00:40
Krek.
“Lin Xian menekan gagang pintu ganda kayu merah, mendorong pintu terbuka, lalu melangkah masuk ke pekarangan. Ia mengenakan mantel yang tergantung di lengannya, kemudian menuruni tangga.”
“Ji Lin berjalan santai mengikuti Lin Xian dari belakang, menemani hingga ke pintu gerbang vila.”
“Di depan mereka terbentang jalan dalam yang luas, sepi, dan remang-remang tanpa seorang pun.”
“Seluruh penerangan dari vila-vila di sekitarnya telah padam...”
“Tempat ini memang jarang dihuni, lebih berfungsi sebagai lokasi liburan. Kini, kecuali pekarangan Ji Lin, hampir tak ada cahaya di seluruh area vila.”
“Awan gelap bergerak di langit.”
“Embun beku di tanah tersapu seperti air pasang.”
“Bulan kembali tertutup awan, menyelimuti bumi dalam kegelapan.”
“Lin Xian.”
“Baru saja Lin Xian melangkah keluar dari gerbang vila, Ji Lin memanggil dari belakang.”
“Ia berbalik.”
“Ji Lin berdiri persis di belakangnya, terpisah hanya sejarak dekap.”
“Sangat berdekatan.”
“Aku rasa... mungkin sebelumnya aku mengatakan hal yang salah.”
“Kok bisa terjadi begini?”
“Lin Xian berbalik dan berdiri tegak, berhadapan dengan Ji Lin.”
“Beberapa kali kusebutkan bahwa Profesor Xu Yun adalah teman pertama dalam hidupku.”
“Bukankah begitu?”
“Ji Lin menggelengkan kepala:”
“Dulu kupikir iya, tapi sekarang kurasa mungkin tidak.”
“Tak.”
“Tangan kanan Ji Lin menepuk bahu Lin Xian:”
“Setelah dia meninggal, saya memang merasa sangat sedih. Tapi sekarang setelah dipikir-pikir... tingkat kesedihan seperti ini seharusnya tidak bisa dianggap sebagai rasa kehilangan seorang temban, bukan? Baik itu keluarga atau teman yang meninggal, emosi normal seharusnya tidak hanya berupa kesedihan, kan?”
“Lalu seharusnya apa?” Lin Xian menengadah, bertatapan dengan Ji Lin.
Telinganya...
Sudah mulai terdengar samar-samar suara mobil yang berakselerasi di kegelapan malam yang pekat.
Dan pada saat yang bersamaan.
Tangan kanan Ji Lin yang menempel di bahunya mulai mengerahkan tenaga.
Tekanannya semakin kuat!
Rupanya... begitu...
Lin Xian seketika tersadar, memahami rencana konkret Ji Lin dan kawan-kawannya untuk membunuh pada pukul 00:42 kali ini——
Saat ini juga.
Pada detik mobil di kegelapan malam itu melaju kencang untuk menabrak.
Ji Lin akan menyalahgunakan gerakan "bersahabat" mengalungkan tangan di bahu ini, mendorongnya dengan kuat saat dirinya lengah.
Dirinya yang terdorong akan tersandung dan terjatuh di jalanan; bahkan jika tidak jatuh, kehilangan keseimbangan sesaat itu sudah cukup membuat mobil yang melaju kencang menabraknya sampai mati.
Hmph.
Rencana tingkat dasar seperti ini rupanya.
Ayo.
Lin Xian mengendurkan seluruh otot tubuhnya.
Memberikan kesempatan untuk menjatuhkan dirinya kapan saja kepada Ji Lin.
Ayo.
Dorong saya.
Justru tindakan membunuh saya inilah yang saya tunggu.
Seiring lengan Ji Lin yang mulai menekuk, bersiap mengerahkan tenaga...
Pemuda kurus, putih, dan malas itu menengadah, matanya bergetar memandang Lin Xian:
“【Jika yang mati adalah kau, mungkin aku tidak hanya sedih… pasti akan sangat hancur.】”
“Barangkali, baru bisa disebut sebagai teman.”
Bzzz——
Suara mesin berkecepatan tinggi mendekat!
Kekuatan yang terkumpul di tangan Ji Lin juga mencapai puncaknya!
Namun.
Namun...
Dia tidak mendorongkan kekuatan itu.
Tidak bisa didorong.
Kekuatan di tangannya perlahan menghilang.
Menjadi lemah.
Menjadi tak berdaya.
Lengan kanan yang tadi menopang di antara mereka, kini seperti mi lemas, terkulai di bahu Lin Xian...
Ji Lin menunduk, tidak berbicara.
Poni rambutnya yang ikal menutupi mata, menutupi lingkaran hitam, menyelubungi diamnya.
Lin Xian belum pernah melihat Ji Lin seperti ini.
Tapi...
“Ji Lin.”
Lin Xian meletakkan tangan kanannya juga di bahu Ji Lin, berbisik lembut:
“Kau yang kalah.”
Lengan mendorong dengan kuat——
Ji Lin membelalakkan mata, tidak percaya Lin Xian justru mendorongnya kembali ke pekarangan.
Yang lebih mengejutkan, Lin Xian malah menoleh dan berjalan langsung menuju jalan lebar di depan pintu!
Deru mesin sudah sangat dekat!
Ini adalah jarak yang sama sekali tak mungkin dihindari!!
“Lin Xian!!!”
Ji Lin yang terjatuh di ubin halaman berteriak parau!
Teriakan melengking menusuk langit malam, bergema ke segala penjuru!
Dan di saat itu juga.
Taksi yang tiba-tiba muncul dari kegelapan itu, bagaikan kelinci yang terkejut!
Dengan guncangan keras, lalu seolah menyadari sesuatu, setir diputar kasar ke kiri!
Tapi semuanya sudah terlambat.
Roda belakang taksi masih menyapu dua 【penutup lubang got】 di tengah jalan.
BOOM!!!
Bahan peledak yang baru dipasang sore ini oleh truk penyedot kotoran yang disamarkan, menempel rapat di bawah penutup lubang got, meledak seketika saat saklar inframerah terpicu!
Ledakan dahsyat melempar taksi ke udara!
Lin Xian yang berdiri dalam sorotan cahaya api di belakangnya, siluet hitamnya tercermin di pupil Ji Lin, bagai dewa perang yang keluar dari matahari...
Taksi di udara berputar seperti gasing, terjungkal beberapa kali, melesat di atas kepala Lin Xian dari samping belakang, menghantam keras pagar besi vila sebelah.
Jeruji besi tajam menembus kaca depan, menusuk kabin mobil. Bagian depan mobil remuk oleh tekanan, cairan merah tua muncrat keluar bagai air mancur kecil atau balon air yang pecah.
Gemuruh... gemuruh... gemuruh...
Gema ledakan bergema di antara bangunan-bangunan, memekakkan telinga, asap mesiu memenuhi udara.
Dor.
Di sisi lain, di vila hadiah kedewasaan Chu Anqing, beberapa tim "agen penyamaran berkepala plontos" melompat keluar dari pintu gerbang, jendela, dan lantai dua.
Mereka membawa senjata api polisi, dilengkapi peralatan canggih dengan rompi antipeluru di dalam, langkah cepat dan presisi langsung membagi beberapa tim kecil yang mengepung Ji Lin yang tergeletak di pekarangan bersama taksi berasap putih:
"Jangan bergerak!""Jongkok!""Tangan di atas kepala!!"
Di sudut timur laut kawasan vila...
Di puncak menara air yang menjulang tinggi.
Pada tubuh Ji Xinshui yang menyatu dengan kegelapan malam, tiba-tiba muncul empat lima titik laser merah penanda sasaran senapan runduk.
Di bawah menara air, terdengar langkah kaki dan suara panjat yang intens, dua tim "preman berambut cepak" nyaris bersamaan mencapai puncak melalui tangga dan tembok luar, mengarahkan senjata ke Ji Xinshui.
“……”
Orang tua itu diam seribu bahasa.
Tak ada ekspresi berlebih.
Perlahan mengangkat kedua tangan.
Dia menghela napas.
Di matanya tak ada penyesalan, kekecewaan, kegelisahan, juga ketakutan atau rasa ngeri.
Hanya memandang penuh kekecewaan ke arah ledakan di depan...
Memandang ke pekarangan yang dikepung itu...
Pada pemuda berkulit putih yang terduduk lemas di tanah.
Di dalam pekarangan.
Ji Lin yang ditodong banyak laras senjara tetap membisu, menatap Lin Xian dari bawah.
Lin Xian juga berdiri tak bergerak di tengah jalan, menatap ke bawah ke arah Ji Lin.
Pandangan mereka terhalang pintu gerbang yang terbuka.
Tapi seolah terpisah oleh jeruji terkunci.
Tak sepatah kata pun terucap.
Haling bertukar tatapan sunyi...
Yang seakan telah mengatakan segalanya.
Sudah paham.
……
Lin Xian menoleh dan berjalan menuju taksi yang sudah penyok dengan asap putih mengepul.
Akibat tabrakan keras.
Kaca depan yang remuk total membuat sopir telah terlempar sebagian keluar.
Namun nyawa pria itu jelas sudah melayang.
Beberapa jeruji besi tajam menusuk tubuhnya tanpa ampun.
Terutama yang menancap di ulu hati... menembus hingga punggung, pilar darah yang sebelumnya menyembur kini hanya tersisa tetesan tipis mengalir di jeruji.
Tampaknya darahnya sudah habis terkuras.
Lin Xian terus melangkah maju.
Ia melihat sopir yang separuh tubuhnya terlempar dari taksi itu mengenakan kacamata hitam, masker, dan penutup kepala...
Persis seperti seragam Sersan Sam yang membunuh Profesor Xu Yun sebelumnya.
Siapakah gerangan di balik masker itu?
Apakah Zhou Duan Yun yang diam-diam pulang ke negeri dan ingin membunuhnya tanpa alasan?
Atau Sersan Sam kedua, anjing baru Ji Xinshui?
Dak.
Langkah Lin Xian berhenti di samping mayat sopir.
Ia menarik napas dalam dan membuka kacamata hitam serta masker di wajah sopir—
Bibir pucat kehilangan darah.
Kumis tipis yang masih mentah.
Pupil mata yang melebar tanpa nyawa.
Serta...
Di pipi kanan.
Bekas luka yang membelati seluruh sisi wajah.
……
Bulan muncul dari balik awan gelap.
Cahaya bulan kembali menyinari dunia yang sunyi ini.
Di kejauhan.
Di hutan pemandangan bukit tanah buatan.
Sebuah siluet tubuh yang anggun dan berisi berdiri di balik bayangan pepohonan, memandangi semua ini dalam diam sambil menepuk tangan perlahan.
Pak. Pak. Pak.
"Tetap sama spektakulernya, Lin Xian kecil."
Dia tersenyum.
Pupil biru bak kaca patri memantulkan cahaya bulan, memancarkan kilau biru yang semakin ganjil dan mengalir:
"Hanya saja kali ini... kemenanganmu agak memalukan."
