"Hehe, kagum. Bisa berubah seenaknya saja." Ersi bercanda, tapi setelah tertawa ia menatap potret Tang Long di dinding: "Ngomong-ngomong, kenapa awalnya kamu memasang potretnya di sini?"
Ling Li segera kembali ke ekspresi dinginnya, menatap lukisan Tang Long dengan tatapan kompleks. Setelah beberapa lama, dia menghela napas dalam-dalam: "Ini hanya mimpi seorang gadis belia. Awalnya kupikir dia sosok yang tak terjangkau, tapi ternyata..." Tanpa melanjutkan, Ling Li merobek lukisan itu, meremas-remasnya menjadi bola, lalu melemparkannya ke tong sampah. Elsie hanya diam menyaksikan tanpa sepatah kata.
Tang Long yang sama sekali tak sadar telah dianggap sebagai musuh, sedang bersenandung riang sambil mandi. Dengan tubuh terbungkus handuk, ia keluar dari kamar mandi sambil memandang puas ke sekeliling ruangan.
Ini adalah kamar yang luas, di tengah terdapat tempat tidur nyaman. Di sebelah kanan tempat tidur, tepatnya di area pintu masuk, terdapat beberapa sofa dan meja rendah. Di seberang tempat tidur terdapat lemari kombinasi multifungsi yang berisi sistem komunikasi dan TV hologram. Di sebelah kiri lemari multifungsi adalah kamar mandi. Sementara di sebelah kiri tempat tidur terdapat meja belajar kecil dengan jendela elektronik virtual di atasnya, menampilkan berbagai pemandangan indah yang bisa dipilih. Di seberang meja belajar terletak lemari pakaian yang luas. Saat ini Tang Long sedang bersenandung sambil membuka lemari pakaian tersebut.
“Hmm, fasilitasnya benar-benar bagus. Tak disangka ada begitu banyak set seragam militer.” Tang Long mengangguk sambil menatap lemari pakaian yang penuh, lalu meraih satu set. Namun tiba-tiba Tang Long membeku, matanya menatap kosong pakaian di tangannya. Beberapa saat kemudian, ia melempar pakaian itu dengan kasar ke samping, lalu menerjang ke dalam lemari sambil mengobrak-abrik pakaian secara liar. Alasan kegilaan Tang Long bisa terlihat dari tumpukan seragam militer bergaya rok wanita yang terus berjatuhan ke lantai.
“Harus bagaimana ini? Apa aku harus memakai seragam militer basah kuyup itu lagi? Wu wu... Kalau begini terus, aku pasti cepat kena rematik.” Dengan wajah lesu, Tang Long yang tak menemukan apa-apa pun keluar dari lemari pakaian.
Tang Long yang sangat menyesal telah terlalu cepat merendam seragam militernya, baru tiba di pintu kamar mandi ketika bel pintu berbunyi. "Siapa?" Tang Long mengencangkan handuk di tubuhnya, bertanya.
"Komandan, saya Ling Li, mengantarkan seragam militer untuk Anda." Suara lembut terdengar dari balik pintu.
Tang Long mengorek telinganya, menunduk melihat handuk yang melilit bagian bawah tubuhnya, lalu menoleh ke kamar mandi sambil mengerutkan kening. "Sebentar!" teriaknya sambil menata ulang handuknya, lalu berjalan membuka pintu.
Berdiri di depan pintu sambil memegang setumpuk pakaian, Ling Li menyesuaikan ekspresinya menjadi malu-malu, lalu menunggu dengan tenang saat Tang Long membuka pintu. Setelah mengetahui Tang Long tidak membawa barang bawaan sama sekali, Ling Li sudah menduga bahwa Tang Long pasti tidak punya pakaian ganti. Untuk memberi kesan baik, selain menyiapkan seragam militer pria baru, ia bahkan menyiapkan pakaian dalam lengkap. Mengenai sumber seragam militer pria ini, banyak tersedia di ruang cuci.
Baru sebentar Ling Li terdiam, suara "krak" pintu terbuka sudah terdengar. Dari celah pintu yang setengah terbuka, terlihat setengah kepala Tang Long menyembul.
Ling Li tertegun sejenak, dalam hatinya berpikir: "Kenapa orang ini seperti waspada terhadap pencuri? Apa dia menyadari sesuatu?" Tentu saja, sambil berpikir demikian, wajahnya tetap memerah sedikit. Dengan kedua tangan mengulurkan pakaian, ia berkata dengan suara sedikit gemetar: "Komandan, seragam Anda."
Meskipun Ling Li terlihat sangat malu dengan mata tertutup, sebenarnya dia memicingkan matanya dan mengamati Tang Long dengan cermat melalui celah kelopak. Dia menyadari Tang Long bertingkah seperti pencuri, matanya berputar-putar dengan cepat memindai area belakang dan sampingnya. Ling Li bergumam dalam hati: "Apa yang dilakukan pria ini? Mengapa dia begitu berhati-hati?" Secara bersamaan, Ling Li juga merasa waspada. Dia harus lebih berhati-hati agar tidak ketahuan, kalau tidak justru dirinya yang akan diancam oleh Tang Long nantinya.
Setelah memastikan tidak ada orang lain di luar selain letnan dua berambut hitam itu, Tang Long menarik napas lega. Dengan cepat meraih pakaian dari tangan Ling Li, dia langsung berbalik dan segera lari ke dalam kamar.
Karena gerakan Tang Long, pintu besar yang setengah tertutup terbuka lebar. Ling Li akhirnya juga tahu mengapa Tang Long bertingkah seperti pencuri. Ternyata Tang Long hanya mengenakan handuk mandi yang dililitkan di bagian bawah tubuhnya. Ling Li baru saja ingin menundukkan kepala dengan wajah memerah, tapi pemandangan yang masuk ke pandangannya berikutnya membuatnya terpaku tak bergerak di tempat.
Tang Long buru-buru lari kembali ke kamar mandi untuk mengenakan pakaian, lupa menutup pintu, juga lupa bahwa handuk mandi sepanjang gaun yang dikenakannya sudah diikatnya terlalu kencang. Begitu dia melangkah lebar beberapa kali, kakinya tersandung. Sebenarnya tersandung biasa saja, paling-paling jatuh ke lantai. Tapi kemampuan refleks alami Tang Long membuatnya mengangkat satu kaki untuk menjaga keseimbangan. Inilah yang jadi masalah. Karena ayunan kaki yang terlalu lebar, handuk mandi itu mulai melonggar dan mulai terlepas.
Tang Long juga tahu ini akan buruk, panik meraih handuk mandi. Sayangnya, dia lupa tangannya masih memegang seragam militer, ditambah kakinya menginjak ujung handuk. Dengan terpaksa, Tang Long jatuh telentang. Tentu saja, dengan bokong telanjang menyentuh lantai.
Saat Tang Long dalam hati mengutuk nasib sial, tiba-tiba terdengar teriakan perempuan di belakangnya. Baru sekarang dia ingat ada perempuan berdiri di pintu! Dengan wajah pucat pasi, Tang Long memeluk seragam ganti sambil merangkak dan terguling-guling masuk ke kamar mandi. Seluruh proses ini membuat pantat putih salju-nya terpapar udara terbuka selama beberapa detik.
Ling Li yang terus menerus memandang kosong saat Tang Long terjatuh dengan pantat telanjang, secara tak sadar—murni refleks kewanitaan—menjerit kencang. Jeritan ini memberikannya tontonan telanjang gratis selama beberapa detik. Melihat Tang Long merangkak panik ke kamar mandi dengan empat anggota badan, Ling Li yang tak lagi bisa menahan diri menutup mulutnya erat dengan kedua tangan, bahunya bergetar hebat sambil membungkukkan badan.
"Sialan! Memalukan!" Tang Long yang merah padam wajahnya terus meludah sambil buru-buru mengenakan pakaian. Meski seragam militer itu terasa agak tidak nyaman di hidungnya, tapi setidaknya masih terasa bersih.
Tang Long yang sudah mengenakan seragam militernya mengintip keluar dari kamar mandi, siap melihat apakah letnan dua itu masih ada. Saat mengintip, dia langsung melihat Ling Li yang baru saja berhasil menenangkan diri dan mengangkat kepalanya. Tatapan mereka bertemu, Tang Long secara refleks menarik kembali kepalanya. Pemandangan ini membuat Ling Li kembali membungkukkan badan.
"Sialan! Kenapa aku gugup? Cuma pantatku yang dilihat orang! Ngapain takut? Aku ini kapten!" Tang Long mengetuk-ngetuk kepalanya sendiri untuk menyemangati diri. Setelah beberapa saat, Tang Long menarik napas dalam, mengangkat dagu dengan sikap tegap, memaksakan ekspresi dingin di wajahnya, membersihkan tenggorokan, lalu keluar dari kamar mandi.
Ling Li mendengar suara batuk yang dibuat-buat, menghela napas, lalu berdiri tegak dan memberi hormat kepada Tang Long sambil berkata lantang: "Salam komandan." Begitu kalimat itu terucap, hatinya langsung berdesir. Karena nada bicaranya sama sekali bukan nada gadis pemalu! Ekspresi wajahnya saat ini jelas menunjukkan wajah aslinya yang sebenarnya. Mengapa aku membiarkan wajah asliku terlihat di depan orang selain Ai Er Xi? Ke mana perginya kemampuanku mengontrol ekspresi wajah?
Dengan ekspresi dingin, Tang Long membalas hormatnya: "Terima kasih Letnan Dua yang telah mengantarkan baju ganti untukku. Maukah masuk minum kopi?" Sambil berkata demikian, ia melambaikan tangan mengundang masuk.
"Terima kasih komandan." Sebenarnya Ling Li memang mencari kesempatan untuk menggoda Tang Long, jadi segera menjawab. Namun kali ini ia sudah mengubah ekspresinya menjadi agak malu-malu. Tentu saja ia belum berani langsung berubah jadi sangat pemalu, karena khawatir Tang Long akan curiga mengapa dirinya bisa begitu mudah berubah-ubah.
Ling Li duduk diam di sofa dengan kedua tangan tertata rapi di atas paha yang rapat tertutup, kepala sedikit menunduk. Namun dari sudut matanya, dia diam-diam mengamati Tang Long yang sedang sibuk mencari kopi di sekitar ruangan. Memandang punggung Tang Long, Ling Li berpikir dalam hati: "Seperti apa sebenarnya dirinya? Meski berpura-pura dingin, semua orang tahu itu hanya kedok. Mengapa tak tercium bau arogan seperti para brengsek lainnya? Dia juga tak punya kebiasaan menggoda prajurit wanita seperti mereka. Apakah dia bukan bagian dari para brengsek itu? Lalu mengapa dia bisa masuk ke kompi ini?"
Tiba-tiba suara berisik dari barang-barang jatuh membuat Ling Li sadar kembali dari lamunannya. Ia mengangkat kepala dan melihat Tang Long sedang panik memunguti berbagai botol dan kaleng yang berceceran di lantai. Melihat kelakuan kikuk Tang Long, Ling Li tersenyum tipis, tapi segera bibirnya mengernyit dengan sedih. Dalam hati ia bergumam, "Andai saja dia adalah pria seperti yang kuharapkan, alangkah baiknya."
Ling Li menggelengkan kepala, lalu bangkit dan mendekati Tang Long untuk membantu. Sebagai bawahan, tidak mungkin ia membiarkan atasannya dalam keadaan seperti ini tanpa memberikan bantuan.
Sambil menatap bubuk kopi yang tumpah di lantai, Tang Long menggaruk kepala dengan malu dan berkata, "Apa di sini ada ruang kopi? Bagaimana kalau aku traktir minum di sana?"
Melihat Tang Long yang sudah tidak bisa mempertahankan ekspresi dinginnya, Ling Li juga tidak tahu mengapa dirinya langsung mengangguk tanpa ragu dan berkata: "Ada ruang kopi di Area A4." Setelah kalimat itu terucap, Ling Li langsung menyesal. Dalam hati dia memarahi diri sendiri: "Mengapa aku menyuruhnya ke area itu? Apakah aku ingin melihat sifat aslinya? Jika dia benar-benar tipe orang seperti itu, apa yang harus kulakukan? Menjerumuskannya? Bukankah ini sudah menjadi keputusan sebelumnya? Mengapa aku merasa ragu?"
