Ternyata itu gadis bermata biru dari mimpi keenam!
Satu-satunya orang yang memenuhi tiga ciri: merobek baja dengan tangan, menghancurkan kepala beruang dengan satu pukulan, dan memiliki mata biru kristal...
Seharusnya tidak ada yang kedua.
Hanya saja.
"Gadis Bermata Biru dari Mimpi Ketujuh, sekarang sudah lama ditemukan, dibangunkan dari cabin hibernasi, dan telah tinggal di dunia ini selama belasan tahun."
"Jadi sudah tidak bisa disebut Gadis Bermata Biru lagi, mungkin harus dipanggil Ibu Bermata Biru."
Tiba-tiba.
Lin Xian mengerti.
"Smith si Bodoh dan Gadis Bermata Biru berhibernasi di pangkalan bawah tanah yang sama, maka wajar jika mereka terbangun pada waktu yang sama."
"Kau dan Kepala Desa Yan kalian, mungkin terbangun bersama dari cabin hibernasi?"
Lin Xian memastikan pada Smith.
Smith membelalakkan mata:
"Dasar kau... Kok bisa tahu segalanya?"
"Betul, kira-kira dua belas tahun lalu aku terbangun dari cabin hibernasi. Di pangkalan hibernasi bawah tanah tempatku, sebagian besar cabin sudah rusak, orang-orang di dalamnya juga sudah meninggal. Hanya belasan cabin yang masih berfungsi baik, termasuk punyaku dan Kepala Desa Yan Qiaoqiao."
"Orang-orang Desa Muka yang menggali kami keluar. Waktu itu kepala desanya masih Kepala Desa Chen, namanya Chen Heping. Dia sangat merawat kami para penghuni hibernasi, jadi setelah terbiasa dengan kehidupan era ini, kami pun menetap di Desa Muka."
“Kemudian Kepala Desa Chen Heping meninggal karena sakit, semua orang sangat memuji Yan Qiaoqiao sebagai kepala desa baru. Karena dia pintar dan mampu, serta sering berkontribusi di desa, semua orang sangat menghormatinya. Termasuk anak lelaki Kepala Desa Chen Heping juga mendukung penuh Yan Qiaoqiao, jadi... dia pun menjadi kepala desa yang baru.”
Ternyata begitu.
Lin Xian mengangguk.
Baiklah, sekarang informasinya cocok.
Desa Muka masih eksis, Ayah Kucing Chen Heping tetap meninggal karena sakit, hal ini identik dengan situasi sebelumnya. Satu-satunya perbedaan adalah penerus kepala desa bukan Dalimao, melainkan diberikan kepada Yan Qiaoqiao yang sangat dihormati.
Sebenarnya sejak Smith mengatakan kata anti-palsu "Shift!" di sawah, Lin Xian langsung menebak... ini pasti kata yang dipelajari Smith dari mulut Dalimao, kemungkinan besar mereka tinggal di desa yang sama.
Saat membicarakan kepala desa dan desa, Smith menunjukkan rasa memiliki dan identifikasi yang kuat, wajahnya penuh kebanggaan:
“Hahaha, ngomong-ngomong soal ini, kau pasti tidak tahu kenapa desa kami disebut Desa Muka!”
“Saya tahu.”
Lin Xian berkata dengan tenang sambil berjalan:
“Karena anak lelaki Chen Heping namanya Dalimao (Kucing Muka Besar).”
Smith batuk kecil dua kali:
“Kalau... kalau begitu... kau pasti tidak tahu kenapa dia dipanggil Dalimao!”
“Saya juga tahu.”
Lin Xian mendengus pelan:
“Karena saat dia lahir, seluruh ayam, bebek, sapi, kambing, dan babi di desa ini, termasuk anjing peliharaan, semua berbisik-bisik menyebut namanya... Apakah latar belakang ini?”
“Gila banget!”
Smith langsung melompat berdiri:
“Kau ini siapa sih! Kok bisa tahu segalanya tentang desa kami?!”
“Aku cuma orang lewat.”
Lin Xian menjawab asal-asalan.
“Hah——”
Sorot mata penuh ketidakpercayaan Smith mengawasi Lin Xian:
“Cara ngomongmu aneh banget sih.”
“……”
Lin Xian menghentikan langkah.
Menoleh.
Matanya menyapu pria berkulit putih ini yang tampilannya serba tak karuan dengan logat campur aduk dari berbagai daerah Tiongkok:
“Desa Muka memang tempat berkumpulnya orang-orang luar biasa.”
Lin Xian berkomentar:
“Kok penduduknya berasal dari seluruh penjuru negeri? Siapa yang mengajarimu logat daerah yang berantakan ini?”
“Ya warga desa lah!”
Wajah Smith penuh keyakinan:
“Cara bicara mereka memang sudah aneh dari sononya. Awalnya aku nggak bisa bahasa Mandarin, cuma meniru cara ngomong mereka. Lihat... Sekarang udah lumayan kan logatku?”
“Memang bagus, sampai gaya inversi Shandong pun kau kuasai.”
Lin Xian tersenyum getir:
“Tapi belajarnya terlalu amburadul.”
Di sela canda tawa.
Keduanya telah memasuki wilayah Desa Muka. Smith membawa Lin Xian menuju rumahnya.
Tiba-tiba di tikungan, mereka bertemu kenalan.
“Kak Shi, pulang ya?”
Er Zhuzi mundur selangkah:
“Hari ini kenapa pulang selambat ini? Kakak ipar sudah lama menunggumu makan.”
“Heh, tadi di tengah jalan ketemu saudara.”
Smith menoleh, menunjuk Lin Xian sambil memperkenalkan:
“Ini saudara yang kutemukan di sawah, dia mengembara tak punya tempat tinggal. Kubawa pulang untuk makan.”
Hm?
Er Zhuzi mengusap dagu, mengerutkan alut, masuk ke mode detektif legendaris, mulai memindai Lin Xian:
“Hmph!”
Dia mendengus dingin:
“Berkulit halus, wajah putih! Sekilas ketahuan bukan orang baik!”
“Bukan.”
Perasaan akrab Lin Xian seperti menemukan kerabat di perantauan langsung hilang dalam sekejap. Ia memandangi Er Zhuzi:
“Kau memang tak bisa mengeluarkan gading dari mulut anjing.”
Lin Xian tak kuasa mengeluh.
Mandor di mimpi keenam yang memotong-motong Er Zhuzi untuk pakan anjing... Benar-benar tak salah hukum.
Er Zhuzi melambaikan tangan, menghalangi Lin Xian:
“Kak Shi, jangan bawa dia pulang!”
“Kenapa?” Smith tertegun.
“Bocah ini pasti punya niat jahat!” Tatapan Er Zhuzi semakin tajam:
“Dengan mata elangku... Sekilas kulihat! Dia mendatangi kakak ipar!”
“Sekarang Kepala Desa Yan tidak di rumah, tak ada yang memutuskan. Aku harus bawa dia menemui Kak Muka untuk minta pendapat!”
Ah.
Lin Xian menghela napas lelah.
Setiap kali harus melalui drama yang sama?
Alur cerita yang berulang... Dia mulai benar-benar jenuh.
“Baiklah baiklah.”
Lin Xian malas bacot lebih banyak dengan Er Zhuzi, sejak dulu keduanya memang kurang cocok, lalu melambaikan tangan ke Smith:
“Kalau begitu saya pergi dulu Smith, kau pulang makan saja, hari ini saya tidak ikut makan di rumah kalian.”
“Sebentar lagi saya langsung ikut Dalimao makan di rumahnya, sudah lama tidak makan pangsit buatan Istri Dalimao, saya jadi rindu.”
“Kau!”
Er Zhuzi alis terangkat dan mata melotar, wajahnya menghijau:
“Sudah saya bilang dasar kau hati tidak jujur! Ternyata kau mengincar kakak ipar! Desa Muka pasti tidak akan menerima Ximen Qing sepertimu!”
“Wah.”
Lin Xian terkejut, memandangi Er Zhuzi:
“Kau juga tahu Ximen Qing, perkembangan budaya mu meningkat ya.”
Smith yang baru berjalan beberapa langkah menoleh, menjelaskan pada Lin Xian:
“Di perpustakaan desa ada Empat Karya Sastra Besar, semuanya dikumpulkan dan ditulis tangan oleh Kepala Desa Chen Heping dulu. Koleksi buku di perpustakaan tidak banyak, selain Empat Karya Sastra Besar dan beberapa buku pelajaran, ada juga beberapa buku 【filsafat】.”
“Ternyata begitu.” Sahut Lin Xian:
“Sebentar saya mau lihat-lihat.”
Jujur saja, Ayah Kucing pantas disebut kepala desa terbaik sepanjang masa. Sayangnya pahlawan biasanya berumur pendek, sampai sekarang Lin Xian belum pernah melihat Ayah Kucing yang masih hidup, tetap menjadi legenda.
“Kau masih mau lihat-lihat?”
Er Zhuzi marah sampai hidungnya mengeluarkan asap hijau.
Dari mana datangnya orang bermuka tebal seperti ini?
Kok sama sekali tidak punya rasa batasan?
“Seolah-olah kembali ke rumah sendiri!”
“Hehehe……”
Er Zhuzi menyeringai dingin:
“Kau pasti gagal melewati vote demokrasi, bersiaplah untuk diusir dari desa!”
“Bagus.”
Lin Xian berdesah dalam hati……
Geng Wajah-lah perwujudan demokrasi sejati, Turing omong kosong itu benar-benar payah. Andai Dalimao jadi pengamat peradaban manusia, Lin Xian pasti merasa tenang.
Tak lama kemudian.
Lin Xian ditangkap oleh sang Penegak Kebenaran Er Zhuzi ke sebuah gudang.
Terlihat siluet gemuk sedang memindahkan karung beras dan tongkol jagung segar ke truk listrik di sebelah.
Di bagian dalam gudang, Azhuang dan San Pang tak henti mengangkut karung goni berisi hasil panen.
Empat anggota Geng Wajah.
Berkumpul!
Er Zhuzi melebih-lebihkan penjelasan maksud Dalimao. Azhuang dan San Pang menyeringai sinis, memandang Lin Xian dengan tatapan 30% kejam, 30% jijik, 30% hina, dan 10% penghinaan.
“Batuk-batuk.”
Dalimao membersihkan debu di telapak tangan, menatap Lin Xian:
“Saudara, bagaimanapun juga, di sini kami menganut demokrasi. Soal boleh tidaknya kau tinggal……biarlah diputuskan melalui voting oleh tiga anak buahku.”
Azhuang pertama kali menggelengkan kepala:
“Anak ini tak boleh dipertahankan.”
Er Zhuzi menggeretakkan gigi:
“Dia masih ingin makan pangsit buatan Kakak Ipar! Apa benar dia cuma ingin makan pangsit? Saya malu untuk menelanjangi kebohongannya!”
San Pang menggelengkan kepala dengan wajah penuh kearifan:
“Menurutku tidak bisa.”
……
Sama seperti yang diperkirakan.
Tiga suara menolak.
Ah.
Lin Xian kembali menghela napas, kenapa setiap kali dia ingin bergabung sendiri ke Geng Wajah selalu ada kesulitan?
Andai dia mengajak CC bersama.
Jika CC ada, ketiga orang-orang hebat ini akan langsung menyetujui dengan suara bulat tanpa berpikir. Apalagi jika dia mengakui hubungan pasangan suami istri dengan CC, Er Zhuzi bahkan akan langsung berubah menjadi saudara seperjuangan.
“Saudara juga sudah lihat.”
Dalimao mengangkat tangan pasrah:
“Kami menganut demokrasi. Sementara sekarang ada tiga suara menolak... sudah pasti kami tidak bisa membiarkanmu tinggal di desa ini.”
Lin Xian perlahan mengangkat tangan kanannya.
Mengacungkan jari telunjuk:
“Saya hanya akan berkata satu kalimat.”
Dia yakin.
Satu kalimat ini akan membuat Dalimao menyesal tidak mengenalnya lebih awal.
Saat Smith mengatakan ada buku filsafat di perpustakaan tadi, Lin Xian sudah merencanakan cara untuk menaklukkan Dalimao.
Dia menengadah.
Bertatapan dengan pandangan jernih dan polos Dalimao.
Tiba-tiba angin malam berhembus.
Mengangkat bulir jagung yang tersisa di tanah, menggulung aroma padi dari gudang, disertai kibasan ujung baju Lin Xian dan Dalimao...
Dalam gemuruh jangkrik dan kicauan burung gereja, Lin Xian berbisik lembut:
“【Kucing adalah ideologi，wajah adalah metafisika.】”
“Waduh！”
Dalimao langsung disambar petir lima kali，merangkak sambil bergegas berpindah ke sini，erat menggenggam kedua tangan Lin Xian：
“Saudara sejiwa! Kenal terlambat ya Saudara! Kau persis seperti cacing di kandunganku!”
Tatapan Dalimao menjadi lembut.
Tak rela melepas terus menggosok-gosok punggung tangan Lin Xian.
Menggigit gigi.
Hatinya dipenuhi kesedihan，keraguan，dan penyesalan.
Di satu sisi，dia terbujuk oleh Lin Xian.
Di sisi lain，keluarga punya tata krama，demokrasi tak boleh dilanggar.
Akhirnya.
Akal sehat berhasil mengalahkan dorongan.
Dalimao tiba-tiba tampak menua beberapa tahun，menghela napas panjang：
“Saudara，sungguh berat bagiku untuk berpisah dengan sahabat sehidup sematimu... Sayangnya，demokrasi tetaplah demokrasi，aturan tetaplah aturan，aku pun tak bisa menahanmu.”
Setelah berkata demikian.
Dia memungut beberapa tongkol jagung dari tanah，lalu menyobek beberapa potong daging asap dari rak sebelah，menjejalkannya ke dada Lin Xian：
“Kakak juga tak tega melihatmu kelaparan，bawalah ini，teruslah mengembara，carilah tempat yang mau menerimamu.”
“Tunggu.”
Lin Xian merasa alur ceritanya terlalu cepat，apa sebodo itu menegakkan aturan?
“Kasih kesempatan dong Kak Muka.”
Tiba-tiba ia teringat，Dalimao kali ini bukan kepala desa，masih ada satu orang yang bisa menyelamatkannya!
Maka，dia mulai membujuk：
“Kak Muka, setidaknya izinkan saya bertemu kepala desa. Bukankah desa ini harusnya dipimpin oleh Kepala Desa Yan Qiaoqiao? Paling-paling... kau hanya wakil kepala desa kan? Meski kau Putra Mahkota Desa, wewenang kepala desa harusnya lebih tinggi darimu.”
“Benar!”
Pupil mata Kak Muka tiba-tiba berkobar penuh harapan, ia menepuk punggung Lin Xian:
“Kau benar! Meski Desa Muka dinamai dari aku, tapi kepala desa tetaplah kepala desa. Kami selalu mendukung keputusannya. Jika dia setuju kau tinggal, semua penolakan tak ada artinya. Kau akan jadi warga resmi Desa Muka!”
“Tapi... sekarang kepala desa tidak ada di sini. Hari ini dia pergi berburu untuk misi. Aku juga menunggu dia pulang berburu. Hmm... Begini saja!”
Dalimao melambaikan tangan besar-besarnya:
“Begini saja Saudara, ikutlah ke rumahku dulu. Istriku sudah menyiapkan makanan, tinggal tambah sepasang sumpit. Isi perutmu dulu.”
“Nanti setelah kepala desa pulang berburu, aku akan antar kau menemuinya. Jika dia setuju kau tinggal, silakan. Tapi jika tidak... Maaf, Kakak juga tak bisa berbuat apa-apa. Kau boleh bawa jagung ini, daging asap, nanti aku akan siapkan bekal... lanjutkan pengembaraanmu.”
“Baiklah.”
Lin Xian tak ingin mempersulit Kak Muka.
Bagaimanapun hari ini bisa makan gratis, besok bisa mencoba lagi. Lagipula makan di rumah Dalimao sambil ngobrol tak akan sia-sia, sekalian mengumpulkan informasi dan melengkapi pemahaman tentang dunia ini.
“Namun……”
Lin Xian baru saja menyetujui.
Er Zhuzi langsung panik:
“Kakak tidak bijak! Beraninya kau membawa bocah ini pulang! Aku khawatir dengan kakak ipar!”
“Ah, ngomong apa sih!”
Dalimao tertawa sambil memeluk leher Lin Xian:
“Saudara yang kupilih, aku percaya!”
Kemudian.
Dalimao membubarkan timnya, mengatakan akan berkumpul kembali setelah kepala desa pulang berburu, untuk sementara pulanglah dulu makan.
Lin Xian dan Dalimao berjalan ke utara desa menuju rumah Dalimao untuk makan.
Lin Xian tiba-tiba penasaran.
Nanti malam Geng Wajah berempat akan berkumpul lagi untuk apa.
Di mimpi kedua... mereka harus mencuri di Pabrik Pengolahan Sampah Shanghai Baru di tengah malam dengan risiko bahaya maut.
Apakah kali ini ada tugas rahasia lagi?
Maka langsung bertanya:
“Kak Muka, tadi kalian mengangkut gerobak besar hasil pertanian, masih menunggu kepala desa pulang berburu... mau pergi kemana? Ada acara apa malam ini?”
“Heh, acara apa lagi.”
Dalimao tersenyum santai:
“Bukankah harus mengirim barang ke Kota Shanghai utara? Permaisuri Li di sana baru melahirkan putri, akan mengadakan jamuan tiga hari sistem antrian, mengajak semua warga makan dan merayakan; tentu butuh banyak bahan makanan, daging, buah, bumbu...”
"Makanya, Penguasa Li mengirim pesan ke desa sekitar, bilang mau membeli barang-barang ini dengan harga pasar tertinggi, siapa pun yang datang diterima... Hehe, ini kan kesempatan bagus buat nguras stok dan meraup untung besar?" "Kepala Desa Yan lagi berburu ke gunung, berencana nangkep beruang hidup buat hadiah ke Penguasa Li. Soalnya Penguasa Li selama ini selalu memperhatikan desa-desa kami, kami juga senang berinteraksi dengannya."
Oh~
Lin Xian mengeluarkan suara "oh".
Ternyata, dirinya yang terlalu rumit memikirkan worldview. Dunia ini sama sekali nggak ada perjuangan kelas, konflik suku, api debat, atau perselisihan kayak gitu...
Semua orang tampaknya hidup dengan bahagia.
Penguasa Li dikaruniai putri.
Ya sudah pasti Li Cheng dan Li Ningning lah!
Cuma berhitung jari.
Baru sekarang Penguasa Li melahirkan Li Ningning?
Terlambat banget sih.
"Kenapa Li Cheng baru punya anak sekarang? Sebelumnya sibuk apa aja dia?"
Lin Xian mengikuti Dalimao belok ke sebuah gang, sambil menoleh bertanya:
"Putrinya itu Li Ningning ya?"
"Li Ningning kan putri sulung!"
Dalimao melambaikan tangan:
"Kali ini yang lahir putri bungsu, namanya apa aku belum tau... Nggak tau juga apa Li Cheng udah kasih nama buat si bungsu."
"Putri kedua Li Cheng baru kemarin lahir. Ini jadi peristiwa penting di Kota Shanghai. Udah dari lama semua orang nunggu Li Cheng ngadain jamuan besar, mulai malam ini selama tiga hari berturut-turut."
Mendengar Li Cheng punya anak perempuan lagi.
“Lin Xian tak tahu mengapa ikut tertawa, merasakan kebahagiaan yang sama untuknya:”
“Ternyata anak kedua ya, pasti Li Ningning juga senang, dia punya adik sekarang.”
Setelah berkata demikian.
Dia menengadahkan kepala, memandangi langit yang telah gelap gulita, serta bulan yang mulai terbit dari ufuk timur.
Berucap dengan haru:
“【Sungguh era yang baik.】”
Rakyat hidup makmur, sejahtera dan bahagia.
Li Cheng, sang pemimpin Shanghai Lama yang rela berkorban nyawa di tengah kekacauan, kini bisa menikmati kehidupan yang tenang.
Keluarga harmonis, kelahiran anak kedua, kembali dikaruniai putri, hingga mengadakan jamuan selama tiga hari berturut-turut.
“Sungguh indah.”
Membayangkan kehidupan bahagia keluarga empat orang Li Cheng, Lin Xian tersenyum tipis:
“Aku sedikit iri.”
“Iri apaan sih!”
Dalimao menepuk perutnya, tak ambil pusing:
“Cuma dua anak! Kayaknya cuma keluarga kami yang punya! Ayo Saudara, ini rumah kami, kau akan bertemu istriku, putri dan anak lelakiku!”
Dia mendorong pintu gerbang di sebelah.
Membimbing Lin Xian masuk.
Masuk ke dalam rumah.
Duduk di meja makan.
Menyuruh Istri Dalimao menghangatkan makanan, keluarga pun makan bersama penuh kehangatan.
“Selamat datang, Lin Xian.”
Istri Dalimao yang cantik dan pandai mengurus rumah tangga muncul membawa sepiring pangsit, tersenyum pada Lin Xian:
“Dengar-dengar dari Dalimao, kau mengembara ke sini, pasti sudah kelaparan? Cepat makan sesuatu untuk mengganjal perut... Nanti saat bertemu kepala desa jangan terlalu panik, dia baik hati, pasti mau menerimamu tinggal di sini.”
“Terima kasih, Kakak Ipar.”
Lin Xian menerima piring kue kulit itu, meletakkannya di atas meja.
Kemudian mengambil satu dengan sumpit, memasukkan ke mulut...
Hm.
Masih aroma familiar yang sama.
Sama persis dengan aroma kue kulit yang pernah dimakannya satu setengah tahun lalu, di mimpi kedua.
Membuat Lin Xian langsung terkenang.
Benar-benar tak terduga.
Di dunia mimpi yang semakin buruk ini, masih bisa bertemu lagi dengan Istri Dalimao.
Di sebelah.
Anak lelaki Dalimao melahap makanannya dengan cepat.
Sementara Lin Xian belum selesai menelan satu kue kulit, dia sudah menghabiskan lima enam biji.
“Halo, Wajah Kecil.”
Lin Xian mengelus kepala wajah kecil itu, mendorong piring kue kulit ke arahnya:
“Pelan-pelan, aku tidak akan merebut milikmu.”
Saat itu.
Putri Dalimao juga keluar dari kamar dalam, duduk di meja makan mengambil sumpit:
“Ayah, bagaimana kabar rencanaku sekolah di Kota Shanghai?”
“Belum sempat membicarakannya dengan Tuan Penguasa Li.”
Dalimao menjepit beberapa sayuran dengan sumpit, mengunyah sambil berkata:
“Tenang saja, contoh anak dari desa seperti kita yang bersekolah di Kota Shanghai bukan tidak ada presedennya. Penguasa Li sudah lama mengatakan, dia menyambut anak-anak dari desa sekitar untuk menerima pendidikan yang lebih baik di Shanghai. Tapi pertimbangan kemampuan hidup mandiri, baru dikirim saat sudah belasan tahun.”
“Malam ini saya akan mengantarkan sayur dan daging untuk Penguasa Li. Nanti akan saya sampaikan, pasti dia tidak menolak.”
Lin Xian terkejut melihat Dalimao begitu bijaksana:
“Kali ini… kenapa kau sangat mendukung Putrimu sekolah?”
“Aku selalu mendukung!”
Dalimao tertawa sambil berkata:
“Pengetahuan adalah kekuatan! Hanya ilmu yang bisa mengubah takdir!”
“Lihatlah, setelah bencana besar tahun 2400 dan kekacauan perang selama ratusan tahun, peradaban manusia masih bisa pulih sampai sejahtera seperti sekarang… bukankah ini berkat ilmu pengetahuan?”
“Kami sendiri tentu tidak bisa, tapi orang-orang cerdas yang digali dari cabin hibernasi itu! Meski ingatan mereka hilang, belajar lebih cepat dari kami… Ditambah buku-buku dan catatan di lokasi penyimpanan mereka, kami bisa hidup bahagia seperti sekarang berkat pengetahuan dan talenta ini!”
“Jadi tentu aku dukung Putriku sekolah lebih baik! Selama dia mau belajar, seberat apapun kerjaku, pasti kusekolahkan dia di tempat terbaik!”
Setelah berkata demikian.
Tertawa terbahak-bahak, otot wajah bergetar, tangan gemuk mengusap kepala putrinya:
“Berjuanglah, putriku! Belajar sampai sukses, nanti hidup di kota yang lebih besar, pasti lebih bahagia daripada desa kecil kita ini!”
“Menurutku di sini sudah cukup baik.”
Putri Dalimao menelan makanan di mulutnya:
“Di sinilah rumahku, tempat aku lahir dan besar. Setelah lulus pasti akan kembali membalas budi kampung halaman... Lagipula, kalau aku pergi ke kota besar yang jauh, siapa yang akan merawatmu dan Ibu kalau sudah tua?”
“Ada adikmu!”
Dalimao menunjuk ke arah si wajah kecil yang sedang menjilat kuah piring:
“Dasar bodoh ini mungkin tak bisa diandalkan... Biarlah dia yang menemani kami. Kau teruslah belajar, terbang setinggi kemampuanmu, Ayah selalu mendukungmu!”
Memandang kehangatan di depan mata.
Lin Xian merasakan...
【Inilah era terbaik.】
Setidaknya bagi Dalimao, inilah masa depan terindah.
Putrinya tak mati, keluarga harmonis, tak perlu terjun payung berisiko atau mencuri di pabrik sampah.
Anak rajin belajar, Istri Dalimao cantik pandai mengurus rumah, ditambah si wajah kecil sudah dipersiapkan jadi tulang punggung di masa tua.
“Sungguh indah.”
Gumam Lin Xian.
Ia sudah lupa, berapa lama tak pernah makan dengan tenang dalam mimpi, bergaul dengan tulus tanpa siasat.
Banyak hal baru terasa berharganya setelah hilang.
Seperti kehidupan Dalimao sekarang.
Biasa, namun bahagia.
“Tak lain hanya teknologinya sedikit terbelakang, tapi kebahagiaan yang seharusnya ada tidak berkurang sedikit pun.”
“Ayo Saudara, minumlah kuah pangsit ini.”
Dalimao mengangkat mangkuk kuah, menyentuhkan gelas dengan Lin Xian:
“Sebenarnya hari ini lebih baik minum beberapa gelas bersamamu, tapi nanti masih harus mengemudi mengantar barang, jadi tidak minum alkohol.”
Lin Xian mengangkat mangkuk kuah, bingung antara ingin tertawa dan menangis:
“Di lingkungan sekarang ini, masih ada yang memburu tilang mabuk?”
“Kau ngomong apa sih?”
Dalimao tentu saja tidak paham, meminum semangkuk besar kuah lalu membersihkan mulut:
“Utamanya untuk keamanan! Mengemudi tidak minum alkohol, minum alkohol tidak mengemudi! Aku ini tiang penopang keluarga... Kalau aku mengalami musibah, bagaimana dengan kedua anakku ini? Bagaimana dengan istrimu?”
Dalimao membentangkan kedua tangan, tersenyum memandangi Lin Xian:
“Aku harus bertanggung jawab untuk keluarga ini, keluarga inilah segalanya bagiku! Ngomong-ngomong Saudara, sudah berkeluarga belum? Punya anak?”
“Aku... Hmm...”
Lin Xian tercekat sejenak:
“Aku punya anak.”
“Lelaki atau gadis?”
“Putri.”
“Anak perempuan itu bagus!”
Dalimao tertawa lebar:
“Anak perempuan itu manis seperti baju hangat, sangat mengharukan! Kau keluyuran begini, sudah lama tidak bertemu putrimu, tidak kangen?”
Lin Xian teringat gambaran Lin Yu Xi menyobek pintu mobil dan memenggal kepala Yu Xi palsu:
“Ya... tidak terlalu rindu sih?”
“Gah?”
Dalimao agak terkejut, membuka mata lebar-lebar:
“Ayah mana ada yang tak rindu putrinya, kau kok dingin sekali begini!”
“Bukan dingin.”
Lin Xian meletakkan sumpit di atas mangkuk, ibu jari tangan kanannya menggesek bagian hukou tangan kiri:
“Mungkin dia memang agak nakal, sedikit berbeda dengan putri biasa, jadi... tipe yang lebih kacau gitu.”
“Hah!”
Dalimao tidak setuju, melambaikan tangan:
“Anak siapa yang tidak kacau! Anak yang tidak kacau malah tidak pintar! Lagipula... seberapa kacau sih anak kecil?”
“Masa bisa seperti Kepala Desa Yan yang bisa pukul kepala beruang sampai pecah? Hahahahahaha!”
Dalimao tertawa terpingkal-pingkal sambil memegangi perut.
“Hahahahahaha!”
Wajah kecil juga ikut tertawa sambil menengadahkan kepala.
“Hahaha...”
Lin Xian pun terpaksa ikut tersenyum.
Dia sebenarnya tidak ingin tertawa.
Tapi kalau tidak ikut tertawa sekarang, rasanya kurang nyambung.
“Kakak!”
Tiba-tiba suara Azhuang terdengar dari pekarangan, dia datang untuk memberi laporan rahasia.
Membuka tirai pintu.
Masuk ke dalam rumah.
Azhuang mengusap keringat di dahinya:
“Kak, kepala desa sudah kembali dari berburu. Bukannya kau mau bawa si anak ini menemui kepala desa?”
“Ah, iya.”
Dalimao menghabiskan kuah pangsit di mangkuknya, lalu menepuk bahu Lin Xian:
“Ayo Saudara, kita temui kepala desa.”
……
Setelah berjalan sepuluh menit, mereka kembali ke dekat gudang.
Dari kejauhan, Lin Xian melihat sosok wanita muda yang gesit, tinggi langsing, dan cantik.
“Dia telah lama kehilangan kecerobohan seorang gadis, digantikan oleh kematangan dan ketenangan.”
“Rambut hitam panjang yang indah diikat menjadi kuncir kuda panjang tinggi di belakang kepala.”
“Mengenakan seragam berburu ketat, di pinggang terselip berbagai senjata dan pedang, sementara tali busur dan tali pengaman tergantung di punggungnya.”
“Di era ini sebenarnya sudah ada senjata api...”
“Tapi kepala desa ini sepertinya lebih menyukai sensasi pertarungan jarak dekat.”
“Pendengarannya sangat tajam.”
“Dari kejauhan sudah mendengar suara langkah mendekat, lalu menoleh ke arah ini.”
“Mata biru kristalnya bagai dua lentera terang yang tak pernah padam dalam kegelapan, menatap tajam ke arah Lin Xian.”
“Dalimao melambaikan tangan:”
“‘Kepala Desa Yan, ini adalah——’”
“Tiba-tiba.”
“Wanita bermata biru itu melangkah cepat ke depan, berhenti dalam jarak satu langkah.”
“Membuka mata lebar-lebar.”
“Bibirnya sedikit terbuka.”
“Ekspresinya dipenuhi keterkejutan:”
“‘Kau... kau ini?’”
“Sambil berkata begitu,”
“Dia mengeluarkan foto dilaminasi dari dalam lapisan bajunya.”
“Di bagian belakang foto tertulis nama Yan Qiaoqiao dengan huruf yang anggun.”
“Sementara di bagian depan...”
“Terpampang foto keluarga.”
“Sepasang suami istri yang berpakaian seperti pangeran dan permaisuri, berdiri di belakang.”
“Putri kecil yang menggemaskan di depan sedang menahan roknya sambil tersenyum ke arah kamera.”
“Wanita bermata biru itu menatap Lin Xian dengan tak percaya.”
“Menunjuk sosok pangeran di foto yang wajahnya identik dengan pria di hadapannya, bibirnya bergetar halus:”
“Ini kamu?”
Lin Xian mengangguk.
Wanita bermata biru menarik napas dalam-dalam:
“Kau sebenarnya... apa hubunganmu denganku?”
Lin Xian mengambil foto yang dilaminasi itu dari tangannya.
Memandangi foto yang diambil "baru-baru ini" atau mungkin "600 tahun yang lalu".
Berkata dengan lembut:
“Mungkin kau tidak akan percaya jika kusampaikan yang sebenarnya, tapi sekarang tak ada gunanya lagi menyembunyikannya. Aku akan jujur padamu.”
“Jika kau yakin, gadis kecil di foto ini, Yan Qiaoqiao, memang adalah dirimu.”
“Kalau begitu...”
Dia menengadah.
Menatap kedua mata biru kristal wanita itu:
“Aku adalah ayahmu.”
