Tang Long menghadang di pintu, setelah melihat lencana penjaga penjara di lengan Shen Jin, barulah berkata dingin: "Seingatku, aku hanya pernah memberimu hukuman sekali ketika tiba di Distrik Militer Hark karena kau menghina aku. Tak kusangka kau begitu pendendam, sampai-sampai khusus pindah jadi penjara penjara dan mengajak beberapa letnan dua yang gagal dalam seleksi di pangkalan."
Shen Jin melihat seorang letnan dua yang terbaring di belakang Tang Long perlahan mengangkat kepala dan memberikan isyarat mata padanya. Hatinya langsung tenang. Sambil mendekati kursi di sampingnya, dia berteriak keras: "Benar! Aku memang pendendam! Kau mempermalukanku di bandara sampai aku tak bisa angkat kepala di depan para rekrutan baru! Saudara-saudara ini semua menderita karena kau si orang aneh mati ini! Di arena pertarungan, kau pukuli mereka sampai tidak hanya gagal seleksi tapi juga harus dirawat dua minggu! Kalau bukan karena kuota penjara kurang, semua letnan dua Kompi 45 akan masuk ke sini!"
Tang Long tiba-tiba melompat mendengar ini, menginjak keras kedua tangan letnan dua yang diam-diam berusaha meraih pergelangan kakinya. Saat letnan itu menjerit kesakitan, dia menghantamkan kepala sang letnan ke lantai dengan tendangan keras, membuatnya "mencium" lantai dengan kasar.
Pada saat yang sama, Shen Jin sudah mengangkat kursi dan menerjang. Tang Long menghindar ke samping, lalu menghantamkan tinju ke pinggang Shen Jin. Pukulan itu membuat Shen Jin membungkuk kesakitan.
Tang Long menghantam perut Shen Jin dengan lututnya hingga roboh, lalu berkata dengan marah: "Sialan! Kalian masih berani ngomong benar? Waktu itu kalau mereka tidak mengepung dan menyerangku, apa aku akan sekejam ini? Sialan! Pasti perintah Shen Ri si brengsek itu, si backingan sampahmu, yang menyuruh mereka menghajar aku. Kalian ini seperti perampok, gagal merampas malah menyalahkan korban yang melawan! Sialan, kalau tidak melawan, aku pasti masih terbaring di rumah sakit sekarang!"
Semakin Tang Long berbicara, semakin meluap amarahnya. Karena ulah para letnan dua itu, dirinya menjadi terisolir di Kompi 45, membuat semua orang memandangnya dengan pandangan aneh. Seolah-olah dirinya tidak seharusnya menghukum mereka, malah seharusnya terbaring di ranjang rumah sakit setelah dikeroyok!
Tang Long menginjak kaki Shen Jin dengan keras, seraya menggertakkan giginya: "Tadi kalian sedang merencanakan bagaimana menghukumku? Kau pikir aku tidak dengar! Ketahuilah, siapa yang berani macam-macam dengan si tua ini, pasti kubuat sengsara!" Sambil berkata demikian, dia dengan cepat meraih tangan Shen Jin dan memuntirnya keras-keras. Suara retakan disertai jeritan menyayat menggema di seluruh ruang medis. Dokter militer tua itu gemetar ketakutan, tak menyangka Letnan Dua yang sebelumnya menjadi korban ini tidak hanya berbalik menguasai situasi, bahkan lebih kejam daripada 5 perwira lainnya.
Setelah mematahkan tangan Shen Jin, Tang Long mengambil kursi dan menghantam kaki Shen Jin sampai patah, lalu menendang rusuknya hingga beberapa tulang retak. Shen Jin sudah pingsan sejak tangannya dipatahkan, kalau tidak mungkin jeritannya akan terdengar bukan seperti suara manusia. Dokter militer tua di sudut ruangan itu terpaku menyaksikan Tang Long menerapkan hukuman serupa kepada keempat Letnan Dua lainnya.
Setelah Tang Long melumpuhkan semua orang, dia menepuk-nepuk tangannya, mengambil seragam militernya yang diletakkan di sebelah kotak perlengkapan medis dan mengenakannya. Melihat dokter militer tua itu bergegas memeriksa luka-luka kelima orang tersebut, dia bertanya: "Berapa lama mereka perlu dirawat? Bisakah kau obati dulu tulang rusukku yang patah ini?"
Mendengar ini, dokter militer tua itu tertegun sejenak. Setelah beberapa saat, dia menelan ludah sambil berjalan mendekat dan berkata: "Eh, baik. Itu... Menurut perawatan standar, setidaknya mereka harus berbaring selama sebulan untuk pulih sepenuhnya."
Setelah tiba di dekat Tang Long, dia tidak berani menatap wajah Tang Long. Setelah memeriksa tubuh Tang Long, dokter itu terus menggosok-gosokkan tangannya sambil berkata: "Silakan berdiri di sini untuk menerima terapi radiasi. Dalam beberapa hari ke depan pasti akan sembuh." Dokter militer tua ini sama sekali tidak berhadapan dengan orang yang tanpa ragu mematahkan lengan, menghancurkan tulang kaki, dan menendang tulang rusuk orang lain.
Tang Long melepas baju yang baru dipakai separuh, berjalan ke depan alat yang ditunjuk dokter militer tua itu lalu tertawa: "Apakah kau merasa aku kejam?"
Dokter militer tua itu terkejut, cepat-cepat gelengkan kepala sambil pura-pura memeriksa alat. Tapi tubuhnya yang terus gemetar mengungkapkan isi hatinya. Melihat gerak-geriknya, Tang Long menghela nafas: "Tadi kau pasti dengar rencana mereka terhadapku. Kalau tidak kubuat terbaring sebulan, setiap hari aku harus waspada. Sebulan kemudian aku pasti sudah keluar, baru kita hitung total!"
Mendengar kata-kata penuh aura pembunuh itu, tubuh dokter tua itu gemetar hebat. Tapi ia juga merasa Tang Long benar - kalau tidak melumpuhkan mereka sebulan, suatu hari nanti Tang Long mungkin akan dipermalukan.
Setelah sinar laser terapi menyembuhkan tulang rusuknya yang retak, Tang Long sambil memakai baju bertanya: "Tuan tua, di usiamu yang lanjut ini, pernahkah kau melihat insiden pemukulan tahanan seperti ini?"
Dokter militer tua mengangguk dan berkata, "Sudah melihatnya berkali-kali. Baru belakangan ini, karena sibuk mempersiapkan perang dan tidak ada tahanan di sini, tempat ini menjadi sepi dan tenang untuk sementara waktu."
Tang Long bertanya dengan bingung, "Kalau begitu, anggota militer reguler ini bisa mendapatkan intelijen dan dipindahkan menjadi penjaga penjara hanya beberapa hari setelah aku masuk. Saat mereka memukuliku, tidak ada penjaga lain yang muncul. Ini berhubungan dengan penyalahgunaan kekuasaan yang merajalela? Apakah militer juga sebusuk ini?"
Dokter militer tua tersenyum kecil dan menggelengkan kepala, "Masa damai yang terlalu lama membuat semua orang terobsesi dengan kekuasaan. Pejabat pemerintah menukar kekuasaan kecil dengan yang lebih besar, sementara militer menggunakan kekerasan untuk meraih kekuasaan. Singkatnya, anggap saja para perwira militer ini seperti pejabat Pemerintah Federal - wajar jika mereka melakukan hal-hal seperti ini."
Saat Tang Long hendak berbicara, pintu ruang medis terbuka. Mayor berperut buncit itu masuk dengan gugup bersama dua kapten dan beberapa penjaga penjara yang memegang tongkat listrik.
Mayor yang berperut buncit melihat orang yang tergeletak di lantai langsung mengernyitkan alis. Dengan suara dingin dia membentak: "Apa yang terjadi? Tang Long kenapa kau ada di sini? Pasti kau yang memukul orang-orang ini! Ayo, tangkap narapidana yang menyerang polisi ini!" Beberapa kalimat pertanyaan terakhir itu seharusnya merupakan kalimat tanya, namun di telinga Tang Long terdengar seperti kalimat pernyataan yang tegas.
Saat para polisi penjara itu hendak menerkam, Tang Long berteriak keras: "Tunggu!" Membuat semua orang terkejut, barulah Tang Long berbicara dengan tenang: "Komandan Mayor, mengapa aku di sini, dan mengapa orang-orang ini terbaring di lantai, percayalah kau lebih paham dariku. Tuduhanmu tentang aku menyerang polisi takkan kubantah. Yang ingin kusampaikan: Aku ditangkap MP atas perintah langsung Mayjen Sos dari komandan tertinggi Distrik Militer Hark, dan statusku masih perwira yang ditahan sini tanpa proses pengadilan. Sekedar mengingatkan, aku seorang Letnan yang diangkat karena melanggar perintah operasi, dan pangkat letnanku ini diresmikan langsung oleh Letjen Gu Ao, komandan galaksi Grup Tentara Gulongyun, sebelum pelanggaran itu terjadi."
Tang Long menyampaikan fakta-fakta ini dengan nada sombong di saat seperti ini, memberikan kesan ancaman. Melihat wajah Mayor yang berganti pucat dan merah sementara butiran keringat mulai muncul di wajah gemuknya, Tang Long merasa girang. Ia tahu telah berhasil mengintimidasi kepala penjara ini.
Mendengar perkataan Tang Long dan mengingat perintah langsung dari Markas Besar untuk menerima tahanan ini, sang Mayor mulai menyesal telah setuju membantu Shen Jin tanpa menyelidiki latar belakang Tang Long terlebih dahulu. Tiba-tiba terpikir olehnya: Bagaimana jika ini semua tipuan belaka?
Namun sebelum sempat melanjutkan pikiran itu, muncul kekhawatiran baru: Bagaimana jika semua yang dikatakan Tang Long benar? Seorang perwira yang mendapat perhatian dua komandan super senior dan memiliki jasa besar, sangat mungkin melesat beberapa pangkat di atasnya. Bahkan jika tidak, jika Tang Long menyelipkan beberapa keluhan tentang dirinya saat dimintai keterangan oleh para atasan tersebut, bukankah ia akan celaka besar?
Para sipir penjara yang memegang tongkat listrik, meski tidak tahu keputusan atasan, mereka sendiri paham menganalisis situasi. Saat atasan sedang berpikir, keputusan mereka sendiri sudah lama bulat. Tidakkah kalian lihat mereka diam-diam mematikan sumber daya tongkat listrik?
Mayor segera menyadari bahwa terlepas dari kebenaran ucapan Tang Long, lebih baik tidak menyinggung perasaannya. Dengan keputusan yang telah diambil, wajahnya kembali dipenuhi senyum lebar, keringat pun menghilang. Dengan wajah berseri ia berkata: "Maaf, Tuan Tang Long, saya memohon maaf atas kelancangan tadi. Tentu Anda paham, kami sebagai bawahan juga sulit bertindak. Bagaimana jika Anda kembali ke..." Melihat sikap atasan seperti ini, para sipir segera cerdik menyimpan tongkat listrik mereka, sementara dua kapten di belakang mayor langsung menyungging senyum ramah.
Tang Long mengangguk sambil tersenyum: "Tentu saja, saya pasti kembali ke sel saya. Bolehkah minta tolong salah satu rekan untuk mengantarkan?"
“Tidak masalah. Kopral, cepat antarkan Tuan Tang Long kembali ke kamarnya!” Mayor mengangguk sambil tersenyum lalu berteriak ke arah sipir penjara, sambil membungkuk hormat ke arah Tang Long: “Silakan berjalan pelan-pelan, nanti akan saya suruh orang merapikan kamar Anda.”
Berbaring di atas selimut lembut nan hangat, memandang peralatan baru di sekelilingnya, Tang Long pertama kali merasakan manfaat kekuasaan. Cukup dengan menyebut nama dua perwira tinggi seolah punya hubungan dekat, Mayor tidak hanya mengabaikan masalah pemukulan tapi juga meningkatkan fasilitasnya puluhan tingkat.
Tang Long menatap hidangan lezat dalam kotak makanan meja kerja yang indah, lalu teringat makanan sampah yang pernah dimakannya. Ia menghela napas: “Kekuasaan memang barang bagus ya!”
Namun fasilitas istimewa ini mulai menghilang setelah satu bulan tanpa proses persidangan. Tang Long yang gelisah pun tak lagi mempedulikannya.
Awalnya, Tang Long masih bermimpi akan kenaikan pangkat setiap hari. Namun karena lama tidak ada yang membawanya ke pengadilan militer untuk interogasi, dan tidak ada satu pun orang yang diajak bicara, hari-harinya yang terasa lebih menderita daripada di kamp pelatihan mulai membuatnya berpikir macam-macam.
Untuk pertama kalinya, dia mulai merefleksikan semua pengalaman sejak menjadi tentara. Saat teringat momen bahagia, dia terkekeh-kekeh bodoh. Saat teringat hal-hal membosankan, dia menghela napas lesu. Kini dia teringat bahwa dalam pertempuran terakhir, saat memutuskan untuk menolak tawaran menyerah dari tentara kekaisaran, dia sebenarnya sudah siap menghadapi pengadilan militer.
Alasannya karena dia tahu bahwa menyerah kepada pasukan pengawal kekaisaran yang sedang menjalankan misi rahasia hanya akan berakhir dengan pembungkaman. Meskipun pengadilan militer juga mungkin menjatuhkan hukuman mati, setidaknya dia telah menghancurkan pasukan pendahulu musuh dan bertahan selama satu jam sebelum melarikan diri.
Dibandingkan dengan perintah Letnan Jenderal Gu Ao, aku sebenarnya telah menyelesaikan misi menghadang pasukan musuh selama satu jam. Setidaknya ini memberi ruang untuk bernegosiasi, tidak seperti jalan buntu jika menyerah pada musuh. Karena itulah aku langsung kabur secepat mungkin setelah menghancurkan sebagian musuh. Sekarang jelas keputusanku benar - jika tidak, pasti aku sudah dihukum mati begitu turun dari kapal perang, mana sempat diajukan ke pengadilan militer?
Tang Long teringat pada prajurit yang menyerah. Nasib mereka mungkin sudah ditentukan sejak dirinya melarikan diri. Ekspresi bangga di wajahnya perlahan memudar. Ia merenung: Andai saja mereka mau mengikuti perintahnya untuk melakukan serangan mendadak ke musuh, apakah setelah menyelesaikan misi penghadangan mereka bisa kembali ke sini bersamanya? Sayangnya mereka menganggapnya pembohong, menolak perintah komandonya, malah membalikkan senjata untuk memburunya - membuang satu-satunya kesempatan bertahan hidup.
Sebenarnya awalnya aku menipu mereka juga terpaksa. Kalau tidak, saat mereka yang sangat memahami perbandingan kekuatan kedua belah pihak dan secara samar merasa negara telah mengabaikan kami ini melihat pasukan pendahuluan Kekaisaran muncul, kelompok kami yang kacau-balau ini mungkin sudah dihancurkan. Ah, semua ini salah perintah Letjen itu yang menghukum mati pelarian dari medan perang, membuat prajurit hanya punya tiga pilihan: gugur di medan perang, dihukum mati, atau menyerah.
Seandainya saat itu aku menyampaikan pemikiran sejati kepadanya, mungkin mereka akan ikut dengan aku? Daripada melakukan ini, aku malah menggunakan tipuan untuk membuat mereka menjalankan rencanaku. Apakah ini karena takut mereka tidak mempercayaiku sehingga menyia-nyiakan kesempatan tempur? Atau hasil kebiasaan yang tak kusadari terbawa dari game ‘Perang’?
Dalam permainan, untuk meraih kemenangan seringkali membutuhkan kapal perang pemain sebagai tumbal. Namun para pemain umumnya enggan melakukannya demi menjaga nilai pribadi mereka. Demi kemenangan, aku terpaksa menipu mereka agar bertempur tanpa menyadari situasi sebenarnya. Meski setelahnya dicaci maki, cukup dengan meminta maaf maka masalah selesai. Tapi ini pertempuran nyata, satu langkah salah berarti kehancuran. Sekalipun ingin meminta maaf, sudah tidak ada lagi objek untuk dimintai maaf.
Memikirkan ini, Tang Long tiba-tiba menyadari dirinya terkesan berdarah dingin. Saat menyaksikan kematian rekan seperjuangan yang mengejarnya, dirinya sama sekali tidak merasakan kesedihan.
Aku bisa seperti ini, bukan karena mereka menyerah lalu segera menuruti perintah majikan baru untuk memburuku—karena kedua belah pihak sudah menjadi musuh, sehingga tidak ada perasaan sedih atas kematian mereka. Aku sangat memahami perasaan orang-orang itu. Andai berada di posisi mereka, aku pun akan segera menuruti perintah untuk memburu. Mereka yang sudah mengkhianati Federasi, satu-satunya cara bertahan hidup adalah menaati perintah. Mungkin ada yang bertanya bagaimana tega membunuh rekan seperjuangan yang baru saja bersama? Tapi sejak awal mereka sudah mengorbankan kehormatan sebagai tentara demi hidup, apa lagi arti ikatan persaudaraan saat ini? Kita semua sudah menjadi musuh!
Tapi alasan ini tidak cukup membuktikan mengapa aku tidak merasa sedih. Selain berdarah dingin, aku benar-benar tidak bisa menemukan alasan lain. Tapi mengapa dalam hatiku tidak begitu menerima istilah "berdarah dingin" ini?
Meskipun aku tidak terlalu mengerti mengapa semua prajurit memilih menyerah, tapi aku tahu jika aku tidak mengetahui bahwa mereka adalah pasukan pengawal kekaisaran yang bertugas rahasia, aku pun akan memilih menyerah. Aku tidak mau mati di usia muda seperti ini, karena masih banyak keinginan yang ingin kuwujudkan. Kuyakin para prajurit itu juga memiliki berbagai impian seperti diriku.
Waktu itu meskipun sudah kujelaskan dengan tegas bahwa tentara kekaisaran tidak akan menerima penyerahan diri. Tapi kebetulan mereka baru saja menerima komunikasi penyerahan dari tentara kekaisaran. Aku yang punya rekam jejak menipu sebelumnya, tentu membuat mereka mengira aku tidak ingin mereka menyerah dan menipu mereka lagi. Saat itu, bagaimanapun aku mencoba menjelaskan, mereka tidak akan percaya. Ah, semua ini kesalahan karena sejak awal aku tidak jujur.
Tang Long tiba-tiba menyadari alasan mengapa dirinya tidak merasakan kesedihan saat menyaksikan ribuan orang tewas di depannya - karena ia sama sekali tidak melihat pemandangan mengerikan darah dan daging yang berserakan. Saat itu, ledakan kapal perang yang ia saksikan persis seperti adegan kapal perang meledak dalam permainan, membuatnya tidak mungkin merasakan beban moral sebagai pembunuh.
Ini mungkin efek samping dari bermain game realitas virtual yang membuat orang sulit membedakan mana permainan dan mana kenyataan. Meskipun dirinya masih bisa membedakan bahwa sedang berada di dunia nyata, alam bawah sadarnya tetap menganggap adegan-adegan tersebut sebagai bagian dari game.
Memikirkan ini, meskipun Tang Long tahu dirinya tidak berhati dingin, ia tetap menggelengkan kepala dengan sedih. Karena jika tidak segera melepaskan efek samping dari permainan realitas, seumur hidupnya ia akan menganggap segala situasi sebagai adegan dalam game, sehingga menjadi orang yang benar-benar berhati dingin yang meremehkan nyawa orang lain. Untuk pertama kalinya Tang Long benar-benar memahami alasan mengapa pelatih robot mengingatkannya untuk tidak kecanduan permainan realitas.
Tang Long yang mulai murung meringkuk di sudut tempat tidur, memandang seprai putih dengan diam. Tiba-tiba ia menyadari sesuatu yang belum pernah terpikir sebelumnya: bahkan untuk promosi satu tingkat pangkat militer, harus dibayar dengan pengorbanan nyawa tak terhitung banyaknya.
Meskipun yang dikorbankan adalah nyawa musuh, tapi nyawa kawan sendiri juga ikut terkorbankan. Apakah nyawa musuh bukan nyawa juga?
Hanya untuk menjadi seorang Letnan saja sudah memakan korban ratusan ribu prajurit dari kedua belah pihak. Jika dihitung seperti ini, untuk menjadi Marsekal, bukankah harus ada yang tewas...
Tang Long gemetar membayangkan angka yang tak terbayangkan, karena ia sadar keinginannya menjadi Marsekal hanyalah persepsi bahwa Marsekal adalah komandan tertinggi militer, sehingga menjadikan posisi itu sebagai target layaknya bukti menyelesaikan level dalam permainan.
Astaga, permainan lagi. Saat aku berharap bisa memperlakukan hidup seperti permainan, sikap itu sudah membuat kakak komputer yang selalu membantuku pergi. Kini aku baru menyadari bahwa cita-citaku selama ini ternyata juga kuperlakukan seperti sebuah permainan belaka.
Tang Long memeluk kepalanya dengan kesakitan sambil merintih, karena ia tiba-tiba menyadari betapa konyolnya usahanya mengejar posisi Marsekal. Untuk target ini, ia telah mengorbankan lebih dari 100.000 rekan seperjuangan, puluhan ribu prajurit Kekaisaran, bahkan nyaris mengorbankan partner yang mematuhi perintahnya. Kini bahkan membuat partner harus meringkuk di penjara, menunggu hari esok yang tak pasti dalam kepedihan dan ketidakberdayaan.
"Mungkin keinginanku menjadi tentara adalah kesalahan, terutama ambisi menjadi Marsekal yang memikul nasib seluruh tentara - itu kesalahan fatal. Aku bahkan tak mampu menanggung nasib satu orang pun." Tang Long berbisik dengan mata memerah.
Tanpa sengaja menatap pemandangan luar yang sudah gelap gulita, Tang Long bergumam pelan: "Pengin pulang, pengin menemani kakak komputer jalan-jalan tanpa beban." Dengan kalimat itu, Tang Long yang masih menyisakan butiran air mata di sudut matanya perlahan terlelap.
Tang Long yang sedang tertidur nyenyak tiba-tiba terbangun oleh siraman air dingin. Sambil gemetar dan bersin, Tang Long berteriak: "Siapa yang jahat sekali ini!" Baru saja berteriak, Tang Long teringat kejadian sebulan lalu, langsung melompat sambil mengambil posisi siaga.
Di pintu bukanlah orang yang dibayangkan Tang Long, melainkan dua sipir penjara yang dulu sering menjilatnya. Melihat ekspresi datar mereka sekarang, Tang Long tertegun, tapi segera menyadari situasi buruk.
Tang Long mengusap air di wajahnya sambil mengerutkan alis: "Kedua saudara, kenapa bercanda seperti ini?" Selama sebulan merenung, Tang Long sadar tak bisa lagi sembarangan memaki seperti dulu. Kini dia tak ingin jadi tentara, hanya ingin bertahan sampai interogasi selesai lalu mengajukan pensiun. Untuk saat ini, harus menahan diri.
“Hmph!” Dua sipir penjara itu membuka pagar yang sudah lama tak dialiri listrik, mengetuk jeruji besi dengan tongkat polisi sambil berkata dingin: “Keluar, kau penipu!”
“Oh, baik... Eh? Penipu? Penipu apa?” Tang Long yang semula patuh keluar, tertegun mendengar kalimat terakhir itu.
“Hmph, kau sendiri tahu. Jangan banyak bicara, cepat jalan!” Seorang sipir menyalakan daya tongkat polisi, mengacungkannya dengan percikan api di depan Tang Long sebagai ancaman.
“Uh, mau dibawa ke mana?” Melihat raut wajah sipir yang tak bersahabat, meski bingung tapi ia tak bertanya lebih lanjut untuk menghindari masalah tak terduga. Setelah sebulan dikurung dan dibelenggu pikiran-pikiran liar, jiwa Tang Long mulai rapuh.
“Pindah sel!” Setelah Tang Long keluar, sipir yang memborgolnya tak berkata lagi, mengawalnya berjalan melewati deretan sel kosong yang berjejer.
Tang Long heran dalam hati, mengapa harus mengganti kamar? Kenapa kali ini tidak menggunakan kendaraan transportasi penjara? Awalnya mengira petugas ingin memindahkannya ke kamar biasa karena kamarnya terlalu mewah, tapi ternyata mereka malah berjalan keluar dari gedung 10 lantai itu dan menuju ke area bawah tanah.
Kedua petugas penjara tetap bungkam, membawa Tang Long melalui koridor remang-remang menuju sebuah ruangan. Setelah masuk, barulah Tang Long sadar ini ternyata lift. Petugas menekan sebuah tombol, lift pun mulai turun perlahan. Entah berapa lama, pintu lift terbuka memperlihatkan sebuah jalur beton dengan udara pengap.
Begitu keluar dari lift, Tang Long langsung merasakan suhu menjadi dingin. Pakaiannya yang masih basah membuatnya tak sadar mengkerutkan leher seperti sipir penjara di depannya. Tang Long memperhatikan sekeliling koridor ini, terkejut melihat lumut tumbuh di dinding-dinding, sementara lampu sensor di tepian berkedip-kedip seperti kekurangan daya, menciptakan suasana angker yang mencekam. Mengikuti langkah sipir yang berbelok-belok semakin jauh, Tang Long mulai merasa situasi tak beres dan diam-diam meningkatkan kewaspadaan.
Sipir penjara yang memimpin akhirnya berhenti di depan pintu besi kedap udara. Sipir di belakang mendorong Tang Long hingga berdiri tepat di depan pintu, diapit oleh kedua sipir. Sipir di sebelah kanan menekan tombol di samping pintu, namun tidak bereaksi. Dengan suara rendah dia mengumpat: "Sialan, perangkat berusia ratusan tahun ini cuma tidak dipakai beberapa tahun saja sudah rusak."
Sambil mengumpat, dia mengetuk area berlumut di atas tombol dengan tongkat polisi, seolah menemukan sesuatu. Setelah membersihkan lumut itu, terlihat lah besi berkarat. Dengan beberapa kali pukulan keras menggunakan tongkat, besi karatan itu retak, lalu dia membuka paksa plat besi itu hingga terlihat semacam tuas di dalamnya.
Penjaga penjara itu menekan tuas tersebut sekuat tenaga. Suara kreek-kreek segera menggema di keheningan sekitarnya. Tang Long melihat pintu besi itu perlahan mulai merekah mengikuti suara tersebut.
Saat pintu besi terbuka, hembusan angin dingin yang lebih menusuk disertai kelembapan menerpa. Tubuh Tang Long yang basah kuyup gemetar tak tertahankan. Di balik pintu besi itu gelap gulita tanpa secercah cahaya, tak terlihat apapun.
Saat itu, Tang Long ditodong dengan tongkat polisi oleh seorang sipir penjara, sementara sipir lainnya membuka borgolnya. Tang Long menggerak-gerakkan pergelangan tangannya sambil memandang pemandangan yang menyeramkan di depannya dan bertanya, "Di sini adalah..."
Tang Long belum sempat menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba merasakan sengatan listrik keras di pinggangnya, membuatnya menjerit kesakitan dan terjatuh ke lantai. Seorang sipir penjara menggelindingkan Tang Long ke dalam pintu besi dengan tendangan, sambil berkata, "Ini adalah sel barumu yang baru."
Tang Long yang seluruh tubuhnya mati rasa bangkit dengan susah payah, menatap tajam sipir penjara itu. Sipir itu gemetar tak terkendali melihat tatapan Tang Long, menghindari kontak mata sambil berkata: "Jangan salahkan aku, ini perintah kepala penjara." Setelah jeda, dia melanjutkan: "Ini adalah terowongan tambang bawah tanah dari masa pengembangan Planet Haike. Meski jalannya berliku-liku, tapi hanya ada satu pintu keluar ini. Jadi tempat ini juga bisa disebut sel raksasa untuk narapidana berat. Tenang, kalungmu akan memungkinkan kami menemukanmu saat ingin membebaskanmu. Tentu jika pengadilan militer masih mengingatmu." Sambil bicara, dia mengeluarkan dua benda dari saku dan melemparkannya ke dekat Tang Long: "Itu jamur pangan dan alat pembuat air tawar. Meski kecil, cukup untuk kebutuhan harianmu."
Saat sipir penjara ini hendak mengatakan sesuatu lagi, sipir di sebelahnya sudah tak sabar berkata: "Sudahlah, ngapain bicara dengan si penipu ini, cepat pergi. Kalau lama-lama di sini aku bisa masuk angin."
Sipir penjara itu hanya bisa mengangguk pasrah dan berkata: "Tutup pintunya." Saat pintu menutup, Tang Long hanya sempat mendengar ucapannya: "Berharap bisa bertemu lagi di luar." Lalu dunia pun tenggelam dalam kegelapan dan kesunyian.
Tang Long yang sudah pulih dari kelumpuhan itu duduk di lantai sambil meraba-raba dua mesin penyambung hidupnya, bergumam: "Ah, kenapa tiba-tiba memenjarakanku di sini? Dan kenapa mereka terus menyebutku penipu? Aku ingat tak pernah menipu mereka. Seperti saat aku bilang sudah menghancurkan 2000 kapal perang Kekaisaran, aku tidak membesar-besarkan. Sebenarnya ada masalah apa?"
Tang Long memasukkan dua mesin yang berhasil diraihnya ke dalam saku. Jika benda-benda ini tercecer, mustahil ditemukan kembali di tempat gelap gulita ini. Setelah sekian lama matanya tetap tak bisa melihat apapun, Tang Long menyadari tak ada secercah cahaya pun di sini. Tampaknya ia harus menerima nasib sebagai buta sepenuhnya. Ia menggelengkan kepala dan perlahan meraba-raba topografi sekitar. Tak ingin terus berdiam di dekat pintu, toh mereka bilang bisa melacaknya, jadi tak perlu khawatir tersesat.
Terperangkap dalam lingkungan gelap dan asing, naluri bertahan hidup di bawah tekanan yang tertanam oleh sang Pelatih mulai bangkit. Tang Long meraba sesuatu panjang berbahan logam di lantai. Mengingat adegan film yang pernah ditontonnya, ia langsung tahu itu adalah rel listrik suspensi pengangkut mineral.
Tang Long memegang rel listrik sambil menatap kegelapan di sekelilingnya, tak bisa menahan tawa: "Kalau diriku yang dulu terjebak di lingkungan seperti ini, pasti sudah panik berteriak-teriak, mungkin langsung gila. Tapi setelah melalui pelatihan dari pelatih sinting, lingkungan seperti ini sama santainya seperti berjalan-jalan di halaman rumah sendiri, bukan?"
Tang Long mulai mengingat lima pelatih robot yang identik itu. Setelah beberapa saat, dia menghela napas, "Dulu saat meninggalkan Resimen 23, aku sombong bilang kalau suatu saat bertemu lagi, merekalah yang harus memberi hormat duluan. Sekarang meski sudah jadi Letnan, hasrat untuk mengejar promosi jabatan malah hilang. Lebih baik aku menemui para pelatih sebelum mengajukan pensiun. Lagi pula mustahil dapat pesawat sipil ke kamp pelatihan Resimen 23. Kira-kira ekspresi seperti apa yang akan dibuat para pelatih robot itu saat tahu prajurit hasil didikan mereka malah mau pensiun? Mungkin lampu sensor mata mereka bakal merah sampai rusak? Hehe, mungkin jadi penjelajah lebih cocok setelah tak jadi tentara, biar kemampuan ini tidak terbuang sia-sia."
Saat Tang Long mempersiapkan petualangan di bawah tanah yang gelap gulita ini, kedua penjaga tadi telah kembali ke ruang kepala penjara. Kepala penjara yang bersandar di kursi besar melirik mereka, "Sudah dimasukkan?"
“Ya.” Petugas penjara mengangguk.
“Dia monster yang menakutkan, bahkan Shen Jin yang suka mendendam ini langsung menggunakan koneksi untuk pindah dari planet ini sementara masih terbaring di rumah sakit.” Kepala penjara menatap langit-langit sambil berkata perlahan.
“Eh, tapi kenapa Anda masih...” Petugas yang memberi dua mesin kepada Tang Long merasa heran. Jika kepala penjara sendiri menganggap Tang Long begitu berbahaya, mengapa berani memasukkannya ke sana? Apakah tidak takut balas dendam setelah interogasi? Atau kepala penjara tahu Tang Long mustahil dibebaskan?
“Kalau bukan karena perintah atasan, aku juga tidak mau bermusuhan dengannya.” Kepala penjara menggosok pelipisnya lalu melanjutkan: “Sebenarnya tidak perlu khawatir, dia pasti tidak akan sempat diinterogasi.”
“Apakah ini perintah Mayor Jenderal Soth?” Petugas lainnya bertanya dengan semangat.
Kepala penjara menggelengkan kepala: "Bukan, ini perintah dari orang yang levelnya lebih tinggi dari Komandan Grup Tentara Galaksi Tulang Naga Awan." Saat mengatakan ini, dia menatap kedua penjaga dengan serius: "Sekarang, lupakan semua hal yang berhubungan dengan Tang Long itu, ingat jangan sebutkan ke siapapun, atau aku tidak bisa melindungi kalian."
Melihat kilau dingin yang aneh di mata kepala penjara, kedua penjaga itu gemetar ketakutan dan segera mengangguk. Saat suasana menjadi mencekam, TV hologram di ruangan yang terus menyala tiba-tiba mengudara dengan suara manis penyiarnya: "Lihatlah, orang yang melambaikan tangan di bawah kapal perang itu adalah pahlawan kita, Letnan Dua Tang Teres yang menghancurkan 2000 kapal perang Kekaisaran! Oh maaf, maksudku Letnan Tang Teres!"
Kepala penjara yang melihat sosok di layar itu mengeluarkan dengus halus, lalu menekan remot kontrol untuk mengganti saluran.
