Tang Long melompat-lompat mengitari ruangan dan kembali ke pintu ruang istirahat pelatih. Saat menoleh, dia meludah lagi, namun kali ini pintu yang tadinya terkunci tiba-tiba terbuka, memperlihatkan seorang pelatih robot yang berdiri di ambang pintu. Ludah yang terlontar itu mendarat tepat di celana militer sang pelatih.
Tang Long yang masih dalam posisi lompat kelinci terkejut, tapi dengan gesit ia segera mengusap bekas ludah itu sambil berkata dengan senyum manis, "Komandan, bagian ini kotor, izinkan bawahan membantu membersihkannya."
Pelatih tentu tahu apa yang dilakukan Tang Long sebelumnya, juga alasan tiba-tiba sikapnya menjadi begitu merendah. Melihat tingkah Tang Long, otak komputer cerdas sang pelatih tiba-tiba memunculkan istilah 'ingin tertawa dan menangis'. Wajah tengkorak pelatih tidak menunjukkan ekspresi apapun, membuat Tang Long menatap dengan cemas. Ia tahu mustahil membohongi para pelatih ini, dan sebentar lagi pasti akan mendapat hukuman berat.
Saat Tang Long tetap dalam posisi jongkok dan merasa merinding ditatap mata hijau pelatih, sang pelatih bersuara: "Tang Long, kau harus memiliki kharisma komandan, bagaimana bisa masih bertingkah nakal seperti ini?" Meski nada bicaranya tetap dingin, terasa ada nuansa perhatian di dalamnya.
Tang Long membuka mulutnya tapi tidak bisa berkata-kata setelah mendengar ucapan ini. Dalam ingatannya, belum pernah pelatih menunjukkan kepedulian seperti ini. "Jangan-jangan sirkuitnya konsleting? Kok bisa ngomong kayak gini." Tentu saja ini hanya gumaman dalam hati Tang Long yang tak berani diucapkan.
Tang Long terpaku melihat pelatih robot ini berjalan melewatinya, lalu terus menatap kaku saat pelatih-pelatih lain keluar. Setelah berbaris rapi di tengah aula, suara dengusan keras terdengar dari mereka: "Prajurit Tang Long, masuk formasi!"
Refleks, Tang Long melompat sambil berteriak: "Hadir!" Kemudian berlari ke depan barisan pelatih, menghadap ke depan dengan sikap sempurna, kakinya mengepel dengan keras sambil memberi hormat: "Komandan, siap!"
Para pelatih juga menjawab hormat dengan tepukan keras. Pelatih di tengah berkata: "Istirahat di tempat!" Begitu perintah keluar, enam orang serempak menurunkan tangan, membuka kaki selebar bahu, dan menyatukan tangan di belakang pinggang.
“Tang Long.” Melihat Tang Long sudah terbiasa bersikap siap sempurna saat komandan mengucapkan kalimat pertama, Komandan Pelatih tampak puas mengangguk lalu memberi isyarat untuk istirahat di tempat.
“Tang Long, berikutnya akan dilakukan pelatihan terakhir yaitu pelatihan krisis kelangsungan hidup.” Mendengar pernyataan pelatih, Tang Long mulai menduga-duga metode pelatihan apa lagi yang akan digunakan, sekaligus merasakan perasaan lega karena akhirnya akan berakhir. Namun kulit kepalanya merinding saat mendengar kalimat berikutnya.
“Pelatihan kali ini tidak dilakukan di basis ini, dan bukan pelatihan virtual. Jika kau gugur dalam pelatihan, itu berarti kematian yang sebenarnya. Kau adalah prajurit infanteri, cita-citamu menjadi Marsekal. Idealisme yang bagus, tapi apa syarat paling dasar untuk menjadi Marsekal?”
Tang Long langsung bersikap siap sempurna tanpa berpikir panjang: “Lapor, Komandan! Prestasi! Hanya prestasi yang membanggakan yang bisa menjadi Marsekal!”
“Salah!” Komandan Pelatih berkata dengan dingin: "Hanya dengan mempertahankan nyawamu sendiri, barulah ada kesempatan menjadi Marsekal. Bahkan jika prestasimu mengungguli seluruh alam semesta, tanpa nyawa semuanya akan sia-sia! Segala upaya yang telah kau lakukan akan lenyap seperti asap setelah kau kehilangan nyawa!"
Tang Long terdiam sejenak mendengar ini, dalam hati mulai bergumam: "Apakah Pelatih hendak mengajariku jadi pembelot?!"
Pelatih mungkin melihat perubahan ekspresi Tang Long, mendengus dingin: "Seorang pembelot tak mungkin menjadi Marsekal. Dalam perang modern, individu tunggal mustahil bisa menjadi pembelot."
Tang Long mengerti maksud pelatih. Dalam perang modern yang melibatkan pertempuran antarkapal perang, prajurit yang berada di dalam kapal tidak mungkin melarikan diri. Setidaknya mereka harus menunggu kapten kapal bersedia mundur baru bisa ikut menyelamatkan diri. Jika bertemu kapten kapal yang bodoh dan tidak tahu kapan harus mundur, prajurit di kapal hanya bisa berdoa pada dewa. Memang, di luar angkasa bagaimana cara seorang prajurit melarikan diri? Ingin naik sekoci penyelamat pun harus lihat apakah penjaganya mengizinkan. Dan sangat mungkin baru masuk medan perang langsung hancur berkeping-keping oleh musuh. Dalam kondisi seperti ini, belum sempat muncul keinginan kabur pun sudah binasa.
Pelatih melihat keraguan di mata Tang Long, melanjutkan dengan suara dingin: "Pelatihan ini mengajarkanmu bagaimana bertahan hidup di lingkungan kompleks sambil membunuh musuh secara efektif. Kuingatkan sekali lagi, pelatihan ini tidak di dalam basis, dan sedikit saja kecerobohan akan membuatmu segera mati!"
Tang Long membuka mulutnya dengan terkejut. Selama ini latihan hanyalah simulasi virtual, bahkan saat latihan amunisi nyata, Pelatih tidak pernah menyerang titik vitalnya. Jika terluka, dia bisa langsung mendapat perawatan medis. Menurut penjelasan Pelatih sekarang, pelatihan kali ini memiliki "sembilan dari sepuluh kemungkinan mati". Namun Tang Long yang telah berbulan-bulan berlatih bukanlah orang sembarangan. Setelah terkejut sejenak, dia segera pulih dan langsung memikirkan pertanyaan: jika tidak di basis ini, lalu di mana pelatihan akan dilaksanakan?
Tubuh robot Pelatih tidak mengatakan apa-apa setelah mendengar pertanyaan Tang Long. Dengan mengayunkan tangannya, dia membawa rombongan robot menuju sudut dinding. Tang Long tertegun tak mengerti maksud Pelatih, namun robot yang berbalik memandangnya seolah menyuruhnya mengikuti. Akhirnya dia pun mengikuti mereka ke sudut dinding dan termenung memandangi tembok putih.
Setelah mereka berdiri, dinding putih di hadapan Tang Long tiba-tiba terbelah membentuk pintu besar. Lantai yang seharusnya tidak bisa bergerak pun mulai bergerak, mengantarkan seluruh rombongan masuk. Dinding yang terbelah itu segera menutup kembali setelah mereka masuk.
Tang Long melirik ke sekeliling, tapi selain sorot mata hijau sang Pelatih, yang terlihat hanyalah kegelapan. "Untung sekarang aku tidak takut gelap lagi, kalau tidak pasti mati ketakutan di tempat seperti ini," pikir Tang Long sambil menyeringai. "Aneh juga, kenapa basis ini punya begitu banyak area misterius? Dinding basis ini sudah kueksplorasi puluhan kali, tapi kok tidak pernah menemukan tempat ini? Lagipula lantai ini terus bergerak, mau ke mana..." Pikirannya terhenti saat pemandangan di depannya tiba-tiba membuatnya kaget.
Dalam kegelapan muncul sinar redup, seiring jarak yang semakin dekat, terlihat bahwa itu adalah sebuah pintu. Saat itu lantai berhenti bergerak, pintu terbuka secara otomatis, semburan cahaya keluar dari dalamnya. Setelah matanya menyesuaikan diri dengan cahaya, Tang Long melihat para pelatih telah masuk ke dalam, tentu saja ia segera menyusul.
Masuk ke dalam, Tang Long kembali terkejut karena ternyata di dalam adalah sebuah pelabuhan kecil! Ini bukan pelabuhan yang pernah dilihatnya sebelumnya, karena ini adalah pelabuhan militer! Pandangan Tang Long tertarik pada sebuah kapal perang yang diparkir di pelabuhan. Meskipun kapal itu tidak terlalu besar dan agak usang, diperkirakan hanya memuat sekitar 5000 awak. Namun yang mengejutkan, kapal ini memiliki ratusan hangar pesawat tempur dan ribuan silo peluncur rudal. Kelengkapan meriam utama dan meriam sekunder yang begitu banyak membuat Tang Long terkejut hingga tidak bisa berkata-kata. Kapal bertubuh ramping yang dalam game Perang hanya diklasifikasikan sebagai kelas D ini, ternyata memiliki fasilitas hangar pesawat tempur seperti kapal induk sekaligus daya tembak setara kapal perang kelas G. Kapal apakah ini sebenarnya?!
Saat Tang Long dengan bengong mengikuti Pelatih menuju kapal perang itu, pintu pendaratan kapal terbuka. Dengan suara "krek-krek", turun sekitar belasan prajurit. Tang Long yang melihat wajah mereka langsung mengusap matanya, karena ia menyadari semua prajurit itu adalah robot berbaju seragam militer!
"Pak!" Mereka memberikan hormat secara serempak. Tang Long buru-buru membalas hormat bersama Pelatih. Komandan Pelatih kemudian berkata pada Tang Long: "Tang Long, kamu akan bergabung ke kapal perang ini sebagai Prajurit. Mulai sekarang ikuti latihan terakhir di bawah bimbingan para Komandan ini." Setelah berkata demikian, ia pergi bersama empat Pelatih lainnya.
Tang Long tidak lagi memperhatikan kepergian sang Pelatih, karena matanya terpaku pada bahu puluhan prajurit robot militer itu. Pangkat tertinggi di antara mereka adalah Letnan, sementara yang terendah pun berpangkat Letnan Dua. Seragam mereka bukan berasal dari negara mana pun, hanya berwarna hitam polos. Memikirkan dirinya yang akan bergabung sebagai Prajurit, berarti status kepemimpinannya dalam permainan perang sebelumnya telah sirna.
Tiba-tiba dua prajurit robot berderak mendekati Tang Long. Sebelum sempat bereaksi, mereka sudah menyekapnya dan membawanya ke kapal perang. Tang Long menjerit ketakutan sambil meronta: "Jangan! Kalian mau apa? Lepaskan aku!"
Sayangnya para robot militer itu tampaknya tidak memiliki fungsi bicara. Mereka mengabaikan teriakan Tang Long dan berbaris masuk ke kapal perang bersamanya. Begitu masuk, Tang Long berhenti meronta karena menyadari semua personel di dalam adalah robot. Pintu masuk tertutup otomatis. Robot yang menyekapnya segera melepas dan pergi bersama para perwira robot lainnya.
Saat itu, satu-satunya Robot Letnan Dua yang tersisa melambai ke arah Tang Long, lalu berjalan menuju bagian dalam kapal perang. Tang Long menyadari dirinya tidak bisa pergi, akhirnya mengikuti robot itu dengan perasaan gelisah. Sepanjang jalan, sekeras apapun Tang Long mencoba mengambil hati, robot itu tetap berjalan tanpa mengucapkan sepatah kata. Hingga tiba di sebuah pintu, robot itu berhenti dan melambaikan tangan ke arah Tang Long.
Saat Tang Long berlari mendekat, pintu terbuka. Seorang robot tentara yang serupa berdiri di ambang pintu. Tanpa melihat Robot Letnan Dua itu berbicara, robot dengan pangkat Bintara memberi hormat, lalu berbalik dan masuk. Tang Long yang penasaran berusaha mengintip isi ruangan, tapi robot Bintara itu sudah kembali berdiri di pintu, menyodorkan setumpuk barang ke Tang Long. Kemudian kembali masuk dan menutup pintu.
Tang Long menerima barang itu secara refleks, belum sempat melihat apa yang ada di pelukannya, sang Letnan Dua robot kembali melambaikan tangan dan melanjutkan perjalanan. Tang Long terpaksa berjalan sambil mengamati isi pelukannya - terdapat satu set bahan tempur antariksa berwarna hitam dan sebuah helm keselamatan prajurit antariksa. "Hik, ini berarti aku harus jadi prajurit biasa? Itu juga prajurit pertarungan jarak dekat, latihan macam apa ini?" gumam Tang Long dengan wajah memelas.
Mengikuti Letnan Dua yang tetap bisu itu, Tang Long tiba di sebuah aula besar yang dipenuhi puluhan robot militer. Sang Letnan Dua membalas hormat dari seorang Pembantu Letnan Satu yang mendatanginya, menunjuk ke arah Tang Long, lalu kembali memberi hormat sebelum pergi.
Tang Long melihat Letnan Dua itu tidak memberi isyarat padanya, terpaksa berdiri kaku sambil memeluk baju dan menatap robot-robot di depannya. Robot-robot ini semuanya bersenjata lengkap, selain tidak memakai pakaian antariksa, senapan laser tembak cepat, pisau laser, granat ledakan dan senjata lainnya hampir memenuhi seluruh tubuh mereka.
Saat itu, Prajurit Satu itu menarik sebuah kotak berukuran 1 meter panjang dan setengah meter tinggi-lebar ke hadapan Tang Long, menunjuk kotak tersebut lalu berbalik pergi. Tang Long tahu robot-robot ini tidak mau berbicara, percuma saja protes, akhirnya hanya menghela napas dan membuka kotak bergambar angka 23 di permukaannya.
Melihat isinya adalah persenjataan ringan lengkap, Tang Long langsung paham kotak ini adalah gudang senjatanya. Tiba-tiba pengeras suara di dinding berbunyi: "Berangkat! 60 menit lagi memasuki zona pertempuran, para perwira harap bersiap."
“Bukan？Aku baru saja datang, sudah harus bertempur dalam satu jam!” Tang Long berteriak kaget, tetapi melihat para robot itu mulai memeriksa senjata mereka setelah mendengar pengumuman. Ia pun buru-buru mengenakan bahan tempur, memakai helm, dan kalang kabut mulai memasang senjata. Tentu saja Tang Long memilih perlengkapan dengan mencontoh persenjataan di tubuh robot.
Tang Lung yang membawa senapan laser beruntun mondar-mandir di aula dengan gelisah. Selama ini latihannya selalu virtual, jadi meski situasinya gawat, hatinya tahu bahwa dirinya tidak dalam bahaya. Tapi sekarang jelas ia akan memasuki pertempuran sesungguhnya, bau bahaya perang nyata itu benar-benar terasa olehnya sekarang.
Terutama, semua rekan seperjuangan di sampingnya adalah Robot logam yang dingin, Tang Long semakin khawatir karena Robot-robot ini tidak memberinya perasaan seperti menghadapi Pelatih. Rasanya seolah hanya dirinya satu-satunya manusia hidup di regu ini, sementara semua prajurit yang akan dia ikuti melalui hidup dan mati hanyalah mesin tak bernyawa!
Ketika Tang Long hampir tak tahan dengan kesunyian ini dan ingin berteriak, suara dari menara kontrol terdengar di headphone helm: "Memasuki zona pertempuran, musuh terdeteksi, pertempuran dimulai!" Begitu perintah selesai, Tang Long hanya mendengar ledakan dahsyat bertubi-tubi, diikuti guncangan hebat kapal perang yang tak terkendali. Dari suaranya, Tang Long tahu kapal perang mulai menembak.
Tak lama kemudian, dengan dentuman keras, kapal perang bergetar hebat hingga membuat Tang Long terjatuh. Saat dia bangun dengan kikuk, alarm merah berbunyi dan pengeras suara mengumumkan perintah: "Bagian D sayap kiri mengalami kerusakan, segera lakukan perbaikan. Pesawat tempur bersiap, pasukan pendaratan bersiaga!"
Tang Long tertegun melihat rekan satu tim yang tidak terjatuh, dengan gesit berlari menuju sebuah pintu kabin. Bintara Tinggi itu melihat Tang Long masih terdiam di tempat, matanya yang memancarkan cahaya hijau mendekat, pertama-tama menendang perut Tang Long, lalu mengangkat dan melemparkannya ke depan pintu kabin. Sekarang Tang Long tak sempat merasakan sakit, melihat Bintara Tinggi itu sudah mengarahkan senjata ke arahnya, dia ketakutan sampai merangkak masuk ke pintu kabin.
Meski dalam hati mengutuk, dia tak punya waktu untuk berpikir. Kemampuan komando yang dipelajari sebelumnya tak berguna di saat seperti ini, juga tak perlu dia pusingkan. Dia sadar dirinya hanyalah seorang Prajurit, tentara yang akan langsung ditembak mati jika mundur sebelum pertempuran. Adegan memimpin jutaan pasukan dalam permainan dulu tak mungkin terulang, statusnya yang tinggi dan terhormat pun sudah hilang. Dirinya hanyalah seorang Prajurit di dunia nyata!
Pada saat ini, perasaan superior yang pernah dimiliki Tang Long di dunia virtual benar-benar menghilang.
Dengan gemetar, Tang Long mengintip Letnan Satu yang berdiri di belakangnya. Saat sedang bingung, sang letnan melewatinya dan berjalan ke depan. Melihat si letnan menjauh, Tang Long merasa sedikit lega. Baru sekarang ia menyadari mereka berbaris di koridor, pintu kabin di belakang telah tertutup. Untuk apa mereka berada di sini? Saat pikirannya kacau, muncul pintu di depan. Orang-orang di barisan depan masuk secara bergantian. Ketika melewati letnan itu, Tang Long menundukkan kepala penuh rasa bersalah, tak berani menatap.
Setelah masuk, Tang Long segera menyadari ini adalah ruang kapal, mungkin merupakan kapal pendarat pasukannya. Melihat rekan satu tim sudah mencari tempat duduk, dia buru-buru duduk di tempat terdekat dan menarik kerangka pengaman tubuh ke bawah. Sekarang Tang Long sudah lebih bijak, karena terlanjur naik kapal bajak ini, dia harus cepat beradaptasi. Jika tidak, sersan dua yang terus mengawasinya pasti akan menendangnya lagi begitu melihat kelakuannya.
Saat itu pengeras suara mengumandangkan perintah: "Pasukan pendarat, serang!" Mendengar ini, Tang Long merasakan tubuhnya bergetar keras, telinganya berdenging, lalu tubuhnya terasa ringan seolah-olah tanpa kerangka pelindung yang mengikat, pasti akan melayang-layang. Rupanya kapal pendarat telah melepaskan diri dari kapal perang induk.
Kabur pasukan di kapal pendarat tertutup rapat, Tang Long hanya bisa merasakan dentuman keras di luar tanpa melihat medan perang sebenarnya, juga tidak tahu siapa musuh para robot ini. Tiba-tiba kapal pendarat bergetar hebat beberapa kali, lampu alarm di kabin terus berkedip. Dari hentakan dahsyat tadi, Tang Long menyadari kapal mereka terkena tembakan. Ketakutan di hatinya melonjak tak terkendali, "Aku tidak mau! Ya Tuhan, semua dewa di alam semesta, lindungilah prajurit malang ini dari kematian di usia muda. Huhu, aku bahkan belum pernah berkencan dengan perempuan, aku tidak mau mati begini!"
Saat Tang Long sedang berdoa kepada langit dan bumi, pesawat tiba-tiba mengalami guncangan yang lebih hebat. Ketika Tang Long mengira dirinya akan mati, kerangka pelindung yang mengikatnya otomatis terangkat. Kemudian pintu kabin terbuka, prajurit-prajurit mesin dengan senjata berhamburan turun seperti air bah. Tang Long yang masih ragu-ragu ditegur oleh sang perwira pertama dengan tatapan tajam, membuatnya langsung melompat dan lari keluar dari kapal pendarat.
Setelah turun, Tang Long langsung terpana oleh pemandangan di depannya. Terhampar padang gurun berwarna kuning yang tandus, dengan badai pasir yang membawa debu kuning beterbangan di langit. Tang Long sadar dirinya berada di planet tak berpenghuni - mustahil ada permukiman manusia di tempat dengan kondisi seperti ini. Di kedua sisi dan belakangnya, berjejer tak terhitung kapal pendarat, termasuk bangkai-bangkai kapal yang masih mengeluarkan percikan api.
“Banyak sekali robot prajurit yang mengenakan seragam militer hitam sama seperti diriku, memenuhi daratan dengan padat. Di langit juga terlihat percikan ledakan tak terhitung, menandakan pertempuran sengit sedang terjadi di luar angkasa.”
“Melihat ini Tang Long terkejut, ini berarti setidaknya ada ribuan kapal perang di luar angkasa. Karena tanpa jumlah sebanyak itu, mustahil bisa mengerahkan begitu banyak kapal pendarat dan prajurit. Tang Long berlari maju bersama puluhan ribu prajurit robot yang didampingi tank raksasa.”
“Kapan muncul pasukan robot sebesar ini di alam semesta? Siapakah musuh yang mereka hadapi?” Pikiran ini baru saja muncul, semburan sinar laser tak terhitung datang menyapu, disertai dengan rudal darat ke darat yang berjumlah tak terkira.
“Robot di pihak kami langsung tumbang berjubel, puluhan tank juga hancur. Tang Long segera menggenggam erat senapan lasernya sambil mengumpat: "Sialan! Buat apa mikir panjang-lebar? Sekarang menyelamatkan nyawa lebih penting!"”
Pesawat tempur ketinggian rendah dari kedua belah pihak sudah bertempur di atas kepala, Tang Long juga telah bergerak maju puluhan kilometer bersama pasukan. Sama sekali tidak terlihat bayangan musuh, yang terlihat hanya tank-tank hancur yang dihancurkan pasukan sekutu di depan, dan serpihan logam tak terhitung yang berserakan di tanah. Tampaknya pihak kita terus meraih kemenangan.
"Sialan, perang macam apa ini? Masih ada pertempuran darat seganas ini dalam perang modern? Siapa sebenarnya musuhnya? Mereka bisa bertahan di planet seperti ini dan melawan begitu banyak robot tentara!" Tang Long menggerutu sambil terus berlari. Terbawa suasana perang ini, rasa takutnya yang awal sudah mulai berkurang. Kebiasaan saat bermain game dulu mulai muncul kembali, dia sekarang sangat ingin bisa menembakkan senjata ke arah musuh.
Saat itu, suara alarm terdengar di helm: "Menemui musuh!" Tang Long segera membuka matanya dan melihat musuh yang muncul. Tanpa disadari, matanya terbelalak lebar tanpa berkedip. Karena musuh yang muncul di depannya ternyata juga robot, hanya saja robot yang mengenakan seragam militer merah!
Tang Long belum sempat bereaksi, tubuhnya didorong keras oleh seseorang. Disusul ledakan dahsyat yang mengguncangnya hingga pusing tujuh keliling. Ia hendak memaki orang yang mendorongnya, tapi umpatan itu tertahan di tenggorokan. Ternyata yang mendorongnya adalah perwira pertama itu. Dan di tempat ia berdiri tadi, kini terdapat kawah besar bekas ledakan. Melihat asap hitam dari kawah, Tang Long menggigil. Andai saja ia tidak didorong, pasti sudah hancur menjadi debu.
Perasaan Tang Long terhadap perwira itu tiba-tiba berubah. Rupanya robot-robot ini juga memiliki program untuk melindungi rekan seperjuangan. Tang Long melihat tubuh perwira itu tertutup tanah separuh badannya, segera menariknya. Saat ditarik keluar, Tang Long langsung terjatuh duduk di tanah karena perwira itu hanya menyisakan tubuh bagian atas.
Tiba-tiba suara sintetis yang belum pernah didengar sebelumnya terdengar di dalam helm: "Bangsat! Ngapain menarik aku? Tembak! Cepat tembak!"
Tang Long membeku sejenak. Seorang prajurit robot dari pihaknya maju, mengarahkan senjata ke tengkorak kepala perwira itu dan menarik pelatuk. Seluruh kepala metal langsung hancur berkeping-keping. Tang Long segera mengarahkan senjatanya ke prajurit itu sambil berteriak marah: "Apa yang kau lakukan?!"
Robot prajurit itu menggerakkan mulutnya, suara logam dingin terdengar di telinga Tang Long: "Jika tertangkap musuh, kita akan berubah menjadi orang mereka." Baru saja robot prajurit itu selesai bicara, sekali lagi mendorong Tang Long dengan kasar. Sebuah granat jatuh. Dentuman keras, robot prajurit itu berubah menjadi tumpukan besi tua.
Tang Long terpana melihat lengan robot yang jatuh di depannya, tapi segera mengeratkan gigi, bangkit, mengangkat senjata sambil berteriak menerjang ke depan.
Magasin energi sudah habis, granat pun lama habis. Tang Long hanya bisa mengayunkan pisau laser dengan ganas. Robot seragam merah meski terbuat dari logam, tetap tak bisa melawan pisau laser. Sayangnya saat energi pisau laser habis, beberapa robot merah sudah mengarahkan senjata ke Tang Long yang tak bersenjata.
“Rupanya ini yang disebut medan perang...” Tang Long menutupi lengan yang mengalirkan darah, berpikir dengan kosong. Meskipun medan perang ini adalah pertempuran antara robot dan robot, tapi memberikan kesan dahsyat baginya. Dan berbeda dengan game perang yang dulu sering dimainkannya, kematian di sini bersifat final. Tang Long menghela napas, menutup mata, dia tahu ajalnya akan tiba di sini. Dalam hati dia mengejek diri sendiri: "Ingin jadi Marsekal, ternyata latihan terakhir pun tak bisa dilewati."
Saat robot-robot merah itu hendak menarik pelatuk, suara keras bergema di udara: "Pertempuran berakhir! Pihak hitam menang!" Robot-robot merah itu langsung menurunkan senjata dan berbalik pergi.
Tang Long terdiam memandangi robot-robot di medan perang yang berjalan kaku kembali ke posisi masing-masing. Saat ini, mereka bahkan tidak menyerang robot berwarna berbeda yang terlihat. "Apa yang terjadi?" teriak Tang Long tak terkendali, saat perintah "Pertempuran telah berakhir, pasukan pendarat harus kembali ke kapal dalam 30 menit." bergema di dalam helmnya.
Sambil menahan nyeri, Tang Long perlahan mengikuti petunjuk helm menuju kapal pendarat terdekat. Saat naik, ia menemukan kursi yang seharusnya muat 50 orang kini hanya diisi belasan robot dengan tangan dan kaki terputus. Kabel-kabel yang menyembul dari bagian tubuh yang rusak itu terus memercikkan bunga api, menciptakan suasana yang menyeramkan di kabin yang remang-remang.
Melihat robot-robot itu duduk diam tanpa peduli luka-luka mereka, Tang Long pun berusaha menahan rasa sakitnya sendiri. Berkat latihan brutal dari Pelatih Robot, setidaknya sekarang ia masih bisa merasakan penderitaan ini. Untung juga dua robot itu sempat menyelamatkan dirinya - tanpa itu, tubuhnya pasti sudah hancur lebur menjadi debu.
“Mengapa robot menyelamatkanku? Jika mereka punya program melindungi rekan, kenapa tidak menyelamatkan robot lain?” Tang Long teringat prajurit yang tanpa ragu menghancurkan sersan yang tak bisa bergerak, menyadari robot tak peduli pada sesamanya, “Tapi kenapa aku pengecualian? Bagaimana memahami ucapan 'menjadi orang mereka'? Apakah tawanan akan dimodifikasi programnya menjadi bagian dari mereka?”
Saat Tang Long sedang merenungkan maksud pertempuran dan robot-robot ini, terdengar suara di kabin: “Waktu habis, segera lepas landas!” Secara refleks Tang Long menoleh ke pintu yang sedang menutup, terkejut melihat seorang robot mencengkeram tepi pintu berusaha memanjat masuk ke pesawat yang sudah mulai terbang.
Tang Long berteriak: “Tunggu, masih ada satu!” Sambil berteriak ia berusaha menarik robot itu, sayang pintu kabin menutup tanpa ampun. Sebuah lengan robot berpercikan api jatuh di kaki Tang Long.
Tang Long terpana menatap lengan robot itu, lalu bengong melihat para prajurit robot yang tak bereaksi. Setelah lama, ia menghela napas dan duduk lesu di lantai tanpa bicara.
Kembali ke kapal perangnya yang semakin rusak, Tang Long menyadari regunya hanya tersisa beberapa robot. Mereka semua diam, memperbaiki diri dengan alat. Tanpa peralatan medis, Tang Long menyobek seragam latihan Resimen 23 untuk membalut lukanya. Ia memperhatikan robot-robot yang terbuka itu - struktur mereka tak serumit Pelatih Robot, kabelnya tidak serumit itu. Dibanding Pelatih Robot, mereka bagai produk yang dibuat asal-asalan.
Saat itu, pintu aula terbuka, Letnan Dua yang membawa Tang Long ke sini masuk sambil membawa kotak kecil. Tang Long tertegun karena melihat tanda kotak P3K di kotak tersebut. "Robot di sini tidak membutuhkan ini, berarti ini untukku?" Pikirannya terbukti ketika Letnan Dua menyerahkan kotak itu ke Tang Long.
Tang Long cepat-cepat memberi hormat lalu menerimanya. Melihat sang Letnan hendak pergi, ia berteriak: "Komandan! Pertempuran macam apa ini? Mengapa kapal pendarat tidak menunggu prajurit yang terlambat?" Adegan pintu kapal pendarat yang memotong tangan robot itu masih membekas di benaknya.
Sang Letnan berhenti. Meski tidak menoleh, Tang Long pertama kali mendengar suaranya yang sintetis tanpa emosi: "Jika ingin tahu, setelah membalut luka, datanglah ke ruang komando."
Tang Long mendengar ini, segera membuka kotak dan merawat lukanya. Setelah selesai, dia menyadari Letnan Dua belum pergi, masih berdiri membelakangi dengan diam. Tang Long memberi hormat ke arah punggungnya: "Komandan! Luka saya sudah dibalut!" Letnan Dua tak berkata apa-apa, mulai berjalan keluar. Tang Long tentu saja sigap mengikuti.
Tiba di ruang komando jembatan kapal, puluhan robot sibuk bekerja di panel kontrol. Namun perhatian Tang Long tidak tertarik pada mereka. Seluruh pikirannya tersedot oleh pemandangan di layar lebar. Melihat tanah kuning yang mengeluarkan asap hitam, dan hamparan logam berserakan, Tang Long tahu itu adalah tempat dia nyaris meregang nyawa.
Saat ini, di atas daratan ini tidak ada pertempuran lagi. Puluhan pesawat raksasa dengan bagian bawah berbentuk lingkaran besar sedang terbang di ketinggian sangat rendah. Melihat semua blok logam tersedot ke bagian lingkaran itu, Tang Long tahu pesawat-pesawat itu sedang mengumpulkan logam bekas. Kamera mengikuti pergerakan satu pesawat, gambar jarak dekat memperlihatkan bagian bawah pesawat dimana robot-robot bergerak-gerak berusaha melepaskan diri.
"Apakah mereka akan dikirim untuk diperbaiki?" Tang Long bertanya pelan. Namun Letnan Dua tidak menjawab, hanya diam memandang layar. Kamera mengikuti pesawat menuju sebuah tempat buatan manusia yang besar seperti tungku peleburan. Pesawat melayang di udara, seperti yang diduga Tang Long, blok-blok logam itu jatuh ke dalam lautan logam cair berpijar, hanya menyemburkan percikan api sesaat sebelum permukaannya kembali tenang.
Tang Long terdiam memandang, perasaan aneh mengalir di hatinya. Dengan kaki rapat, ia memberikan hormat militer yang sempurna ke arah layar. Setelah beberapa saat, barulah ia sadar bahwa di ruang komando—termasuk Letnan Dua di sampingnya—beberapa robot telah berdiri memberi hormat. Namun selain mereka, robot-robot lain masih sibuk dengan tugas masing-masing, tak bereaksi pada pemandangan ini.
Mendengar suara "tep!" dari hormat Tang Long, robot-robot yang sedang memberi hormat menoleh ke arahnya. Sang Letnan Dua menurunkan tangan, bertanya dingin: "Mengapa kau memberi hormat? Mereka hanya tumpukan besi tua."
Tang Long tetap memandang layar, suaranya berat namun tegas: "Apapun mereka, yang kuketahui hanyalah mereka pernah bertempur bersamaku dan melindungiku sebagai rekan seperjuangan. Memberi hormat pada rekan seperjuangan—menurutku tak perlu alasan."
Mendengar perkataan Tang Long, lampu hijau di mata semua robot yang berdiri memberi hormat tiba-tiba bersinar terang. Namun cahaya itu segera kembali normal, dan mereka masing-masing duduk kembali untuk melanjutkan pekerjaan mereka.
Letnan Dua juga tidak lagi memandang Tang Long. Ia memalingkan kepala ke layar dan berkata dingin: "Lihatlah transmisi ini, maka kau akan tahu tujuan perang ini." Tangannya melambai, dan dua gambar muncul di layar. Tang Long langsung terbelalak kaget karena yang terlihat adalah dua manusia - dua perwira muda dengan pangkat Mayor Jenderal.
