Dengan dentuman mesin, pesawat antariksa pun berhenti. Tang Long merapikan seragamnya, mengencangkan bibir dengan wajah tanpa senyuman, lalu mengangkat tas perlengkapan dan turun dari pesawat dengan dada membusung.
Tang Long yang masih berusaha terlihat keren itu baru saja melangkah keluar pintu kabin, bahkan belum sempat melihat langit Planet Haike, tiba-tiba diteriaki sambil ditendang: "Bangsat! Dasar rekrutan baru berani naik transportasi sendirian? Lu sok jago ya?! Ngapain masih nongkrong di sini? Cepetan naik ke truk militer!"
Tang Long yang mengerutkan dahi kesakitan, terkejut dan langsung menoleh ke arah sumber suara. Di samping pintu kabin, di atas platform pendaratan berdiri seorang sersan senior berusia sekitar 25-26 tahun dengan rambut cepak, wajah berisi bermuka sangar, dan sorot mata dingin.
Apakah sersan inilah yang memaki dan menendangku? Tidakkah dia tahu aku seorang letnan dua? Alis Tang Long naik bersiap melontarkan makian ke sersan yang tak tahu tata krama ini. Melihat sikap sok jagoan rekrutan ini, sang sersan semakin geram. Dengan kasar dia mendorong Tang Long, berusaha menjatuhkannya dari ketinggian.
Seandainya Tang Long kena jebakan ini, jatuh terguling dari tangga setinggi beberapa meter ke tanah, pastilah kepalanya pecah atau sekujur tubuhnya sakit. Tendangan sebelumnya berhasil mengenainya karena tak menyangka ada orang yang mengintai di pintu kabin. Tapi sekarang? Mustahil dia bisa dikelabui lagi, kalau tidak setahun terakhir ini usahanya sia-sia belaka.
Tang Long dengan gesit menghindar dari genggaman Sersan Senior itu, lalu sedikit menjulurkan kaki dan menyentuh ringan dengan tangan. Sersan Senior itu menjerit kesakitan dan berguling seperti semangka besar. Namun dia bukan orang lemah, segera bangkit setelah jatuh ke tanah.
Pura-pura tidak tahu apa yang terjadi, Tang Long melihat Sersan Senior itu berlari mendekat dengan urat leher menonjol dan teriakan marah, seolah ingin memakannya hidup-hidup. Saat Sersan Senior hampir menangkapnya, Tang Long dengan tenang namun gesit mengayunkan kaki menendang keras, membuat Sersan Senior itu kembali menjatuhkan diri ke tanah seperti sebelumnya.
Saat itu Tang Long baru bersiul sambil menunjukkan senyum aneh, menatap truk transportasi mengambang militer yang berhenti tak jauh perlahan turun dari tangga. Terlihat puluhan prajurit yang duduk di bak terbuka, serta dua bintara berpangkat sersan yang berdiri di samping mobil, menunjukkan ekspresi terpaku seperti patung.
Ketika Tang Long berdiri di anak tangga terakhir, sersan senior yang marah itu sudah mengeluarkan pistol dari pinggangnya, mengarahkannya ke Tang Long, dan menggertak dengan suara bergetar: "Bajingan! Berani-beraninya kau mencoba membunuh atasan? Percaya tidak kalau aku akan menembakmu sekarang?!"
Tang Long menyeringai. Apa si brengsek ini tidak melihat bintang perak di bahuku? Saat berpikir begitu, ia menoleh melihat bahunya dan langsung tersadar bahwa seragam militernya belum kering - saat ini ia hanya memakai pakaian biasa. "Sial, aku salah paham sama sersan ini," gumam Tang Long dalam hati sambil tersenyum kecut tanpa rasa malu.
Melihat senyum malu Tang Long, sang Sersan Senior mengira prajurit baru yang tak tahu diri ini mulai takut melihat pistolnya dan ingin menjilat. Hatinya dipenuhi kesombongan. Saat ia hendak menyeringai untuk menghina Tang Long, tiba-tiba wajah Tang Long berubah dingin: "Beraninya kau mengarahkan senjata ke komandan!"
Sersan Senior itu tertegun sejenak, lalu wajahnya menjadi bengis: "Anak haram, berani-beraninya menipu..." Ucapannya terhenti mendadak. Matanya membelalak melihat Tang Long mengeluarkan seragam militer dari tas dan mengenakannya - di pundak itu terpasang pangkat Letnan Dua dengan satu garis dan satu bintang.
Tang Long menatap tajam Sersan Senior yang terpaku seperti patung, dalam hati bersorak gembira tapi tetap mempertahankan raut dingin: "Sersan Senior, apa maksudmu mengarahkan pistol padaku?"
Sersan Senior itu mendengar perkataan ini, segera menyimpan pistolnya, buru-buru mengambil sikap siap sempurna sambil memberikan hormat dan berkata terbata-bata: "Komandan, ma... maaf... bawahan... bawahan tidak tahu Komandan adalah..."
Tang Long mendengar sebutan "Komandan", hatinya langsung dipenuhi rasa bahagia "Hah, komandan, panggilan ini enak sekali, pantas pelatih sinting itu memaksaku untuk terus menerus memanggil 'komandan' tiap hari. Ternyata disebut komandan itu sangat menyenangkan." Meski berpikir demikian, wajahnya tetap dingin saat membentak: "Kau menghina atasan, hukumannya 100 push-up! Mulai sekarang, cepat! Apa kau meragukan perintah komandan?"
Sersan Senior itu tertegun sejenak setelah mendengar perintah Tang Long. Ia tak menyangka bahwa penerimaan anggota baru yang dialokasikan komputer untuk pasukannya justru membawanya pada seorang komandan. Lebih tak terduga lagi, dirinya malah berselisih dengan sang komandan. Meski ingin mengungkit tentang patronnya, melihat raut dingin Tang Long dan menyadari bahwa pria ini mungkin menjadi atasan langsungnya di medan perang yang berpotensi menyulitkannya, ia memutuskan untuk menelan kekesalan sementara sambil menunggu kesempatan balas dendam. Dengan sigap, Sersan Senior itu memberi hormat dan berseru lantang: "Siap, Komandan!" Lalu mulai melakukan push-up di tanah.
Tang Long melirik dua Sersan yang masih terpaku berdiri, lalu melambaikan tangan. "Sersan, kemari!" Dua perwira itu kaget, saling pandang, lalu bergegas mendekat sambil bersikap siap sempurna dan memberi hormat: "Laporan kepada Komandan!"
Tang Long membalas hormat, menunjuk sersan senior itu dan berkata: "Bantu hitung, aku akan naik untuk ganti baju." Dua sersan itu tertegun, melirik takut ke arah sersan senior, namun segera memberi hormat tanda patuh. Mereka menyaksikan Tang Long kembali ke pesawat antariksa dan menutup pintu, lalu berbisik panik ke sersan senior yang sedang push-up: "Kakak, gimana ini?"
Sersan senior itu sambil terus push-up menggertakkan gigi: "Apa maksudmu gimana? Patuhi perintah!"
Sersan bermata segitiga buru-buru berkata: "Kakak, dibuli begitu saja diam saja?" Sersan bermulut tipis segera menimpali: "Tentu tidak boleh diam! Dia cuma dua pangkat di atas kakak. Sabar dulu, beberapa hari lagi begitu perintah promosi turun, pangkat kakak sudah setara. Saat itu baru..."
Sersan senior itu mengangkat kepala memandang pesawat antariksa dengan mata berapi: "Aku tidak bisa sabar sampai saat itu! Pulang nanti aku akan cari kakakku. Mana mungkin Letnan Dua kecil ini bisa menang melawanku!"
Dua sersan itu buru-buru menjilat: "Benar, biar komandan kompi memberi kesulitan, biar Letnan Dua ini tahu Kompi 45 bukan tempat yang mudah."
Sersan senior itu mendengus dingin: "Aku khawatir dia tidak ditugaskan ke Kompi 45."
Saat dua sersan itu hendak berbicara lagi, tiba-tiba mendengar suara pintu kabin terbuka. Mereka ketakutan dan mulai menghitung angka: "85, 86, 87..." Sambil berteriak mereka menoleh manis ke pesawat. Tapi pandangan itu membuat mereka terpaku, karena seorang tentara gagah dan tampan telah muncul di hadapan mereka.
Setiap gerakan Tang Long yang mengenakan seragam militer terlihat sempurna. Seragam Angkatan Bersenjata Federasi itu seolah dibuat khusus untuknya. Dengan langkah mantap ia mendekati mereka, memandangi sersan senior yang masih memaksakan push-up, lalu berkata dingin: "Berapa?"
Sebelum dua sersan sempat menjawab, sersan senior itu sudah berteriak: "100!" Ia berdiri, melemparkan pandangan penuh dendam ke Tang Long, lalu memberi hormat sambil berseru: "Laporan, Komandan! 100 push-up telah selesai!"
Tang Long melihat hormat militer yang dilakukan Sersan Senior ini tidak ada celah untuk dikritik, segera menyadari bahwa orang ini adalah tentangga licik yang tahu titik mana yang bisa digunakan atasan untuk mencari kesalahan. Mengingat pengalamannya sendiri sering dikritik oleh para pelatih, ia tak bisa menahan senyum: "Bagus, berapa prajurit lagi yang belum dijemput?"
"Laporan, Komandan! Semua sudah dijemput!" Sersan Senior kembali berseru keras, namun sorot mata penuh dendamnya sama sekali tidak berubah.
Dengan ekspresi datar, Tang Long melangkah mendekati Sersan Senior. Diam-diam ia menyodorkan kartu militer sambil berbisik: "Hei Kakak, tolong bantu cek ke markas mana saya harus melapor. Saya baru datang, mohon bimbingannya ya." Meski mengucapkan kalimat ini, ekspresi wajahnya tetap dingin nan angkuh, menciptakan kontras yang aneh.
Sersan Senior itu terdiam sejenak mendengar perkataan itu. Dalam sekejap, ia merasa tidak bisa begitu membenci Letnan Dua yang baru saja menghukumnya. Tapi segera ia menyadari ini taktik sang perwira muda - menggunakan tongkat terlebih dahulu baru kemudian wortel. Dalam hati ia mencemooh, "Hmph! Baru sekarang mau menjilat, sudah terlambat!" Namun tetap memutuskan untuk baru akan membalas dendam setelah kembali. Untuk sementara ia harus patuh, setidaknya secara lahiriah, mengingat pangkatnya lebih rendah. Jika dihukum lagi, bukankah itu mencari masalah sendiri?
Maka ia segera memberi hormat dengan lantang, "Siap, Komandan!" Kemudian menerima kartu militer itu dan berlari kembali ke kabin truk militer. Para rekrutan di dalam truk memandangnya dengan tatapan bersukacita atas kemalangan, mengingat mereka juga tak luput dari perlakuan kasar sang sersan saat turun dari pesawat. Beberapa rekrutan yang duduk dekat kabin pengemudi bahkan menyondongkan telinga berusaha mendengar aktivitas sersan di dalam kabin.
Mereka hanya mendengar Sersan Senior itu berteriak pelan dengan nada gugup: "Kompi 45, Kompi 45, Kompi 45..." Tiba-tiba Sersan itu mengeluarkan teriakan yang menahan kegembiraan: "Bagus, benar-benar Kompi 45! Hehe, bersiaplah kau menerima hukuman!" Mendengar ini, beberapa rekrut saling pandang bingung. Seorang rekrut berpenampilan sopan yang menunggu sampai Sersan itu meninggalkan kabin dengan girang kemudian berbisik: "Letnan Dua itu ditempatkan di Kompi 45. Pasti Sersan itu punya hubungan dengan komandan Kompi 45, mau membuat Letnan Dua menderita."
Rekrut yang mendengar ini memandang Tang Long di kejauhan dengan iba. Sambil menyesali nasib Tang Long, mereka juga diam-diam mengingatkan diri untuk tidak menyinggung Sersan Senior yang punya koneksi itu. Di antara mereka, hanya rekrut sopan itu yang memandang Tang Long dengan penuh ketertarikan. Seorang rekrut berwajah polos di sebelahnya menyentuhnya dan berbisik: "Apa yang kau lihat?"
Prajurit yang tampak sopan itu tersenyum: "Aku perhatikan Letnan Dua itu usianya hampir sama dengan kita, sepertinya baru lulus dari kamp pelatihan." Prajurit yang lugu itu berkata tak percaya: "Tidak mungkin, lulusan kamp pelatihan paling tinggi hanya bisa jadi Kopral. Seperti aku, aku yang terbaik di kamp pelatihan, tapi hanya dapat pangkat Prajurit Kelas Satu." Ia menggoyangkan lencana tiga panah perak kecil di lengannya.
Prajurit sopan itu melihat lencana prajurit lugu, dengan bangkit menyampingkan badan agar lencananya terlihat. Prajurit lugu itu melihat hanya ada satu garis panah perak, wajahnya sempat menunjukkan kesombongan. Tapi tiba-tiba ia terkejut dan meraih lengan prajurit sopan itu - garis panah perak itu dua kali lebih tebal dari lencana Prajurit biasa, itu adalah lencana Kopral!
"Kakak!" Rekrut yang polos tiba-tiba menunjukkan ekspresi kagum sambil berteriak. Karena dia tahu orang di depannya pasti juga lulusan terbaik dari kamp pelatihan, dan pelatih yang memberikan pangkat militer kepadanya pasti lebih tinggi tingkatannya daripada pelatihnya sendiri.
Rekrut yang berpenampilan sopan tersenyum: "Letnan Dua itulah kakak kita yang sebenarnya."
Rekrut yang polos itu menggaruk-garuk kepalanya dengan bingung: "Maksudmu? Apa dia benar-benar lulusan kamp pelatihan?"
Rekrut yang sopan itu tertawa: "Haha, aku yakin sekali. Karena tak ada komandan yang baru tiba di tempat langsung berani menyinggung perwira senior yang lebih berpengalaman. Tidakkah kau dengar pepatah 'Naga perkasa tak bisa mengalahkan ular lokal'? Hanya rekrut muda yang masih bermental anak-anaklah yang karena dimarahi sebentar, langsung menyalahgunakan jabatannya untuk menghukum bawahan yang lebih senior. Jadi pasti dia baru lulus dari kamp pelatihan."
Prajurit baru yang polos masih sedikit ragu: "Tapi, untuk memberinya pangkat Letnan Dua, pelatihnya pasti harus berpangkat Kapten. Tapi yang kudengar, pelatih tertinggi di kamp pelatihan cuma berpangkat Letnan lho."
"Hehe, itu cuma katanya saja. Federasi memiliki ribuan kamp pelatihan, mungkin ada pelatih berpangkat Kapten di dalamnya. Oh hampir lupa perkenalkan diri, namaku Liu Sihao, senang berkenalan." Prajurit baru yang berpenampilan santun itu tersenyum dan mengulurkan tangan.
"Aku juga senang berkenalan, namaku Li Lijun." Prajurit baru yang polos itu segera menjabat tangan tersebut. Sebelum sempat melepas jabatan tangan, suara riang terdengar dari luar: "Yo! Semuanya, namaku Tang Long! Senang bertemu pertama kali, semoga ke depannya kita bisa saling mendukung ya."
Para rekrutan yang juga sedang memperkenalkan diri, mendengar suara yang terlalu ceria ini, serentak menoleh ke luar kendaraan. Melihat letnan dua yang tampan itu dengan wajah genit memberi hormat ke mereka, mereka semua kaget lalu berdiri serempak memberi hormat: "Selamat pagi, Komandan!"
Tang Long mengerenyitkan matanya dengan puas sambil mengangguk: "Haha, tidak usah sungkan. Silakan duduk semua."
"Terima kasih Komandan!" Para rekrutan memberi hormat lalu duduk rapi dengan tangan di paha, punggung tegak dan pandangan lurus ke depan. Tang Long yang sedang memanjat ke kendaraan, tersenyum pada tiga sersan senior dan sersan yang terpana: "Kakak, cepat jalan! Kalau aku terlambat melapor ke markas dan dituduh desersi, kubuat kalian jadi bantalan mayatku!"
Para rekrutan baru menggigil ketakutan mendengar perkataan itu, menatap sang Sersan Senior dengan tegang. Kejahatan desersi - mereka juga mendengar hal ini dari gadis komputer saat menerima pemberitahuan. Bagaimana jika sang Sersan Senior sengaja memperlambat mereka karena konflik dengan Letnan Dua? Bukankah itu akan menjadi malapetaka besar?
Li Lijun yang gugup menyentuh Liu Sihao. Liu Sihao tersenyum halus sambil menggeleng, matanya melirik ke arah Tang Long. Isyaratnya jelas: sang Letnan Dua sudah memberi peringatan, sang Sersan Senior tak akan berani bertindak sembarangan.
Para Sersan Senior yang semula terpaku melihat ekspresi Letnan Dua Tang Long yang tiba-tiba berubah dari dingin menjadi sembrono, saat mendengar paruh pertama ucapan sang Letnan Dua langsung muncul keinginan balas dendam. Namun ancaman terbuka di paruh akhir membuat mereka menyadari tak perlu menggunakan cara kotor untuk menjerat sang perwira muda. Lagi pula, cara ini tidak akan memuaskan, lebih baik mengantar mereka ke markas dengan patuh dulu.
Mereka segera memberikan hormat dan serempak berkata: "Laporan, Komandan! Hamba berjanji tidak akan menghambat kedatangan Komandan." Kemudian segera berlari ke kabin pengemudi untuk mengemudikan kendaraan.
Tang Long berdiri penuh kesombongan di bagian belakang kendaraan sambil menyapu pandangannya ke para rekrutan baru di dalam. Perasaannya saat ini mantap sekali, karena orang-orang ini kemungkinan besar akan menjadi bawahannya sendiri. Dia punya bawahan! Pikiran ini membuat Tang Long berbunga-bunga. Selama di sekolah, dia tak pernah menjadi petinggi, tak pernah memimpin siapapun. Bahkan di lapangan latihan robot, dirinya selalu diperlakukan sebagai bawahan yang disuruh-suruh mesin. Sekarang akhirnya mencuatlah!
Semua rekrutan baru |gelisah memandangi |rekan di seberang. Dari |sudut mata mereka, mereka bisa melihat |masih muda dan |tampan |Letnan Dua ini, yang dengan |tertutup rapat justru mengeluarkan |aneh |senyuman. Tak ada yang |tahu |apa |niat yang sedang direncanakan oleh |ini |aneh |Letnan Dua, dan tak seorang pun mau menjadi |yang pertama mencuat. Maka |kabin pun dipenuhi |hening yang menyelimuti.
Akhirnya, setelah waktu yang tak terkira lama, sang letnan dua tiba-tiba membuat semua rekrutan kaget karena mendadak menari-nari di bagian belakang truk sambil berteriak bangga: "Hahaha, 23 orang ini semuanya adalah bawahanku! Asyik banget, yey yey yey!"
Para rekrutan memandang Tang Long dengan panik. Melapiaskan sorot mata aneh sang letnan, mereka semua menunduk ketakutan dengan keringat dingin. Li Lijun berbisik gemetar ke Liu Sihao: "Katamu komandan tidak punya kecenderungan seperti itu? Kudengar hal semacam ini lumayan marak di militer."
Rekrutan yang mendengar ini langsung merasakan bulu kuduk meremang. Mereka semua paham maksud "kecenderungan" yang Li Lijun sebutkan. Liu Sihao sudah bermandikan keringat dingin, terbata-bata membantah: "Kau... jangan asal bicara... Masa... masa sekarang masih jaman kuno... Lagian di mana-mana ada... wanita penghibur... Kukira pria normal... tidak akan... punya kecenderungan..."
Awalnya para rekrutan lega mendengar ucapan Liu Sihao, tetapi setelah mendengar gumaman Li Lijun: "Tapi, dia tidak seperti orang normal." Semua rekrutan mulai merasa waspada akan keselamatan diri.
Tang Long yang terlalu bersemangat sampai lupa diri tidak mendengar percakapan di sudut, namun tetap memperhatikan ekspresi panik para prajurit. Ia segera mengendalikan gerakannya, berdehem, lalu berkata dengan suara dingin: "Baik, kalian sudah tahu nama saya. Sekarang mulai perkenalkan diri." Tang Long melirik rekrutan terdekat di sampingnya: "Kamu duluan. Ingat sebutkan pangkat militer, nama, dan cabang pasukanmu."
Rekrutan berambut cokelat yang melihat dirinya dipilih pertama langsung berdiri gemetaran: "Laporan, Komandan! Saya... nama saya El Hua, Prajurit Kelas Dua, bagian komunikasi."
Tang Long melihat prajurit baru yang bertubuh lemah dan selalu menunduk malu-malu ini, tidak bisa menahan kerutan di dahinya sambil bergumam: "Kok kayak cewek?" Dia tidak puas karena ada prajurit selemah ini di bawah komandonya. Namun kalimat ini terdengar sangat menyeramkan di telinga para prajurit baru yang sudah salah paham.
Prajurit baru bernama El Hua yang mendengar perkataan Tang Long langsung wajahnya langsung pucat dan limbung di kursinya. Prajurit baru di sebelahnya segera menarik napas dalam, mengangkat kepala dan dada dengan sikap gagah, berteriak: "Laporan, Komandan! Prajurit Kelas Satu Lan Wen Te, pasukan pemeliharaan mekanis!" Setelah berteriak, dia langsung duduk kembali sambil tetap menjaga pandangan lurus ke depan.
Prajurit di belakang juga sudah belajar, mereka semua melaporkan nama mereka dengan penuh semangat. Akhirnya tiba giliran Li Lijun, dia dengan sengaja berpura-pura menunjukkan aura gagah berani sambil berteriak: "Laporan, Komandan! Prajurit Kelas Satu Li Lijun, pasukan tempur!" Setelah berkata demikian, dia sengaja mengencangkan otot agar seragam militer yang ketat bisa menonjolkan tubuh berototnya. Awalnya dia sangat bangga, tapi saat melihat sorotan mata Tang Long yang berbinar-binar ke arahnya, dia langsung ketakutan dan menyusut kembali.
Terakhir Liu Sihao berdiri, memberi hormat kepada Tang Long, lalu berkata dengan tenang: "Laporan, Komandan. Kopral Liu Sihao, pasukan logistik." Setelah mengucapkan ini, semua prajurit menatapnya karena di antara para rekrutan baru ini, selain Letnan Dua, dialah yang memiliki pangkat militer tertinggi.
Tang Long menghela napas kecewa setelah mendengar semua itu. Dari 1 Kopral, 4 Prajurit Kelas Satu, dan 18 Prajurit Kelas Dua, ternyata tidak ada satupun yang se-spesialisasi dengannya. Mereka semua adalah prajurit komunikasi, perawatan mesin; navigasi, penembak; atau tempur jarak dekat, logistik dan urusan internal. Kenapa tidak ada infanteri? Apakah bahkan setelah menjadi Letnan Dua, aku tetap tidak punya satu prajurit pun untuk dipimpin? Memikirkan hal ini, Tang Long pun limbung duduk di lantai.
Para prajurit dalam gerbong kereta tidak mengerti apa yang terjadi. Mereka semua duduk diam tanpa berani bersuara. Tiba-tiba Tang Long bertanya dengan mata berbinar-binar: "Berapa banyak prajurit yang bisa dipimpin oleh seorang Letnan Dua?"
Suasana dalam gerbong menjadi hening. Para prajurit saling memandang, tak ada yang tahu jawabannya. Saat itulah Liu Sihao berdiri dan berkata: "Laporan, Komandan! Apakah Komandan ingin mengetahui kapasitas kepemimpinan Letnan Dua untuk spesialisasi tertentu?"
Tang Long menatap Liu Sihao dengan bengong, berkata dengan sedikit curiga: "Jenis pasukan apa? Coba jelaskan semuanya. Tidak perlu berdiri, duduk saja." Tang Long mulai merasa bahwa spesialisasi infanterinya sepertinya termasuk jenis pasukan yang rendah, mengapa tidak ada satu pun dari rekrutan ini yang infanteri? Padahal bukankah ini jenis pasukan yang paling banyak personelnya? Tang Long memutuskan untuk nanti bertanya pada Kakak Komputer, ingin tahu seberapa tinggi sebenarnya strata pasukan infanteri ini.
“Terima kasih, Komandan.” Setelah duduk, Liu Sihao berpikir sejenak lalu berkata: “Pangkat militer terendah untuk awak pesawat tempur adalah Letnan Dua, jadi perwira ini hanya mengoperasikan pesawatnya sendiri tanpa bawahan. Letnan Dua di divisi perawatan dan komunikasi bisa memimpin sekitar 10 personel teknis. Sedangkan Letnan Dua di divisi logistik dan administrasi sulit dipastikan - kadang bekerja sendiri, kadang memimpin puluhan orang, tergantung penugasan. Untuk lulusan Staf Umum, pangkat terendah mereka adalah Mayor. Tidak pernah ada Letnan Dua di sana. Mereka biasanya menjadi komandan kapal perang kelas A (tingkat terendah), atau perwira staf/pengintaian di kapal kelas B ke atas.” Suara Liu Sihao terdengar mengandung kepedihan, seolah mengisyaratkan kegagalannya masuk Staf Umum sehingga harus masuk divisi administrasi.
Liu Sihao menarik napas lalu melanjutkan: "Letnan Dua di sistem navigasi dan penembakan, kadang memimpin beberapa prajurit dari sistem yang sama, kadang hanya sendiri. Ini juga terkait sifat pekerjaan. Yang paling banyak memimpin pasukan mungkin Letnan Dua dari sistem tempur darat dan antariksa, biasanya sekitar 20 orang dalam satu regu."
Setelah mendengar ini, Tang Long bertanya penuh harap: "Apakah Letnan Dua tidak bisa memimpin kapal perang?" Tang Long tidak mau hanya membawa prajurit untuk pertarungan jarak dekat. Bagaimanapun, sebagian besar pertempuran diselesaikan dengan kapal perang. Jika ingin meraih prestasi, sampai kapan harus menunggu?
Liu Sihau berpikir sejenak lalu mengangguk: "Ada, tapi hanya kapal kerja terkecil yang cocok untuk pangkat Letnan Dua. Kapal pengangkut terkecil membutuhkan Letnan, sedangkan kapal perang terkecil minimal memerlukan Kapten. Untuk kapal perang utama, komandannya harus berpangkat Mayor."
“Wu wu... Begitu berarti aku harus naik dua pangkat dulu baru bisa memimpin kapal perang terkecil. Wu wu wu, ingat dulu aku begitu jaya, wu wu...” Tang Long yang kecewa berat itu langsung terjatuh duduk sambil memeluk kepala dan menangis tersedu-sedu.
Semua orang di situ tercengang melihat adegan ini. Gerakan merengek karena tidak dapat sesuatu seperti ini biasanya hanya dilakukan anak balita di bawah 5 tahun. Di benak mereka muncul pikiran: "Ini pasti orang gila!"
Tiba-tiba Tang Long mengangkat kepala dengan tajam. Wajahnya yang masih basah oleh air mata kini dipenuhi aura yang mencekam: "Lihatlah! Aku pasti akan menjadi komandan kapal perang!" Para hadirin terpana menyaksikan perubahan drastis yang terjadi secepat kilat ini.
Tang Long melihat mereka dengan wajah ramah sambil tersenyum lebar, "Tentu saja, hanya mengandalkan diriku sendiri tidak cukup. Jadi harap kalian semua berusaha keras untuk mewujudkan keinginanku ini." Siapa sangka melihat senyum manis ini, orang ini baru saja selesai menangis lalu mengucapkan sumpah yang menggemparkan. Di benak semua orang langsung muncul pemikiran: "Bunglon! Berbahaya! Menyeramkan!" Mereka telah memutuskan untuk tidak mendekati Letnan Dua aneh ini, tapi melihat tatapan tajam Tang Long, buru-buru menyatakan: "Siap mendukung cita-cita Komandan!"
Tang Long tertawa terbahak-bahak dengan sombong, "Hahaha, kalau aku naik pangkat, manfaat tidak akan kurang untuk kalian." Semua orang menjawab dengan tawar: "Terima kasih atas promosi Komandan." Kini muncul pemikiran baru di benak mereka: "Tidak tahu malu! Sombong! Angkuh!"
Di antara kerumunan, hanya Liu Sihao yang memperhatikan Tang Long dengan saksama. Ia menyadari bahwa semua yang ditunjukkan Tang Long seolah dilakukan sesuka hati, tanpa sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki seorang tentara. Bahkan ia mengekspresikan semua isi hatinya secara terbuka. Jika dipuji, bisa dibilang ia orang yang jujur, tapi jika tidak, ia seperti orang berpikiran sederhana yang tak berotak. Bagaimana mungkin seorang tentara seperti ini langsung mendapat pangkat Letnan Dua begitu lulus dari kamp pelatihan?
Meski agak meremehkan Tang Long, Liu Sihao juga merasa iri pada kesederhanaan berpikirnya. Tang Long sama sekali tidak menyembunyikan ambisinya untuk naik pangkat, berbeda dengan dirinya yang mengaku tak peduli pangkat tapi sebenarnya sangat mendambakannya. "Haha, mungkin orang yang rumit pikirannya selalu berkata tidak sesuai hati?" Liu Sihao menggelengkan kepala dengan senyum getir.
Kendaraan itu tiba di sebuah pelabuhan antariksa kecil tanpa suara. Dari kejauhan, Tang Long sudah melihat kapal perang yang berlabuh di permukaan laut. Dengan semangat ia berteriak: "Kopral! Apakah itu kapal perang kita?"
Liu Sihao mendengar pertanyaan Tang Long, mengerutkan matanya melihat ke arah kapal perang di kejauhan, lalu mengangguk dan berkata: "Itu adalah kapal perang tingkat A Federasi, unit terkecil dalam armada kapal perang antariksa. Kurasa Batalyon 45 kita belum cukup kualifikasi untuk memiliki kapal perang seperti itu."
"Hah... Tidak cukup kualifikasi... Mengapa?" Tang Long bertanya dengan wajah terkejut, sementara prajurit lainnya juga memandangi Liu Sihao.
Liu Sihao langsung menjawab tanpa berpikir: "Komandan tertinggi batalyon adalah Kapten Senior, sedangkan komandan kapal perang terkecil minimal harus berpangkat Mayor."
Tang Long merintih sambil menghitung dengan jarinya: "Hiks, Letnan, Kapten, Kapten Senior... Aku harus naik tiga tingkat pangkat baru bisa memimpin kapal perang! Apa benar aku cuma bisa mengoperasikan kapal kerja kecil?"
Li Lijun yang sedang mengamati kapal yang semakin jelas terlihat bertanya pada Liu Sihao: "Kakak, apa di atas ada pesawat tempur? Berapa banyak meriam besar yang dipasang?"
Liu Sihao berpikir sejenak lalu berkata: "Ini adalah kapal perang tingkat A, tidak mungkin dilengkapi pesawat tempur. Kapal jenis ini memiliki panjang total 150 meter, lebar 50 meter, tinggi 60 meter. Dilengkapi 10 meriam utama, 50 meriam sekunder, 10 lubang peluncur misil, serta 10 kapsul penyelamatan untuk evakuasi. Radius serang 500 kilometer, kekuatan pertahanan 20. Kapal ini bisa mengangkut 300 awak, umumnya 20 orang bertanggung jawab atas meriam utama, 50 orang meriam sekunder, 30 operator peluncur misil, 20 operator komunikasi, 50 pasukan tempur darat, sisanya adalah teknisi atau staf logistik. Benar-benar termasuk dalam kategori kapal perang umpan meriam."
"Umpan meriam?" Li Lijun bertanya dengan bingung.
Liu Sihau tersenyum pahit: "Maksudnya kapal yang hancur dengan satu tembakan saja. Di medan perang, kapal jenis ini tidak bisa bertahan dari satu kali tembakan meriam utama kapal perang tingkat tinggi. Kapal ini paling banyak diproduksi dan paling cepat habis dikonsumsi di semua negara. Jika diibaratkan sebagai prajurit, kapal ini setara dengan peringkat terendah."
Li Lijun terlihat agak pucat, begitu juga dengan semua prajurit yang mendengar perkataan itu. Li Lijun menelan ludah dan mengalihkan topik: "Kakak, apa bedanya prajurit urusan internal dengan prajurit administrasi internal?"
"Secara umum tidak ada perbedaan. Kalau dipaksakan untuk dibedakan, prajurit administrasi internal menangani urusan personel dan distribusi logistik di kapal perang, sedangkan prajurit urusan internal mengurus kebutuhan hidup komandan, membersihkan area, dan semacamnya." Liu Sihao menggeleng dengan ekspresi pahit.
Li Lijun berbisik kaget: "Jangan-jangan Kakak ditugaskan untuk merawat komandan itu?" Ia menunjuk Tang Long yang sedang menunduk dan bergumam sendiri di ujung mobil. Liu Sihao hanya bisa tersenyum getir tanpa kata.
Mobil perlahan berhenti. Baru sekarang mereka menyadari telah memasuki pangkalan kecil itu. Di sekitar lapangan pusat pangkalan sudah terparkir beberapa truk militer. Ratusan rekrutan baru melompat keluar dari truk-truk tersebut dan mulai berbaris di bawah teriakan para bintara.
Para rekrutan juga ingin turun dan berbaris, namun Letnan Dua itu menghalangi pintu mobil. Dari gerak bibirnya yang terus bergumam, sepertinya dia belum menyadari bahwa mereka sudah tiba di markas.
Sersan Senior yang pernah ditindas oleh Tang Long meliriknya dengan senyum dingin. Dia memberi kode pada dua Sersan di sampingnya, lalu bergegas menghampiri beberapa perwira yang berdiri di ujung lapangan. Rekrutan satu mobil dengan Tang Long menyaksikan kejadian ini, hati mereka cemas memikirkan masalah yang akan dihadapi Tang Long. Ingin mengingatkannya, namun di bawah pengawasan ketat dua Sersan itu, mereka pun tak berani bersuara.
Kedua Sersan itu sengaja tidak mengingatkan Tang Long. Mereka berdiri di samping dengan senyum aneh mengawasi Tang Long, sambil memandang penuh harap ke arah tiga perwira yang sedang mendekat bersama Sersan Senior tadi.
Pada saat itu, Tang Long yang sedang berjongkok tiba-tiba berdiri. Ekspresi aneh di wajahnya menghilang, digantikan oleh sikap yang penuh wibawa. Ia melompat turun dari truk dan mengamati semua orang sekilas, lalu berteriak dengan suara dingin: "Prajurit! Jangan berlambat-lambat, turun dan berkumpul!" Kemudian melirik dua sersan yang terpaku itu, memerintahkan dengan tegas: "Sersan, bantu rapikan barisan!" Setelah mengatakan ini, Tang Long menyatukan tangan di belakang punggung dan membuka kaki selebar bahu, mengawasi prajurit yang mulai turun.
Sersan-sersan itu baru tersadar, buru-buru membantu merapikan barisan. Meskipun sandaran mereka (atasan) akan segera datang, jika sekarang melanggar perintah, Letnan Dua ini bisa menghukum mereka tanpa bisa disanggah oleh siapapun.
Para rekrutan ini tidak sia-sia menghabiskan waktu di kamp pelatihan. Barisan dengan cepat tertata rapi. Saat ini Tang Long sudah mendengar suara langkah kaki dari belakang. Ia menurunkan tangan, berbalik badan, lalu memberi hormat sambil berseru: "Komandan, selamat datang!"
Di hadapan Tang Long, selain sersan senior tersebut, terdapat seorang pria berusia sekitar 35-36 tahun dengan wajah berisi dan berpenampilan mirip sersan senior itu. Di pundaknya terpasang pangkat satu garis dan empat bintang. Dua perwira di sampingnya berwajah muram, keduanya bergelar letnan dengan satu garis dan dua bintang.
Letnan kolonel ini mengamati Tang Long dari ujung kepala hingga kaki, tak menemukan kesalahan apapun. Akhirnya ia membalas hormat dan berkata, "Letnan dua, selamat bergabung dengan Kompi 45. Saya adalah komandan kompi Letnan Kolonel Shen Ri."
