Sayangnya, seperti yang diduga Qi Xun sebelumnya, Shi Zhixuan yang ketahuan mencuri ilmu oleh Empat Biksu Suci tetap bisa lolos dari kejaran mereka, meski terluka akibat serangan jari Zen Master Jiaxiang.
Dengan rute pelarian yang sudah direncanakan Qi Xun sebelumnya ditambah bantuan peta mini untuk menghindar, keempat biksu itu hanya bisa menyaksikan kaburnya mereka meski berteriak-teriak ingin menyelamatkan Abbot Liaokong.
Apalagi ini adalah masa kekacauan.
Tiga tahun lalu, Luoyang masih menjadi garis depan konfrontasi antara Zhou Utara dan Qi Utara. Meski kini utara telah menyatu di bawah kendali Zhou Utara, Kaisar Xuan dari Zhou Utara jelas bukan material pemimpin yang kompeten.
Bahkan dia bisa melakukan operasi yang tidak masuk akal seperti menyerahkan tahta kepada putra sulung, menyebut diri sendiri sebagai Kaisar Tianyuan sambil tetap memegang kekuasaan, lalu meninggal karena kelelahan akibat kebejatan di tahun berikutnya. Wajar saja jika pengawasan atas daerah taklukan kali ini juga longgar.
Jenderal Besar Zhuguo dari Zhou Utara, Yuchi Jiong, ditempatkan di Yecheng untuk mengawasi Provinsi Xiangzhou. Ketika Yang Jian kemudian menggunakan Guanlong sebagai basis untuk melawan Yuchi Jiong, Luoyang sekali lagi menjadi garis depan.
Bisa dibayangkan seperti apa kondisi tempat ini sekarang.
Ketika sekelompok biksu agung yang berpenampilan tenang "dengan cahaya Buddha bersinar universal", terutama yang terlihat makmur, memimpin para biksu bela diri beraura perkasa keluar, itu hampir seperti brosur penerimaan siswa yang hidup.
Di tengah kekacauan zaman, harapan paling sederhana manusia tak lain adalah bisa makan kenyang.
Empat Biksu Suci boleh saja bertindak terhadap anggota gerakan jahat, atau terhadap orang seperti Qi Xun yang sulit dibedakan antara jalur benar dan jahat, tapi sungguh tak mungkin mereka bertindak terhadap rakyat biasa yang matanya penuh harapan membara ini.
Tentu saja Kuil Jingnian Chanyuan tidak mungkin menerima semua orang ini, juga tidak mungkin benar-benar bertindak melawan arus dengan mengubah anggota sekte mereka menjadi mangkuk nasi besi. Bagi mereka, cara terbaik untuk menangani ini adalah—
Rapikan barang-barang dan pulanglah.
Seberapapun ingin memburu orang, tindakan harus dilakukan dengan rendah hati.
Apalagi Kuil Jingnian Chanyuan memang memiliki beberapa hal yang tidak dapat dibenarkan.
Di atas kota Zhongzhou yang tidak jauh dari Luoyang, mayat Shi Zhixuan yang tewas di Kuil Jingnian Chanyuan dan dibawa pergi oleh kucing besar atas perintah Qi Xun, digantungkan. Saat ditemukan saat fajar, selain mayat yang tergantung, terdapat juga tulisan yang diukir dengan pedang sebagai pena:
Kuil Jingnian Chanyuan tertipu oleh Shi Zhixuan, membina Shi Zhixuan yang menyamar sebagai Liaochen dengan sepenuh tenaga. Qi Xun sebagai penolong baik telah membunuh Shi Zhixuan di sini. Sebagai imbalannya, beliau meminta Master Liaokong untuk menemani perjalanan guna menjawab pertanyaan, dan akan dikembalikan dalam beberapa hari.
Pernyataan ini terdengar sangat mulia dan resmi.
Tapi "beberapa hari" ini sebenarnya berapa hari, dia sama sekali tidak memberikan penjelasan.
Jika Kuil Jingnian Chanyuan masih terang-terangan mencari "orang baik hati" ini di permukaan, itu benar-benar tindakan membalas budi dengan kejahatan.
"Zhongzhou..." Qi Xun menoleh memandang kota yang kini hanya tersisa bayangan samar di belakang, "Kalau tidak salah ingat, Zhongzhou adalah Bianjing di kemudian hari, ya?"
Menyadari Di Fejing dibangunkan oleh Bhiksu Jiaxiang, suasana antara dirinya dan Qi Xun terlihat agak rumit, Song Que dengan sadar mengajak Liaokong mundur beberapa langkah.
Ini sekaligus memberi ruang untuk percakapan rahasia antara Qi Xun dan Di Fejing yang memang tidak pantas didengar oleh Song Que dan Liaokong.
Harimau putih besar menggeleng-gelengkan kepala mengikuti dari belakang kedua orang itu.
Bulunya yang sebelumnya ternoda darah Shi Zhixuan sudah dibersihkan saat melewati area sekitar Kota Zhongzhou, kini kembali terlihat cantik dan rapi. Setelah dipuji oleh Qi Xun atas keberhasilannya mengangkut orang keluar sebelumnya, si harimau putih semakin yakin dirinya adalah pengawal yang kompeten.
Meski cerdas seolah memiliki kecerdasan seperti manusia, nyatanya ia masih belum bisa memahami ketegangan tersembunyi yang terpancar dari kedua orang di depannya.
Mendengar Qi Xun menyebut Bianjing, Di Feijing juga melirik ke arah yang sama. "Benar, Zhongzhou adalah Bianjing, tapi..."
Tapi Bianjing di era Dinasti Selatan-Utara terjepit di antara Luoyang dan Chang'an. Tak ada yang menyangka kota ini kelak akan menjadi ibu kota kekaisaran. Di tengah keheningan sesaat setelah pertempuran kacau-balau di utara sekarang, bahkan Luoyang pun sulit menunjukkan kemakmuran, apalagi Zhongzhou.
Melewati tempat yang terasa akrab namun asing bagi Di Feijing ini semakin membuatnya menyadari,
Dirinya benar-benar berada di tempat yang berbeda dari dinasti-dinasti sebelumnya.
Qi Xun sebelumnya pernah menguji apakah orang yang dimanipulasi di bawah kendali Yabulu dan Xuan Bing Ji Le masih bisa mempertahankan kesadaran diri, menggunakan Yuan Suiyun yang dijadikan aktor untuk memerankan drama "Shi Guanyin merebut paksa Pewaris Muda Yuan".
Yuan Suiyun akan menyadari dengan jelas situasinya sebagai korban sebelum mati, hukuman yang pantas atas perbuatannya sendiri. Di Feijing yang memiliki kemauan jauh lebih kuat tentu juga bisa mempertahankan kesadarannya.
Hanya saja Xuan Bing Ji Le yang digunakan Dewa Kesembilan Kegelapan sebagai alat jangka panjang ini jelas memiliki keamanan luar biasa. Selama beberapa bulan terakhir, Di Feijing yang mengikuti Qi Xun ke berbagai tempat tetap merasa terisolasi dalam penjara yang tak teratasi, seperti penonton yang hanya bisa menyaksikan kejadian di luar melalui dinding transparan penjara.
Namun ia bisa menahan efek samping patah leher akibat latihan Da Qizi Qinna Shou, maka secara alami ia juga mampu tetap sadar dalam kurungan mental khusus ini, bahkan terus menunggu kesempatan untuk merebut kembali inisiatif.
Saat seruan mantra Jiaxiang Chanshi menggema, kurungan transparan ini tiba-tiba bergetar dan terbalik. Dalam momen kritis ini, Di Feijing memanfaatkan momentum untuk mengeluarkan Xuan Bing Ji Le dari tubuhnya.
Sebenarnya, jika ada orang lain di posisi Di Feijing, mungkin serangan Jiaxiang Chanshi takkan seefektif ini. Tapi salah satu Empat Buddha Suci ini takkan menyangka bahwa situasi "siluman wanita □□ pemuda tampan berilmu bela diri tinggi" yang ia kira, sebenarnya adalah hukuman bagi yang kalah.
Saat Di Feijing sepenuhnya memulihkan kebebasan bergeraknya, terlepas apakah dia ingin membalas dendam untuk Lei Sun atas dasar loyalitas pada mantan majikannya, berada di dunia yang berbeda dari sebelumnya membuatnya mustahil untuk berada di pihak yang sama dengan Kuil Jingnian Chanyuan.
Mereka bahkan bukan berasal dari dinasti yang sama!
Meski tanpa Xuan Bing Ji Le, bukan berarti Di Feijing berhenti menjadi sandera.
Sayangnya, Biksu Jiaxiang tidak tahu bahwa tindakannya justru membantu Qi Xun.
Di tengah kekacauan Dinasti Selatan-Utara kini, seorang Di Feijing yang sadar jauh lebih berguna daripada boneka yang hanya bisa membantu dalam pertarungan.
Pemahaman Qi Xun tentang Dinasti Selatan-Utara memang terbatas - dalam periode Dua Jin hingga Selatan-Utara dimana setiap orang bisa menjadi kaisar, naik tahta hari ini dan jatuh besok bukanlah hal yang mustahil.
Sebagai penasihat Lei Sun dan Pemimpin Hall Utama, Di Feijing mustahil tidak membaca buku sejarah. Misalnya, peristiwa tentang Jenderal Besar Zhuguo dari Zhou Utara, Yuchi Jiong, adalah kisah yang diceritakan Di Feijing sendiri.
"Tapi terlihat sangat asing." Di Feijing menghela napas panjang setelah mengucapkan kalimat terakhir.
Keterasingan mungkin justru baik. Jika tiba-tiba dikembalikan ke Bianjing yang ia kenal, mungkin ia malah bingung harus berbuat apa.
Pengetahuan akan peristiwa yang dialaminya memaksanya menyaksikan melalui tubuh yang tak bisa dikendalikan - perubahan besar di Bianjing, kemudian segala yang terjadi di utara.
Kekalahan Six and a Half Hall menjadi hal sepele dibanding penguasaan faksi pro-perang di utara, serta pergeseran fokus orang-orang Jianghu dari persaingan tiga pihak di ibu kota menuju perang mengusir bangsa asing.
Dan tidak peduli seberapa besar dia merasa harus berpikir sebagai anggota Six and a Half Hall, sulit untuk tidak menyadari bahwa ini adalah gambaran yang bahkan tidak pernah terlintas dalam sketsa masa depannya.
Tapi mungkin ini justru lebih mengejutkan dan menggembirakan daripada akhir cerita mana pun yang mungkin terjadi.
Saat itu, Qi Xun bersama Zhou Zhiruo menyaksikan pertempuran krusial yang mengubah peta politik di padang rumput utara, angin utara yang sama menerpa kesadaran Di Feijing yang terkurung dalam belenggu.
Inilah mengapa setelah memulihkan kemampuan bergeraknya, dia memandangi Qi Xun dengan tatapan kompleks seperti itu.
Baginya, manipulasi Qi Xun ini sama saja dengan menghancurkan harga diri dan kebanggaannya sepenuhnya. Saat diperlakukan sebagai boneka tanpa kemampuan otonomi, Di Feijing bahkan tidak merasa dirinya eksis sebagai manusia.
Bagi Bianjing dan Dinasti Song, Qi Xun cukup dianggap sebagai penyelamat yang patut dihormati oleh semua yang tahu kebenarannya, meski tanpa gelar kehormatan resmi.
Ia menarik kembali pandangannya dari tengah
tembok kota Zhouzhou.
Sensasi suhu luar yang kembali dirasakan, kekakuan di leher saat bernapas yang terasa kembali, meski lebih tidak nyaman dibanding kondisi tak berperasaan sebelumnya, justru membuatnya merasa hidup kembali.
"Kau... tak ada hal lain ingin kukatakan?" Matanya yang tertunduk menatap, sementara langkahnya terus berjalan, terdengar gesekan salju di bawah sepatu botnya.
Seketika ia melihat sebuah tangan muncul dalam pandangannya, terbuka lebar di hadapannya.
"Kembalikan."
“……”
"Kembalikan Xuan Bing Ji Le padaku," Qi Xun sama sekali tidak menghiraukan ekspresi tak percaya yang terpancar dari Di Feijing saat mendengar kata "kembalikan", dengan artikulasi jelas mengulangi permintaannya agar lawan bicaranya yakin tidak salah dengar.
Xuan Bing Ji Le yang dimiliki Qi Xun hanya berasal dari yang dijatuhkan oleh Dewa Kesembilan Kegelapan, sebelum bisa diproduksi massal atau menemukan sumber aslinya.
Meski kini sepertinya tidak butuh pengawal baru, naluri menimbun Qi Xun tetap membuatnya merasa persediaan Xuan Bing Ji Le-nya kurang.
Sebelumnya dia melihat jelas: Saat membangunkan Di Feijing, Biksu Jiaxiang tidak menghancurkan Xuan Bing Ji Le yang mengandung racun Yabulu, tapi mengeluarkannya utuh - sampah yang bisa didaur ulang.
Mungkin bisa diteliti cara menanam dan menarik kembali Xuan Bing Ji Le secara bebas, memanfaatkan status objek yang dimanipulasi sebagai "barang pengikut" untuk transportasi antar-dunia.
Jadi dilihat lagi, seharusnya dia tidak perlu jijik dengan semua yang hadir di Kuil Jingnian Chanyuan. Mereka cukup dermawan!
Sudut bibir Di Feijing bergerak-gerak.
Ia selalu merasa bahwa di hadapan alasan "kembalikan padaku" yang disampaikan Qi Xun dengan begitu meyakinkan ini, ada banyak hal ingin dikritisi. Namun ketika kata-kata itu sampai di mulut, tiba-tiba terpikir bahwa pernyataan ini masih jauh lebih baik daripada jika Qi Xun mengatakan "Lebih baik kamu kembali ke status boneka".
Tangannya mengulurkan keping Xuan Bing Ji Le itu ke tangan Qi Xun.
"Ketua Di memang paham situasi." Qi Xun menarik kembali tangannya, tersenyum lega melihat persediaan di tas punggung +1.
Di Feijing sempat merenung sejenak bahwa dirinya yang manusia hidup tak lebih berharga daripada alat manipulasi, akhirnya hanya bisa menghela napas dengan senyum getir.
"Kurasa maksud Nona Qi tentang 'paham situasi' bukan sekadar meminta aku menyerahkan Xuan Bing Ji Le," balas Di Feijing.
Kemampuan khususnya untuk melintasi berbagai dunia ini benar-benar luar biasa.
Meskipun sebelumnya ada orang yang dipanggilnya dengan cara memanggil karakter pendukung, jelas ada satu hal yang hanya dia yang tahu.
Dunia tempat dia memiliki dukungan kekuatan sekolah dan latar belakang perkembangan yang bisa ditelusuri bukanlah dunia Wen Sibian yang terhubung dengannya melalui keturunan, melainkan tempat lain.
Berapa pun banyak tempat yang dia jelajahi di luar, pada akhirnya dia harus kembali ke dunia yang memiliki Guru Besar, Shifu, Kakak Senior, Adik Senior, dan murid untuk beristirahat sejenak.
Tapi masalah ini, selama Di Feijing bukan orang bodoh, seharusnya tidak akan dia sebutkan kepada siapa pun.
Seperti halnya Wen Sibian, Sun Qingxia, dan Zhou Zhiruo juga tidak akan memberitahu orang lain bahwa uji coba ajaib Istana Air Suci ternyata bisa menarik orang ke dunia lain.
Sedangkan "kesigapan melihat situasi" lainnya tentu adalah——
“Menurut Ketua Di, bagaimana situasi terkini? Yang kumaksud bukan jalur sejarah di mana Adipati Sui Yang Jian setelah Kematian Kaisar Xuan Zhou, langsung menggeser kaisar kecil tujuh tahun dan merebut tahta, lalu menghancurkan Chen beberapa tahun setelah kematian Chen Xu. Yang kutanyakan adalah, jika aku ingin mengirim pasukan dari selatan ke utara, apakah mungkin?”
Di Feijing memahami jelas bahwa strategi "dari selatan ke utara" yang dia sebutkan bukan sekadar omongan kosong.
Saat dia berjalan menyusuri jalan bersalju dengan tangan terkebelakang, memandang jauh ke ujung jalan resmi yang membentang, ketulusan dalam raut wajahnya tetap terbaca jelas meski dia hanya melihat profilnya.
“Karena Six and a Half Hall sudah tidak ada, tak perlu memanggilku Ketua Di lagi.”
Saat dia membetulkan panggilan Qi Xun itu, tiba-tiba melihat tatapan jauhnya beralih ke semak kecil di pinggir jalan yang masih menyembul hijau dari balik timbunan salju.
Dia bahkan berhenti di samping ranting hijau yang masih segar ini, menyentuh daun-daun yang menggigil dalam angin dingin dua kali, menunjukkan senyum yang menurut Di Feijing sangat berbeda dengan saat dia memperingatkannya untuk mengerti situasi, terlihat kekanak-kanakan.
Dia pernah melihatnya membangun citra dewa di depan orang untuk meningkatkan reputasi Istana Air Suci, juga melihatnya bersuka cita karena hotpot sederhana yang dinikmati bersama kerabat. Kini dalam diskusi serius tentang situasi Dinasti Selatan-Utara, dia tersenyum lagi karena sehelai hijau yang bertahan di musim dingin.
Sudah memahami luasnya langit bumi, tapi masih menghargai hijaunya rerumputan.
Ucapan ini memang belum ada hingga kini, tapi dia seperti telah merasakan sedikit perasaan haru ini.
Yang dia lihat mungkin bukan sekadar mekarnya sehelai daun, tapi tanah yang telah lama menderita di bawah kakinya.
Dia menarik napas panjang, ragu lama sebelum akhirnya menjawab "Bisa".
Pada Tahun Daxiang dari Zhou Utara, Yang Jian yang nantinya dikenal sebagai Kaisar Wen dari Sui belum merebut posisi.
Di Feijing menyusun situasi saat itu dalam pikirannya dan menyadari: Utara belum sepenuhnya unggul, masih ada kesempatan untuk membalikkan keadaan dengan membangun kekuatan Nan yang bisa menyaingi utara.
Siapa sangka utara sebenarnya tidak stabil.
Begitu Kaisar Xuan Zhou Utara mangkat, Yuchi Jiong yang bertugas di Yecheng akan berkonfrontasi dengan Yang Jian. Kekalahannya dalam 60 hari hanya karena menghadapi Wei Xiaokuan - jenderal legendaris yang terlalu tangguh.
Di hadapan tandingan seperti ini, meski Yuchi Jiong menguasai beberapa wilayah di Dataran Hua Bei dengan ratusan ribu pasukan, tak mampu mengubah situasi kekalahan.
Jika saat itu ada jenderal ekspedisi utara di selatan, bukan tidak mungkin memanfaatkan kesempatan ini untuk bertindak. Perlu diketahui bahwa pada saat itu, Yuchi Jiong untuk memenangkan pertempuran ini, tidak segan menjalin hubungan dengan Gubernur Yingzhou, Gubernur Shenzhou, kekuatan Gao Baoning, serta menjalin hubungan baik dengan Chen Selatan di selatan sambil menyerahkan wilayah Jianghuai.
Begitu Chen Selatan kembali mendapatkan papan loncatan ini, dan hasil pertempuran kedua pihak di utara berubah...
Ini benar-benar menjadi sebuah awal yang baru.
Ketika Song Que menyeret Liao Kong Master yang disandera sambil memperkirakan waktu untuk kembali, ia menemukan bahwa hubungan antara dua orang ini sepertinya tidak jauh berbeda dengan sebelumnya.
Pemuda yang berpenampilan menawan ini masih terlihat sangat diam, paling-paling hanya memegang peta tambahan di tangannya, tepatnya peta yang direbut Qi Xun dari Chen Xu ketika meninggalkan ibu kota Jiankang di Chen Selatan.
Anak muda tak terhindarkan memiliki rasa ingin tahu, kali ini Song Que sangat tertarik pada insiden konyol Biksu Jiaxiang yang justru membantu Di Feijing lolos dari kesulitan. Namun saat bertatapan dengan pandangan Qi Xun yang menoleh ke arahnya, Song Que menyadari bahwa jika ingin mempertahankan hubungan sebagai mitra kerjasama, ia tidak boleh menggali lebih dalam masalah ini.
Qi Xun telah mengalihkan topik pembicaraan: "Ngomong-ngomong, aku harus berterima kasih pada Song Shao Zhu atas koordinasi yang baik."
Memang pantas ia berterima kasih pada Song Que.
Meski tahu bahwa mendukung tindakannya berisiko menyinggung Kuil Jingnian Chanyuan, Song Que tetap memilih demikian. Sulit untuk tidak menganggapnya sebagai tipe teman yang paling menyenangkan.
Andai Song Que tidak mencegat Liaokong, meskipun Qi Xun memegang gulungan Da Zongshi dan memiliki Tianyi Shenshui, upayanya membunuh Shi Zhixuan dengan intervensi Empat Biksu Suci mustahil berjalan semulus ini.
Song Que tidak merasa dirinya melakukan apa-apa, "Tidak perlu berterima kasih seperti ini. Pertama, wilayah Lingnan memang tidak memiliki banyak biksu. Membuat Kuil Jingnian Chanyuan tersinggung bukan masalah besar, apalagi memang ada Raja Iblis yang bersembunyi di sana. Kedua——"
Pendekar golok berbaju hitam yang tampan ini memancarkan aura tajam dari sorot matanya, "Kedua, aku juga ingin membangun reputasi di Jianghu. Saat ini ahli ilmu golok terhebat bernama Ba Dao. Untuk mengalahkannya, sekadar menang biasa tidak cukup. Aku tak bisa meniru kebrutalan Sekte Iblis dalam membunuh, tapi bertindak sesuka hati mungkin bisa kucoba."
"Berarti nasib Kuil Jingnian Chanyuan memang sedang sial, bertemu dua bintang iblis seperti kita." Qi Xun menunjuk ke golok hitam ber-sarung di pinggangnya, "Sudahkah kau pikirkan nama untuk golokmu ini?"
Song Que merenung sejenak lalu menjawab, "Nama itu akan diberikan orang setelah aku mengalahkan Yue Shan. Tapi tentang dirimu..."
Qi Xun ："Kau
Tak perlu menghitung siapa yang kini mendominasi ilmu pedang, yang jelas keinginanku agak berbeda dari orang lain."
Bagi dia, yang lebih penting adalah mendapatkan informasi tentang Shanzi Jing dari Liao Kong Chanshi.
Saat Qi Xun menghadap kepala Kuil Jingnian Chanyuan ini, Liao Kong diam-diam melafalkan mantra Buddha kepada sang provokator dan penculik yang telah mempermalukan kuilnya.
Dia mendengar Qi Xun berkata: "Aku tahu Shifu Liao Kong sedang menjalani latihan hening. Aku tidak akan memaksamu bicara sampai merusak latihanmu - kalau kuilmu memutuskan membuang kepala biksu tua ini, aku tak punya uang untuk ganti rugi."
Song Que dan Di Feijing terbatuk mendengar ucapan Qi Xun.
Ucapan itu terdengar seperti menggoda calon pemimpin kuil tersebut.
Malangnya Qi Xun sama sekali tidak merasa ucapan sendiri bermasalah, langsung melanjutkan, "Jadi aku memberi Biksu dua pilihan."
Fakta bahwa lawannya mempraktikkan meditasi tutup mulut sangat menguntungkan. Meski tahu dua pilihan Qi Xun tetap mengandung unsur pemaksaan, dia tetap tidak membantah.
Ini benar-benar menghemat banyak tenaga Qi Xun, terutama menghindari penjelasan rumit ajaran Zen yang memusingkan.
Dalam pandangannya, wajah anggun Biksu Liao Kong menunjukkan kepasrahan. Bahkan dengan alis berkerut, lengkungan bibirnya yang alami berkesan seperti persetujuan diam-diam.
"Pilihan pertama: Gulungan lukisan biksu agung ini karya ayahku. Ada ilmu bela diri khusus yang sebagian sudah ku kuasai. Bantuan memecahkan kode bagian yang sudah kupahami akan meningkatkan kemampuanku. Untuk tugas penerjemahan saja, Biksu Liao Kong tidak perlu tetap sadar."
Ekspresi nakal di wajah Qi Xun membuat korban sebelumnya ingin memalingkan muka, terutama saat melihatnya melempar-lemparkan Xuan Bing Ji Le yang baru saja direbut darinya. Perasaannya campur aduk antara ingin menyayangi korban kedua—atau mungkin keempat, kelima, enam—dengan berterima kasih karena kehadiran mereka mengalihkan malapetaka.
"Ini semua berkat Biksu Jiaxiang. Tanpa bantuannya, aku tak bisa mendapatkan bahan langka ini. Untung beliau mampu mengeluarkan benda ini dari tubuhnya, jadi tidak perlu khawatir setelah aku mengembalikanmu nanti, Master Liaokong tak bisa lepas dari kondisi ini."
"……" Song Que merasa, baik Liaokong maupun Biksu Jiaxiang pasti tidak akan menyukai ucapan terima kasih yang membuat dada sesak ini.
Latihan pengendalian diri Liaokong benar-benar hebat. Di hadapan ancaman yang nyaris seperti "memaksa orang baik jadi pelacur" ini, ia tetap bisa menjaga ketenangan wajah, seolah menantikan pilihan kedua yang akan diucapkannya.
“Pilihan kedua, saya ingin meminta Master Liaokong mengamati lukisan ini sekali sehari dan mencatat semua pencerahan yang diperoleh secara jujur hingga ilmu ini lengkap. Jangan berpikir untuk melakukan kecurangan - tentang ilmu gabungan racun dan aliran energi ini, selain ayahku, aku yang paling paham karakteristiknya.”
“Tapi perlu kusampaikan terlebih dahulu, lukisan ini memiliki daya pikat yang bisa membuat orang masuk ke jalan sesat. Saat dibuka di Kuil Jingnian Chanyuan sebelumnya sudah terlihat tanda-tandanya. Jika Master Liaokong sampai terkena gangguan energi dalam, itu kesalahan sendiri karena kurang menguasai ilmunya. Tapi bila bisa memahami seluruh maknanya sekaligus menjawab keraguanku saat mengamati lukisan, ilmu dalam lukisan ini boleh digunakan sesukanya olehmu.”
Kalimat terakhir ini sama saja omong kosong.
Bagi Liaokong, memperoleh pencerahan dari Shanzi Jing mungkin tidak sulit, tapi untuk mendapatkan keuntungan seperti Qi Xun mustahil terjadi.
Bukan semua orang memiliki kebetulan seperti dirinya yang bisa membuat berbagai ilmu tenaga dalam berjalan paralel dalam tubuh, apalagi mengumpulkan berbagai Kitab Racun selama perjalanan naik level, melengkapi konten toksikologi yang sengaja dihilangkan Wen Sibian dari Shanzi Jing untuk mencegah bahaya.
Tapi jika tidak melempar 'kue keberuntungan', akan terlihat dia terlalu semena-mena.
Di Feijing yang baru saja menyepakati rencana meredakan kekacauan Dinasti Selatan-Utara dengannya, sorot mata tajam yang terpancar dari gerakan menunduk-mengangkat alisnya seolah mengandung nada tuduhan.
Qi Xun pura-pura tidak melihat, membersihkan tenggorokannya bertanya, "Pilihan mana yang Master Liaokong ambil?"
Setelah menyaksikan keajaiban lukisan itu, ditambah keadaan terdesak kini, Liaokong jelas hanya bisa memilih skenario kedua.
Ia juga tak yakin, jika benar-benar menjadi boneka orang, apakah statusnya sebagai kepala Kuil Jingnian Chanyuan akan disalahgunakan untuk merugikan jalur putih.
Saat Di Feijing yang dikendalikan merebut lukisan dengan gerakan tubuhnya, dan saat dia menggunakan Da Qizi Qinna Shou serta melarikan diri cepat setelah sadar kembali, secara kemampuan ilmu beladirinya sebenarnya tidak ada perbedaan signifikan.
Liao Kong tidak berani berjudi dengan kemungkinan ini.
Dari caranya bertahan dalam konfrontasi dengan Song Que sambil menyimpan cadangan tenaga, sudah jelas bahwa dalam ilmu bela diri Zen, kepiawaiannya bisa dibilang mencapai tingkat kesempurnaan.
Jika orang seperti ini menjadi senjata pembunuh, itu akan menjadi bencana bagi Kuil Jingnian Chanyuan.
Tentu lebih baik tetap menjaga kesadaran.
Melihat Liao Kong memilih opsi nomor dua, akhirnya senyum puas muncul di wajah Qi Xun.
Meskipun sesaat kemudian dia melihat biksu agung Zen yang berwibawa seperti bambu hijau ini, berdiri di atas hamparan salju melepaskan jubah kepala biara, mengeluarkan benda penanda murid Kuil Jingnian Chanyuan dari lengan bajunya, melipat rapi jubah dan jubah biara di atas tanah yang masih tertutup salju, lalu menghancurkan benda kayu penanda itu dengan genggaman, akhirnya bersujud ke arah Kuil Jingnian Chanyuan dari kejauhan.
Tanpa tenaga dalam yang melindungi, dingin segera membuat wajahnya memucat kebiruan keunguan, namun sorot matanya tetap memancarkan kilau jernih tipis.
Qi Xun：“……”
Secara logika, dia hanya ingin terjemahan biasa! Biksu ini tidak perlu bersikap dramatis "setelah berpisah ini bukan lagi bagian dari Kuil Jingnian Chanyuan, agar tidak mencemarkan nama baik kuil" seperti ini!
"Hah…" Song Que memandang ekspresi campur aduk di wajah Qi Xun, langsung tertawa berbalik, "Sekarang kau baru terlihat seperti gadis muda…"
“Percakapan belum selesai,” tiba-tiba sebilah pedang panjang telah menyentuh lehernya.
Qi Xun menaikkan dagunya dengan sikap "kalau aku tak nyaman, orang lain juga jangan harap nyaman", “Serahkan jubah luarmu padanya. Kalau sampai mati kedinginan, aku harus menculik lagi orang dari Kuil Jingnian Chanyuan.”
Jurus Kilat Membelah Langit yang digunakan untuk hal sepele membuat Song Que semakin geli, namun demi mencegah kemarahan sang gadis, ia memilih menghentikan candaannya.
“Mengapa harus aku?” Song Que baru saja bertanya ketika melihat Qi Xun melirik sekeliling dengan ekspresi "tak ada pilihan lain selain dirimu".
Dari empat orang yang hadir, kondisi pucat Di Feijing sulit dihindari dari kecurigaan masalah kesehatan. Sedangkan Song Que—
Masih muda dan emosional, penuh vitalitas. Menurut Qi Xun, sempurna untuk didinginkan sejenak.
Tentu Qi Xun juga paham, dengan energi dalam pelindungnya yang aktif secara otomatis, Song Que mustahil kedinginan.
Dia bahkan masih punya sisa tenaga untuk bercanda, “Kalau menurutku, ada cara lain. Pakai harimau putih peliharaanmu ini untuk menghangatkan Master, tapi kurasa Master ini datang untuk menjadi makanan harimau, bukan untuk…”
Tangannya menangkap tael perak yang dilempar Qi Xun, sekaligus menghentikan omongannya.
“Tuan Song, mari kita kembali ke Kota Zhongzhou untuk membeli baju. Biaya ini aku yang tanggung.” Kata Qi Xun dengan suara tegas dan terpisah-pisah.
Song Que tertawa lebar.
Dibandingkan situasi selama perjalanan ke utara, kerja sama dalam pertempuran di Kuil Jingnian Chanyuan jelas lebih cocok untuk mempererat hubungan aliansi.
Bagi Song Que, ini memang sebuah aliansi.
Seseorang yang berani membunuh Raja Iblis Sekte Iblis dan menghadapi Empat Biksu Suci Zen, meski tak ada dukungan sekte di belakangnya, sudah cukup menjadi aliansi Song Que—aliansi Klan Song mereka.
Namun alasan Qi Xun kembali ke Kota Zhongzhou tidak sepenuhnya untuk membeli pakaian baru bagi Song Que dan Liaokong. Sebenarnya dia agak penasaran dengan gelombang reaksi yang akan ditimbulkan oleh kematian Shi Zhixuan, terutama di internal Sekte Iblis.
Orang-orang mengira dia sudah melintasi Kota Zhongzhou, meninggalkan mayat Shi Zhixuan lalu kabur. Meski bukan untuk menghindari mata-mata Sekte Iblis atau pelacakan Kuil Jingnian Chanyuan, setidaknya dia perlu menghindari masalah dari kekuatan lain yang mungkin mencari, lalu melanjutkan perjalanan ke tempat lain - misalnya mengikuti rute Luoyang-Zhongzhou menuju Kota Chang'an.
Tapi tak ada yang menyangka dia justru mengayunkan Tombak Balik, kembali hanya untuk menyaksikan keributan.
Sang pilar jalur putih, Kuil Jingnian Chanyuan, dihina sedemikian rupa hingga Empat Biksu Agung harus turun tangan - situasi seperti ini hampir tak pernah terjadi selama 20 tahun sejak mereka terkenal.
Namun, ketika peristiwa ini terjadi, ibarat sebuah bom yang dijatuhkan ke permukaan danau yang tenang di musim dingin, langsung memicu gelombang kejut yang menyebar.
Kematian Shi Zhixuan, Raja Iblis yang misterius namun reputasinya setara dengan Yue Shan si Pedang Tirani dan Zhu Yuyan Ratu Iblis, mungkin bukan pukulan bagi Sekte Iblis mengingat hubungan interpersonal Shi Zhixuan yang selalu buruk. Namun pembunuhan ahli Sekte Iblis ini memaksa orang untuk mempertanyakan posisi pihak tersebut.
Qi Xun tidak terlalu terkejut melihat Zhu Yuyan Ratu Iblis yang pertama tiba di Zhongzhou. Namun reaksi Zhu Yuyan justru membuatnya sangat tertarik.
Setelah lama memandangi mayat di atas tembok kota, tiba-tiba dia memberi dua perintah kepada bawahannya.
Secara logis, kekuatan pemerintah di daerah ini seharusnya sudah menurunkan mayat dari tembok kota. Namun Kaisar Xuan Zhou Utara menangani urusan wilayah Luoyang dengan kecepatan yang lambat mengejutkan. Zhongzhou yang pernah menjadi garis depan pertempuran dengan pergantian pejabat tak terhitung, kini secara natural menerapkan kebijakan "bertahan hidup di atas segalanya". Pejabat ini paham betul bahwa menyinggung Sekte Iblis maupun jalur putih sama-sama merugikan, maka memilih bersikap seolah tak ada mayat di tembok.
Lagipula cuaca yang sangat dingin ini mencegah munculnya bau yang mengganggu selera makan.
Menunggu dua hari lagi pasti akan ada utusan dari Sekte Iblis yang datang, atau mungkin orang-orang yang bermusuhan dengan Shi Zhixuan.
Meski saat melihat utusan Sekte Iblis tiba, Gubernur Zhongzhou yang bersembunyi di sudut tembok sempat mempertanyakan makna kehidupan.
Tampaknya mereka bukan datang untuk mengambil mayat, melainkan untuk mengejek.
Dikelilingi di tengah, wanita yang wajahnya tertutup lapisan cadar putih dan hanya menampakkan sepasang mata indah segera duduk di tribun yang telah disiapkan bawahannya. Dengan penuh minat, ia memandangi mayat Shi Zhixuan, menunjukkan ekspresi puas dan santai.
Bahkan atas perintahnya, di depan kursi yang dilapisi mantel bulu rubah dan terlindung tirai angin ini, sebuah tungku api dinyalakan. Di atas tungku tersebut, cerek teh panas sedang mendidih.
Di hadapan kursi nyaman ini, tembok kota yang penuh bekas luka pedang bertuliskan pesan dan menyimpan jasad mantan kolega ini, menjadi panggung yang pantas dinikmati sepenuhnya.
Bagaimana mungkin Zhu Yuyan tidak merasa membahagiakan!
Andai saja Shi Zhixuan tidak mengeksploitasi keluguannya kala itu, bagaimana mungkin ia kehilangan kesempatan mencapai lapisan kedelapan belas Ilmu Hukum Surga Iblis, dan bagaimana mungkin gurunya meninggal dalam kemarahan?
Kini melihat Shi Zhixuan yang menganggap dirinya bisa melakukan segalanya, namun tewas secara tak terduga di Kuil Jingnian Chanyuan, dia merasa ingin tertawa terbahak-bahak.
Yang paling menggelikan bagi Zhu Yuyan adalah Shi Zhixuan bahkan tidak tewas oleh Empat Biksu Suci saat menyusup ke Kuil Jingnian Chanyuan untuk mencuri ilmu, melainkan dibunuh oleh seorang gadis kecil yang belum terkenal di dunia persilatan.
Dengan ketajaman matanya, dia bisa melihat bekas luka pedang yang mematikan di mayat Shi Zhixuan yang digantung di tembok, membuatnya harus mengakui bahwa kekuatan lawan Shi Zhixuan ini sungguh mengejutkan - bahkan Ilmu Pedang Mencari Hatinya sendiri tak mampu mencapai hasil seperti ini dalam pertarungan melawan Raja Iblis.
Namun——
"Dia benar-benar terlalu percaya diri, bahkan tidak menggunakan penyamaran saat pergi ke Kuil Jingnian Chanyuan untuk mencari guru." Senyum sinis mengembang di sudut bibir Zhu Yuyan.
“Ini sebenarnya tidak aneh,” Bian Bufu yang datang bersamanya menjawab, “Shi Zhixuan sebagai penerus Sekte Hua Jian, sangat jarang muncul di Jianghu. Kehadirannya yang sedikit itu pun hanya di Sekte Yin Gui…”
Memikirkan Zhu Yuyan mungkin tidak suka mendengar ini, Bian Bufu memalingkan pandangan dan menelan ucapannya, “Jika dia mengubah penampilan, justru lebih mudah dikenali sebagai Penyusup.”
Bian Bufu kembali menyeringai dingin. Ia sudah lama membenci Shi Zhixuan. Kini melihat musuhnya terjebak dalam situasi memalukan, hatinya dipenuhi kepuasan.
Tentang ketertarikannya pada Zhu Yuyan, tentu ada sedikit niat. Sayangnya, Shi Zhixuan lebih dulu merebut kesempatan, kemudian Yue Shan dan Zhu Yuyan malah punya anak perempuan.
Andai saja ia bukan tandingan Zhu Yuyan, bahkan ingin mengolok-olok wawasan sang Pemimpin Sekte itu lebih keras lagi.
Bahkan dia merasa bahwa Zhu Yuyan memang hanya seorang perempuan, menonton drama kematian Shi Zhixuan saat ini sama saja dengan membeberkan perseteruan pribadinya dengan Shi Zhixuan secara terang-terangan. Jika itu dia yang berada di posisi tersebut...
"Aku akan pergi ke kota Zhongzhou." Kilatan kekerasan terlihat di mata Bian Bufu.
Kuil Jingnian Chanyuan ditantang secara langsung, Sekte Iblis pun tidak kalah buruk keadaannya. Dia sama sekali tidak ingin melihat lagi.
Zhu Yuyan memandang sosok yang menjauh darinya, tanpa sadar mempertahankan
senyum sinis di wajahnya.
Bian Bufu dan Shi Zhixuan sebenarnya tidak perlu saling memperbandingkan siapa yang lebih brengsek. Jika bukan karena Bian Bufu adalah adik seperguruannya, dia pasti sudah lama menghabisi orang itu.
Mana mungkin orang bodoh seperti itu mengerti: semakin menunjukkan ketidakpedulian terhadap Shi Zhixuan saat ini, semakin kecil kerugian reputasi Sekte Iblis.
Dia bahkan curiga Bian Bufu mungkin punya kesamaan pola pikir dengan Shi Zhixuan, sehingga kemarahan yang sama muncul saat menyaksikan kematian Shi Zhixuan.
“Bodoh…” Zhu Yuyan memutar-mutar cangkir teh di tangannya, mengeluarkan hardikan rendah.
Tapi bahkan dia tidak menyangka, begitu Bian Buhfu memasuki Kota Zhongzhou dan menemukan tempat ini kurang pengawasan, sifat Sekte Iblisnya langsung berkobar. Memikirkan orang yang pernah mencegatnya tergantung di luar kota, semangat brutalnya semakin membara.
Namun ia tak menyadari, beberapa pasang mata telah mengawasi gerak-geriknya sejak lama.
Keesokan harinya di tembok Kota Zhongzhou, Shi Zhixuan mendapat tetangga baru.
