"Peti kristal di udara terus memancarkan cahaya pelangi. Ruang pemanfaatan dipenuhi kilauan, kelopak-kelopak indah bertebaran mengelilingi peti. Aroma harum yang menyegarkan jiwa membuat semua orang mabuk kepayang."
"Kecantikan gadis dalam peti kristal itu melampaui dunia fana. Tak tersentuh aroma mortal, ia bagaikan sprite dengan pesona yang membangkitkan ribuan khayalan, tapi tak tersisa setitik niat menodai."
Hanya saja, segalanya berubah seketika saat gadis itu membuka matanya. Dua sinar merah darah menembus langit, cahaya darah yang dingin menusuk tulang membuat orang gemetar tak terkendali. Dua pancaran darah dingin itu menyapu pandang semua orang, di mana pun melintas, semua yang terkena merasakan hawa dingin mencekam.
Chen Nan menatap peti kristal di udara sambil mengamati wajah dewi tak tertandingi di dalamnya. Ia mendengar suara hatinya hancur berkeping. Dunia di hadapannya terasa suram, seolah ia kehilangan seluruh semesta. Perasaan putus asa menyelimutinya, hampir membuatnya pingsan.
"Dorr"
Chen Nan membuka mulut dan muntah darah seguyur. Matanya merah menyala, rambutnya menggila liar. Ia mendongakkan kepala ke langit sambil berteriak keras: "Aaaah... Mengapa?!"
"Mengapa?! Mengapa semua ini harus terjadi?!"
"Langit, betapa kejamnya kau!"
"Yuxin... Yuxin!"
"Mengapa Yuxin-ku menjadi Raja Mayat jahat? Mengapa? Mengapa?!"
"Kembalikan Yuxin-ku... Kembalikan Yuxin!"
Chen Nan menjerit pilu ke langit.
Sumpah setia di bukit-bukit dulu masih bergema di telinga, senyum dan suara manisnya masih jelas terbayang, keterikatan batin mereka masih terasa sampai kini.
Namun pertemuan kembali ini justru memisahkan mereka selamanya dalam hidup dan mati!
Jika bukan karena tatapan mata merah darah yang mistis itu, kecantikan surgawinya masih sama seperti dulu. Wajah ayu bak bunga mekar itu masih secantik 10.000 tahun lalu, tetap yang tercantik di jagat raya.
Alis melengkung indah, hidung mungil tegap, bibir merah merona, gigi seputih giok, sudut bibirnya yang manis sedikit terangkat, memancarkan kesan naif sekaligus lincah.
Namun, ini jelas bukan Yuxin dari 10.000 tahun silam. Kesadaran Yuxin telah lama terkubur, tubuh yang ada sekarang bukan lagi "dia" yang dulu.
Air mata mengaburkan penglihatan Chen Nan. Ia menangis dalam diam, saat ini ia terlihat rapuh seperti anak kecil, hatinya remuk redam, tubuhnya nyaris tumbang.
Sepuluh tahun hidup-mati terpisah kabur, tak terpikirkan, namun tak terlupakan.
Makam sepi berjarak seribu li, tak ada tempat mengadu nestapa.
Andai pun bertemu mungkin tak saling kenal, debu menutupi wajah, pelipis memutih seperti embun beku.
Malam tiba dalam mimpi tiba-tiba pulang kampung, jendela kecil, sedang berdandan.
Saling pandang tanpa kata, hanya ribuan garis air mata.
Tahu pasti tempat usus terputus tiap tahun: malam bulan purnama, bukit pinus pendek.
Air mata mengalir tanpa suara di pipi Chen Nan. Meski tahu gadis di udara itu bukan lagi kecantikan masa lalu, matanya tetap tertancap padanya, menahan siksaan seperti digerogoti ribuan semut.
Kenangan lalu seperti asap, mengapa selalu melingkupi hatiku? Kenangan menjadi angin, mengapa arahnya tak menentu, terus bergerak dalam kalbuku?
Di tengah keriuhan kehidupan modern, dalam hati Chen Nan terasa kesepian dan kesedihan yang mendalam. Segala yang ada di sekitarnya terasa seperti ilusi belaka, yang setiap saat bisa menghilang bagai kembang api. Perilaku "nakal"-nya di masa lalu hanyalah upaya untuk melupakan ingatan yang telah lama terpendam dan diri yang kesepian...
Namun kini, mimpi itu telah sirna, hati hancur berderai. Luka terdalam yang tak pernah terlupakan kembali terkoyak hari ini.
Bagai fatamorgana, bayangan Yuxin muncul perlahan dari relung hatinya. Senyum dan suara manisnya di masa lalu semakin jelas, kenangan demi kenangan seolah baru terjadi kemarin.
Pertemuan, kebersamaan, pengorbanan...
Chen Nan takkan pernah lupa, di malam gelap gulita saat raja iblis Dongfang Xiaotian menyerbu kediaman keluarga Chen, Yuxin dengan gigih melindunginya dan rela mati sebagai pengganti.
Kenangan itu begitu nyata. Berbagai perasaan haru di masa lalu muncul satu per satu di hadapannya. Akhirnya, semua momen kebersamaan dengan Yuxin bermuara pada kalimat terakhirnya yang mengharukan: "Ketika kau sudah tua nanti... jika masih bisa mengingat seorang gadis bernama Yuxin..."
Sepuluh ribu tahun telah berlalu. Chen Nan bangkit kembali dari Makam Dewa Kuno, sebuah keajaiban yang tak bisa dia pahami. Laut berubah jadi ladang, waktu terus bergulir, namun dalam hatinya tak pernah pudar bayangan "dia".
Memberi secercah harapan, menumbuhkan sedikit ekspektasi. Ia tetap tak mau percaya bahwa Yuxin telah menghilang.
Namun seiring waktu yang kejam, akhirnya dengan gelisah dan cemas ia menuju ke Peninggalan Kuno Para Dewa Lembah Bunga Ratusan. Ingin mengakhiri segala yang terjadi 10.000 tahun lalu, tak disangka justru menyaksikan kelahiran spiritual Xiao Chenxi.
Kemunculan Chenxi bagai mata air kehidupan yang membanjiri hatinya. Tak ingin mengungkap siapa sebenarnya Xiao Chenxi, ia memilih menyimpan secercah harapan abadi.
Namun segalanya hancur berantakan di saat ini. Yuxin yang baik dan polos ternyata telah berubah jelma menjadi Raja Mayat Jahat.
Apa yang sebenarnya terjadi 10.000 tahun silam? Apakah Yuxin berhasil melewati ujian kematian di Lembah Bunga Ratusan? Lalu pergi dari sana? Tapi justru jatuh ke tangan Sekte Pengendali Mayat, diubah menjadi Raja Mayat terkutuk?
Jika Yuxin telah tiada, lalu siapa Xiao Chenxi sebenarnya?
Ribuan teka-teki memenuhi benak Chen Nan, tapi tak ada ruang untuk berpikir. Dengan pilu, ia menatap sosok paling familiar yang kini bagai orang asing di udara. Air mata mengalir deras, hatinya remuk redam tersayat pedang kepedihan.
Dekat tapi tak terjangkau, jauh tapi terasa dekat!
Kekasih masa lalu berdiri di hadapan, namun saling tak mengenali. Hidup dan mati memisahkan, pertemuan tanpa pengenalan, hanya derai air mata berjuta.
Tak ingin mengenang, tapi takkan pernah terlupa!
Realita terlalu kejam. Kekasih yang pernah bersumpah setia, setelah 10.000 tahun justru bertemu dalam keadaan seperti ini. Saat itu juga, hati Chen Nan hancur berkeping. Putus asa total, ingin saja menghantam ubun-ubunnya sendiri untuk mengakhiri segalanya.
Hanya saja, kobaran kemarahan menyala-nyala di dasar hatinya. Seluruh tubuhnya memancarkan sinar hitam kelam yang mengerikan. Kulitnya seolah diselimuti nyala api neraka yang berkobar dahsyat.
Chen Nan murka luar biasa, rambut acak-acakannya berdiri tegak. Kemarahannya siap membakar habis sembilan langit!
"Bajingan Ganshi Pai! Aku akan menggiling tulang kakek moyang kalian menjadi abu! Jika dia jadi dewa, aku akan naik ke langit! Jika dia masuk ke bumi, aku akan menyelam ke neraka! Kubuat dia takkan bereinkarnasi selamanya!"
Semua praktisi terperanjat. Orang-orang menatap Chen Nan dengan heran, melihatnya bertingkah gila-gilaan. Tak seorang pun mengerti apa yang terjadi. Arena sunyi senyap, semua pandangan tertuju pada Chen Nan.
Anggota Ganshi Pai saling pandang lalu menggeleng. Pemuda di depan mereka terlihat punya dendam pribadi yang dalam dengan Ganshi Pai, tapi mereka sungguh tak tahu alasannya. Bukannya dia yang pernah memenggal malaikat jatuh mereka? Secara logis, dialah yang berutang. Belum lagi mereka menagih, malah dia yang nekat datang.
Para ahli Ganshi Pai memandang Chen Nan dengan dingin, ingin melihat langkah apa yang akan dia ambil selanjutnya. Mereka sudah lama ingin "berbicara" dengannya. Ini momen emas.
Namun, tepat pada saat itu, cahaya terang peti kristal di udara berkedip keras sekali. Di dalam peti, gadis dengan kecantikan surgawi yang luar biasa itu mengarahkan pandangan matanya yang memancarkan aura darah ke arah Chen Nan. Dari bibir merahnya yang mungil, terdengar suara lembut: "Hah…"
Sebuah not sederhana ini bagaikan melodi ilahi dari langit dan bumi. Saat terdengar di telinga semua orang, terasa seperti hati yang hangat diterpa angin semi. Setiap hati menjadi lega, menghilangkan aura dingin menusuk tulang yang sebelumnya menyelimuti. Semua orang menghela napas lega dengan nyaman.
Mage Arwah Leon akhirnya bisa bergerak kembali saat ini. Sejak kemunculan peti kristal, tubuhnya terkunci dan kehilangan kontak dengan roh dewanya. Dalam hitungan menit, dia dilanda kegelisahan dan ketakutan luar biasa. Begitu mobilitasnya pulih, dia segera memanggil kembali roh bersayap enam-nya, Gary, yang masih terpaku di Void, lalu menyimpannya ke dalam kotak penyimpanan. Baru setelah itu dia menghela napas panjang.
Tiba-tiba, peti kristal transparan di udara memancarkan cahaya pelangi berkilauan. Cahaya fajar 10.000 jalur dan 1.000 pancaran indah menghiasi langit. Kelopak bunga tak terhitung berhamburan bagai salju, menciptakan pemandangan surgawi yang damai seolah bidadari turun ke bumi.
Kilau pelangi menyambar. Gadis itu mengendarai peti kristalnya melintasi jembatan pelangi di angkasa. Dengan suara "swisss", mereka bergerak cepat mendekati Chen Nan.
Peti kristal melayang diam di depan Chen Nan. Gadis berwajha menakjubkan itu, sorot mata merah dinginnya perlahan memudar, memperlihatkan sepasang bola mata hitam yang berkilau. Matanya yang jernih dipenuhi Sorot Mata Bijaksana, ia menatap Chen Nan dengan khidmat, perlahan menunjukkan ekspresi kebingungan, bergumam pelan: "Terasa familiar..."
Suaranya merdu seperti suara surgawi, terdengar kekanak-kanakan seperti gadis kecil yang tak paham fakta. Ada nuansa kebingungan, keceriaan, dan kenakalan polos.
Chen Nan sudah tak merasakan sakit hati lagi. Rasa getir yang tak terungkap membuatnya hampir gila. Bertemu tapi tak saling mengenal – itu tubuh Yuxin, tapi kesadaran siapa yang menghuninya?
Saat ini, yang bisa dilakukannya hanyalah menitikkan air mata diam-diam. Tak pernah terbayang akan ada hari di mana dirinya serapuh ini, bahkan seperti anak kecil yang ingin menangis sejadi-jadinya.
"Kau siapa?" Gadis itu terlihat sedikit bingung, sedikit penasaran. Memandangi Chen Nan yang hancur hati, ia bertanya lembut: "Apa kita saling kenal? Kau tahu siapa aku?"
Ucapannya terdengar polos luar biasa, masih menyisakan kesan kekanak-kanakan.
Penglihatan Chen Nan berkunang-kunang. Bayangan yang selalu menghantui pikirannya kini ada di depan mata. Hatinya teriris pedih, terisak ia menjawab: "Aku Chen Nan... Kau Yuxin... Takkan pernah kulupakanmu... Tapi kau pun takkan pernah lagi mengingat siapa diriku..."
"Chen Nan? Nama yang sangat familiar. Yuxin? Juga terdengar familiar, tapi kenapa aku tidak bisa mengingatnya?" Wajah dewi gadis itu dipenuhi kebingungan, pipi polosnya yang anggun terlihat sangat menggemaskan.
Namun, di mata Chen Nan, pemandangan ini justru menyiksa hatinya.
