Saat para pejabat tinggi di barisan pertama aula mulai duduk, riuh tepuk tangan menggema dari ribuan hadirin.
Di atas panggung, pembawa acara mengumumkan dimulainya acara penghargaan dan laporan prestasi khusus untuk Kamerad Lin Xian.
Setelah sambutan pembuka, Song Lao naik ke panggung menyampaikan pidato yang mengakui jasa Lin Xian, membacakan penghargaan resmi dari pihak berwenang, lalu mengundang Lin Xian naik panggung.
Kemudian...
Musik mulai dimainkan.
Lin Xian berjalan perlahan dari belakang panggung mengenakan setelan resmi. Berbagai lensa media menyorotnya, disambut kembali gemuruh tepuk tangan.
Song Lao sambil bertepuk tangan mendekat dengan senyum, berjabat tangan dengan Lin Xian, lalu berpaling menghadap kamera untuk foto bersama.
Selanjutnya, tiba sesi penganugerahan penghargaan.
Sertifikat Pemuda Berani Melawan Kejahatan, Sertifikat Warga Terbaik ke-10, serta plakat bonus penghargaan Lin Xian, semuanya diserahkan Song Lao ke tangannya.
Ini menjadi penghargaan tertinggi dalam hidup Lin Xian sejauh ini.
Sebenarnya...
Awalnya, Lin Xian tidak ingin terlalu menonjolkan diri kalau bukan untuk memaksa Zhou Duan Yun muncul.
Tapi kemudian dia menyadari:
Dirinya memang tak bisa terus bersembunyi. Meski pemberitaan resmi tak menyebut aksi penangkapan di malam ulang tahun Ji Lin.
Tembok mana di dunia ini yang tidak bocor anginnya?
Masalah-masalah ini bahkan tidak banyak diketahui oleh orang dalam di Kantor Polisi Shanghai, tapi dengan sedikit usaha penyelidikan, pasti bisa terungkap.
Apalagi musuh yang dihadapi Lin Xian bukanlah musuh biasa, dan dia sendiri tidak tahu apakah anggota Klub Jenius sekarang sudah mengincarnya atau tidak.
Kelompok ini memang terlalu misterius.
Misterius sampai-sampai sama sekali tidak terasa kehadirannya.
Setidaknya dalam periode ini hidupnya tenang, Lin Xian merasa kecil kemungkinan Klub Jenius mengincarnya.
Pertama, tindakannya membantu tim khusus menangkap Ji Xinshui dan Ji Lin yang memang pembunuh, seluruh Shanghai sedang memburu mereka, dirinya hanya "warga yang peduli" biasa.
Kedua, Ji Xinshui salah mengira dirinya sebagai ujian, bahkan menganggapnya sebagai penguji Klub Jenius; itu membuktikan yang ingin membunuhnya bukan Klub Jenius, melainkan Ji Xinshui sendiri, sehingga kesalahpahaman ini muncul.
Mungkin rencana awal Ji Xinshui adalah mengambil kepala manusia miliknya untuk klaim hadiah dari Copernicus di Klub Jenius.
Tapi sayangnya, keangkuhannya membuatnya salah hitung, alur cerita belum sampai ke sana rencananya sudah gagal di tengah jalan.
Terakhir, dan yang paling krusial.
Huang Que benar-benar memberikan rasa aman yang cukup bagi Lin Xian.
Dia sendiri adalah anggota Klub Jenius, kalau benar-benar Klub Jenius yang ingin membunuhnya, dirinya pasti sudah mati sejak lama, tidak mungkin bertahan sampai sekarang.
Tidak hanya itu, Huang Que juga berulang kali membantu dirinya sendiri, sama sekali tidak seperti tindakan seorang musuh.
Jadi Lin Xian kadang juga tidak yakin.
Sebenarnya seperti apa organisasi Klub Jenius itu?
Apa tujuan sebenarnya mereka?
Apakah mereka mewakili kebenaran atau kejahatan?
Meskipun Ji Xinshui menyebut nama Copernicus, seolah-olah para ilmuwan itu dibunuh atas perintah Copernicus kepadanya.
Tapi apakah informasi ini benar-benar bisa dipercaya?
Ji Xinshui sendiri adalah peniru kejahatan yang buruk, arogan dan percaya diri berlebihan. Kemungkinan salah paham dan bertindak semaunya sendiri tidak bisa diabaikan.
Setidaknya...
Karena dia bisa salah mengira dirinya sebagai penguji Klub Jenius - hal yang sangat tidak masuk akal - Lin Xian menduga besar kemungkinan atasannya Copernicus tidak memintanya untuk membunuh dirinya. Ini lebih terlihat seperti tindakan pribadinya.
Singkatnya.
Daripada terus bersembunyi, lebih baik fokus memperkuat pengaruh dan kemampuan sendiri.
Kekuatan fisik adalah hukum yang paling utama.
Pak pak pak pak pak pak pak pak pak!!!
Setelah tepuk tangan yang meriah, tiba bagian sesi pidato Lin Xian.
"Para pimpinan, tamu undangan, dan perwakilan yang terhormat..."
Naskah pidato yang ditulis VV sudah dihafal luar kepala oleh Lin Xian, berpidato tanpa teks sama sekali tidak sulit.
Lagipula semua hal ini memang dilakukan sendiri, bercerita sama mudahnya dengan mendongeng, hanya perlu menyisipkan pemikiran mendalam di bagian-bagian tertentu.
"Kami sangat berduka atas meninggalnya Profesor Xu Yun dan Nyonya Tang Xin..."
Lin Xian berbicara sambil memandang ke sekeliling lokasi.
Di aula, sebagian besar kursi diisi oleh perwakilan murid dari berbagai usia, terutama mahasiswa yang hadir dalam jumlah banyak.
Di area tempat duduk Universitas Shanghai, Lin Xian langsung melihat buah hati kecil yang duduk di barisan depan——
Chu Anqing.
Saat ini Chu Anqing juga menatap Lin Xian. Tatapan mereka bertemu sejenak. Merasa diperhatikan, Chu Anqing tersenyum dan melambaikan tangan padanya.
Meski permukaan tidak menunjukkan gerakan, dalam hati Lin Xian terharu menyadari gadis kecil ini sebenarnya memiliki kemampuan super.
Di manapun di Shanghai, dia bisa datang dan pergi dengan bebas, tanpa hambatan.
Dalam arti tertentu, dialah robot pembuka pintu Shanghai ini, bisa pergi ke mana saja yang diinginkan.
Inilah kemampuan supernya yang bernama [Chu Shanhe].
Berkat ayah tua yang berkuasa tinggi ini, seluruh Shanghai harus memberikan muka untuk Chu Anqing.
Jadi tidak aneh bila dia bisa hadir sebagai perwakilan murid di acara penghargaan ini.
"Seperti pepatah, keselamatan negara menjadi tanggung jawab setiap orang. Shanghai yang makmur dan aman tak lepas dari usaha kita semua..."
Pidato Lin Xian sudah mendekati akhir.
Penampilannya hari ini sangat sempurna, berkat pengalamannya sebagai pembawa acara semasa kuliah. Suaranya tenang dan berwibawa, penuh kekuatan:
"Akhirnya, semoga Shanghai kita semakin harmonis dan indah, rakyat sejahtera, negara makmur dan kuat!"
BOOM——
"Setelah pidato selesai, tepuk tangan di ruangan tak kunjung mereda. Acara penghargaan ini resmi ditutup dengan sukses."
……
"Hehe, Senior Lin Xian! Akhirnya bisa berbicara denganmu!"
Setelah para wartawan yang mengerumuni perlahan bubar, Chu Anqing menyelip dari samping dan berdiri di depan Lin Xian dengan wajah ceria:
"Senior, pidatomu hari ini luar biasa! Banyak teman sekelas kami yang sangat mengagumimu dan menanti kapan kamu mau kembali ke sekolah untuk berbagi lagi!"
"Benarkah?"
Lin Xian terkekeh pendek:
"Justru kulihat tatapan murid-murid SD di kursi penonton tidak begitu ramah... Sepertinya mereka punya masalah denganku."
"Itu karena mereka harus menulis refleksi 800 huruf setelah pulang!" Chu Anqing tertawa terbahak mendengar ucapan Lin Xian:
"Waktu SD aku juga begitu. Anak seusia ini belum banyak mengerti, juga kurang punya rasa hormat tulus pada pahlawan... Jadi di mata mereka, kamulah biang keladi yang membuat seluruh kelas harus ngerjakan tugas mengarang. Pantas saja tatapan mereka aneh!"
"Tapi tenang saja! Begitu mereka dewasa nanti, pola pikirnya akan berubah. Mereka akan semakin mengidolakan pahlawan sepertimu!"
"Ah..." Lin Xian menghela napas:
"Aku bukanlah pahlawan. Hal kecil yang kulakukan ini paling-paling cuma disebut aksi kepahlawanan pemuda. Jauh dari pantas menyandang gelar pahlawan."
Tak disangka Chu Anqing langsung menempatkannya di posisi setinggi itu...
Lin Xian sendiri tidak menganggap dirinya sebagai pahlawan.
“Jujur saja.”
Alasan dia terlibat dalam memecahkan kasus pembunuhan berantai ini, meskipun tujuannya adalah untuk menghukum penjahat, tapi sebenarnya ada kepentingan pribadi. Dorongan utamanya tetaplah menyelamatkan diri sendiri.
Bagaimanapun, dia lebih paham daripada siapa pun...
Target akhir kelompok Tujuh Dosa Mematikan adalah membunuh dirinya sendiri.
Kalau soal jadi pahlawan ini, mau tidak mau harus dilakukan. Kalau tidak... mungkin Piala Pahlawan itu akhirnya akan jatuh ke tangan Ji Lin.
Membalikkan situasi.
Dalam berbagai pemberitaan eksternal selama ini di Shanghai, tidak ada satu pun yang menyebutkan Ji Lin bergabung dengan tim khusus untuk membantu penyelidikan. Mungkin mereka malu mengakui - kasus "Pencuri Teriak Maling" ini benar-benar terlalu absurd.
Karena itulah seluruh jajaran Kepolisian Shanghai sangat berterima kasih pada Lin Xian. Tanpanya, mereka pasti sudah jadi bahan tertawaan sekaligus membuat kekacauan besar.
“Aku yakin kakak pasti akan menjadi pahlawan, Senior Lin Xian.”
Chu Anqing mengangkat kepala memandang Lin Xian, sorot matanya berkilauan:
“Menurutku tindakanmu selama ini bukan hal sepele... Kemarin di laboratorium, perkataan Guru Liu Feng itu kurenungkan lama. Sebenarnya makna dan nilai hidup setiap orang tidak ada hierarki. Yang penting bisa bertindak tegas saat diperlukan, dan berani tampil ketika orang lain membutuhkanmu.”
“Bukan setiap orang terlahir untuk melakukan hal-hal besar yang menggemparkan dunia. Juga bukan hanya mereka yang melakukan hal besar itu yang layak disebut pahlawan. Setidaknya... bagiku sendiri...”
Chu Anqing menggaruk kepala sambil tersenyum malu:
“Hingga sekarang aku masih sering teringat saat kau menyelamatkanku dengan menarikku dari tengah jalan. Meski aku cepat pingsan, tapi saat itu... kau benar-benar seperti pahlawan yang turun dari langit!”
“Ayahku juga sering bilang, aku harus banyak belajar darimu, mencontoh sifat-sifat muliamu. Aku juga berpikir begitu. Jika suatu hari nanti, seperti kata Guru Liu Feng, aku menghadapi situasi yang menuntutku untuk bertindak, melindungi sesuatu, atau berani maju di momen genting itu...”
Dia menengadah, sorot matanya tegas:
“Aku akan seperti senior...”
“Tanpa ragu sedikitpun!”
Lin Xian tersenyum:
“Aku yakin kau bisa.”
Dia mengulurkan piala keberanian bertindak di tangannya:
“Ini kuserahkan dulu sebagai penghargaan antisipasi.”
“Ah ya, mana boleh menerima pialamu! Hehe, siapa tahu suatu hari nanti aku juga bisa dapat piala keberanian bertindak! Nanti kita bisa jadi sepasang!”
……
Setelah berbasa-basi dengan beberapa rekan bisnis, penonton di auditorium sudah hampir kosong. Wartawan media mulai membereskan barang dan pergi. Lin Xian menuju area parkir untuk pulang.
Pintu listrik Alphard terbuka.
Lin Xian meletakkan sertifikat dan piala di kursi, mengangkat kaki bersiap masuk ke mobil——
"Pidato yang sangat menggebu-gebu, Tuan Lin Xian."
Dari belakang.
Tiba-tiba terdengar suara datar seorang wanita.
"Terima kasih."
Lin Xian menjawab secara refleks.
Pujian serupa di aula tadi sudah sering dia dengar, ucapan terima kasih ini hampir membuat bibirnya kapalan.
Setelah berkata begitu, barulah dia menurunkan kaki yang terangkat, tersadar, dan memandang wanita yang baru saja berbicara.
Seketika...
Matanya perlahan membesar.
Wanita di hadapannya adalah orang asing!
Ucapan Mandarin yang begitu murni dan polos tadi ternyata berasal dari kecantikan asing ini.
Posturnya tinggi ramping, mengenakan sepatu hak tinggi sehingga tampak lebih tinggi dari Lin Xian; kakinya panjang lurus seperti sumpit, jaket kulit hitam menutupi sebagian besar detail tubuhnya, tapi tetap terasa proporsi bak model yang sempurna dan seksi.
Melihat ke atas.
Rambut wanita itu sepanjang pinggang, halus dan berkilau, jelas dirawat dengan sangat baik.
Fitur wajah wanita itu juga menjadi bagian yang paling memikat perhatian Lin Xian.
Wajahnya bukan tipe Asia tradisional maupun Eropa/Amerika, melainkan kecantikan khas wanita Timur Tengah yang langka, dengan garis wajah tegas, tatapan mata tajam, mirip agen wanita dari film Hollywood.
Deskripsi ini sangat tepat.
Karena, dia memang pernah memerankan banyak agen wanita dalam film-film Hollywood.
"Beberapa waktu lalu, Lin Xian banyak melihat fotonya dan membaca berbagai pemberitaan tentangnya di berita."
"Aktris Terbaik Oscar, 'Penyihir Serbabisa Hollywood'... Gelarnya terlalu banyak, tapi aktingnya benar-benar sepadan dengan semua pujian itu."
"Senang bertemu, Lin Xian."
Perempuan itu tersenyum, menyebabkan rambut indahnya yang tertiup ke depan bahu terlempar ke belakang, lalu melangkah mantap:
"Namaku Angelica."
Tak.
Bunyi sepatu hak tinggi berhenti tepat selangkah lagi di depan Lin Xian.
Dia mengulurkan tangan kanannya dengan ramah untuk berjabat tangan, senyum manis memperlihatkan gigi putihnya:
"Tapi... kau juga bisa memanggilku dengan nama yang lebih tidak asing ini--"
"【Nafsu】."
