"Bagaimana dengan Ayahmu?"
Lin Xian menatap Li Ningning sambil bertanya.
Barusan Lin Xian melihat sekeliling, tapi sama sekali tidak menemui bayangan Li Cheng.
"Ayahku sudah meninggal sejak aku kecil."
Li Ningning menoleh ke langit, melihat ribuan bulan biru palsu itu:
"Dialah orang pertama yang mengusulkan terjun payung ke kota langit. Tentu saja, dia juga yang pertama melakukannya. Sayangnya saat itu kita belum tahu tentang keberadaan area pertahanan udara laser, jadi... dia melompat dari ketinggian rendah, langsung terkena laser dan menguap."
Lin Xian terdiam, kembali memandang sekeliling.
Tidak melihat wanita cantik yang memesona yang diharapkannya, yaitu ibu Li Ningning dan selingkuhan Li Cheng di Mimpi Pertama:
"Lalu Ibumu?"
"Ibuku adalah orang kedua."
Suara Li Ningning lembut, tapi sorot matanya masih sama seperti di mimpi kedua - keras kepala dan menolak takdir.
Seperti kupu-kupu yang menari melawan angin.
"Memikirkan bahwa ini sudah dunia kedua bertemu Li Ningning, namun dia berubah dari putri yang dimanja menjadi yatim piatu."
"Tak terhindarkan merasa iba dan simpati."
"Mengapa harus pergi ke Rhein Sky City?"
Lin Xian mengutarakan pertanyaan terbesarnya:
"Mengapa begitu banyak orang mempertaruhkan nyawa untuk terbang ke sana? Apa tujuan kalian? Mencuri buku? Mengetahui sejarah? Atau mendapatkan pengetahuan?"
Li Ningning menggelengkan kepala:
"Bukan hal-hal itu... Meski penting, saat nyawa dan masa depan bermasalah, siapa yang peduli?"
"Kau pasti teman Dalimao? Apa kau dari tempat jauh? Seharusnya tidak mungkin tidak tahu hal ini..."
Li Ningning mengeluarkan saputangan, menggendong gadis kecil yang terus menarik ujung bajunya, membersihkan bengkak bernanah di lehernya.
"Nanah terus mengalir, lukanya sama sekali tidak menunjukkan tanda sembuh."
Alis Lin Xian berkerut...
"Penyakit apa ini?"
"Dan bukan hanya gadis kecil ini."
"Tadi dia melihat, di kerumunan orang banyak, banyak yang memiliki bercak hitam bernanah di kulit."
"Ini [penyakit radiasi]."
Li Ningning menurunkan gadis kecil itu, menyimpan saputangan, menjelaskan pada Lin Xian:
“Entah sejak kapan... semakin banyak orang yang terjangkit penyakit radiasi. Semua ini gara-gara Kota Langit Rhein itu.”
Dia mengerutkan alis, menatap benda raksasa yang melayang di langit:
“Radiasi mungkin berasal dari mesin fusi nuklir di bawah kota langit, atau dari limbah air dan sampah yang mereka buang. Tapi intinya, kehadirannya membuat semakin banyak orang sakit hingga meregang nyawa.”
“Meski penyakit ini tidak menular, tapi begitu terjangkit, itu adalah vonis mati. Bercak luka di tubuh akan semakin banyak, terus terinfeksi, terinfeksi, hingga akhirnya menemui kematian yang menyakitkan.”
“Beberapa bayi bahkan mati dalam kandungan karena penyakit radiasi. Yang lahir pun cacat. Penyakit ini benar-benar mengerikan. Paling menakutkan... kita pasti tak bisa menghindarinya.”
Li Ningning menoleh, memandang balon helium di belakang Lin Xian yang terus mengembang perlahan naik ke udara:
“Awalnya semua orang ingin menjauh. Tapi ternyata percuma. Zat radiasi itu menyebar lewat angin, burung, dan serangga ke seluruh penjuru dunia. Di manapun kita bersembunyi, takkan bisa lolos.”
“Jadi... kita harus mencari cara untuk terbang ke kota langit itu. Ayahku bilang, pasti ada obat yang bisa kebal terhadap penyakit radiasi di sana. Asalkan kita bisa mendapatkan sampel... meski hanya sebutir atau sekotak, kita bisa meneliti komposisinya dan membuat replika obat imun penyakit radiasi.”
“Hanya dengan cara ini, kita bisa bertahan hidup dan memiliki masa depan.”
……
Mendengar sampai di sini.
Lin Xian akhirnya memahami situasi yang terjadi di dunia ini.
Secara sederhana.
Di mimpi ketiga, lingkungan hidup kelompok Dalimao dan Li Cheng jauh lebih buruk dibanding mimpi kedua.
Bukan hanya mereka, seluruh dunia mengalaminya.
Penguasaan teknologi fusi nuklir terkendali justru memperlebar jurang antara si kaya dan miskin... bahkan menciptakan kesenjangan hidup. Alih-alih memberi energi gratis dan tak terbatas untuk warga biasa.
Lin Xian menduga akar penyakit radiasi ini berkaitan dengan ribuan mesin biru yang terus menyala siang-malam.
Pasti ada cara bagi penduduk kota langit untuk kebal penyakit ini, hidup tanpa beban.
Sementara orang di permukaan bumi tak punya obat khusus, hanya bisa menderita turun-temurun.
Menurut Li Ningning, angka kejadian penyakit ini memang tidak tinggi, tapi tingkat kematian 100% dengan luka tak kunjung sembuh dan penderitaan fisik-mental yang besar.
Dapat disebut sebagai penyakit mematikan yang lebih mengerikan daripada kanker di era ini.
Justru karena alasan inilah.
Muncul para pahlawan seperti Li Cheng dan Dalimao yang berani mempertaruhkan nyawa untuk terbang ke kota langit demi mendapatkan obat khusus.
Ini juga merupakan hal yang tidak bisa dihindari.
Tanpa obat, cepat atau lambat kita semua akan mati.
Suatu hari nanti, penyakit radiasi akan menimpa keluarga, teman, dan orang-orang tercinta.
Inilah makna sebenarnya dari "setiap warga bertanggung jawab atas nasib negara".
Tapi...
Sistem pertahanan udara Istana Langit Rhein benar-benar tak manusiawi, langsung mengunci semua objek di ketinggian kurang dari 10.000 meter.
Satu-satunya cara masuk melalui celah di pusat kota adalah dengan balon helium sampai ketinggian 20.000 meter, lalu meluncur sambil membidik celah tersebut untuk menghindari laser pertahanan udara.
Posisi celah ini tidak seperti di game yang ada penanda batas, pasti ditemukan melalui banyak kegagalan dan korban jiwa.
Inilah sebabnya desa-desa sekitar tidak memiliki pria dewasa...
【Mereka semua tewas di langit atas Istana Langit Rhein, menguap oleh laser dan berubah menjadi asap.】
"Terlalu kejam."
Lin Xian menghela napas.
Dia agak bingung.
Mengapa...
Setiap perubahan dalam mimpi, tingkat sains dan teknologi jelas semakin maju, tapi kehidupan justru semakin buruk, terpecah-belah, dan terasa makin jauh?
“Sebelumnya setidaknya hanya dipisahkan oleh tembok antara Shanghai Baru dan Shanghai Lama.”
“Sekarang berubah menjadi perbedaan langit dan bumi antara permukaan bumi dan kota langit.”
“Kalau teknologi terus berkembang... apakah kedua kelompok ini hanya bisa saling memandang melintasi galaksi?”
“Ini tidak normal.”
Lin Xian masih berpikir demikian.
Dia tidak percaya bahwa dunia normal akan berkembang menjadi bentuk terdistorsi seperti ini.
Jadi.
Tidak perlu dijelaskan lagi...
Dunia masa depan di Mimpi Ketiga, termasuk keberadaan Kota Langit Rhein, kemungkinan besar masih merupakan konspirasi Klub Jenius yang mengendalikan sejarah manusia dan mengacaukan aliran waktu!
“Mereka benar-benar tidak tega melihat manusia hidup sejahtera.”
“Sungguh membingungkan...”
“Kalian ini alien atau pengkhianat planet?”
“Apakah membuat manusia hidup lebih baik benar-benar membuat kalian tidak nyaman?”
Selain itu.
Yang lebih membuat hati Lin Xian dingin adalah...
Rhein.
Perusahaan yang jelas-jelas dinamai sendiri, ciptaan tangannya sendiri.
Mengapa sekarang menjadi sekongkol dengan orang-orang seperti mereka?
Di mana letak kesalahannya?
Apakah dirinya di masa depan yang memilih membiarkan Perusahaan Rhein bersekongkol dengan Klub Jenius?
Atau mungkin, dirinya pernah melawan, berjuang, namun akhirnya gagal?
Jika harus memilih antara dua hasil ini, Lin Xian yakin itu pasti opsi kedua.
“Bersekongkol dengan orang-orang seperti ini?”
“Dia lebih baik mati daripada melakukannya.”
Sejak memutuskan membalaskan dendam untuk Tang Xin dan Profesor Xu Yun, membunuh Ji Xinshui, Ji Lin, Zhou Duan Yun... dia telah berdiri tegas di sisi berlawanan dari kejahatan ini.
"Meskipun Lin Xian juga tidak menganggap dirinya benar-benar adil."
"Tapi setidaknya."
"Dia tidak suka dunia yang dimanipulasi secara artifisial ini, masa depan tanpa harapan."
"Jadi... memang aku yang gagal?"
Lin Xian menengadah.
Memandang kota langit yang memancarkan cahaya biru redup, bagaikan pupil biru Huang Que.
Apakah karena kegagalannya, Perusahaan Rhein jatuh ke tangan orang lain? Hingga muncul bencana di langit ini?
"Heh, itu benar-benar memuakkan."
Tapi tidak masalah.
Sekalipun dirinya benar-benar kalah dalam proses ini, yang kalah bukanlah diri sendiri di tahun 2023 sekarang.
Bagi dirinya di tahun 2023 saat ini, Perusahaan Rhein baru saja berdiri, bahkan acara pengguntingan pita pun belum dilaksanakan.
Semua masa depan masih belum pasti.
Sejarah 600 tahun ini, baginya hanyalah kertas bekas yang bisa disobek kapan saja.
Akulah sejarah!
Bagaimana cara kalah, begitulah cara menang kembali!
Lin Xian menunduk, memandang Li Ningning:
"Aku malu, janjiku sebelumnya padamu tidak kutepati. Tapi memperbaikinya sekarang sepertinya belum terlambat."
Li Ningning berkedip secepat kilat, memiringkan kepala:
"Sebelumnya? Sepertinya kita belum pernah bertemu ya?"
Lin Xian mengangguk.
Benar.
Bagi Li Ningning, tentu saja belum.
Tapi dalam mimpi kedua sebelumnya, dirinya memang pernah berjanji pada Li Ningning untuk membantu meledakkan Shanghai Baru.
"Tapi pada akhirnya, rencana ini belum sempat dilaksanakan, bahkan tembok internal Shanghai saja belum berhasil dimasuki, tiba-tiba saja kami langsung masuk ke mimpi ketiga."
"Baiklah."
Lin Xian menengadah, memandang raksasa yang menutupi langit di udara, mesin fusi nuklir terkendali yang biru kelam seperti ribuan mata:
"Kota langit yang melayang di udara ini benar-benar mengganggu pemandangan... Aku akan menyeretmu turun!"
"Apa yang kau bicarakan?" Li Ningning benar-benar terhibur:
"Kita hanya ingin mengambil obat khusus dari kota langit, ngapain kau menyeretnya turun. Tapi..."
Li Ningning menengadah, memandang Lin Xian:
"Andai kau benar-benar bisa menyeretnya turun, kami semua tidak menyukai langit seperti ini."
"Tenang saja."
Lin Xian berbalik badan, melambai, berjalan menuju balon udara berisi helium di sebelah:
"Kali ini, janji harus ditepati."
“……”
Li Ningning memandang punggung Lin Xian yang pergi, merasa dirinya dipermainkan:
"Orang yang aneh."
Lin Xian berjalan mendekati Azhuang yang sudah mengenakan pakaian antariksa dan sedang bersiap mengunci helm, menepuk bahunya:
"Azhuang."
"Hah?" Azhuang menoleh.
"Siapkan juga untukku pakaian antariksa, parasut, dan perlengkapan sejenisnya."
Lin Xian menunjuk dirinya sendiri:
"Aku akan pergi bersamamu!"
