Seperti keheningan setelah Qunimalti mengucapkan pertanyaan ini sebelumnya, bukan berarti tak ada yang meragukan ucapan Ning Que, melainkan tak ada yang berani meragukan ucapan Ning Que. Alasannya sama sederhananya: Bukan karena Ning Que memiliki reputasi suci nan agung, melainkan karena dia berada di urutan ke-13 di gunung belakang akademi, dengan seorang guru bernama Sang Guru.
Bagi manusia dunia fana, Kuil Xiling tentu tempat paling sakral dan khidmat. Sementara akademi di selatan ibu kota Chang'an Kekaisaran Tang adalah tempat paling mulia. Pasukan berkuda Kekaisaran Tang mengawasi dunia dengan gagah, negeri makmur berkat sebagian besar pejabat istana dan gubernur daerah berlatar belakang pendidikan akademi. Akademi biasa saja sudah menjadi sesuatu yang besar, apalagi legenda lantai atas Akademi?
Di lantai atas tinggal murid-murid langsung Sang Guru. Mereka jarang turun ke dunia fana, lambat laun menjadi tokoh-tokoh legenda. Sekali muncul, mereka bisa merendahkan raja dan melemahkan bangsawan. Bahkan terhadap pemimpin sekte-sekte atau orang penting Kuil pun mereka bisa seimbang melawan. Terhadap sosok seperti ini, siapa yang berani melontarkan keraguan?
Di sumber air panas tepi laut biru nila, Mo Shanshan pernah berkata pada rekan seperguruannya: "Ketenaran adalah sesuatu yang paling tak berdaya. Kekuatan hanya terletak pada kekuatan itu sendiri, seperti kuas dan tinta hanya ada pada esensinya." Maka dalam perdebatan tentang perampok berkuda di padang rumput di tenda musyawarah hari ini, meski perasaan sejati orang-orang condong pada murid Kolam Tinta, dan ia sendiri termasyhur di seluruh dunia, yang berdiri di hadapannya adalah Kuil Suci dan Negara Yue Lun. Tak seorang pun berani mempercayainya.
Kini yang mengucapkan kata-kata serupa adalah Ning Que. Di belakangnya berdiri dua puncak gunung tak tertandingi: Sang Guru dan Kekaisaran Tang. Maka di dalam tenda ini, yang memiliki kekuatan bicara paling besar pastilah dirinya.
Teriakan akhirnya meledak. Orang-orang di tenda musyawarah menatap Ning Que dengan tertegun hingga tak tahu harus berkata apa, hanya mengeluarkan desahan kagum yang tertahan namun tak terbendung. Kemudian semua suara menghilang kembali, tenda kembali sunyi seperti sebelumnya, hanya tersisa suara nafas yang mulai terengah-engah.
Bagi para praktisi kultivasi dari berbagai sekte, nama Ning Que sama sekali bukan hal asing. Meski pria ini baru di musim semi tahun ini tiba-tiba muncul di dunia bertapa yang dipenuhi energi vital nan indah, dengan cara yang tak terduga oleh siapa pun.
Di bawah instruksi diam-diam Imam Besar Divisi Judgement, Kuil Suci terus menyebarkan namanya. Seluruh pengikut Langit Tak Berpelukan di dunia segera mengetahui seorang bernama Ning Que yang pernah membantu ahli legenda lain dalam peristiwa Paviliun Angin Semi Chang'an semalam, membunuh seorang biksu Yuelun dan Guru Pedang Nanjin. Seluruh dunia mengetahui orang bernama Ning Que ini berhasil mengalahkan Pangeran Long Qing yang bersinar sempurna layak putra dewa dalam pertandingan di lantai atas Akademi.
Yang lebih menggetarkan dunia, semua orang mengetahui nama Ning Que muncul dalam jilid Ri dari Tujuh Jilid Kitab Langit. Meski tak seorang pun pernah melihat kitab itu, dan banyak yang meragukannya, namun karena kabar ini disebarkan ke dunia fana setelah mendapat persetujuan Kuil Xiling, maka mustahil itu palsu.
Baru masuk lantai atas Akademi, langsung menjadi penerus Ahli Jimat Dewa, bahkan berhak menuliskan namanya di Kitab Langit. Nasib yang begitu menggetarkan hati ini, bagaimana mungkin tidak membuat para praktisi kultivasi muda dari berbagai sekte di dalam tenda tertegun, menginspirasi rasa hormat sekaligus iri?
Entah karena peristiwa Paviliun Angin Semi tempo hari dan para korban di dalamnya, sorot mata Murid Paviliun Pedang Nan Jin dan biksu Kuil Pagoda Putih Yue Lun selain penuh hormat dan iri, juga menyembunyikan secercah permusuhan.
Yang paling terkejut sebenarnya adalah murid-murid Kompleks Kolam Tinta. Pipi Tian Mao Nu memerah pucat, matanya termangu menatap Ning Que, pupilnya yang terang dipenuhi kegembiraan dan ketidakpercayaan. Para gadis menutup bibir mereka erat-erat untuk menahan teriakan kaget.
Mereka awalnya mengira Ning Que hanyalah mahasiswa biasa dari akademi, tak menyangka dia ternyata murid langsung Sang Guru. Mengingat kembali pertemuan di sumber air panas, perjuangan bersama di padang gurun yang berlumuran darah, mereka hampir tak percaya dengan apa yang didengar.
Mo Shanshan terdiam sejenak mendengar nama itu. Tangan ahli kaligrafinya yang biasanya stabil seperti gunung, gemetar halus di balik lengan. Pipi bundarnya yang polos tetap tak berubah, hanya kerutan di sudut mata yang tiba-tiba menunjukkan kelelahan. Setelah mengembalikan pisau kecil ke pinggang Zhuo Zhihua, ia duduk membisu dengan tatapan kosong, tak lagi memandang Ning Que.
Ning Que tak menyadari perubahan emosi halus sang gadis. Setelah duduk di sebelah Jenderal Shu Cheng, ia hanya diam-diam mengamati Pemimpin Sekte Nubuat.
Karena ia tak lagi memandang Qunimalti, ekspresi bibi terhormat itu semakin suram dan tak karuan.
Sang Pemimpin Diviniasi Langit juga tidak memandangi Qunimalti. Ia menatap helai rambut perak yang melayang jatuh di depannya, tiba-tiba tersenyum tipis. Dengan cepat mengambil keputusan, ia berkata pada Ning Que: "Guru ke-13, bagaimana kau akan menangani hal ini?"
Mendengar sebutan "Guru ke-13", Ning Que tertegun sejenak. Awalnya ia mengira orang penting Kuil Suci ini sudah mengetahui identitasnya di perbatasan Yan Utara. Namun setelah mengingat suatu hal lain, barulah ia paham alasan di balik ini.
Dahulu ada sebuah gunung, di gunung itu terdapat akademi, di akademi itu tinggal Sang Guru - dia yang tertinggi... Bagi orang awam mungkin ini hanya pantun biasa, tapi bagi orang-orang penting di dunia bertapa, terutama bagi mereka yang mengetahui banyak rahasia sejarah seperti Pemimpin Divinasi ini, ini adalah kebenaran sejati yang tak perlu diragukan.
Ketinggian Sang Guru tentu bukan soal postur tubuh, walau memang ia tinggi. Bukan pula hanya tentang prinsip moral, tulisan filosofis, atau keadaan meditasinya yang tinggi, tapi juga generasinya yang paling senior.
Menurut perhitungan berdasarkan memori masa kecil Pendeta Agung Haotian dan sesepuh Kuil Rotten Ke, Sang Guru setidaknya telah hidup lebih dari seratus tahun. Seperti kata-kata sinisnya sendiri: "Hidup lama pasti memberi keuntungan, misalnya dalam hal generasi." Maka di dunia ini, tak ada lagi yang seangkatan dengannya.
Bahkan mereka yang seangkatan dengan murid Sang Guru pun dipercaya telah tiada, maka ketika Master Yan Se berbicara dengan shixiong kedua Jun Mo di gunung belakang akademi, terjadi perdebatan soal generasi. Karena itu, baik Kuil Suci maupun tokoh penting Buddhisme, saat menyebut penghuni gunung belakang akademi, tak pernah menggunakan sebutan generasi aliran resmi.
Akademi sendiri menghadapi masalah serupa. Kesenjangan generasi antara halaman depan dan gunung belakang terlalu besar. Untuk menghindari kemaluan yang tak terucapkan, terbentuk kebiasaan memanggil: para pengajar halaman depan menyebut penghuni gunung belakang dengan sebutan "Guru ke-[nomor]" sesuai urutan senioritas, seperti Guru Pertama dan Guru Kedua. Kebiasaan ini menyebar keluar akademi, namun karena penghuni gunung belakang jarang muncul di dunia, mungkin hanya orang penting Kuil yang masih ingat adat ini.
Maka, Ning Que adalah Guru ke-13.
Baik di kemah militer maupun dunia praktisi kultivasi kuat.
……
……
Ning Que bukan orang Tang tipikal, tapi sejak kecil masuk militer. Meski kini bukan lagi prajurit pinggiran, napas kemiliterannya masih melekat. Seumur hidupnya ia paling membenci bajingan yang tak menolong rekan seperjuangan dan perebut jasa perang. Di Dongshheng Zhai, ia tahu pasukan kavaleri Kuil pernah merebut jasa Batalyon Air Jernih. Masuk padang gurun, ia mengalami pertumpahan darah itu. Tak ada secuil pun simpati pada kavaleri Kuil. Sebagai Guru ke-13, wajar ada semangat nomor tiga belas. Walau tahu Sang Pemimpin Nubuat ingin mendengar jawaban tertentu, ia tetap tak menuruti kemauan lawan bicara.
Pemimpin Divisi Nubuat Kuil Suci terhening.
Sebagai orang penting Kuil, semestinya ia harus melindungi anggota Kuil. Namun beberapa tahun terakhir, Divisi Judgement melahirkan dua selebriti yakni Tao Chi dan Longqing, kemampuan teknis mereka berkembang pesat. Ditambah Divisi Cahaya yang harus rendah hati karena hal rahasia itu, membuat kesombongan Divisi Judgement dari atas hingga anak buah semakin menjadi-jadi. Sebagai Pemimpin Divisi Nubuat, ia telah lama tidak puas. Dalam hal hari ini, Ning Que berani menjamin reputasi akademi, maka ia mengikuti kecenderungan ini demi menjaga reputasi keadilan Kuil, tidak takut dicerca yang merusak harga diri Kuil, apalagi peduli akan cercaan dari Tao Chi dkk nanti.
Setelah isi hati mantap, ia menatap Ning Que dengan senyum tipis: "Komandan Pasukan Kavaleri Kuil Chen Bachi menerima 40 hukuman tongkat berduri, mengajukan pembebasan semua jabatan ke Takhta Suci Divisi Judgement. Pasukan kavaleri di bawahnya dihukum kerja paksa selama enam bulan di belakang Gunung Persik. Bagaimana pendapatmu?"
Hukuman ini tidak mencakup Qunimalti, apalagi Gila Bunga dan para siswa Akademi Tianyu. Tapi memang wajar, sekalipun sebagai Pemimpin Divisi Nubuat, ia tak bisa membuat keputusan apa pun.
Ning Que tahu tak bisa menuntut lebih, mengangguk dengan ekspresi lembut. Tentu ia tak lupa memuji sisi kebajikan dan kejujuran Kuil habis-habisan. Di saat seperti ini, ia sama sekali tak punya sikap sungkan sebagai murid Sang Guru.
Jenderal Shu Cheng mengelus janggutnya dengan lembut menyetujui. Maka hal ini pun mencapai kesimpulan akhir. Yang mengherankan, selama proses musyawarah, tak seorang pun yang bertanya pada pendapat Qunimalti.
Duduk di samping Jabatan Nubuat, Qunimalti yang tua wajahnya menghitam, tangan keriputnya yang mencengkeram sandaran kursi bergetar tak henti. Ia jelas bukan karena takut, melainkan hampir tak bisa menahan amarah yang mendidih di hatinya.
Mendengar hukuman 40 pukulan tongkat berduri, wajah Komandan Kavaleri Kuil Chen Bachi langsung memucat.
Tongkat berduri merupakan alat hukuman khusus internal kuil. Terbuat dari kayu pinus hitam dengan duri baja halus melilitnya. Legenda menyebutkan, Imam Besar Hakim pertama pernah memikul tongkat ini selama 20 tahun hingga mencapai pencerahan akan kebenaran Langit Tak Berpelukan. Sebagai bawahan Divisi Judgement, ia sangat paham legenda ini, juga betapa menyiksanya hukuman ini.
Bertahun-tahun ia mengikuti Pangeran Longqing berpatroli menumpas sisa-sisa Iblis Zong dan pengikut aliran sesat. Dulu ia sendiri yang menghajar para penjahat hingga lebih memilih mati, menyaksikan bunga darah mekar di punggung mereka, otot-otot yang membelit seperti rotan kasar. Tak pernah terbayang nasib ini akan menimpa dirinya sendiri.
Sebagai ahli tingkat Pemahaman Mendalam dengan pengaruh penting di Divisi Judgement, namun hierarki kuil tak bisa diganggu gugat. Begitu Jabatan Nubuat memutuskan, ia tak hanya tak berani melawan, bahkan mengeluh pun tak sampai hati. Hanya bisa menggigit gigi, patuh membiarkan petugas kuil menyeretnya keluar.
Praktisi Pemahaman Mendalam sangat kuat, namun tubuh mereka tak berbeda dengan orang biasa. Tak lama setelah suara berat terdengar di luar tenda, Chen Bachi sang Komandan pasukan kavaleri Kuil akhirnya tak bisa menahan jeritan sakit yang mengenaskan. Ia berusaha mengatupkan gigi agar tak berteriak, tak ingin mempermalukan Divisi Judgement. Namun di bawah tongkat berduri sang Hakim, bahkan gigi yang remuk sekalipun tak mampu menahan rasa sakit yang luar biasa itu.
Dentuman berat tongkat berduri di punggung berdaging, jeritan-jeritan menyayat, bahkan desisan kawat halus yang mencabik serat daging - semua suara ini membuat orang-orang di dalam tenda rapat merasakan dingin menjalar di tubuh mereka.
Mendengar suara-suara ini, gadis-gadis Dahe menggigit bibir mereka kencang. Mengenang adik seperguruan yang tewas di padang rumput, dada mereka yang selama ini sesak akhirnya terasa lega. Pandangan mereka beralih ke Ning Que di kejauhan, mata dipenuhi rasa terima kasih.
