Tindakan Chen Nan ini jelas mengabaikan keberadaan pasukan Jin. Perwira muda itu murka, ia mundur cepat 10 langkah lalu berteriak: "Semua serang! Tangkap dia! Jangan biarkan penjahat kejam ini lolos!"
2.000 prajurit mengepung Chen Nan, tapi tak satu pun berani maju. Satu orang memiliki daya gentar terhadap ribuan orang. Ini membuat perwira muda itu sangat kesal, namun ia tak bisa memerintahkan prajuritnya untuk menyerbu.
Long Wu tertegun tak percaya, tak bisa menerima bahwa Chen Nan di hadapannya adalah bajingan yang selalu cengar-cengir dan suka omong kosong itu. Chen Nan ternyata melakukan pembunuhan kejam di depan matanya, metode yang begitu asing baginya...
Sejak membalikkan teknik leluhur, Chen Nan merasakan impulsif membunuh menggelegak dalam hati. Namun pikirannya tetap tersadar, memahami situasi dengan jelas termasuk konsekuensi perbuatannya.
Baik dan jahat hanya terpisah sehelai nafas. Saat pintu kebaikan dalam hati tertutup, pintu kegelapan pun terbuka lebar. Chen Nan merasakan firasat buruk - teknik leluhur keluarganya ternyata serumit ini. Setelah dibalikkan, teknik ini membuatnya haus darah. Apakah manusia menguasai teknik, atau justru dikuasainya?
Akhirnya ia paham mengapa ayahnya yang sudah mencapai realm Xianwu enggan membalikkan teknik. Teknik ini bisa mempengaruhi emosi, memunculkan sisi tergelap manusia secara sempurna. Teknik ini bagaikan iblis! Firasat buruk menyebar dalam hatinya - ia tak tahu apa yang akan terjadi setelah hari ini!
Situasi tak memberi waktu Chen Nan berpikir panjang. Ia harus segera pergi sebelum militer memanggil ahli sejati. Jika sampai terlambat, melarikan diri akan sulit bagai naik ke langit.
Teknik leluhur terbalik hari ini meski belum mencapai level jagoan super tingkat empat, tapi jauh lebih kuat dibanding biasanya. Untuk kabur dari sini, satu-satunya cara adalah membuka jalan darah dengan kekuatan ekstrem dan menerobos kepungan.
Chen Nan mengacungkan pedang panjang ke langit, aura iblis mengelilingi tubuhnya. Baju merah darah, rambut merah darah. Ia berdiri gagah di arena bagaikan Iblis Api. Teriaknya menggema: "Para hadirin menyaksikan sendiri kejadian hari ini! Chen membuka jurus maut terpaksa! Mereka layak dibunuh! Tak peduli identitas atau status mereka! Sekalipun lolos hari ini, kepala mereka akan kurenggut besok! Urusan selesai, Chen pergi sekarang. Siapa berani halangi, takkan kusayangi!"
Usai bicara, Chen Nan merobek mantelnya menjadi tali panjang dan mengikat Er Xi di dadanya. Ia tak berani letakkan di punggung, khawatir tak bisa jaga sempurna.
Saat itu, 2.000 prajurit mengelilinginya dengan pedang terhunus, tapi tak ada yang berani mendekat. Tiba-tiba teriakan dari kerumunan praktisi: "Aku ingat! Dia Chen Nan, Prajurit Pelindung Negara Chu! Dulu di ibukota Chu, aku pernah melihatnya saat PANAH PEMBURU NAGA, dikelilingi orang-orang!"
Sebuah batu melemparkan riak ribuan lapisan gelombang. Perkataan ini tidak hanya membuat kerumunan penonton gempar, bahkan 2.000 prajurit yang mengepung Chen Nan pun terkejut.
Saat itu Chen Nan bertarung sengit melawan Knight Naga di istana Chu, memanah naga dengan Panah Houyi. Namanya termasyhur hingga ke berbagai negara. Para praktisi di berbagai negeri tahu bahwa Chu memiliki ahli muda berbakat bernama Chen Nan. Karena Chu memblokade informasi tentang pemberontakannya menggunakan Panah Houyi dan pertempuran sengit di ibukota Chu, sangat sedikit pihak luar yang tahu bahwa dia telah mengkhianati Chu dan bukan lagi Prajurit Pelindung Negara.
Pemuda yang sedang berlumuran darah melawan bajingan Jin ini ternyata adalah Prajurit Pelindung Negara Chu sekaligus tokoh legendaris penembak naga. Fakta ini benar-benar di luar dugaan semua orang. Yang paling terkejut adalah Kevin, Long Wu, Guan Hao dan lainnya dari Akademi Shenfeng. Mereka tak menyangka si "bajingan" itu ternyata Chen Nan yang termasyhur itu.
Komandan muda di arena itu langsung membeku. Ternyata si penjahat berlumuran darah ini memiliki latar belakang sebesar itu, membuatnya bingung. Chu adalah salah satu dari tiga negara adidaya di Benua Timur, kekuatan militernya ribuan kali lebih kuat dari negara kecil seperti Jin. Pahlawan pelindung negara mereka malah membuat kehebohan di Jin. Masalah ini benar-benar sulit ditangani. Dia tak bisa lagi memposisikan Chen Nan secara sederhana sebagai iblis pembunuh.
Saat itu praktisi yang menonton semakin banyak berkumpul, ada ahli muda dari Empat Universitas, senior berpengalaman dari ibukota Jin, juga praktisi dari negara lain yang kebetulan berada di lokasi. Semua orang sedang berdiskusi ramai.
Sudah jelas, hari ini Chen Nan membantai naga terbang, membunuh anak pejabat jahat, melawan pasukan Jin - rangkaian peristiwa ini pasti akan menyebar ke berbagai negara. Nama Chen Nan pasti akan kembali menjadi sorotan.
Pasukan 2.000 orang masih berhadapan dengan Chen Nan. Perwira muda itu bingung menentukan sikap. Tepat saat Chen Nan hendak menerobos dengan pertumpahan darah, keributan besar terjadi di luar alun-alun. Debu beterbangan, pasir memenuhi langit. 500 pasukan berkuda membawa tombak sedang menyerbu ke sini.
Para penonton buru-buru membuka jalan. 500 pasukan berkuda masuk membanjiri alun-alun. Di depan, seekor kuda tinggi ditunggangi perwira paruh baya berusia 40-an tahun. Dengan wajah berduka ia berteriak: "Di mana pembunuh anakku? Hari ini aku pasti akan menghancurkannya sampai hancur lebur!"
Long Wu yang melihat jenderal berbaju zirah emas ini tahu masalah semakin rumit - ayah dari salah satu korban telah datang. Dia bukan putri kerajaan, sekalipun turun tangan takkan berpengaruh. Kini hanya bisa menjadi penonton.
Kevin, Guan Hao dan yang lain sangat khawatir pada Chen Nan. Meski waktu bersama rekan ini tak lama, tapi sudah terjalin ikatan emosional.
"Perwira muda itu melihat jenderal paruh baya datang dan menghela napas lega. Akhirnya dia bisa melempar 'ubi panas' ini. Setelah memberi hormat, dia berbisik menjelaskan situasi kepada jenderal tersebut."
Jenderal paruh baya itu berteriak penuh amarah: "Aku tak peduli Negara Chu! Tak peduli Prajurit Pelindung Negara! Pembunuh anakku hari ini akan kukuliti tendon dan kupas kulitnya!"
Perwira muda itu buru-buru membisikkan pertimbangan konflik kepentingan antarnegara. Akhirnya jenderal itu melambaikan tangan: "Lepaskan baju zirah kalian!" 500 pasukan berkuda terlatih itu segera melepaskan perlengkapan tanpa ragu.
Dipimpin jenderal paruh baya, 500 pasukan tanpa zirah menggantikan 2.000 infantri. Mereka mengepung Chen Nan dengan tombak terhunus.
"Kini aku bukan jenderal, hanya ayah yang menuntut balas. Mereka bukan tentara, hanya pengawal pribadi. Kau bukan Prajurit Pelindung Negara, tapi pembunuh gila! Bersiaplah!" Jenderal itu hendak memerintahkan serangan.
"Tunggu!" Chen Nan menegur. "Tak mau tahu alasan kubunuh anakmu?"
"Tidak! Hanya ingin kau mati, apapun risikonya!" wajah jenderal itu mengerikan.
"Hei, mendengar ucapanmu ini, aku tak perlu ragu lagi. Nanti saat bertindak takkan ada toleransi! Benar-benar atasan tak lurus, bawahan miring! Ayo, hari ini Chen akan membuka pintu pembunuhan!" Chen Nan bagaikan dirasuki Iblis Api, rambutnya berkibar tanpa angin, kedua matanya memancarkan dua sinar hitam. Aura iblis yang melingkupi tubuhnya mulai memadat, seolah membentuk zirah iblis pelindung.
"Serbu! Bunuh dia!" raung Jenderal.
Lima ratus pasukan berkuda yang terlatih tak langsung menyerbu secara membabi buta setelah mendengar perintah. Dari timur, dua puluh kuda perang pertama melesat keluar, para penunggangnya menghunus tombak panjang dan menyerbu ke arah Chen Nan. Saat dua puluh kavaleri tanpa zirah itu berada dalam jarak sepuluh zhang dari Chen Nan, dari utara muncul lagi dua puluh penunggang kuda bersenjata tombak.
Chen Nan telah memahami formasi mereka: setiap dua puluh orang sebagai satu grup, serangan bergiliran dari empat arah untuk menjebaknya dalam siklus tusukan tombak tak berujung. Dengan senyum kejam ia berteriak: "Hari ini biarlah aku menjadi iblis sejati! Bunuh!"
Kavaleri timur telah sampai di depan mata. Chen Nan justru aktif menyerang maju sambil mengayunkan pedangnya. Kilatan pedang hitam sepanjang dua zhang lebih menyapu horizontal. Empat penunggang kuda yang langsung berhadapan dengannya terbelah menjadi delapan bagian, hujan darah menyembur, potongan tubuh beterbangan.
Satu tusukan saja telah mengguncang arena. Baik prajurit maupun praktisi yang menyaksikan di luar, setiap hati berdegup kencang.
Saat itu pasukan berkuda yang menyerang dari utara sudah merangsek ke depan Chen Nan. Kali ini setelah membunuh empat orang pasukan berkuda, dia langsung melesat ke depan dan menghujamkan dua tebasan pedang ke pasukan yang menjauh. Delapan pasukan berkuda lainnya terjatuh dengan kepala mendongak.
Di alun-alun berserakan mayat-mayat yang tercabik, darah segar membanjiri tanah, kabut darah terus-menerus mengepul ke atas. Ditambah dengan bangkai naga terbang raksasa di sudut, tempat ini persis seperti medan perang neraka.
Chen Nan berdiri tegak di tengah arena sambil memegang pedang, tak bergerak sedikitpun menunggu serangan berikutnya dari pasukan berkuda.
Raja Iblis! Sungguh Raja Iblis yang haus darah!
Pada saat itu semua orang berhalusinasi: pemuda yang berdiri kokoh di tengah alun-alun itu seolah benar-benar jelmaan iblis. Nyala api gelap yang mengelilinginya berubah menjadi siluet-siluet iblis yang tak terhitung jumlahnya, seolah para iblis itu sedang bersujud di hadapannya.
Ilusi? Halusinasi? Di alun-alun yang dipenuhi aura kematian, di setiap sudut ruang yang dipenuhi kabut darah ini, tak ada lagi yang bisa membedakan mana yang nyata!
Satu demi satu regu pasukan berkuda terus menyerang Chen Nan, tapi sulit melukainya sedikitpun. Jika terus begini, mungkin mereka bisa menunggu sampai Chen Nan kehabisan tenaga untuk membunuhnya. Tapi pengorbanan untuk itu terlalu besar - tak terhitung berapa banyak nyawa yang akan melayang sebelum saat itu tiba.
Di atas alun-alun, mayat-mayat bertumpuk seperti gunung, darah mengalir bagai sungai. Chen Nan telah membantai hampir seratus orang, menjadikan alun-alun bagai neraka di bumi. Namun Chen Nan juga mulai merasakan kelelahan yang luar biasa. Tepat saat ia mencari momen emas untuk menerobos kepungan, tiba-tiba seorang bertopeng jubah hitam menyambar masuk ke arena, mengangkat tangannya dan melemparkan beberapa penunggang kuda ke tanah mendekati posisinya.
Chen Nan kaget, menegur: "Berhenti! Siapa itu?" Di saat genting seperti ini, ia tak bisa mempercayai siapapun.
Di luar arena terjadi keributan. Banyak praktisi berdiskusi, tak ada yang menyangka ada orang berani masuk ke dalam formasi kepung pasukan berkuda.
"Ini aku, jangan berisik! Aku datang untuk menyelamatkanmu," kata pendatang itu dengan suara rendah namun tegas.
Chen Nan terkejut bukan main. Ia telah mengenali suara itu - ternyata orang tua bermarga Yang yang pernah ia temui di Akademi Xianwu. Pria ini adalah pengajar Fakultas Wu Timur Akademi Shenfeng bernama Yang Lin. Biasanya ia gemar mengenakan baju ungu, sedangkan kakek Dongfang Phoenix (Fenix Timur) lebih suka memakai baju MP, sehingga digoda mahasiswa sebagai "Duo Mesum".
Sebelum berangkat ke situs warisan dewa kuno, Chen Nan pernah berjanji pada orang tua ini akan kembali sebelum pertandingan pemanasan dimulai, namun akhirnya mengingkari janji. Di saat berbahaya ini, kehadiran Yang Lin di sisinya membuatnya sangat tersentuh.
Yang Lin berbisik: "Para ahli dari Akademi Xianwu sedang menuju kemari. Kita harus segera kabur. Nanti kubantu kau membantai jalan keluar dari Kota Kaiyuan. Setelah menerobos kepungan, Kevin dan Guan Hao akan membantumu di luar kota. Aku yang akan menghadang mereka dari belakang!"
Chen Nan menatap orang tua bertopeng di depannya dengan tak bisa berkata-kata. Dia bukan murid Akademi Shenfeng, dalam Turnamen Pemanasan Para Kuat kali ini pun dia tidak pernah mewakili akademi itu bertanding satu pun pertandingan. Namun orang tua ini justru maju menyelamatkannya di saat genting. Di balik rasa haru, ada kabut keraguan dalam hatinya. Setelah menyaksikan terlalu banyak keburukan manusia, wajar jika ada sedikit kecurigaan.
"Mengapa Bapak menyelamatkuku?"
Orang tua itu membentak pelan, "Masih sempat berpikir macam-macam?! Jangan banyak tanya. Aku sama sekali tak punya niat jahat. Setelah kabur dari Kota Kaiyuan, segera kembali ke Kota Kejahatan bersama Kevin dan kawan-kawan. Akademi Shenfeng akan melindungimu."
Mendengar ini, Chen Nan tertegun sejenak. Akademi Shenfeng akan melindunginya? Ini benar-benar membuatnya tidak mengerti.
Dengan suara terendah, orang tua itu berkata, "Akademi Shenfeng sedang melakukan penelitian penting yang akan memerlukan bantuanmu di masa depan. Kami sama sekali tidak akan membiarkan siapapun menyakitimu. Memang terdengar blak-blakan dan oportunis, tapi inilah kebenarannya. Percayalah, Akademi Shenfeng tidak punya sedikitpun niat buruk padamu."
Ketulusan Yang Lin mengungkap rahasia ini membuat rasa hormat Chen Nan melambung. Dengan suara mantap dia menjawab, "Baik. Jika penelitian akademi ini bisa kuyakini di kemudian hari, pasti akan kubicarakan tenagaku."
Di bawah komando jenderal paruh baya itu, pasukan berkuda terus menerjang bagai ombak. Mayat berserakan di lapangan bagaikan hamparan permadani merah.
Pada saat itu, lolongan panjang terdengar dari kejauhan, suara menggelegar seperti petir bergema di udara: "Siapa orang gila yang berani membuat onar di negara Jin? Berani melawan pasukan kekaisaran di ibukota, apakah Jin tidak punya orang?!"
Banyak pasukan kuda hampir terjatuh dari tunggangan, pasukan infantri saling berpegangan, bahkan para praktisi yang menyaksikan pertempuran merasakan darah mendidih dalam tubuh mereka.
Yang Lin berteriak: "Bahaya, ini monster tua dari Akademi Xianwu yang level kultivasinya hampir mencapai Tier 5! Hari ini kau membunuh seorang bangsawan yang adalah muridnya. Tak kusangka ahli pertama yang datang dari Akademi Xianwu adalah dia, cepat ikut aku pergi!"
Yang Lin menarik Chen Nan untuk bergegas maju. Si tua tampak menyadari keseriusan situasi, serangannya kini tak kenal ampun - setiap tamparannya menghancurkan beberapa pasukan berkuda.
Keduanya berjuang mati-matian menerobos kepungan. Saat ini mata Chen Nan sudah memerah oleh pembantaian, ia tak tahu berapa orang telah dibunuhnya, sampai mata pedangnya pun sudah bengkok.
"Semua minggir! Akan kulihat siapa berani congkak seperti ini!" Sorot mata seorang pria setengah baya berjanggut putih melayang sejauh belasan zhang, terbang di atas pasukan kuda menuju arena.
Si tua melirik dingin ke arah Yang Lin, lalu menatap tak berkedip ke Chen Nan. Gelombang tekanan tak kasat mata menyergap Chen Nan, getaran mengerikan yang memenuhi seluruh alun-alun!
“Kau pemuda yang PANAH PEMBURU NAGA itu? Hmph, hebat juga, berani-beraninya pamer kekuatan di negara Jin lagi.” Suaranya tiba-tiba berubah keras: “Apa kau meremehkan negara Jin tak punya orang kompeten?!”
Chen Nan menjawab tenang: “Perbuatanku hari ini disaksikan semua yang hadir. Para preman itu layak mati! Sedangkan pasukan yang kubunuh, itu murni untuk membela diri.”
Saat mendengar “preman itu layak mati”, urat di dahi sang senior berdenyut-denyut. Dengan marah ia membentak: “Jangan banyak alasan! Hari ini kau telah membunuh begitu banyak orang di ibukota Jin. Lao Fu takkan biarkan kau pergi hidup-hidup! Aku bukan pejabat, tapi sebagai pribadi akan menumpasmu. Ingat namaku, Tao Ran! Jangan mati jadi hantu bodoh!” Terlihat jelas Tao Ran masih mempertimbangkan status Chen Nan sebagai Prajurit Pelindung Negara Chu.
Chen Nan membaca situasi dengan jeli. Ia tahu sang senior berniat membunuhnya. Tapi ia takkan menyia-nyiakan kesempatan kabur. Dengan suara rendah ia mencibir: “Jangan sok tua! Kau benar-benar pikun atau naif? Aku Prajurit Pelindung Negara Chu. Jika tewas dikepung orang tak tahu malu di ibukota Jin, apa konsekuensinya? Meski tak penting di Chu, demi harga diri negara, pasti mereka takkan diam! Negara Jin bersiaplah hadapi serangan kota!”
Ekspresi Tao Ran berubah-ubah, akhirnya dia berbisik sinis: "Jangan berlebihan menakut-nakuti. Demi satu orang sepertimu, negara Chu akan memulai perang? Hmph, hari ini aku akan coba membunuhmu!"
Chen Nan menyadari gertakan penipuannya telah gagal. Dengan sigap dia mempersiapkan diri untuk pertempuran.
Tao Ran berpura-pura tampil heroik, berteriak: "Tidak menghukum penjahat sepertimu adalah melawan hukum langit! Hari ini Lao Fu akan menjalankan keadilan!" Energi dahsyat memancar dari tubuhnya saat dia mengayunkan telapak tangan ke arah Chen Nan.
Gelombang kekuatan seperti longsoran melanda seluruh arena. Energi sebesar tsunami mengamuk tak terkendali. Ini jelas di luar kemampuan Chen Nan. Yang Lin di sampingnya buru-buru mengangkat kedua tangan untuk menahan serangan, sementara Chen Nan mengayunkan pedangnya sekuat tenaga.
Namun kekuatan setara Tier 5 ini mustahil ditahan berdua. Energi raksasa itu menerobos pertahanan telapak tangan dan kilatan pedang mereka seperti sungai yang meluap.
Mungkin Yang Lin masih bisa bertahan, tapi Chen Nan pasti takkan selamat. Yang Lin buru-buru menariknya mundur. Tapi di tengah proses mundur, Chen Nan melepaskan genggaman Yang Lin dan berputar cepat. Dia tak boleh membiarkan dada tempat bayi Xichen terpapar energi mematikan ini - satu kesalahan kecil akan menjadi penyesalan seumur hidup.
Namun karena penundaan ini, tenaga telapak tangan dahsyat dari Tao Ran yang membombardir telah tiba. Punggung Chen Nan dihantam keras oleh kekuatan dahsyat. Dia memuntahkan darah dan terlempar ke udara, terbang sejauh 7-8 zhang sebelum jatuh ke tanah. Darah terus memancur deras dari mulutnya.
Chen Nan merasakan organ dalamnya seolah hancur berkeping. Dia terus-menerus batuk darah. Dia tidak tahu seberapa parah lukanya, bahkan tidak yakin apakah bisa bertahan hidup. Tapi dia merasa bersyukur - andai saja tidak sempat membalikkan badan tepat waktu, Xiao Chenxi mungkin tidak akan selamat.
"Kakak..." Chenxi kecil di pelukannya telah membuka mata. Wajahnya basah oleh air mata. Dengan panik, dia mengulurkan kedua pemain pendukungnya untuk menutup mulut sang kakak, tapi darah tetap mengalir deras melalui celah jemari kecilnya.
Chenxi seakan menyadari sesuatu. Dia memeluk leher Chen Nan erat sambil berteriak histeris: "Kakak... Jangan tinggalkan aku... Kau janji akan menjagaku seumur hidup... Uuuu..."
Tangisan pilu gadis kecil itu membuat para penonton di luar arena tersentuh. Simpati mereka terhadap kedua kakak-beradik ini membanjir tak terbendung.
Yang Lin memandang Chen Nan dengan cemas. Tak seorang pun memahami lebih baik daripada dirinya betapa mengerikannya kekuatan telapak tangan tadi - itu adalah serangan total dari monster tua yang hampir mencapai level Tier 5! Bagi ahli biasa, tubuh mereka pasti sudah menjadi tumpukan tulang. Dia tidak tahu seberapa parah luka Chen Nan, tidak tahu apakah pemuda itu masih bisa bertahan!
Chen Nan kembali batuk mengeluarkan lima enam kali darah segar, akhirnya bisa berbicara. Ia membersihkan busa darah di sudut bibirnya, tersenyum paksa: "Chenxi sayang, jangan nangis! Kakak baik-baik saja. Kakak pernah bersumpah akan melihatmu tumbuh bahagia, lalu menyaksikanmu menikah dengan bahagia. Sebelum itu, kakak takkan pernah meninggalkanmu, takkan mengabaikanmu..." Di tengah kalimat, ia hampir muntah darah lagi namun berhasil menahannya.
Chenxi menangis tersedu: "Kakak jangan bohongi aku, kakak jangan pernah tinggalkan aku..."
Chen Nan memaksakan semangatnya, berpura-pura tersenyum: "Kakak takkan pernah meninggalkanmu. Jangan takut, Chenxi! Ini salah kakak. Baru saja membawamu keluar dari pegunungan, sudah membuatmu menderita dan melihat keburukan dunia. Tapi penderitaan di masa kecil justru akan menjadi kekayaan berharga untuk pertumbuhanmu. Jangan nangis, jangan takut, kakak selalu di sitemu, selalu melindungi..." Batuk keras menyergapnya, tiga kali muntah darah segar.
