“Belum, Tante.”
Lin Xian tersenyum, menjawab:
“Saya juga baru lulus setengah tahun, baru mulai bekerja, belum sempat berpacaran.”
“Batuk-batuk... Batuk-batuk!”
Chu Anqing buru-buru minum air, menelan nasi yang tersedak, menyikut lengan Su Xiuying:
“Bu jangan tanya-tanya lagi! Senior Lin Xian pasti malu!”
“Heh, seorang suami memang harus fokus pada karier, tapi keluarga juga tak kalah penting.” Chu Shanhe mengangkat gelasnya, menyentuhkan gelas dengan Lin Xian:
“Tapi hal seperti ini tak bisa dipaksakan. Membangun keluarga adalah hal besar dalam hidup, semuanya bergantung pada takdir.”
Kemudian, Chu Shanhe mengalihkan topik pembicaraan.
Makan malam ini berlangsung menyenangkan. Lin Xian akhirnya melihat sisi lain Chu Shanhe sebagai ayah dan suami, membuat rasa hormat dan kagumnya terhadap pria ini bertambah.
Ini adalah pria yang penuh kemanusiaan, bertanggung jawab, dan berintegritas. Pantas saja penilaian semua orang tentang Chu Shanhe begitu tinggi.
Setelah makan, Lin Xian tak mau mengganggu lebih lama. Dengan alasan masih ada urusan di perusahaan sore ini, ia pamit undur diri.
Chu Shanhe menyuruh sopir pribadi mengantar Lin Xian. Ketiganya melambaikan tangan di depan pintu vila:
“Lin Xian, kalau ada apa-apa langsung saja telepon aku.”
“Sering-sering main ke sini Lin Xian, masih banyak masakan andalan tante!”
“Senior Lin Xian, hati-hati di jalan!”
Lin Xian juga melambai. Mobil pun meluncur, membawanya pergi dari kompleks...
Memandang mobil yang menghilang di tikungan jalan.
Chu Shanhe mengangguk penuh perasaan haru:
“Benar-benar pemuda berbudi luhur, baik hati, berpendidikan dan sopan. Pantas Zhao Yingjun sangat mengandalkan Lin Xian... Sungguh talenta langka.”
“Bukan~?”
Chu Anqing tersenyum manis penuh kebanggaan:
“Aku sudah bilang pada kalian kan, Senior Lin Xian itu memang luar biasa! Banyak senior perempuan dan guru di sekolah kita yang mengaguminya, dia sangat terkenal di Universitas Shanghai! Waktu masih di kampus, dia selalu jadi pembawa acara tetap di berbagai acara malam... Sekarang semua pembawa acara di sekolah kita adalah murid-murid yang dulu dia latih!”
“Hmm...” Chu Shanhe mengangguk tanda setuju:
“Memang sebagai pembawa acara, Lin Xian punya kemampuan bicara dan karisma yang baik. Benar kata pepatah, emas di mana pun akan tetap bersinar.”
“Aku juga suka dengan gadis ini.” Su Xiuying ikut mengangguk, lalu menoleh ke Chu Shanhe:
“Jangan lupa urusan yang kubicarakan. Nanti kalau ada kesempatan, kau harus mempertemukan mereka.”
？？？
Chu Anqing wajahnya memerah, hampir melompat dari tempat duduk:
“Apa, apa maksudnya! Mempertemukan siapa sih, aku kan masih—"
“Urusan tantemu.” Chu Shanhe berkata datar:
“Tantemu sudah tidak muda lagi, masih suka bikin masalah ke sana kemari tanpa kerjaan tetap. Aku dan ibumu pusing... Sebenarnya dia punya banyak kelebihan, cuma sifatnya yang suka main-main dan tidak sabaran. Lebih baik cepat-cepat cari suami yang baik agar bisa lebih tenang.”
“Ha? Tante aku?!”
Mata Chu Anqing membelalak:
“Ayah, jangan-jangan kau mau menjodohkan Senior Lin Xian dengan tante?”
“Anqing, ada apa denganmu hari ini?”
Su Xiuying memandangi Chu Anqing seperti melihat orang bodoh:
"Berteriak-teriak sama sekali tidak mencerminkan citra gadis berbudi! Aku juga sudah menanyakan tentang Lin Xian tadi, cocok sekali dengan Tantemu. Usianya juga pas, Lin Xian bahkan beberapa bulan lebih tua dari Tantemu... Kalau laki-laki biasa pasti tidak bisa menaklukkan karakter Tantemu itu, tapi menurutku Lin Xian bisa. Aku suai, dia pria baik yang bertanggung jawab."
"Aku tidak bilang Lin Xian bermasalah!"
Chu Anqing merasa pusing, menoleh ke ayahnya:
"Justru Tante yang bermasalah! Ayah! Jangan tega-teganya menjebak Senior Lin Xian! Tante mana pantas dengan Senior Lin Xian!"
"Ah, urusan dua orang ini, kenapa kau banyak komentar."
Chu Shanhe melambaikan tangan, memotong Chu Anqing sambil tersenyum:
"Kita cuma menjembatani mereka. Mau lanjut atau tidak tergantung mereka berdua. Lagipula, Lin Xian juga sudah tidak muda, waktunya menikah dan membangun keluarga. Di keluarganya dia anak tunggal, orangtuanya sudah pensiun, pasti ingin segera punya cucu!"
"Tante di sana selalu membuat masalah, sudah waktunya dia serius berpacaran, menikah, dan dicarikan orang yang bisa mendisiplinkannya. Su Xiuying hanya empat tahun lebih tua darimu. Waktu aku dan ibumu pertama kali bertemu, dia baru lahir. Aku hampir melihatnya tumbuh besar, membesarkannya bersamamu sejak kecil. Masa urusannya tidak kuperhatikan?"
"Sudah, kembali ke dalam. Akan kusampaikan ke Lin Xian next time ketemu. Xiuying, nanti jelaskan juga kondisi Lin Xian ke Su Xiuying, cari kesempatan untuk mempertemukan mereka."
Su Xiuying mengangguk, mengikuti Chu Shanhe berbalik badan, berjalan menuju dalam rumah——
"Pak. Tak."
Chu Anqing menarik ujung baju Chu Shanhe dengan tangan kiri, sambil memegang lengan Su Xiuying dengan tangan kanan.
Kedua orang tua itu menoleh, melihat ekspresi serius Chu Anqing:
"Saya tidak setuju!"
"Kau sakit apa sih!" "Mereka berdua jodoh yang sepadan, mana boleh kau melarang!" Su Xiuying dan Chu Shanhe antara kesal dan geli.
"Senior Lin Xian sudah menyelamatkan nyawaku! Aku tidak bisa membiarkan kalian mendorongnya ke lubang api!"
Chu Anqing menghela napas, melirik ke Chu Shanhe di sebelah kirinya lalu ke Su Xiuying di kanannya:
"Tante kecilku itu orang seperti apa... Masa kalian tidak tahu?"
BOOM!!!
McLaren merah darah melesat bak kilat di jembatan layang.
Bodi mobil rendah nan ramping membuatnya bergerak lincah seperti siluman di antara kendaraan, mesin beringas meraung-raung memaksa mobil lain minggir.
"Su Su! Pelankan kecepatan!"
Gadis beriasan smokey eyes di kursi penumpang depan menjerit:
"Mobil polisi! Di belakang ada mobil polisi mengejarmu!"
"Heh, baru ini seru." Su Su di kursi pengemudi tersenyum.
Riasannya pun sempurna, rambut pirang neonnya berkibar-kibar, kulit pucat dan paras ayu yang memancarkan pesona.
Saat ini ia sedang mengunyah permen karet, lengan kiri bertumpu di jendela sementara tangan kanannya dengan lihai memutar setir.
“Kau ngebut banget sih!” Gadis di kursi penumpang depan menatap dashboard, wajahnya pucat ketakutan.
“Kalau aku ngebut pelan, bukannya polisi bakal kejaran aku?” Su Su berkata datar.
“Meskipun nggak ketangkep, kan masih ada CCTV!”
“Gapapa.”
Su Su meniup gelembung permen, tiba-tiba belok kanan turun dari jembatan layang:
“Ada Kakak Iparku.”
……
“Nama.”
“Su Su.”
“Pekerjaan.”
“Mengandalkan orang tua.”
Kantor Polisi Kota Shanghai.
Su Su duduk di kursi, polisi di seberangnya sambil bertanya sambil mencatat:
“Mengandalkan orang tua bukan pekerjaan. Kalau memang nganggur, aku tulis pengangguran ya.”
“Ya berarti pengangguranlah.” Su Su mengangkat tangan pasrah.
……
Beberapa belas menit kemudian.
Seorang perwira membuka gembok ruang tahanan, mengeluarkan Su Su dan gadis pendampingnya sambil menasihati:
“Su Su, ini sudah berapa kali. Mau balapan ya ke sirkuit, ngapain main-main di jalan layang? Kalau sampe kecelakaan, yang susah dirimu sendiri!”
Usai berkata, ia menyodorkan ponsel yang sedang tersambung ke Su Su:
“Tuan Chu minta bicara.”
Duu...
Su Su mengambil ponsel, langsung menekan tombol tutup, lalu menggandeng teman perempuannya:
“Ayo pergi.”
“Eh! Kau ini, gadis... Aduh...” Perwira di belakangnya menggelengkan kepala sambil menghela napas, lalu menelepon kembali Chu Shanhe.
Su Su membawa temannya melewati area kerja kantor polisi, menuju area parkir di depan.
"Su Su... Kamu sangat familiar." Teman perempuannya terkejut melihat keakraban Su Su dengan jalan di kantor polisi.
"Sejak kecil sudah sering ke sini, seperti pulang ke rumah sendiri."
Su Su mengeluarkan permen karet dan memasukkannya ke mulut, lalu menarik temannya untuk belok.
Di depan, sekelompok polisi berkerumun mengelilingi seorang pemuda berkulit putih dan kurus:
"Ji Lin! Berkat kau! Kasus misterius belasan tahun ini akhirnya terpecahkan! Ternyata sama seperti deduksi kau! Kami tak menyangka pelakunya justru bersembunyi di tempat tak terduga..."
"Ji Lin, bantu saya tinjau lagi berkas kasus ini dong? Ini juga kasus lama yang belum terselesaikan, cuma ini harapan terakhir saya sebelum pensiun."
"Lho bukannya janjinya habis bantu Seksi 1 langsung ke kami?"
"Batuk-batuk, apa kalian lupa untuk apa Kapol mengundang Ji Lin ke kantor kita? Kalian terus mengalihkan perhatian Ji Lin, bagaimana kasus Profesor Xu Yun ini mau terpecahkan? Tak bisa membedakan prioritas!"
……
Sang teman tercengang melihat kerumunan yang mendesak, menyamping menghindar sambil memandang pemuda di tengah kerumunan:
"Wah, ganteng sekali... Su Su! Kau lihat? Pria itu seperti keluar dari komik!"
"Ganteng sih ganteng." Su Su bahkan tak menoleh:
"Cuma terlalu feminim."
Mereka tiba di area parkir. Su Su menghidupkan McLaren merah dengan suara "BRRMMM", langsung melesat ke pintu keluar parkiran.
“Ngapain ngebut-ngebut di area parkir gini?!”
“Aku nggak suka nyetir pelan.”
“Berhenti! Palang parkirnya belum kebuka!”
Teman wanitanya menjerit melihat Mclaren yang sama sekali tidak mengurangi kecepatan! Mobil itu meluncur deras ke palang parkir! Terlalu cepat untuk sistem pengenal plat nomor—
Whooosh!!
Mclaren yang body-nya rendah itu malah nyelonong langsung dari bawah palang parkir!
Pak Satpam keluar dengan wajah terpana, memandang palang parkir yang utuh dan mobil sport yang sudah menjauh, lalu menggaruk-garuk kepala:
“Ini… bayar parkirnya gimana nih...”
“Wahahaha! Gimana? Nggak nyangka kan?” Su Su di Mclaren tertawa girang sambil menepuk-nepuk setir dan mengernyitkan alis ke temannya:
“Makanya aku suka mobil ini! Body-nya super rendah! Setiap keluar parkir nggak perlu nunggu palang naik! Langsung nyelap dari bawah!”
Teman di sampingnya menitikkan air mata:
“Aku mau pulang...”
“Jangan dong. Aku sudah booking hotel, kita istirahat dulu, malem lanjut jalan lagi.” Su Su menguap lalu menyetir ke jalan layang.
“Su Su... Kamu nggak apa-apa putusin telepon Chu Shanhe tadi?” Temannya gemetar mengingat sosok perkasa yang sering muncul di TV itu:
“Itu kan Chu Shanhe! Meski dia kakak iparmu, kamu nggak takut dia marah?”
“Berani dia!”
Su Su mengerang sambil menggigit gigi:
“Aku ini pemegang saham pertamanya! Berani dia marahin aku?”
“Ah?”
Teman perempuannya tampak tak paham:
"Sudah berapa tahun Chu Shanhe kaya raya... Bagaimana mungkin kau bisa menjadi pemegang saham pertamanya? Lagipula Shanhe Group bukan perusahaan perseroan dan belum go public."
"Itu kejadian hampir dua puluh tahun lalu." Susu meniup gelembung permen karetnya, terus mengunyah:
"Waktu itu Chu Shanhe masih pemuda miskin. Dia baru menikahi kakakku, usahanya bangkrut, semua uang habis termasuk mahar kakakku, bahkan masih banyak utang. Tapi dia selalu baik padaku, sering mengajakku main dan membelikanku sesuatu... Jadi aku langsung memecahkan celengan dan memberikan semua uang angpao serta uang jajanku padanya."
"Meski tak banyak, hanya beberapa ribu yuan. Aku ingat saat itu dia memegang celenganku yang pecah matanya berkaca-kaca, kami berdua memungut koin satu per satu dari lantai."
"Hahaha, sampai sekarang aku masih ingat ekspresinya waktu itu. Dibantu anak tiga tahun, mungkin ini masa tersulit dalam hidupnya?"
"Saat itu dia menggenggam tanganku berjanji, apapun pencapaiannya di masa depan, selalu ada kontribusiku. Uang beberapa ribu itu dianggapnya sebagai saham awal. Waktu itu kupikir dia hanya membual, sama sekali tak kupercaya. Hanya karena baik saja kuberi uang angpao, masa kecil mana paham saham."
“Akhirnya benar-benar berhasil keluar dari situasi itu. Sekarang dividen tahunan saya saja sudah tak habis dihabiskan, bahkan kalau dipaksakan tetap tak habis... Kalau tidak, darimana uang untuk hidup berleha-leha setiap hari?”
Teman perempuannya menarik napas tajam:
“Kalau dipikir-pikir, Kakak Iparmu memang baik. Menepati janji dan tak pernah bocorkan rahasia. Banyak Paduka yang dengan alasan sah merampas uang angpao anak-anak, siapa yang menganggap serius celengan bocah? Apalagi dividen saham.”
“Benar! Makanya aku tak pernah bilang dia jahat. Dia memang baik.” Su Su menyalakan lampu sein kiri, berbelok ke jalan tol lain diiringi suara tik-tok:
“Cuma kalau sehari-hari kurang cerewet pasti lebih baik!”
