Di sebuah vila mewah di planet Galaksi Zola, seorang gadis pirang dengan pakaian tidur transparan putih pucat duduk bersila dengan kaki telanjang di tengah aula luas. Di sekelilingnya selain empat pria besar berbaju jas hitam berkacamata hitam berbentuk W yang juga duduk bersila, hanya terdapat tumpukan kartu pos kertas yang memenuhi seluruh ruangan.
Xing Ling dengan ekspresi puas mengamati kartu pos di tangannya dengan saksama, sementara para pria yang membantu menyeleksi surat bekerja dengan kecepatan luar biasa. Hanya terlihat lembar-lembar kartu pos yang bergerak cepat melewati tangan mereka.
Salah satu pria besar sambil membaca berkata pada Xing Ling: "Nona, mengapa surat-surat ini semakin banyak? Sepertinya tak ada habisnya meski terus kami baca."
Sebelum Xing Ling sempat berbicara, rekan di samping pria besar itu menyela, "Apa banyaknya ini? Ini cuma surat dari Galaksi Zola. Surat dari galaksi lain belum sampai karena masalah waktu. Menurut Nona Wen Na, setiap galaksi membutuhkan beberapa pesawat antariksa untuk mengirimkan surat-suratnya."
Melihat rekan-rekan yang penuh 'aroma manusiawi' ini, Xing Ling tersenyum mempesona sambil berpikir, "Tak kusangka robot dengan Kecerdasan Komputer ini bisa berkembang begitu cepat. Baru keluar beberapa hari, mereka sudah mulai memiliki kesadaran emosional. Ternyata interaksi dengan manusia memang cara terbaik untuk meningkatkan kecerdasan emosional."
Saat Xing Ling sedang merenung, tiba-tiba seorang pria besar melompat sambil membawa kartpos tipis. Dengan penuh semangat ia berteriak, "Nona, ini dari Tuan Tang Long!"
Xing Ling yang sempat kaget, langsung melompat kegirangan dan merebut kartu pos itu dari tangan pria besar itu. Setelah memeriksanya dengan seksama, terlihat tulisan cakar ayam yang berbunyi: "Nona Xingling, aku adalah penggemarmu. Aku berharap bisa makan malam bersamamu. Tang Long."
Sementara Xingling asyik mengagumi kartu pos tersebut, seorang pria besar berbisik pada rekannya yang tadi berteriak: "Apa benar ini dari Tuan Tang Long? Di sana sudah ada setumpuk kartu pos yang semua ditandatangani Tang Long." Ia menunjuk tumpukan kartu pos rapi di tengah aula.
Pria besar yang ditanya itu menggaruk kepala: "Aku juga tidak tahu aslinya. Bukankah nona bilang semua yang bertanda tangan Tang Long harus diserahkan padanya untuk diperiksa?"
"Ini tulisannya! Ini benar-benar tulisannya! Lihat, ini dikirim dari Hotel Bunga di Manlan Xing. Pasti dia yang menulis!" teriak Xingling dengan penuh semangat.
Pria-pria besar itu tentu tahu siapa yang dimaksud "dia" oleh Nona, sekaligus teringat bahwa Tang Long pernah menginap di Hotel Bunga. Mereka pun sepakat bahwa kartu pos itu benar dikirim Tang Long, mengingat mustahil ada orang bernama sama yang kebetulan menginap di hotel yang sama.
"Luar biasa! Dia penggemarku, bahkan ingin mengajakku makan malam bersama. Sungguh menyenangkan!" Xing Ling menekan kartu pos itu erat-erat ke dadanya dengan kedua tangan. Namun saat menyadari tatapan penasaran para pria besar, pipinya memerah dan berkata: "Sudah, mari lanjutkan membaca surat." Ia pun melemparkan kartu pos Tang Long ke tumpukan kartu pos yang telah rapi.
Meski bingung mengapa Nona membuang begitu saja benda penting itu, para pria besar tidak banyak bertanya. Mereka duduk bersila dan melanjutkan membaca kartu pos. Tak ada yang menyadari bahwa setiap kali Xing Ling membaca satu kartu pos, matanya selalu melirik sekilas ke kartu pos paling atas di tumpukan sampingnya.
Tidak tahu berapa lama kemudian, Wen Na tiba-tiba masuk dengan tergesa-gesa, langsung menarik tangan Xing Ling dan berkata panik: "Nona cepat pergi, Perang akan segera terjadi di Galaksi Zola!"
"Perang? Ada apa yang terjadi?" tanya Xing Ling terkejut.
"Aduh, bukankah Anda sudah tahu Federasi telah menjadikan galaksi ini sebagai garis depan untuk menyerang Galaksi Selatan? Lebih dari satu juta kapal perang sudah dipindahkan ke sini!" Wen Narik Xing Ling masuk ke ruangan sambil mengemas pakaian.
"Lebih dari satu juta kapal perang? Kapan Federasi punya armada sebanyak itu? Oh, aku mengerti, mereka telah mengerahkan armada lokal juga." Xing Ling yang hafal semua rahasia Federasi langsung menyadari keberadaan armada wilayah yang jarang diperhatikan itu.
“Tapi meski menjadikan sini sebagai garis depan, kita juga tidak perlu bersembunyi, kan?” Xing Ling berkata begitu, namun mulai membantu Wen Na membereskan pakaian. Meski tidak mengerti, dia percara tindakan Wen Na benar.
Wen Na menghela napas, “Aduh Nona, apakah Anda tidak tahu begitu sini jadi garis depan, pelabuhan antariksa akan ditutup? Lagipula, begitu perang pecah, semua hantu dan dewa akan bermunculan. Walau kita tak takut, tapi tubuh Nona bisa terluka. Yang paling penting, terkungkung di sini, Nona masih bisa adakan konser?”
Xing Ling ragu sejenak sebelum berkata, “Kalau begitu dia... apakah dia akan ke medan perang?”
"Tidak, dia sudah dipindahkan oleh militer ke daerah terpencil dekat Galaksi Tanpa Kekacauan sebagai komandan pangkalan. Di sana tidak ada bajak laut maupun musuh. Selama dia tidak pergi ke Galaksi Tanpa Kekacauan, sama sekali tidak akan mengalami perang. Aku bilang, Nona, cepatlah ganti baju." Wen Na berbicara sambil terus membereskan koper tanpa mengangkat kepala. Sejak Xing Ling di hotel, sebutan untuk Tang Long berubah menjadi 'dia', sehingga Wen Na tidak perlu bertanya lagi siapa yang dimaksud dengan 'dia'.
"Tapi orang tuanya ada di galaksi ini. Menurutmu apakah mereka dalam bahaya?" tanya Xing Ling sambil mengganti pakaian tidurnya dengan wajah cemas.
"Sudah kuselidiki sebelumnya. Orang tuanya pergi wisata ke luar negeri beberapa hari yang lalu. Jika perang pecah, mereka sama sekali tidak bisa kembali karena tidak akan ada pesawat sipil yang terbang ke Galaksi Zola saat itu." Wen Na menepuk-nepuk koper yang sudah selesai dirapikan.
Xing Ling yang sudah berganti pakaian kasual bertanya lagi: "Lalu kita pergi ke mana?"
"Republik Wu Lai!" Wen Na menjawab sambil membawa koper dengan satu tangan dan menarik Xing Ling dengan tangan lainnya, terus berjalan.
"Tunggu sebentar." Xing Ling melepaskan genggaman Wen Na, berlari ke ruang tamu mengambil kartupos tulisan Tang Long, menyimpannya dengan hati-hati di balik bajunya, baru kemudian meninggalkan vila tersebut bersama Wen Na dikelilingi para pria besar.
Galaksi Mu Li di Federasi Wan Luo, oh seharusnya disebut Galaksi Mu Li di Federasi Reith. Di galaksi ini terdapat ibu kota Federasi Reith - Planet House.
Saat ini, di kantor kepresidenan Planet House.
Munen yang kepalanya botak mengkilap seperti cermin, dengan perut buncit, kedua tangan terkembang di belakang, memandang lukisan minyak setinggi 5 meter di aula kepresidenan. Tokoh utama lukisan itu adalah dirinya sendiri yang mengenakan seragam Marsekal Besar, kedua tangan bertumpu pada pedang komando berhulu emas, menengok ke kejauhan dengan dada membusung, memancarkan aura kewibawaan.
Munen mengelus-elus kepala, berkata dengan puas pada diri sendiri: "Memang layak disebut maestro, bisa menggambarkan aura kewibawaanku dengan begitu hidup. Hmm, uang yang dikeluarkan untuk ini sangat sepadan!"
Saat Munen hendak mengubah sudut pandang untuk mengagumi lukisan dirinya lagi, sebuah suara mengganggu konsentrasinya: "Yang Mulia Presiden, pasukan garis depan sudah siap."
Mendengar suara orang itu, raut tidak senang di wajah Munen langsung menghilang. Ia menoleh sambil tersenyum: "Sudah bekerja keras, Jenderalku."
Orang yang mengenakan seragam Letnan Jenderal model baru ini langsung mengangkat kepala sambil tersenyum: "Presiden terlalu bersikap sopan." Jika ada komandan bajak laut yang melihat penampilan Letnan Jenderal ini, pasti akan terkejut karena pria ini tak lain adalah Komandan Resimen Klan Bajak Laut Kamikaze - Li Tao.
"Hehe, benar juga. Apa hubungan kita? Ucapan formal malah bikin jarak. Ayo, duduk dulu bicara, Saudaraku." Munen sambil tersenyum lebar, dengan antusias menarik tangan Li Tao untuk duduk di sofa.
"Li Tao, apakah para bajak laut itu akan bertindak serentak sesuai rencana?" tanya Munen setelah menuangkan secangkir teh untuk Li Tao dengan tangannya sendiri.
Li Tao yang tersanjung mengucapkan terima kasih sebelum menjawab sopan: "Tenang saja, mereka pasti patuh pada rencana. Bagaimanapun juga imbalan yang Anda berikan mustahil mereka tolak."
"Hahaha! Bagus! Kam Mucchi si bego ini, ngomong ke publik cuma memindahkan 300 ribu pasukan untuk menyerang kita. Dikiranya kita percaya? Sialan, pemindahan lebih dari 2 juta pasukan mana mungkin bisa disembunyikan? Aduh! Benar-benar sial, kenapa dulu aku tidak kepikir untuk menguasai armada lokal di bawah komando kita?" Munen mengelus kepalanya dengan ekspresi penyesalan.
Li Tao yang sudah mengetahui situasi sejak lama tertawa: "Kam Mucchi memang bego. Dia cuma mikirin serangan dua arah biar kita bingung bertahan di mana, tapi enggak kepikiran sama sekali kalau kita bakal nyerang duluan."
"Hehe, tiap sisi punya lebih dari sejuta pasukan, terdengar emang kuat banget. Tapi armada lokal yang punya pengalaman tempur cuma pake kapal perang kelas rendah, sedangkan prajurit yang megang kapal reguler malah belum pernah perang. Menurutmu kenapa dia enggak tiru kita yang mutasi prajurit armada lokal ke armada reguler? Tingkat pertempuran bakal naik drastis loh." kata Munen dengan nada menyesal.
"Apakah Anda pikir Kam Mucchi bisa memikirkan hal seperti ini? Mana bisa dibandingkan Anda yang langsung memindahkan prajurit armada lokal ke armada reguler untuk latihan begitu negara berdiri. Sementara Kam Mucchi baru mengerahkan armada lokal saat perang sudah di depan mata. Armada yang dibentuk terburu-buru seperti ini, mungkin bahkan kerjasama tempur yang basic saja tidak bisa." Li Tao memuji Munen dengan gaya berbelit-belit.
"Bego macam apa sih Kam Mucchi sampai bisa jadi Jenderal Besar? Dia bahkan tidak pernah ikut satu pertempuran pun. Dulu waktu aku masih memberantas bajak laut di antariksa, entah dia lagi ngapain sibuk ngelap sepatu atasannya." Munen berkata dengan nada merendahkan.
Jika berbicara tentang siapa yang paling diremehkan oleh Munen, tentu itu adalah Kam Mucchi yang sama-sama menjabat sebagai jenderal bintang empat dengannya. Sebab dia adalah satu-satunya dari empat jenderal besar yang belum pernah menginjakkan kaki di medan perang. Zhang Junlong tidak perlu disebutkan lagi - wilayah utara yang terus-menerus dihantui bajak laut mustahil bagi tentara di sana untuk tidak bertempur. Sedangkan sang veteran Mu Jiete yang pernah ikut dalam Perang Kekaisaran, mana mungkin bisa dikatakan belum pernah berperang? Meski dirinya sendiri hanya pernah ikut operasi pembersihan beberapa kelompok bajak laut kecil, setidaknya itu bisa dianggap sebagai pengalaman tempur. Mana seperti Kam Mucchi si pengecut yang bahkan tak bisa menggunakan pistol.
Setelah menyambut ucapan Munen, Li Tao mulai mengutarakan tujuan utama kedatangannya: "Presiden, meski kalangan internal kita tahu pasukan satu juta Federasi Wan Luo hanyalah macan kertas, rakyat biasa tidak mengetahuinya. Saat ini kepanikan melanda, banyak yang mengungsi ke luar negeri, bahkan beberapa planet administratif mulai bersiap menyerah kepada Federasi Wan Luo. Menurut Anda, apakah perlu mengambil tindakan seperti memberlakukan blokade di pelabuhan antariksa?"
"Hmph! Tidak perlu melakukan tindakan apapun, juga tidak perlu memblokir pelabuhan antariksa. Biarkan mereka kabur - untuk semua yang melarikan diri, sita seluruh harta kekayaan mereka! Sedangkan para pejabat yang berani menyerah, bunuh satu untuk memberi contoh! Sita harta dan basmi seluruh keluarganya!" kata Munen dengan aura yang menyengat.
"Menyita harta dan membasmi keluarga? Bukankah ini istilah yang digunakan Kaisar? Jangan-jangan Presiden ingin..." Li Tao tidak melanjutkan pikirannya, namun menatap Munen dengan tatapan penuh gairah.
Awalnya, Munen yang menyadari kecerobohannya karena tanpa sengaja mengungkapkan ambisinya, dengan hati-hati mengamati ekspresi Li Tao. Ketika melihat perubahan raut wajah Li Tao setelah mendengar kekeliruannya, hati Munen berdebar-debar. Ia sangat khawatir perlawanannya terhadap arus akan ditentang oleh bawahan. Namun saat melihat tatapan penuh gairah dari Li Tao, batu di hati Munen akhirnya jatuh. Rupanya bawahan ini sangat ingin menikmati hak istimewa bangsawan. Dengan demikian, ambisinya seharusnya bisa mendapat dukungan dari anak buah.
Munen menepuk bahu Li Tao sambil berkata dengan penuh makna: "Bekerjalah baik-baik bersamaku, gelar bangsawan hingga pangeran takkan kau lewatkan!"
Li Tao yang memahami maksudnya segera berbisik penuh semangat: "Hamba bersumpah setia sampai mati kepada Yang Mulia!"
"Hahaha, baik, baik!" Munen tertawa terbahak-bahak dengan semangat, namun setelah selesai tertawa tiba-tiba wajahnya berubah gelap dan berbisik pelan: "Masalah ini jangan diumumkan dulu. Setelah pertempuran ini selesai, coba kamu beri isyarat kepada para jenderal itu, lihat reaksi mereka."
Li Tao mendengar perkataan Munen, entah mengapa tiba-tiba merasakan kedinginan yang mengerikan. Dia sangat paham, jika para jenderal itu menentang nanti, mereka akan tertidur selamanya secara misterius. Ternyata menjadi yang pertama bersumpah setia ada manfaatnya, lihatlah, Munen sudah menganggapnya sebagai kaki tangan sejati.
"Sudah, saat ini jangan terlalu banyak berpikir. Fokuskan tenaga pada strategi perang ini. Kembalilah." Kata Munen sambil berdiri.
"Baik, Yang Mulia Presiden. Kalau begitu hamba mohon pamit." Li Tao memberi hormat dengan penuh khidmat sebelum pergi.
Munen tersenyum menyaksikan Li Tao pergi. Setelah bayangannya benar-benar menghilang, ia berbisik dingin: "Awasi dia. Jika dia mengatakan hal-hal yang tidak pantas, habisi!" Suara hampa tiba-tiba bergema di aula kosong: "Mematuhi perintah!"
Munen kembali ke kursinya dan mulai menikmati teh wangi dengan tenang. Tak lama kemudian, Tang Tè yang berpenampilan necis berlari panik masuk ke aula, langsung menghampiri ayahnya sambil terengah-engah.
Munen mengerutkan kening melihat sikap putranya: "Lihat kau jadi seperti apa! Panik apaan? Ingat kau adalah putra tunggal Presiden Federasi Reith! Selalu jaga sopan santun! Sudah berapa kali Ayah ingatkan?"
Tang Tè mengusap keringat sambil terburu-buru: "Sopan santun? Ayah, jangan bilang tidak tahu Federasi Wan Luo telah memindahkan 2 juta pasukan untuk menyerang kita!"
“Tentu saja aku tahu. Bahkan sebelum mereka memobilisasi pasukan, aku sudah mengetahuinya. Ada masalah apa?” Munen tetap santai menikmati aroma teh sambil berkata.
“Ah, masalah apa? Dua juta pasukan! Bagaimana kita yang cuma punya 100 ribu pasukan ini bisa melawan mereka?” Tang Tè gelisah hingga melompat-lompat.
“Bodoh! Kalau memang tidak bisa menang, apakah ayahmu ini masih akan santai minum teh di sini? Jika benar tidak mungkin menang, aku sudah kabur ke luar negeri!” Munen melototi putranya. Ia benar-benar kesal dengan anaknya yang tidak bisa membaca situasi ini, bingung bagaimana cara "memindahkannya" agar menjadi pintar seperti dirinya.
Mendengar perkataan ayahnya, Tang Tè akhirnya menyadari bahwa mereka masih punya peluang menang. Ayahnya yang licik seperti rubah tua pasti sudah kabur kalau situasi berbahaya. Dengan wajah memelas, ia merengek: “Ayah, ceritakanlah strategi kita untuk menghadapi militer Wan Luo. Biar aku bisa pamer di luar.”
“Tidak boleh, rahasia militer tidak boleh dibocorkan. Kalau kau tahu, berarti orang-orang Wan Luo juga akan tahu. Lalu bagaimana kita bertempur?” Munen membelalakkan matanya.
Tang Tè melihat ekspresi ayahnya, menyadari bahwa sang ayah benar-benar takkan memberitahu. Ia pun merajuk kesal di sudut ruangan.
Munen menatap putranya lalu menghela napas: "Dengar nak, jangan terus-terusan bergaul dengan gerombolan teman sampahmu itu. Jadilah lebih dewasa. Bisnis ayah suatu hari nanti akan kuserahkan ke tanganmu."
"Mereka bukan teman sampah! Mereka semua saudara sejatiku!" Tang Tè membela teman-temannya dengan geram.
Munen melompat berdiri, menuding Tang Tè dan mengaum: "Bukan teman sampah? Lalu apa kemampuan mereka selain makan-minum, membuat onar, memperkosa perempuan? Ada yang ahli mencari uang? Ahli mengelola urusan rakyat? Bisa memimpin pasukan perang? Tidak ada kan? Masih bilang bukan teman sampah, mereka semua adalah tumpukan sampah! Sampah yang sama sekali tak berguna bagimu!"
Tang Tè tertegun melihat wajah garang ayahnya. Tentu saja, sebagai putra Munen, dia segera menyadari kebenaran perkataan ayahnya. Rekan-rekannya benar-benar sampah, sampah tak berguna! Dengan mata berbinar Tang Tè berkata pada Munen: "Ayah, aku mengerti. Aku akan mencari orang-orang berguna untuk jadi teman. Tapi Yah, meski mereka sampah, beberapa di antara mereka jago dalam konspirasi. Orang-orang seperti ini masih bisa dipakai kan?"
Melihat putranya mulai paham, Munen merasa lega dan mengangguk sambil tersenyum: "Karena kau sudah tahu cara menangani, aku tak akan banyak bicara lagi. Oh ya, nanti carilah Paman Li Tao, bilang itu perintahku, minta dia menempatkanmu ke militer."
Tang Tè langsung wajahnya pucat: "Jangan dong, sekarang kan sedang Perang. Latihan fisik bisa ditunda sampai perang selesai. Ayah, perang itu bisa bikin mati. Aku ini cuma satu-satunya putra Ayah lho!"
Munen memukul kepala Tang Tè sambil marah berkata: "Dasar bodoh! Lihat pangkat militermu sekarang masih Letnan Dua! Si Tang Long sialan itu sudah jadi Mayor. Aku tidak hanya tahu perang akan menewaskan orang, tapi juga tahu perang bisa menaikkan jabatan! Tentu saja aku bisa langsung menjadikanmu Jenderal, tapi apakah kau mau dibilang orang di belakang: 'Si pecundang tak berguna ini cuma jadi Jenderal karena andalkan ayahnya'? Semua prajurit akan memandangmu rendah. Nyaman rasanya? Dengar, tinggal di samping komandan adalah tempat paling aman. Setelah perang usai, kenaikan jabatanmu tak akan disalahkan, toh kau sudah punya jasa-jasa. Sudah, protesmu sia-sia. Jika kau tidak pergi, aku akan suruh prajurit mengawalmu. Aku tidak mau Putra Mahkota Kekaisaran adalah orang yang belum pernah ke medan perang!"
"Putra Mahkota Kekaisaran?!" Tang Tè langsung melupakan urusan ke medan perang begitu mendengar ini, matanya berbinar-binar memandang sang ayah.
Melihat tatapan putranya, Munen tentu tahu apa yang dipikirkan sang anak. Ia mengangguk dan berkata, "Setelah perang berakhir, ini akan segera dilaksanakan. Jadi kau harus membuktikan diri, kalau tidak bawahan tidak akan patuh. Ingat, jangan beri tahu siapapun. Saat waktunya tiba, kau akan naik ke posisi itu secara alami."
"Mematuhi perintah Ayahanda Kaisar! Putra akan segera menemui Paman Li Tao!" Tang Tè yang bersemangat memberi hormat militer yang cukup rapat kepada ayahnya, lalu bergegas keluar dari kantor kepresidenan.
Menyaksikan putranya akhirnya mulai menunjukkan sikap dewasa, Munen tersenyum lega.
Di pangkalan bergaya kuno milik pria tua yang menguasai WTS militer Federasi Wan Luo dan menyebut diri sebagai Kaisar, tepatnya di istana tempat Li Jiehao - teman lama orangtua Tang Long - menghadap sang pria tua.
Zhong Zhengqi yang mengenakan pakaian sutra hitam sedang membungkuk hormat kepada pria tua yang duduk di singgasana, "Kaisar, kekacauan internal di Federasi Wan Luo hampir dimulai."
Pria tua yang mengenakan jubah kerajaan itu tersenyum mengangguk sambil menghela napas: "Ah, hamba sudah menunggu begitu lama, akhirnya kesempatan ini tiba. Bagaimana persiapan Armada Naga Hitam? Urusan pendudukan planet ini bergantung padanya."
Zhong Zhengqi mengangguk dengan sangat hormat: "Mohon Kaisar tenang, armada telah bergerak ke wilayah galaksi yang jauh dari medan perang kedua belah pihak sekaligus berada di perbatasan berbagai kekuatan. Begitu perang dimulai, planet-planet yang telah ditentukan akan segera menjadi landasan kebangkitan dinasti kita."
“Hm, sulit kau mengelola Armada seenak ini. Setelah hal ini berhasil, hamba akan memberikan hadiah feodal besar-besaran.” Pria tua itu mengangguk dengan puas.
Zhong Zhengqi berterima kasih dengan penampilan yang sopan, namun dalam hati mengumpat: "Si tua brengsek! Kalau bukan karena aku dan putraku, Armada Naga Hitam sudah kau korbankan. Sialan! Entah masih ada kekuatan militer lain yang dimiliki si tua ini atau tidak. Setelah investigasi cermat, semua bukti menunjukkan dia masih memiliki armada lain, tapi di mana dia menyembunyikannya? Hmm! Tunggu sampai aku menguasai semua alat pengendalimu, kau pasti hancur total, si tua sialan!"
Di atas kapal induk Resimen Bajak Laut Tengkorak Emas yang mengambang di sabuk meteor suatu wilayah galaksi, seorang pria muda tampan namun beraura dingin berkata kepada Tang Hu yang berambut panjang dan berwajah secantik gadis: "Pemimpin, waktu yang dijanjikan Li Tao hampir tiba. Apakah kita benar-benar akan bertindak sesuai kontrak?"
Tang Hu dengan anggun mengikat rambutnya sambil tersenyum: "Begitu perang dimulai, tidak akan ada kapal kargo yang bisa direbut."
"Kalau begitu kita tidak akan bergerak?" tanya pemuda itu dengan ragu.
"Tidak, kita harus mematuhi kontrak. Bukankah Li Tao meminta kita mengacaukan wilayah belakang Federasi? Mari kita serang Badan Pengelolaan Mineral Federasi." Tang Hu masih tersenyum.
"Badan Pengelolaan Mineral di wilayah Ibu Kota? Oh benar, dengan mendapatkan dokumen mereka, kita akan menguasai sepenuhnya distribusi sumber daya mineral Federasi." Pemuda itu juga mulai tersenyum.
"Baik, bersiaplah." Tang Hu melambaikan tangan memberi perintah.
“Mematuhi perintah, Pemimpin!” Pemuda ini memberikan hormat militer yang sempurna dengan suara nyaring.
Di ruang komando tertinggi penumpasan pemberontakan di Ibu Kota Terran, semua orang menahan napas menatap tegang jam elektronik raksasa. Ketika jam menunjukkan pukul 12:00, Kam Mucchi yang selama ini berdiri tegak dengan sikap berwibawa segera mengayunkan tangannya sambil berteriak: "Serang!" Begitu kata-katanya menggema, perwira di lokasi langsung sibuk - ada yang mengeluarkan perintah operasi, ada yang memeriksa peta galaksi, ada yang menyampaikan dokumen. Ruang komando yang awalnya sunyi seketika bergemuruh.
Lebih dari dua juta kapal perang yang mengambang di Galaksi Zola dan galaksi Empat Bintang juga secara bersamaan menyalakan mesin saat Kam Mucchi memberikan komando. Setelah komandan armada melakukan gerakan dan memberikan perintah yang sama persis dengan Kam Mucchi, armada pun mulai bergerak rapat-rapat menuju ke kejauhan.
Saat ini, Tang Long sama sekali tidak menyadari kejadian di luar sana. Ia masih menyandang gelar "Komandan Mayor Pangkalan Khusus Pertama Federasi Wan Luo" dan menjalani hari-harinya yang tak terlalu menyenangkan.
