Sumber Kehidupan, harta legendaris ini, jika ada kemungkinan mendapatkannya, bahkan ahli Tier Langit rela merunduk. Tapi ia bagai bunga ilusi, rembulan di kolam—memberi angan tak terhingga namun tak terjangkau.
Hari ini, dengan volume pertama <> sebagai uang muka, Chen Nan akhirnya memperoleh petunjuk penting dari mulut Fa Zu.
Untuk mendapatkan kelanjutan teknik <>, Fa Zu juga rela mengeluarkan modal besar, memutuskan menemani Chen Nan menyusuri Xiao Liu Dao yang berisiko.
Raja De Meng dari Dunia Kelima ikut serta, terlihat dia ingin mencoba namun enggan memenuhi syarat ketat, akhirnya hanya mengikuti untuk mengamati kemungkinan munculnya kesempatan.
Da Mo, Xuan Zang, Qian Long, Nan Gong Xian'er, Long Wu bersikeras ikut. Bahkan Xiang Tian si Raja Iblis Junior Huntian yang ambigu hubungannya, Dong Fang Chang Ming yang bangkit setelah 10.000 tahun tidur, dan Li Ruolan si gadis gila haus perang—semua ingin melihat langsung.
Naga Sakti Ungu-Emas, Bayi Naga, dan bayi Phoenix pasti ikut. Long Er menempel di belakang Chen Nan bagai bayangan, takut dia pergi sendirian lagi.
Qingchan Gumo, Buddha, serta raja-raja tua dari beberapa Tempat Suci Aliran Sesat juga ingin pergi melihat.
Leluhur Hukum memilih ratusan ahli dari wilayah suci, pasukan besar yang bergerak cepat tiba di Hutan Abadi dunia manusia.
Ini adalah hutan purba tak bertepi yang mencakup sebagian besar wilayah Benua Barat, tak pernah ada yang berhasil menembus seluruh hutan ini.
Sedangkan Hutan Abadi sendiri terletak di kedalaman hutan purba tersebut.
Tentu, Hutan Abadi yang dimaksud tidak menempati area luas di hutan ini. Ia merupakan dunia terpisah, zona tumpang tindih dimensi. Area di kedalaman hutan purba hanyalah titik masuk yang menghubungkannya dengan dunia manusia.
Hutan Terlarang Abadi terlihat muram. Meski diterpa sinar matahari tengah hari, semua orang merasakan hawa mengerikan yang menusuk. Di sana seolah bergelayut bayangan-bayangan iblis. Semakin diamati, justru semakin tak jelas. Bahkan para dewa pun mentalnya terganggu.
Dari kejauhan pegunungan terdengar lolongan monyet dan auman harimau, namun pintu masuk Hutan Abadi di depan mata justru sunyi senyap. Padahal matahari menyengat tanpa penghalang, area itu seolah tersembunyi dalam bayangan raksasa – bagai tanah mati yang luas dan senyap!
Saat semua orang hendak masuk, tiba-tiba muncul gumpalan awan di langit jauh. Sekelompok kultivator mendekat dengan cepat.
"Sepupu!" teriak seorang pemuda dengan mata berkaca-kaca.
Chen Nan menoleh. Tamu tak terduga itu ternyata Li Daozhen, Dewa Raja Laut Timur yang tak dijumpainya selama bertahun-tahun. Setelah perpisahan tergesa di langit dulu, berbagai hal membuat mereka tak pernah bertemu lagi.
Selama 13 tahun terakhir, Li Daozhen berlatih di Atas Bulan. Kini, saat Chen Nan kembali setelah 13 tahun menghilang, Li Daozhen mendapat kabar. Dibawa bersama Kelompok Empat dan para anggota keluarga Chen yang dipercayakan Wu Zu, ia datang membantu.
Keduanya penuh perasaan. Reuni setelah 10.000 tahun terpisah, baru sekarang mereka bisa berbicara bebas. Namun di titik ini, ribuan kata seolah menguap.
Chen Nan memeluknya erat, lalu menepuk bahu sang sepupu. Semuanya tersirat dalam diam.
Di Hutan Abadi, rintangan pertama yang menghadang para kuat adalah "Huang Quan".
Di hutan sunyi, sungai kuning beraura jahat mengalir deras dengan gemuruh memekakkan. Air keruh seperti nanah mayat ini membuat semua yang melihatnya merinding ingin muntah.
Chen Nan dan alter ego iblisnya telah membuat kesepakatan rahasia. Dengan meminjam kekuatan alter ego untuk sementara, jiwa Chen Nan asli-lah yang akan dipersembahkan ke Menara Iblis jika Menara Ruang-Waktu ditemukan - hal yang justru diidamkan sang alter ego iblis.
Setelah tiba di sini, hal pertama yang dilakukan Chen Nan adalah memurnikan prasasti besar bertuliskan "Huang Quan" yang merupakan pecahan dari Perisai Kuno Shigandang. Dulu saat pertama kali datang ke sini, dia pernah mengambil satu bagian, namun masih ada yang tertinggal.
Cairan kuning Huang Quan yang bergolak bergemuruh seperti halilintar, memancarkan aura memuakkan. Bayangan-bayangan hantu terlihat samar, banyak tengkorak mengambang di dalamnya, namun tidak ada makhluk kematian yang berani keluar. Mereka sepertinya merasakan kekuatan luar biasa dari musuh yang datang kali ini.
Semua orang akhirnya sampai di Jembatan Naihe. Bukan karena mereka ingin berjalan kaki, tapi karena kendali energi di sini sangat kuat, memaksa mereka hanya bisa melewati Huang Quan melalui satu-satunya jalan yaitu jembatan ini.
Fa Zu, De Meng, dan Chen Nan memilih tidak menjadi masalah dengan tidak mencoba memecahkan kendali energi secara paksa.
Ratusan orang melintasi Jembatan Naihe yang seluruhnya terbuat dari tumpukan tulang putih, sampai di seberang. Pandangan mereka disambut hamparan merah darah tak berujung - Bunga Higan legendaris yang mekar di mana-mana, menyelimuti dunia depan dengan aura kesedihan yang begitu menyentuh hati.
Bunga Higan, mekar selama seribu tahun, layu selama seribu tahun. Bunga dan daun tak pernah bertemu, terpisah sepanjang zaman. Bunga Higan mekar di tepian akhirat, di depan Jembatan Naihe yang tak terelakkan. Mereka yang menuju Kerajaan Maut, melangkah di atas bunga-bunga pilu ini menuju penjara alam baka.
Di mana-mana terhampar rona merah yang memilukan, keindahannya jahat, menakutkan, dan tercekam dalam kesunyian, memancarkan kesedihan tak berujung dan kepiluan.
Lirih seruling menyayat hati, samar-samar dan redup, berdesir tertiup angin, meski hati para dewa sekeras besi, riak-riak kecil mulai mengganggu samudra hati mereka. Emosi sedih yang tak terbendung perlahan bergelayut di udara, menyebar ke semua orang.
Kelahiran, penuaan, penyakit, kematian; perpisahan pahit dan pertemuan bahagia. Hidup penuh penderitaan, hidup sarat kepedihan. Aura muram dan nestapa menyebar ke relung hati semua orang. Siapa yang tak punya kenangan pahit? Siapa yang tak pernah menitikkan air mata dalam kepedihan?
Nada seruling lembut nan sendu menusuk tepat ke bagian paling menyedihkan dan menyakitkan di hati. Seiring berjalannya waktu, semua dewa tanpa terkecuali mulai menitikkan air mata. Satu alunan seruling saja telah membuat para dewa menangis!
Setiap orang teringat momen paling pahit dalam hidup mereka masing-masing. Hati semua orang dipenuhi kepedihan yang tak terperi.
Dalam benak Naga Ungu-Emas, terpatri adegan terakhir Naga Pemula berlumuran darah yang tumbang di pelukannya. Si tua nakal itu diam-diam menitikkan air mata.
Bayi Naga si kecil yang nakal ini, meski biasanya ceria, kini matanya yang besar berkaca-kaca. Di kedalaman ingatan Naga Langit yang tersembunyi, bayangan-bayangan mulai muncul di hatinya. Telapak tangan raksasa menghampirinya, tubuh Naga Langit-nya langsung hancur...
Sejak itu ingatan tersegel, menghujam ke dalam dunia Earth Dragon. Makhluk lemah itu hidup dalam ketidaktahuan di pegunungan, melupakan masa lalu, dengan hati-hati bergaul dengan binatang buas, berebut makanan dengan monster buas... Burung punya bahasa burung, hewan punya bahasa hewan. Seekor Earth Dragon tua menampungnya, namun untuk melindunginya, sang Earth Dragon tua akhirnya dirobek dengan kejam oleh siluman ular buas...
Tangan mungil Long'er menggenggam erat ujung baju Chen Nan, wajah kecilnya basah oleh air mata, bibirnya bergumam: "Ayah, cepatlah kembali..."
Chen Nan, Fa Zu, dan De Meng tidak bertindak, karena mereka tidak merasakan sedikitpun hawa pembunuhan. Suara seruling yang menyayat hati ini sama sekali tidak mengandung kekuatan mematikan.
Meski tak ada air mata di wajah Chen Nan, di dalam hatinya terasa sangat menyakitkan. Lagu seruling yang pilu menyentuh pikirannya, perjalanan hidup yang penuh rintangan, goyah dan berliku, kenangan terdalam di hatinya tentang orang dan peristiwa satu persatu bermunculan. Bagaimana bisa dilupakan? Mustahil untuk dilupakan!
Di atas hamparan Bunga Higan yang tak berujung, siluet cantik menginjak kelopak bunga arwah. Tangan mungilnya memegang seruling giok di bibir, mendekat dengan aura melankolis. Wajah sempurna yang membuat matahari dan bulan redup ini ternoda jejak air mata, membuat siapa pun yang melihat turut merasakan kepedihan.
Dia dengan kesedihan, meniup seruling giok dengan lembut, berjalan melewati kerumunan, tidak ada yang bisa menghalanginya, karena dia hanyalah sebuah bayangan. Saat melewati para dewa, bayangannya yang sudah transparan perlahan menghilang, suara serulingnya pun ikut memudar.
Chen Nan menoleh, tak melihat apa-apa lagi. Hukum Leluhur memberi hormat ke arah bayangan yang menghilang itu dari kejauhan, berkata: "Saat Shen Dugu Baitian gugur dalam pertempuran terakhir, istrinya Dewi Bulan meniup melodi pilu untuk mengantar kepergiannya. Itu pasti bayangan roh Dewi Bulan yang tertinggal di bumi."
Di depan Bunga Higan, suasana hening sejenak. Para dewa sedang mengusap air mata di wajah mereka.
Adegan hari ini tidak pernah ditemui Chen Nan sebelumnya saat datang ke sini. Ini membuktikan Hutan Abadi menyimpan terlalu banyak rahasia, baru sedikit yang tersentuhnya. Kali ini, Bunga Higan yang muncul tidak berubah menjadi wujud jahat seperti sebelumnya, para dewa bisa melaluinya dengan lancar.
Jalan di depan terlihat, semua orang terus maju.
Tak lama kemudian, lautan darah yang sunyi senyap muncul di depan mata, tak bertepi tak terlihat ujungnya. Permukaan lautnya tenang tanpa riak.
Namun, aura darah seluas itu benar-benar mengerikan. Bahkan para dewa tak bisa menahan diri mengerutkan kening. Jika lautan darah ini nyata, berapa banyak darah makhluk hidup yang diperlukan? Sekedar membayangkannya saja sudah membuat merinding!
Sebuah prasasti raksasa berdiri tegak di tepi lautan darah, terukir dua kata bergaya kuno penuh kekuatan: "Laut Penderitaan".
Dua kata ini telah menjelaskan lokasi lautan darah di hadapan. Dua karakter kuno seolah memancarkan aura welas asih, seakan menasihati orang-orang untuk berbalik dari Laut Penderitaan, jangan terus dalam kesesatan.
Setelah tiba di sini, Fa Zu menunjukkan ekspresi tegang dan berkata: "Tempat ini tidak semudah yang sebelumnya. Ini adalah area vital di Enam Jalan Kecil. Lautan darah benar-benar nyata, terkumpul dari darah ratusan juta makhluk. Legenda mengatakan di masa lalu, sebagian darah semua orang yang mati akan terkonsentrasi di sini. Tentu, kita tak perlu menyelami sejarah tempat ini. Tapi semua harus waspada. Karena di lautan darah ini masih terkubur banyak kerangka kuat. Bisa jadi tulang kering kehidupan sebelumnya kita ada di dalamnya. Hmm, semoga Sang Penguasa Kegelapan sudah membersihkan sebagian besar, kalau tidak mungkin akan rumit..."
Mendengar ini, Chen Nan tak terbendung menatap Buddha di kerumunan. Dulu dia pernah menemukan kerangka inkarnasi sebelumnya Sang Buddha di sini.
Buddha merasa tidak nyaman ditatap Chen Nan, lalu melantunkan sutra: "Kulit busuk kehidupan lampau hamba yang tertinggal di dunia fana dulu pernah menjelajah ke sini, namun hilang tak berbekas..."
Chen Nan tak berkomentar, kembali memandang lautan darah. Menurutku kelancaran perjalanan sebelumnya berkat Diagram Tai Chi yang muncul untuk mengguncang. Jika tidak, siapa tahu karakter kuat macam apa yang akan muncul, mengingat yang pertama muncul adalah inkarnasi sebelumnya Sang Buddha!
"Kali ini, tentu saja Chen Nan, Fazu, dan Demeng yang memimpin di depan, semua orang mengikuti di belakang mereka."
Ketika ratusan orang bergerak muncul di atas lautan darah, kesunyian mencekam lautan darah tak lagi bisa dipertahankan. Lautan darah nan tak bertepi mendidih bagaikan air mendidih, ombaknya mengamuk dahsyat bergulung-gulung menciptakan semburan raksasa ke langit.
Gelombang darah tak berujung itu menyilaukan mata!
Di antara air darah yang bergolak, tak terhitung kerangka putih terapung-apung. Kontras merah dan putih ini, bahkan membuat para dewa merasakan aura mengerikan yang menusuk tulang sumsum!
Setelah terbang ratusan li ke dalam lautan darah, gelombang darah raksasa menerjang langit. Sungai darah tak berujung menghadang di depan para dewa, disusul raungan mengerikan.
"Auuung!!!"
Suaranya begitu mencekam, seakan hendak memecahkan gendang telinga manusia.
Lapisan demi lapisan gelombang darah berpisah, memperlihatkan kerangka raksasa setinggi sepuluh zhang. Sorot mata hijau pucatnya yang jahat, kontras dengan tulang putih dan darah merah, menciptakan kesan mistis yang mengerikan.
"Siapa berani masuk Laut Penderitaan? Aku Penguasa Wilayah Pertama Laut Penderitaan!" raungnya. Gelombang kekuatan spiritual dahsyat menerjang pikiran semua orang. Ombak darah bergulung-gulung, sementara di belakangnya muncul ribuan kerangka putih membentang bak lautan salju.
Chen Nan, Fazu, Demeng, dan orang-orang di belakang mereka tak bisa menahan diri untuk tidak terengah-engah. Tengkorak raksasa sebesar bukit ini ternyata adalah ahli level dewa!
Bisa dibayangkan betapa berbahayanya lautan darah ini!
Fazu tidak menghiraukan tulang tengkorak yang menghalangi jalan ini. Dengan ekspresi tegang, ia menatap kedalaman lautan darah yang tak berujung sambil bergumam: "Firasat buruk... Aku sepertinya merasakan aura beberapa kenalan..."
Saat ia berbicara, di jantung lautan darah, ombak mengamuk menerjang. Ribuan roh menjerit-jerit, sementara cakar tulang putih tak terhitung jumlahnya terus menyembul dari darah, mengayun liar bagai gila.
Raungan naga dahsyat bergema terus-menerus dari kejauhan, seakan langit runtuh dan bumi terbelah. Samar-samar terlihat potongan tulang raksasa sebesar gunung terus menyembur dari air laut, menyusun diri di angkasa!
Para dewa serentak berteriak kaget.
"Apakah itu Naga Langit?!"
"Kerangka Naga Langit?!"
"Jangan-jangan Naga Langit sedang direorganisasi?!"
……
Fazu terdiam lama, akhirnya menghela napas: "Bukan sekadar naga. Tepatnya——Knight Naga!"
