Tahun Enam Tianqi, Tang berperang dengan Yan. Pasukan Kanan pimpinan Jenderal Xia Hou terlambat sampai, ditegur keras istana. Jenderal melapor bertemu pasukan penyergap Yan di Huangfengling, mengejar setelah membasmi mereka sehingga terlambat.
Warga Chang'an tak tahu bahwa "pasukan penyergap Yan" yang dibantai Pasukan Kanan Xia Hou sebenarnya warga perbatasan kekaisaran di sekitar Huangfengling. Beberapa desa dibantai habis. Xia Hou menggunakan kepala pria desa sebagai pemimpin pasukan Yan, lalu menuduh orang Yan bertanggung jawab atas pembantaian itu.
"Seluruh desa dibantai, tak peduli di mana pun, pasti jadi hal besar. Terutama di Kekaisaran Tang Agung. Jadi pejabat tidak begitu saja percaya pada pembelaan Xiahou. Mereka mengirim petugas andalan untuk menyelidik. Tapi desa-desa itu sudah lama kosong, tak ada saksi mata. Petugas penyelidik juga bermasalah. Akhirnya kesimpulan resmi menyatakan laporan Xiahou benar adanya."
"Karena pembantaian desa itu, Negara Yan harus menyerahkan tanah subur di wilayah Hexi dan mengirim putra mahkota sebagai sandera untuk meredakan kemarahan orang Tang. Hanya sedikit yang tahu betapa pilunya teriakan ketidakadilan arwah warga yang dipenggal lalu dibakar di alam baka. Juga tak ada yang tahu ada remaja hitam kurus yang lolos dari desa itu."
"Remaja hitam kurus itu adalah Zhuo Er."
"Dia bertemu Ning Que di pinggiran Gunung Min, lalu dibawa pergi oleh seorang pertapa, hingga hari ini."
"Hei, sekarang kamu di tingkat meditasi apa? Bukou atau Dongxuan?"
"Wah, si idiot spiritual ini ternyata tahu konsep tingkat meditasi?"
"Tentu dong. Latihan spiritual kan hal sederhana yang memang buat idiot."
"Ning Que sebenarnya sedang pamer pengetahuan barunya di depan sahabat yang lama tak jumpa."
"Dongxuan apaan sih! Guruku yang malang terhormat saja baru masuk Bukou di hari kematiannya. Aku yang malang menyedihkan ini... masih merangkak di tingkat awal! Kalau nggak, ngapain jadi mata-mata sialan!"
Ning Que mengejeknya sambil berkata: “Entah apa yang dilihat orang tua itu darimu dulu. Aku mati-matian ingin ikut dia malah ditolak, tapi memilih batang arang hitam bodoh sepertimu ini.”
Zhuo Er secara mengejutkan tidak membantah. Setelah hening cukup lama, dia berkata: "Xiao Ningzi, sebenarnya sejak itu aku selalu berpikir - aku mengikuti Guru tapi tak belajar apapun. Kau yang begitu pintar, andai dulu kaulah yang mengikuti Guru pergi, mungkin akan lebih baik. Setidaknya takkan seperti nasibku sekarang, bertahun-tahun bergaul di kemah militer tapi tetap tak bisa mendekati Xiahou. Kabar dari pihak atas, bagaimana pun kucari, tetap tak bisa kudapatkan."
Ning Que menatapnya dengan tenang, tiba-tiba tersenyum dan berkata: "Siapa bilang kau tak mendapat informasi? Setidaknya sekarang kami tahu berapa kali Xiahou buang air besar dalam sehari, bukan?"
"Semua ini tak membantu sedikitpun dalam membunuhnya."
“Membantu.” Ning Que menatap matanya dengan sangat serius, berkata: “Dalam perjalanan kemari, aku membunuh satu kompi assassin bawahan Xiahou, semuanya harus mengandalkan kabar yang kau berikan selama ini.”
Zhuo Er sangat paham kemampuan teknis kompi assassin bawahan Xiahou, dia tertegun memandang remaja di hadapannya, agak bingung petualangan ajaib apa yang dialami preman ini selama tujuh tahun tidak bertemu hingga mampu melakukan hal seperti ini, tapi dia tidak mengungkapkan kebingungan dalam hati, hanya tersenyum bertanya: “Bagaimana rasanya pertama kali membunuh orang Xiahou?”
"Merasa baik-baik saja." Ning Que mengingat kembali sensasi saat tiga tebasan pisau itu melesat, berkata perlahan. Tiba-tiba ia mengerutkan alisnya, menatap wajah hitam legam Zhuo Er: "Kalau hubungan kita ketahuan orang, itu bakal masalah besar."
"Chang'an ini kota besar. Jangan kira kita bisa selalu melihat musuh. Dan kau harus paham satu hal: Bagi para orang penting itu, semua orang di Kediaman Jenderal sudah mati, desa kita juga sudah dibantai habis. Jadi pada dasarnya kau dan aku ini orang-orang yang tidak ada lagi, tentu takkan ada yang mewaspadai kita."
"Ngomong-ngomong, kau yang dulunya tukang serabutan pasukan khusus Jenderal Xiahou, kok bisa berubah jadi... apa itu namanya? Tukang pukul kelas emas Gang Ikan Emas?"
"Aku ikut atasan melapor ke ibukota. Tak disangka militer merekrutku jadi mata-mata. Oh ya, geng kita bukan Gang Ikan Emas, tapi Gang Naga Ikan. Atasan menyuruhku mematai-matai ketua geng, karena ada yang curiga dia punya hubungan dengan Kerajaan Yuelun. Kau tahu kan, banyak bisnis pejabat-pejabat istana bahkan pasokan logistik militer harus mengandalkan geng-geng ini untuk menjaga ketertiban. Kalau mereka berkolusi dengan negara musuh, masalahnya akan sangat serius."
“Pemimpin geng kami?” Ning Que mengerutkan kening menatapnya, berkata: “Empat karakter ini bermasalah, menunjukkan kau sangat menghormati sang pemimpin. Bahkan sekarang kau sudah menganggap diri sendiri sebagai tukang pukul andalan geng. Xiao Hei, kau harus sadar. Walau aku belum pernah jadi mata-mata, tapi sering melihat. Peran mata-mata tidak boleh terlibat perasaan. Begitu tersentuh emosi, akhirnya pasti berakhir mengenaskan.”
“Pemimpin geng kami adalah orang baik.” Zhuo Er menunduk, diam cukup lama. Kemudian dia mengangkat kepala memandang Ning Que dengan serius: “Sebenarnya... dia pasti sudah tahu identitasku, tapi tidak melakukan apapun padaku.”
Ning Que masih ingin membujuk, tapi Zhuo Er mengangkat tangan kanan dengan tegas menolak: “Dia adalah Mas yang sangat kuhormati. Jangan kau bujuk lagi. Sebaliknya, aku punya permintaan. Jika kelak terjadi sesuatu padaku, kuharap di waktu yang tepat kau bisa membalas kebaikan sebesar lautan untuk Mas ku.”
Ning Que terdiam, memandangnya dalam keheningan. Dia tidak tahu cerita apa yang terjadi di geng terbesar ibukota Chang'an itu. Tapi dari keseriusan Zhuo Er, timbul rasa penasarannya pada sang pemimpin geng. Bos dunia persilatan seperti apa yang bisa membuat Zhuo Er begitu tunduk, sampai mati pun masih khawatir tak bisa membalas budi?
Di akhir percakapan pertama mereka setelah tujuh tahun berpisah, kedua orang ini saling menceritakan situasi terkini secara singkat.
Zhuo Er mendengar peristiwa pembunuhan di Jalan Utara Gunung, tertegun bertanya: "Kesempatan sebaik ini, kenapa kau tidak mencoba merangkul sang Putri? Meski statusnya jauh di atas kita, tapi kalau kau mau memakai jurus memaksa-maksa seperti dulu ke Guru-ku, mana ada orang di dunia ini yang bisa menolakmu?"
Ning Que menggelengkan kepala, berkata tegas: "Tidak bisa, sang Putri itu terlihat bijak dan penuh pertimbangan, tapi sebenarnya naif, tolol, idiot. Mengikuti dia bisa-bisa nyawa kita melayang kapan saja."
Kedua belah pihak berpisah di warung makan kecil. Ning Que dan Sang Sang berangkat lebih dulu, kembali memulai ritual tanya jalan-tanya jalan lagi. Saat mereka hampir mencapai kompleks pasar tempat penginapan itu berada, hujan pun mulai rintik-rintik turun.
Dengan suara "plok", payung hitam besar mekar seperti bunga teratai hitam di atas kepala mereka, menahan rinai hujan. Sang Sang memegang erat gagang payung dengan kedua tangan, menengadah bertanya penuh kebingungan: "Kenapa kau selalu bilang sang Putri itu idiot? Sebenarnya Ia orang yang sangat baik..."
"Sangat baik ya..." Ning Que menatap jalan di balik tirai hujan, perlahan menggeleng.
Jalan Zhu Que yang lurus menuju istana utara awalnya berwarna abu-abu, namun setelah ditembus rintik hujan berubah menjadi hitam. Ning Que dan Sang Sang yang berdiri di tepi jalan memandangnya bagaikan pita satin hitam panjang nan lurus yang terpasang di dada kota Chang'an yang megah, indah khidmat namun membuat dada berdebar. Terutama lukisan Zhu Que di tengah Jalan Suci yang terukir di batu, dua bola matanya yang penuh wibawa menatap mereka seolah hendak terbang dari batu untuk membunuh.
Di bawah payung hitam, tuan dan pelayan itu serentak merasakan hawa kuno yang penuh niat membunuh. Ketakutan mengalir deras dari dasar hati mereka, membuat dua tangan yang tergenggam menjadi sedingin es, kaku tak mampu melangkah.
Mereka tetap bertahan berdiri di tepi jalan dengan payung Da Hei, tidak tahu berapa lama hingga akhirnya angin reda dan hujan berhenti. Sinar matahari kembali menyelimuti jalan panjang, orang-orang lalu lalang di sekeliling, barulah kesadaran mereka kembali.
Setelah dilihat lebih seksama, lukisan Zhu Que yang terukir dalam di jalan kekaisaran itu tidak menunjukkan keanehan sama sekali.
