjawab dengan terus terang.
Kekalahan kemarin seolah tidak meninggalkan bayangan dalam dirinya. Bahkan saat mengaku mundur refleks untuk bertahan, tidak ada keraguan dalam suaranya.
Delapan Jurus Golok Langit yang sempat ditampilkan Qi Xun dalam pertarungan kemarin, dipadu dengan golok tipis "Shui Xian" yang gesit, memang lebih dominan dalam menyerang daripada bertahan.
Tentu saja jika Song Que sudah mencapai tingkat mahir dalam ilmu golok, perbedaan antara serangan dan pertahanan mungkin tidak terlalu penting. Namun dengan kemampuannya kini, menggunakan golok tebal memang lebih cocok untuk pertahanan solid.
"Kukira kau merasa dengan ganti golok bisa mengalahkanku." Qi Xun bercanda.
Tentu ini juga sedikit bisa disebut sebagai alasan.
Song Que yang percaya diri dengan bakat ilmu goloknya yang luar biasa, tentu tidak begitu senang terus-menerus membawa catatan kekalahan sejak debutnya, dan tetap ingin merebut kemenangan kembali.
Pertempuran kemarin sudah cukup membuatnya menyadari, bahwa mencoba menyaingi kecepatan ilmu pedang Qi Xun hampir merupakan hal yang tidak mungkin dilakukan.
Ilmu tenaga dalamnya mampu mendukung kecepatan tusukan pedangnya yang ekstrem, kelenturan khusus pedang Jin Hong Jian serta jurus pedang yang dikombinasikan dengan Selendang Bai Zhang Han Guang, menambahkan variasi tak terduga dalam aliran serangannya.
Jika Song Que ingin mengandalkan terobosan dalam ilmu golok untuk mengalahkan Qi Xun, satu-satunya jalan adalah dengan menguasai ilmu golok secara kokoh dan mantap hingga mencapai tingkat kesempurnaan.
Namun dalam mimpinya semalam, ia terus-menerus melihat kembali adegan pedang Jin Hong Jian yang menyandar di lehernya itu. Meskipun saat itu tidak bisa melihat jurus itu dengan jelas, nalurinya mengatakan bahwa itu bukanlah serangan pedang yang mengandalkan kecepatan semata.
Begitu saja niatnya untuk mengandalkan kekuatan tebal golok houbei mungkin masih belum cukup.
Setidaknya, harus menciptakan jurus kesembilan setelah Tian Dao Ba Jue (Delapan Jurus Golok Surgawi).
——Seandainya Qi Xun tahu ide Song Que ini, mungkin selain terharu dia takkan bisa berkata-kata.
Seorang ahli multi-talenta yang sudah menyumbang delapan kartu karakter yang menunggu diselesaikan, kini masih ingin membuat kartu kesembilan. Spesies langka seperti ini patut dilindungi baik-baik.
Tentu saja dalam situasi saat Song Que masih belum bisa lepas dari status pecundang dan punya urusan lain, mustahil baginya mencapai terobosan cepat dengan menciptakan jurus kesembilan Tian Dao
dalam waktu dekat.
Sudut bibir Song Que berkedut. Dari sorotan mata Qi Xun, ia menangkap sesuatu yang aneh – seolah lawannya justru berharap reaksi tertentu darinya untuk hiburan. Ia mengalihkan pandang ke arah ibu kota Jiankang: "Bukankah kita harus menemui Kaisar Chen Selatan dalam perjalanan ke utara ini?"
Song Que tidak melupakan siapa yang mengutus orang untuk menjemputnya, apalagi melupakan persetujuannya sebelumnya untuk datang bersama kedua orang itu. Sebenarnya, ia masih menyimpan harapan untuk mengamati apakah Kaisar Chen dari Selatan ini memiliki kemampuan untuk mempersatukan dunia.
Tidak bisa hanya karena munculnya lawan tak terduga, lalu melupakan tanggung jawabnya sebagai Putra Mahkota Klan Song.
"Tentu saja kita harus menemui dia." Qi Xun mengangguk menjawab.
Dengan tambahan Song Que, ditambah dugaan Qi Xun bahwa hasil pertempuran di rumah peristirahatan kemarin telah sampai ke telinga Chen Xu, rencana perjalanan dinasnya ini pada dasarnya sudah bisa dipastikan pelaksanaannya.
Meskipun sebelumnya dia telah menyita persediaan dari beberapa kekuatan, terutama kekuatan seperti Pulau Tak Bernama dan Gerbang Tak Bergigi yang benar-benar bisa disebut kaya harta, fakta tetap bahwa penghasilannya cepat namun pengeluarannya juga mengalir deras. Terlihat dari fakta bahwa dia sudah berhasil menukar 【Burung Rohani · Menginjak Awan】 dan beberapa efek khusus, jelas bahwa belakangan ini dia sering membuka Peta Harta Karun, bahkan berhasil meningkatkan semua enchantment Tian Gong di tubuhnya hingga level Ungu ke atas. Menyelesaikan misi tanpa mengeluarkan uang sendiri jelas lebih nyaman daripada menguras kantong pribadi.
Kaisar Chen Xu memang seorang kaisar yang sangat pintar menangkap situasi.
Dibandingkan dengan putranya Chen Shubao yang lebih cocok menjadi musisi atau penyair ketimbang kaisar - penulis syair "Pohon Giok bercahaya menerangi paviliun belakang", Chen Xu sebenarnya memiliki ambisi yang kuat dalam berkarir.
Kini, setelah semakin melihat harapan Wu Mingche untuk diselamatkan kembali ke Dinasti Chen Selatan, dia telah menyiapkan "dana perjalanan dinas" dan perlengkapan yang diperlukan untuk Qi Xun dan Song Que dengan sangat rapi. Bahkan saat meminta keduanya datang menghadap, dia tidak menyuruh mereka menyimpan senjata.
Meskipun secara harfiah, seandainya dia menyuruh Song Que menyimpan Golok Surga dan melarang Qi Xun membawa Pedang Jin Hong, kemampuan kedua orang ini tetap cukup untuk menghabisi nyawanya di tempat ini.
Kali ini berbeda dengan saat Qi Xun langsung menerobos masuk ke istana di tengah malam, melainkan sebuah audiensi resmi yang sesungguhnya.
Tentu mungkin untuk menghindari kecurigaan hubungan mereka dengan kaisar setelah pergi ke utara, keduanya menggunakan pintu samping.
Peristiwa Gerbang Xuanwu di Tang Chang'an sangat terkenal. Istana Selatan Chen juga memiliki Gerbang Xuanwu, dinamai demikian karena terletak di utara Danau Xuanwu.
Melewati Gerbang Xuanwu, terdapat Taman Hualin di depan Aula Tai Chi.
Setelah Pemberontakan Hou Jing membakar Aula Tai Chi, Kaisar Wu dari Chen merenovasi istana ini, yang kini menjadi lokasi aula utama istana.
Saat ini, istana Chen Selatan belum membangun tiga paviliun tinggi Linchun, Jieqi, dan Wangxian yang dibangun untuk bersenang-senang setelah Chen Shubao naik takhta, terlihat lebih sederhana dibanding istana Song Utara yang pernah dilihat Qi Xun sebelumnya.
Di dalam Aula Tai Chi, Song Que pertama kali bertemu dengan Chen Xu.
Ciri kaisar asal Wuyue yang mahir menunggang kuda, memanah, dan memiliki kekuatan fisik ini masih terlihat meski usianya hampir 50 tahun. Tingginya melebihi delapan chi, lengan melewati lutut. Tidak mengherankan ia bisa bertahan lebih lama di takhta dibanding kaisar-kaisar Dinasti Selatan-Utara yang biasanya hanya bertahan 3-5 tahun. Penampilannya jelas berbeda dengan keluarga Gao dari Qi Utara yang memiliki penyakit mental, maupun keluarga kerajaan Zhou Utara yang kesehatan fisiknya buruk.
Selama dua hari menunggu utusan Chen Xu menjemput Song Que, Qi Xun sebenarnya banyak mendengar gosip tentang kaisar ini.
Misalnya, keponakannya yang dia lengserkan dengan alasan tidak kompeten meninggal dalam dua tahun, jelas-jelas menjadi korban kebijakan "mencabut rumput sampai ke akarnya". Contoh lain, Han Zigao yang dijuluki "Permaisuri Pria" pada masa Dinasti Selatan-Utara dibunuh saat masa perwaliannya. Atau bagaimana Chen Xu naik pangkat hingga menjadi Jenderal Berkuda (Piaoqi Jiangjun) yang memimpin lima provinsi berkat jasa militernya di era Kaisar Wen Chen Qian - membuktikan kemampuannya di medan perang.
Selain itu, Qi Xun yang awalnya kurang memahami Kaisar Xuan Chen mengira bahwa Chen Shubao menjadi penerus hanya karena sang kaisar tidak punya pilihan lain.
Ternyata setelah bertanya sembarangan di kota Jiankang, terungkap Chen Xu memiliki 40 putra!
Di tengah penderitaan rakyat selatan pasca Pemberontakan Hou Jing, bahkan ada yang menganggap kaisar ini sebagai—
Bisa dibilang semacam idola.
Namun bagaimanapun, dia telah mencapai masa akhir kekuasaannya...
Di siang hari yang terang, uban di pelipisnya terlihat lebih jelas di depan Qi Xun dan Song Que dibandingkan saat terlihat dalam cahaya lentera malam itu.
Saat melihat vitalitas luar biasa yang terpancar dari dua anak muda ini, tak bisa dipungkiri ada rasa iri dalam hatinya.
Asal-usul Qi Xun tidak bisa dilacak. Saat Chen Xu mengirim orang ke selatan untuk mencari Song Que, sebenarnya dia juga menyelidiki daerah Lingnan dan perairan selatan untuk memastikan keberadaan Istana Air Suci. Sayangnya penyelidikannya sia-sia, akhirnya dia hanya bisa menyampaikan dua pujian simbolis tentang pentingnya Qi Xun. Kepada Song Que, ucapannya lebih tulus: "Pasukan Keluarga Song memiliki penerus yang cakap."
Song Que tidak memberi tanggapan pasti atas pujian ini.
Urusan basa-basi politik lebih cocok dihandle anggota keluarganya yang lain. Chen Xu sendiri tampaknya sadar, dalam situasi dimana mayoritas klan bangsawan tidak memilihnya, mustahil mengharapkan kisah heroik saling berjabat tangan berlinang air mata hanya karena memperlakukan Putra Mahkota Klan Song dengan sopan.
Saat mengantar kedua orang keluar dari Istana Tai Chi, dia benar-benar berkata dengan tulus, "Tanggung jawab besar untuk menyelamatkan Jenderal Wu Mingche kupercayakan pada kalian berdua. Jika ada hal lain yang perlu kulakukan, jangan ragu, langsung katakan saja."
Mana mungkin tidak tulus? Ketika Chen Bozong digulingkan dari takhta, Chen Xu sama sekali tidak memberi muka pada keponakan laki-lakinya ini, bahkan membunuh peluang baliknya dengan mengakhiri hidupnya.
Karena kegagalan Ekspedisi Utara, Qi Xun sempat mendengar bisik-bisik ketidakpuasan di istana saat menelusuri prestasi gemilangnya.
Jika Wu Mingche bisa kembali ke istana Chen Selatan, ini pasti akan menjadi momen kunci untuk mengubah arah angin bagi Chen Xu.
Maka Qi Xun pun tak bertele-tele, "Jika kerajaan berkenan, memang ada satu hal yang memerlukan bantuan Yang Mulia."
Chen Xu tidak menyangka Qi Xun benar-benar melanjutkan permintaan tersebut. Namun setelah mendengar permohonannya dan pernyataan "Setelah tiba di utara, saya punya metode sendiri untuk menyelamatkan orang. Saya harap kerajaan tidak mengganggu rencana ini", Chen Xu segera menyatakan pengertian akan kesulitan misi ini dan berjanji akan menunggu kabar baik dari Jiankang.
Sedangkan permintaan lainnya dari Qi Xun, dia akan menggunakan surat resmi kekaisaran untuk mendapatkan tiket masuk awal.
Memiliki klien seperti ini cukup menyenangkan. Setelah tinggal tiga hari lagi di Jiankang, Qi Xun dan Song Que pun berangkat ke utara.
Lebih tepatnya menuju arah barat laut.
Di tengah musim dingin, gelombang Sungai Panjang justru semakin ganas oleh embun beku, membuat penyeberangan terasa semakin menakutkan.
Qi Xun berdiri tegak di haluan kapal. Tianshui Divine Art yang menekan gelombang sungai membuat kapal ini - yang memang tidak ada hubungannya dengan Chen Xu dan tanpa awak tambahan - melaju dengan stabil.
Song Que tentu tidak akan melewatkan situasi khusus ini.
Tapi dia bahkan belum bisa menguji batas ilmu pedang Qi Xun, ditambah perkataan "tidak pantas membahas topik yang terlalu dalam dengan orang yang belum dekat" yang justru diucapkannya saat menolak melanjutkan pembahasan situasi Zhou Utara, semakin tidak ada alasan untuk menanyakan lebih dalam.
Dia juga sangat ingin menanyakan tentang keadaan Di Feijing.
Saat itu di rumah peristirahatan, seluruh perhatian Song Que tertuju pada alasan sebenarnya Qi Xun memanggilnya, serta pertarungan konfrontasi golok dan pedang. Baru sekarang ketika lawannya berperilaku layaknya tukang kapal yang Ren Lao Ren Yuan, barulah dia menyadari kondisi khusus ini.
Tiba-tiba dia teringat dua hari lalu dalam obrolan santai, Qi Xun pernah menyebut bahwa dirinya datang dari wilayah Lingnan.
Meski Song Que tidak berani mengaku sudah menjelajahi seluruh wilayah Lingnan dari timur ke barat, dia masih memiliki pemahaman tentang beberapa keahlian unik di daerah itu. Dari sisi ini, pernyataan Qi Xun tentang asal-usulnya mungkin bukanlah omong kosong.
“Perjalanan ke Chang'an mencapai ribuan li. Nona Qi yang tidak terlibat dengan berbagai pihak, bahkan hanya bertemu dua kali dengan kerajaan Chen Selatan, mengapa bersusah payah sampai sejauh ini?”
Song Que memeluk golok hitam sambil menatap permukaan sungai.
Ketenangan air di depan kapal tak mampu mengubah kesuraman musim dingin ini, benar-benar bukan musim yang tepat untuk perjalanan ribuan li menyelamatkan orang.
“Tuan Song bersedia ikut pasti bukan karena dikalahkan.” Qi Xun dengan santai menyiratkan bahwa karena dia juga punya maksud tersembunyi, maka tak bisa menyalahkannya karena tidak jujur sepenuhnya, membuat Song Que tak bisa terus bertanya.
Baru saja ingin mengalihkan topik agar tak terus-menerus pasif dalam percakapan ini, tiba-tiba dia mendengar Qi Xun bersuara lagi, “Tunggu sebentar
, mengapa kau hitung jarak ke Chang'an? Siapa bilang kita akan menyelamatkan orang di Chang'an dulu?”
“……?” Bukankah begitu?
Song Que tiba-tiba menyadari bahwa perkataan Qi Xun sebelumnya saat meninggalkan Aula Tai Chi tentang "metodenya sendiri dalam menyelamatkan orang" ternyata bukan sekadar omongan kosong belaka.
Ia pun melihat Qi Xun menoleh ke arahnya dengan pandangan bercanda, "Kalau langsung masuk ke Chang'an... Tuan Song pikir penampilanmu sangat tidak mencolok ya?"
"Bukan 'rendah' dalam nada suara, mungkin ucapanku agak membingungkan. Maksudku, dengan penampilan mencolok dari kita bertiga - saya, Tuan, dan pengikutku ini - jika langsung muncul di sekitar Chang'an, bukankah kita akan menarik perhatian khusus dan mendapat pengawasan ketat?"
"......" Song Que baru pertama kali melihat seseorang yang bisa memuji penampilan orang lain sekaligus menyombongkan diri secara terang-terangan tanpa rasa malu sedikit pun.
Namun mendengar alasan yang dikemukakannya dengan begitu meyakinkan, Song Que sulit untuk tidak terpengaruh oleh pembenarannya.
Siapa yang menyuruh mereka sama sekali tidak tahu tentang Chang'an, apalagi mengetahui apakah Jenderal Wu itu ditahan secara rahasia atau dikurung di Penjara Bawah Tanah dengan disiplin ketat. Jika orang-orang seperti mereka yang jelas berasal dari latar belakang yang tidak biasa, datang dari selatan, langsung tiba di sekitar ibu kota Zhou Utara, sepertinya memang seperti yang dikatakan Qi Xun, mereka akan segera menjadi target pengawasan khusus.
Kecuali jika saat menuju Chang'an mereka sudah memiliki alasan tindakan yang sah dan terbuka, baru bisa terhindar dari kecurigaan hubungan dengan pejabat penting Chen Selatan.
Qi Xun melanjutkan penjelasan: "Inilah mengapa saya meminjam surat tangan kaisar untuk mengunjungi Bhikkhu Zhiyi di Kuil Waguang, dan menetap di Jiankang selama dua hari."
Bhikkhu Zhiyi, pendiri Sekte Tiantai, mewarisi ajaran Buddha dari para pendahulu seperti Huiwen dan Huisi yang bermigrasi ke selatan. Diundang oleh penguasa Chen Selatan, beliau pernah mengajar ajaran Buddha di Jiankang selama tujuh tahun sebelum mendirikan vihara di Gunung Tiantai.
Di sekitar istana kerajaan Jiankang, jumlah kuil Buddha besar kecil tak terhitung. Qi Xun awalnya hanya ingin mendapatkan surat pengantar dari biksu agung ternama, namun beruntungnya Biksu Zhiyi kebetulan turun dari Gunung Tiantai menuju Jiankang saat itu, dan menetap di Kuil Waguansi.
Kebetulan ini memberinya surat rekomendasi yang lebih berpengaruh.
Inilah bukti yang memuluskan aksesnya ke tujuan perjalanan kali ini.
Song Que tidak terlalu tertarik pada ajaran Buddha, jadi saat Qi Xun pergi ke Kuil Waguansi, ia mengira sang gadis hanya tertarik khusus pada kuil Buddha Dinasti Selatan Chen.
Namun kini ia baru menyadari belakangan bahwa lawan bicaranya jelas bukan tipe yang melakukan sesuatu tanpa alasan.
Akibatnya, ia sama sekali tidak tahu apa yang dibicarakan antara dirinya dengan Biksu Zhiyi, membuatnya merasa kalah dalam hal ini.
"……" Sedikit tersinggung.
Untungnya, meskipun Qi Xun sangat merahasiakan asal-usulnya, tujuan perjalanan kedua orang yang sudah bisa dianggap sejalan ini—karena sudah dalam perjalanan melintasi Sungai Panjang—tidak perlu disembunyikan lagi. Kali ini dia tak keberatan memberitahu Song Que. "Aku memiliki sebuah lukisan yang terkait dengan aliran Buddha."
Qi Xun menunjuk ke arah kucing besar yang sedang meringkuk di kapal. Di punggung harimau itu terdapat sebuah bungkusan. Karena beban uang logam yang lebih berat tidak diletakkan di sana, mudah terlihat bahwa di dalam bungkusan itu tersimpan sebuah gulungan lukisan.
Harimau putih besar itu sempat terdiam sejenak saat pandangan Qi Xun dan Song Que tertuju padanya. Dengan susah payah, dia berusaha keras meringkuk menjadi bola, menunjukkan bahwa dia tak akan bergoyang-goyang atau melompat-lompat sehingga membuat barang di punggungnya jatuh ke sungai.
Song Que baru saja merasa iri pada ketaatan mount miliknya, tiba-tiba mendengar Qi Xun melanjutkan: "Awalnya aku berniat menunjukkan lukisan ini kepada Biksu Zhiyi, namun teori Tiga Pandangan Hidup-nya yang brilian dan pemahaman Buddha yang mendalam tak bisa mengubah satu fakta - dia tidak menguasai ilmu bela diri. Lukisan ini agak tidak biasa, orang yang tidak menguasai ilmu bela diri tidak bisa sembarangan melihatnya. Oleh karena itu Biksu Zhiyi menulis surat rekomendasi, memintaku mencari orang lain untuk bertanya."
"Kuil Jingnian Chanyuan?" Song Que segera menyadari ini memang alasan yang lebih masuk akal daripada masuk ke utara tanpa sebab.
Gerakan anti-Buddha di Dinasti Utara, meski ada master dari Kuil Jingnian Chanyuan dan banyak biksu bela diri, tetap tidak sampai melanda kuil tersebut.
Kuil Jingnian Chanyuan kokoh berdiri di Luoyang. Jika Qi Xun membawa surat rekomendasi tulisan tangan Biksu Zhiyi dari Sekte Tiantai, serta gulungan lukisan yang hanya bisa dipelajari oleh biksu agung yang menguasai ilmu bela diri dan filosofi Buddha, itu sama artinya dengan
memiliki alasan perjalanan ke utara yang paling tepat.
Meski mungkin karena aksi pedangnya yang menghancurkan atap kemarin meninggalkan kesan mendalam pada Song Que, hingga kunjungan resmi dengan kartu nama yang sudah dipersiapkan ini tetap terlihat seperti niat mengganggu di matanya.
Tapi harus diakui, insting Song Que dalam mengeluarkan goloknya selalu tepat sasaran, responsnya terhadap penilaian krisis lebih cepat dari orang biasa, dan kini tebakannya tentang kebenaran juga sangat akurat.
Dia sama sekali tidak berniat menjadi tamu kehormatan Kuil Jingnian Chanyuan. Jika benar melakukannya, bisa jadi harus mematuhi berbagai aturan tempat suci Buddha.
Yang dia tahu hanyalah—
Cara termudah untuk membuat peristiwa yang mungkin menarik perhatian menjadi tidak mencolok adalah dengan menimpanya dengan kabar yang lebih eksplosif.
Karena jelas mereka tak mungkin bersikap low-profile, maka lakukan saja dengan seenak udel dan setinggi langit!
Dengan Jin Hong Jian di tangan, empat kata "kegembiraan membalas budi dan dendam" yang diwariskan hampir menjadi hal yang tertanam kuat dalam ingatan Qi Xun. Karena itulah dia tidak mau mengorbankan dirinya, bahkan di tengah kekacauan era Dinasti Selatan dan Utara sekalipun.
Memiliki alasan untuk membuat orang lain percaya bahwa tindakannya memang ada dasarnya sudah cukup, sisanya——
semuanya akan dijalankan sesuai aturannya!
"Benar, targetnya adalah Kuil Jingnian Chanyuan. Kita pergi ke Luoyang dulu!"
Tapi Song Que semakin yakin, sebelum Kuil Jingnian Chanyuan merasakan sakit kepala akibat kedatangan tamu tak terduga yang mungkin tidak berniat baik ini, dirinya sendiri akan lebih dulu dibuat kecapekan oleh ulah Qi Xun.
Sejenak sebelumnya, ia tak sengaja menoleh ke arah Qi Xun karena pernyataannya yang tegas dan berwibawa. Angin sungai yang bertiup kencang menggerakkan rambut hitamnya yang tergerai, sementara mantel bulu rubahnya tetap tak bergerak. Tiba-tiba Song Que menyadari: wanita di depannya bukan hanya pendekar pedang langka yang tiada tanding, tapi juga seorang kecantikan yang meski berwajah kekanak-kanakan, tak mengurangi keanggunannya. Perasaan aneh yang tak bisa diungkapkan merayap di hatinya.
Begitu menyeberangi sungai dan beralih ke jalur darat, Song Que harus mengakui kuda tunggangannya jauh lebih lambat dibanding "Da Bai" - harimau putih besar tunggangan Qi Xun, maupun Kuda Hitam Menginjak Salju yang dikendarai Di Feijing. Dengan malu-malu, terpaksa ia meminta mereka untuk memperlambat laju.
Namun konsekuensi dari perlambatan ini justru lebih menyiksa: Qi Xun yang seolah bisa fokus menginterogasinya tentang Delapan Prinsip Pedang Langit (Tian Dao Ba Jue) karena tak perlu terburu-buru, sebenarnya telah lama menyusun perhitungan matang untuk ini.
Ilmu golok dan ilmu pedang memang memiliki kesamaan, terutama Delapan Prinsip Golok Surgawi Song Que yang semuanya menggunakan air sebagai nama, yang pada dasarnya juga mengambil karakteristik kabut, awan, dan warna air sebagai ciri khas ilmu golok.
Qi Xun meniru dua jurus dengan Pedang Jin Hong, Song Que langsung menyadari bahwa karakteristik serupa dalam ilmu pedangnya dan kekuatan internal unik yang pasti dimilikinya, memungkinkannya menguasai Delapan Prinsip Golok Surgawi melampaui jenis senjata - benar-benar bukan hal yang mustahil.
Dalam situasi di mana aset keluarga seolah akan dikuras habis sekaligus ini, Song Que sama sekali tidak punya energi ekstra untuk memikirkan apakah lawannya itu cantik atau perasaan anehnya sendiri.
Yang paling membuatnya merasa layak dihukum adalah, ketika Qi Xun sedikit menyimpangkan Delapan Prinsip Golok Surgawi ke jalur yang salah, rasa hormatnya pada ilmu golok kreasi sendiri itu membuatnya tak kuasa mengoreksi kesalahan tersebut.
Begitu kata-kata itu terucap, tak ada lagi ruang untuk mundur - hanya bisa melanjutkan penjelasan.
Song Que tentu masih harus memprotes, "Nona Qi, kamu ini..." Apakah mencuri ilmu seperti ini tidak salah?
Namun sebelum sempat menyelesaikan kalimatnya, Qi Xun telah mengantisipasi perkataannya dan memotongnya. "Tuan Song sebelumnya berkata bahwa satu fokus menyerang, satu fokus bertahan, menurutku itu masuk akal. Hanya saja perjalanan ke Kuil Jingnian Chanyuan ini mungkin tidak akan damai. Alangkah baiknya selama perjalanan, jurus penyerang diperkuat dan jurus bertahan diperkokoh, setuju?"
Song Que menjawab "Setuju", lalu tersadar bahwa jawabannya memberi alasan sempurna bagi Qi Xun untuk mempelajari metode serangan tambahan.
Sepuluh tebasan dalam Satu Gerakan Delapan Prinsip Pedang Langit, ketika digunakan dengan gaya pedang cepat - setidaknya terlihat dari energi pedang Qi Xun yang melesat di udara dan menghancurkan batu besar di pinggir jalan - benar-benar cara efektif meningkatkan kemampuan menyerang.
Tentu saja dia segera menyadari, dugaan sebelumnya bahwa kunjungan ke Kuil Jingnian Chanyuan tidak akan sesederhana ini memang bukanlah tebakan yang salah.
Yang membuatnya semakin merasa tidak punya alasan untuk menolak adalah, Qi Xun kemudian juga membagikan
jurus bertahan 【Garis Horizon Lautan dan Langit】 dari ilmu pedangnya kepada Song Que.
Postur bertahan Garis Horizon Lautan dan Langit juga bisa diaplikasikan dari ilmu pedang ke ilmu golok. Dengan ketajaman pengamatan Song Que, mustahil tidak melihat bahwa pencipta jurus pedang ini pastilah orang yang luar biasa. Dengan perhitungan ini, dia tidak hanya tidak dirugikan, malah bisa dibilang mendapat keuntungan.
Ini benar-benar sesuai dengan perkataan Qi Xun, bahwa keduanya sama-sama mengalami peningkatan menuju bidang tanggung jawab yang telah ditetapkan.
Song Que terdiam di tempat sejenak, lalu segera menyusul dan berjalan sejajar dengan Qi Xun. Setelah menekan perasaan bahwa dirinya terlalu berprasangka buruk, dia tak bisa menahan diri untuk bertanya, "Tidakkah kamu takut suatu hari nanti aku akan mengunggulimu, setelah mengganti golok ini dan menguasai jurus pedang【Garis Horizon Lautan dan Langit】mu dalam ilmu golok?"
Qi Xun tertawa terbahak, kembali tercengang akan keluguan calon Pemimpin Klan Song ini, "Kamu masih jauh dariku. Bicaralah lagi ketika kamu bisa memaksaku mengeluarkan seluruh kemampuanku."
Pada antarmuka yang hanya terlihat oleh Qi Xun, dua【kartu karakter Song Que·Angin Surgawi Mengalun di Giok】dan【Song Que·Aliran Batu di Atas Batu】telah sepenuhnya terkunci setelah diskusi tentang ilmu golok dan pedang dengan Song Que selama perjalanan beberapa hari ini.
Qi Xun juga tidak terlalu terkejut ketika melihat bahwa meskipun seluruh set ilmu golok ini menggunakan air sebagai nama, sebenarnya ini adalah【kartu hati】.
Ilmu golok Song Que bertanya pada hati, bertanya pada prinsip, bertanya pada langit. Dalam pertempuran kemudian melawan Ning Daoqi, sudah terlihat aura Da Zongshi. Meski masih jauh dari level "golok menembus kekosongan", sifat dan wataknya yang murni memberi peluang untuk mencapai terobosan.
Seiring pembukaan kartu karakter Song Que, karakter baru di daftar pendukung pertarungan ini juga memperbarui penampilan Q-nya.
Figur mini yang menggendong golok hitam kecil ini, mungkin karena wujud aslinya sangat tampan, terlihat luar biasa menggemaskan dalam bentuk Q. Ekspresi lamunan yang penuh kebingungannya juga sangat jelas terlihat.
Semoga perjalanan ke Luoyang dan Chang'an ini tidak sampai membuatnya dibohongi hingga lumpuh.
Dia tidak bertanggung jawab mengganti kerugian Klan Song atas hilangnya seorang pewaris.
Kekacauan periode Dinasti Utara-Selatan semakin terasa mengejutkan saat mendekati wilayah utara, memberi pengalaman visual yang kuat bagi Qi Xun dan Song Que.
Selama 100 tahun lebih masa Lima Barbarian Mengacau Han, populasi orang Han di Zhongyuan merosot drastis dari 20 juta menjadi 4 juta - angka yang sungguh mengejutkan.
Bahkan dalam masa pemulihan setelah Wei Utara menyatukan utara, perbaikan situasi yang terjadi masih sangat terbatas.
Sepanjang perjalanan mereka melewati jalan resmi, sebenarnya tidak sampai melihat pemandangan mengerikan tulang-belulang berserakan di padang, apalagi adegan orang-orang Han yang diperlakukan seperti kambing berkaki dua oleh suku-suku Hu dengan cambukan. Namun fakta yang terasa jelas adalah, seringkali selama berjam-jam berkuda dalam radius beberapa li, tak terlihat tanda-tanda kehidupan manusia.
Song Que bukan tidak pernah menerima kabar dari utara, namun di hadapan pemandangan suram ini, kata-kata tertulis terasa sangat tak berdaya.
"Keluar dari Gunung Kota Keluarga Song untuk melihat keadaan luar, mungkin adalah keputusan paling bijak yang pernah kubuat." Song Que menghela napas.
Berinteraksi dengan suku-suku Li-Liao di Lingnan, sama sekali berbeda rasanya dengan menunggang kuda melintasi wilayah utara.
Song Que bahkan tiba-tiba merasa, gagasannya yang sebelumnya hanya ingin mencari pasar untuk produk lokal Lingnan sambil melihat-lihat pendekar ternama di Jianghu, terasa agak terlalu naif.
Terutama ketika memasuki wilayah Heluo, di antara awan gelap di langit, kepingan salju mulai berjatuhan.
Kemiskinan dan hawa dingin bertabrakan, tidak ada romantisme yang dibayangkan orang Lingnan yang belum pernah melihat salju, hanya panorama gersang yang bertumpuk.
Song Que tidak menyadari bahwa Qi Xun sebenarnya hanya memiliki pengetahuan samar tentang sejarah ini, tidak seperti dirinya sebagai penduduk lokal yang hafal detailnya. Dia hanya ingin bicara lebih banyak saat perasaan tertekan menumpuk.
Ia mengangkat cambuknya menunjuk ke depan: "40 tahun lalu setelah Pertempuran Heqiao di timur laut Luoyang, Hou Jing menguasai daerah ini. Saat Hou Jing memberontak dan bergerak ke selatan mengacau Liang, wilayah ini jatuh ke tangan Gao Cheng. Saat Qi Utara masih ada, Benteng Jinyong dan Jembatan He di Luoyang menjadi garis pertahanan melawan Zhou Utara dan Wei Barat. Kini fungsinya tidak sebesar dulu. Zhou Utara telah menghancurkan Qi dalam Pertempuan Pingyang dan Jinyang, menguasai utara. Ibu kota di Chang'an membuat Luoyang tak lagi penting."
“Lebih penting lagi adalah garis Huai Bei.” Qi Xun membalas sambil mengikuti arah tunjukannya
memandang ke arah tersebut.
Memasuki area yang beberapa tahun lalu masih menjadi inti garis pertahanan, sisa-sisa senjata yang masih tersembunyi di tanah sepanjang jalan resmi - bukti pertempuran berkala selama 30-40 tahun terakhir - kini tertutup lapisan tipis salju yang tak sanggup menyembunyikan warna gelap tanah yang seolah masih basah oleh darah.
Ketika tiba di persimpangan jalan menuju Kota Luoyang dan Kuil Jingnian Chanyuan, ketebalan salju di tanah sudah bertambah cukup banyak.
Hari telah senja, baik untuk memprovokasi maupun bertanya keduanya tidak pantas dilakukan. Mereka pun menginap semalam di penginapan luar kota, baru melanjutkan perjalanan saat fajar menyingsing keesokan harinya.
Setelah semalam diguyur salju, hamparan tanah kini berwarna putih bersih sempurna.
Qi Xun mendengar suara cakar kucing besar menekan tumpukan salju, merasa ada keunikan tersendiri dalam bunyi itu.
"Menoleh ke belakang, jejak-jejak cakar harimau di atas salju samar-samar membentang dari arah penginapan. Pelayan toko yang bertugas merawat kuda itu seolah masih berdiri di depan pintu, menciptakan pemandangan yang semakin menarik."
"Meskipun Qi Xun memberi uang banyak, tetap tidak mengubah tekad pelayan itu untuk memastikan ketiga penunggang kuda benar-benar telah pergi, barulah ia bisa tenang kembali tidur."
"Kau sungguh membuatnya ketakutan setengah mati." Song Que menggeleng sambil tertawa getir.
"Setelah istirahat semalam, kegelisahan dalam hatinya selama dua hari perjalanan telah banyak berkurang. Kini yang lebih mengkhawatirkan adalah tindakan Qi Xun yang nekat mendatangi Kuil Jingnian Chanyuan. Jika benar-benar harus berhadapan dengan Empat Buddha Suci dan kepala biara, ilmu goloknya yang telah meningkat setelah bertarung dengan Qi Xun ini, berapa orang sanggup dihadangnya?"
"Meski Empat Buddha Suci sementara tinggal di Kuil Jingnian Chanyuan, mereka sebenarnya tidak berasal dari aliran yang sama."
Misalnya, Master Jiaxiang dan Master Huangshan sama-sama berasal dari aliran Zen. Kaisar Xin Zunzhe berasal dari aliran Huayan. Melihat nama Master Zhihui saja sudah jelas, dia dan Biarawan Zhiyi yang pernah dikunjungi Qi Xun adalah saudara seperguruan, termasuk dalam aliran Tiantai atau lebih tepatnya sekte Tiantai Fahua.
Baru-baru ini mereka berkumpul di Luoyang, sebenarnya hanya karena Empat Biksu Suci Dunia ini sering berkumpul untuk berdiskusi kitab suci dan berdebat tentang Tao.
Mendengar bahwa beberapa orang ini, terutama Master Zhihui yang terkenal sejak 20 tahun lalu, bahkan tidak kalah dengan figur panutan jalur putih Ning Daoqi, Song Que merasa sedikit tidak tenang dalam hatinya.
Namun melihat Qi Xun yang sama sekali tidak merasakan tekanan ini, bahkan melambaikan tangan ke arah pelayan toko yang ingin cepat-cepat mengantar mereka pergi, dengan antusias membuat "kucing besar" yang ditungganginya berputar dua kali di tempat sebelum melanjutkan perjalanan—
Sikap santai dan bebas seperti ini benar-benar membuat perasaan cemasnya yang sempat muncul perlahan menghilang.
Dia bahkan meraih serpihan salju yang melayang di angin, atau mungkin sehelai angin sepoi yang mengalir di ujung jarinya.
Setelah semalam bersalju, sinar matahari mulai menembus awan, meninggalkan kilauan emas di atas salju di jalan gunung yang mereka lalui.
Dalam ketenangan hati dan kebahagiaan sederhana selama perjalanan, ilmu tenaga dalam-nya yang sangat terkendali justru memancarkan aura transenden yang sangat menular.
Tapi ucapan Qi Xun selanjutnya langsung menghancurkan suasana kejernihan hati yang jernih ini, "Menurutmu jika aku mengunjungi Kuil Jingnian Chanyuan, apakah mereka akan langsung memanggilku penyihir wanita?"
Qi Xun merapikan mantel bulu rubahnya, semakin yakin bahwa kemungkinan itu sangat besar.
Terutama gaya mengendarai harimau dan mengendalikan Di Feijing, benar-benar menunjukkan ciri khas penyihir wanita.
Tapi bagaimana pun, Qi Xun masih sangat tertarik untuk mencoba situasi yang belum pernah dialaminya sebelumnya.
"……" Song Que dengan mudah membaca antusiasme di wajahnya. Seharusnya ia membantah, namun akhirnya hanya menggenggam erat pedang hitamnya, seolah siap bertarung kapan saja.
"Ahem, Tuan Song, jari-jarimu bisa sedikit dikendurkan. Kita bukan datang untuk menghancurkan gerbang kuil mereka." Ujung jari Song Que yang mencengkram sarung pedang terlalu kentara, membuat Qi Xun tak tahan untuk bercanda.
Tentu saja gerbang Kuil Jingnian Chanyuan juga tidak mudah dihancurkan.
Terletak di daerah pinggiran kota yang selama 40 tahun berturut-turut berganti empat kekuatan penguasa, pegunungan tempat Kuil Jingnian Chanyuan berdiri justru terlihat lebih tenang dan transenden dengan selimut salju putih bersih.
Dari bawah bukit kecil, hanya terlihat samar tujuh menara utama yang menjulang di balik lapisan salju yang menyelimuti pegunungan hijau.
Atap salah satu dari tujuh balai utama. Saat mendaki jalan setapak ke atas, lapisan atap melengkung yang bertingkat-tingkat mulai tampak seiring naiknya pandangan mereka.
Luas area Kuil Jingnian Chanyuan yang mengejutkan dan tata letak mirip kota kecil memperlihatkan sudut pandang pertama pada mereka.
Keduanya sebelumnya pernah mendengar tentang tempat ini, namun ketika menyaksikan genteng liuli tiga warna yang masih utuh meski diterpa gempuran perang, berhiaskan lapisan embun beku yang jernih, serta memancarkan kilau mulia yang terlihat dari kejauhan di bawah sinar matahari - harus diakui, reputasi Kuil Jingnian Chanyuan sebagai pemimpin aliran Buddha kini memang pantas disandang.
Baru ketika tiba di gerbang utama, keduanya benar-benar menyadari betapa besar kompleks kuil yang terhubung menjadi satu ini.
Genteng liuli tiga warna yang paling mencolok adalah biru merak, seiring perjalanan mereka mendaki bukit, cahayanya semakin memesona di bawah sinar matahari yang semakin tinggi. Saat Song Que menatap Qi Xun, seolah kilau biru merak memantul di matanya.
"808 anak tangga." Ujarnya sambil melangkah ke ambang pintu gerbang kuil.
Yang dihitung Qi Xun adalah total anak tangga dari luar gerbang kuil hingga ke lokasi kaki bukit tempat mereka mulai mendaki - semuanya berjumlah 808 tingkat.
Song Que bertanya, "Kenapa kamu masih sempat menghitung ini?"
"Mungkin ini tentang rasa ritual?" Qi Xun menatap pintu besar di depannya dengan tatapan penuh makna, "Biasanya yang lebih ritual adalah para biksu suci Kuil Jingnian Chanyuan yang sudah tahu kabar kedatangan kita, lalu membuka pintu secara spontan saat kita tiba untuk memamerkan kemampuan meramal mereka."
“Sepertinya Anda sedang menyulitkan para master.” Song Que merasa para biksu suci itu diperlakukan tidak adil.
Qi Xun malah menjawab dengan logikanya sendiri: "Kamu salah. Aku sangat percaya kemampuan empat Maha Biksu dalam memahami Buddhisme. Jika pintu tidak terbuka, belum tentu karena kelalaian mereka. Mungkin mereka tidak menyambut tamu tak diundang seperti kita. Setuju?"
Wakil Pemimpin Istana Qi yang dengan santai menyebut diri sebagai "tamu tak diundang" ini menatap pintu lama-lama, tiba-tiba mengucapkan kata-kata mengejutkan: "Kalau begitu, kita bisa saja menendang pintu ini, bukan?"
"……" Itu tidak perlu dilakukan.
Namun yang mengejutkan Song Que, begitu kata-katanya selesai, pintu utama Kuil Jingnian Chanyuan perlahan terbuka di hadapan mereka.
Seorang biksu muda berpostur tegap dengan wajah teduh berdiri di halaman yang telah dibersihkan dari salju, memberikan salam Buddhis kepada mereka berdua.
Namun mungkin karena logika Qi Xun yang "buka pintu berarti menyambut, tidak membuka pintu berarti bisa ditendang" ini, Song Que merasa senyum biksu yang membuka pintu itu terlihat sedikit kaku.
Ditambah lagi dengan sikap santai nyonya muda yang benar-benar berniat menendang pintu ini, siapa sebenarnya yang lebih pantas disebut bagian asli Kuil Jingnian Chanyuan, sepertinya sulit dipastikan.
Song Que berusaha memecahkan suasana canggung ini dengan bertanya, "Bolehkah kami tahu bagaimana cara memanggil Biksu?"
Biksu muda itu mengatupkan tangan sambil berkata, "Jangan sebut aku Biksu. Hamba Liaochen, murid Master Jiaxiang."
"Silakan ikuti hamba."
Setelah berkata demikian, ia berbalik dan memimpin jalan. Jubah sederhana itu ternyata terlihat sangat anggun di tubuhnya.
Menyaksikan pemandangan ini, Qi Xun diam-diam mengamatinya sekali lagi.
Di Kuil Jingnian Chanyuan yang penuh bakat tersembunyi ini, memiliki kemampuan ilmu bela diri yang hampir setara dengannya bukanlah hal aneh. Memiliki aura yang begitu luar biasa juga wajar. Tapi menjadi aneh ketika mengingat bahwa orang ini adalah murid salah satu Empat Biksu Suci dan seangkatan dengan Abbas Liaokong.
Meski Qi Xun belum bertemu Liaokong, tapi melihat performa tempur Song Que saat ini, dia sudah bisa memperkirakan level kekuatan puncak generasi muda sekarang.
Kemampuan orang di depan mata ini sedemikian rupa, setidaknya di masa depan seharusnya tidak lagi tak dikenal. Bahkan mungkin bisa ikut kompetisi untuk posisi kerja melawan Liaokong.
Wajahnya mungkin terlihat baru awal 20-an, tapi mengingat kondisi umum Kuil Jingnian Chanyuan, usianya mungkin sudah mendekati 40 tahun. Ini tidak menghalangi penilaian Qi Xun.
Ini jelas bakat yang bisa menyaingi tokoh-tokoh Jianghu seperti Tian Dao dan Yin Hou!
