Dendam, ketidakrelaan, kecemasan, ketakutan—perasaan-perasaan ini merupakan penghalang batin paling menakutkan bagi praktisi kultivasi. Bagai kayu bakar yang melayang di samping Jalan Tao, membentuk pagar bambu yang menghalangi angin segar dan tetesan air di luar. Jika kondisi ini bertahan terlalu lama, segala yang ada di dalam pagar akan layu perlahan.
Kegagalan mencapai gunung belakang akademi menjadi halangan pertama Pangeran Long Qing di jalan spiritualnya. Ning Que adalah kayu bakar di luar Jalan Tao sang pangeran. Tujuan utama perjalanannya ke padang gurun adalah menyingkirkan kayu ini. Banyak metode untuk menembus pagar batin—bertapa keras, merenungkan kitab suci, atau memaksa diri ke ujung tandas lalu meledak. Tapi cara termudah tetaplah menebas kayu-kayu itu menjadi serpihan kayu tertiup angin.
Maka ketika sang pangeran tahu kayu bernama Ning Que ini datang sendiri, harapan untuk menembus pagar batin pun menyala. Jalan Tao yang sempat kelam oleh debu dunia mulai bercahaya lagi. Dari dada dan perutnya menyembur aliran energi membara, hampir ingin meneriakkan gema ke hamparan gunung bagai samudra.
Pada sekejap itu, persepsinya tentang dunia berubah. Napas alam semesta mengalir lambat antara puncak salju dan batu hitam Hei Yan. Pola aliran rumit yang tak terucapkan itu tiba-tiba bisa dikuasai. Di kejauhan, di balik lembah terpencil, muncul pintu gerbang di udara jernih—jauh lebih nyata daripada penampakan sebelumnya.
“Mendorong pintu gerbang itu, melangkahi ambang pintu tersebut, seseorang akan memahami Tian Ming.”
“Pangeran Long Qing dengan tangan terkebelakang di balik jubah hitamnya, memandang penuh perasaan ke arah sana, lama terhening dalam diam.”
“Tak terasa berapa lama berlalu, perlahan ia mengalihkan pandangan ke sebatang pohon salju di sampingnya.”
“Seiring pandangannya, lapisan salju di ranting-ranting berubah menjadi air, tetesan yang membasahi ranting kering mengalir ke ujung dahan, lalu membeku menjadi butiran embun kristal yang segera membeku oleh angin gunung yang menusuk.”
“Dalam proses pembekuan tetesan air di ujung dahan itu, seolah ada pahat ukir ajaib di udara. Bukan membentuk lingkaran atau oval, melainkan merekah perlahan, kelopak demi kelopak terpisah hingga membentuk...”
“...sekelumit bunga persik transparan nan jernih, namun memancarkan kesan segar bak baru mekar.”
“Air murni yang tak berwarna membeku menjadi es, namun secara visual mampu memproyeksikan warna-warni, sungguh menakjubkan.”
“Pangeran Long Qing memandang tenang bunga es persik yang bergoyang tertiup angin di ujung dahan. Di wajah tampannya tak terlihat kesombongan atau kepuasan, alis tegasnya justru menyiratkan senyum sinis, lalu ia berbisik lirih:”
“‘Hanya kurang setengah momen.’”
“Sejak kembali dari Tang ke Xiling pada musim semi, dalam kereta kuda yang meninggalkan Kota Chang'an, ia pernah mengira akan segera masuk level Zhi Ming, bahkan mungkin mencapainya selama perjalanan. Namun peristiwa berikutnya menyadarkannya dari asumsi ini, memaksanya kembali tenang melanjutkan latihan bertapa.”
"Jalan bertapa yang panjang dan berliku, begitu dijalani tak bisa kembali. Awalnya berjalan sangat cepat, namun semakin lama semakin berbahaya. Ambang batas Zhi Ming yang memisahkan pertapa besar dengan praktisi biasa menjulang tinggi bagai awan, sangat sulit dipanjat. Meski telah melihatnya, untuk mendekati dan melampauinya, entah berapa lama waktu yang dibutuhkan."
"Namun Pangeran Long Qing tak sedikit pun merasa kecewa. Karena ia masih muda, ia telah melihat ambang batas itu. Dibandingkan mereka yang bertapa ratusan tahun tapi tak tahu letak gunung harta, ia punya hak penuh untuk somong. Terutama saat ini, ia tahu dirinya telah mendekati ambang itu selangkah lagi."
"Di saat penembusan, setiap langkah maju begitu sulit. Karena itu setiap kemajuan sedikit pun mampu menggugah hati bahkan memabukkan."
"Salju abadi di puluhan ranting pohon musim dingin meleleh seluruhnya, berkumpul di ujung dahan membentuk bunga persik kristal yang memantulkan cahaya langit. Keindahannya bagai bukan dari dunia fana."
"Tangan kanan Pangeran Long Qing yang putih seputih giok muncul dari lengan hitam, tiga jarinya menjepit lembut bunga es persik. Lama ia mengamatinya di bawah sinar matahari, lalu berbisik penuh heran: 'Long Qing, kau benar-benar hebat.'"
"Tiba-tiba dari kejauhan jalan setapak terdengar suara kekanak-kanakan penuh kejutan dan rasa ingin tahu."
"Apa wajah orang Zhongyuan selalu sekeras ini?"
Pangeran Long Qing merapikan senyumannya, menatap ke arah sana dengan tanpa ekspresi.
Di tebing gunung yang tertutup salju berdiri seorang gadis kecil dengan wajah kekanak-kanakan.
Gadis itu mengenakan banyak kulit hewan compang-camping yang membalut tubuhnya, sepatu bot hitam kotor di kakinya, topi kulit di kepala, rambut hitam panjangnya yang berkilau dikepang menjadi kuncir tebal yang menjuntai hingga lutut dan bergoyang-goyang, ekor binatang berbulu halus menutupi sebagian besar wajahnya namun tak bisa menyembunyikan kerutan kekanakan di sudut matanya.
Pangeran Long Qing tidak mendeteksi gelombang kekuatan pikiran dari gadis ini, alisnya sedikit berkerut. Jika dia orang biasa, bagaimana bisa muncul di pegunungan Tian Qi yang dingin menusuk tulang? Dan mengapa dirinya tidak menyadari kedatangannya?
Sebuah kemungkinan terlintas, matanya berbinar dingin: "Orang Liar yang Kembali ke Selatan?"
Gadis itu tampak baru berusia 15-16 tahun, pipinya memerah oleh hembusan angin gunung yang menggigit. Mendengar pertanyaannya, dia mengangguk keras: "Aku Tang Xiaotang, kamu siapa?"
Sang Pangeran tak menjawab, matanya tertuju pada makhluk putih berbulu di samping gadis itu: "Kelinci?"
Tang Xiaotang menggeleng: "Bukan, ini serigala kecil imut bernama Xiao Bai."
Pangeran Long Qing tak ingin berbasa-basi lagi dengan gadis liar ini. Jari-jarinya memainkan bunga persik es, bersiap mengembalikannya ke Kerajaan Langit Hao.
Si serigala salju kecil yang selama ini dengan tenang berjongkok di samping Tang Xiaotang tiba-tiba menegakkan tubuhnya dengan cakar depan menapak tanah, menggeram waspada ke arahnya. Tapi karena tubuhnya terlalu mungil, meski bulu putihnya mengembang seperti gumpalan salju besar, penampilannya justru terlihat semakin menggemaskan, sama sekali tidak menyeramkan.
Pangeran Long Qing teringat kuda putih pemberian tunangannya. Senyum tipis mengembang di sudut bibirnya. Dalam hati ia berencana setelah membunuh gadis kecil Suku Liar ini, harus menyelamatkan anak serigala langka itu untuk dihadiahkan padanya.
Tang Xiaotang sama sekali tidak gelisah dengan kewaspadaan anak serigalanya. Matanya yang hitam berkilat memancarkan keceriaan saat menatap Pangeran Long Qing: "Apa kau ingin membunuhku?"
Di tengah ganasnya pegunungan salju yang sepi dari manusia, seorang gadis manis 15-16 tahun bertanya dengan riang pada lelaki asing berhati jahat: "Apa kau ingin membunuhku?" - tanpa secuil pun rasa takut. Hanya ada dua kemungkinan: entah dia benar-benar polos, atau dialah sosok mengerikan yang sesungguhnya.
Pangeran Long Qing menyunggingkan senyum sinis. Ia teringat plot klise dalam novel klasik yang membosankan. Meski curiga gadis Suku Liar ini punya keanehan, tapi mustahil ada remaja seusianya di dunia ini yang mampu mengancam dirinya.
Sambil berpikir demikian, di depan matanya muncul warna merah yang sangat mencolok, seperti ikan koi mengibaskan ekor di danau. Warna merah itu muncul beberapa tahun lalu, mewakili kenangan yang sangat tidak menyenangkan baginya. Karena ingatan ini, perasaannya saat ini menjadi gelisah, ekspresi wajahnya semakin suram, wajah cantiknya perlahan berubah menjadi bunga es persik yang terjepit di sela jari.
Ia menatap Tang Xiaotang yang tanpa ekspresi dan berkata: "Sudah banyak sisa-sisa Iblis Zong kubunuh, tapi anggota Iblis Zong dari Orang Liar yang bermigrasi ke selatan belum pernah. Kau harus merasa terhormat, gadis kecil."
Tang Xiaotang terkikik-kikik, mengulurkan tangan mungilnya ke belakang punggung, memandang Pangeran Long Qing di bawah pohon jauh itu dengan riang: "Seperti serigala atau domba, sudah banyak hewan ternak kubunuh, tapi orang dari Kuil Suci belum pernah. Justru kau yang harus merasa terhormat."
Tertawa ringan itu melambangkan sikap meremehkan, sikap meremehkan berarti provokasi. Bagi Pangeran Long Qing, provokasi terhadap dirinya adalah penghinaan terhadap Kuil Suci dan ketidaksopanan pada Langit Tak Berpelukan. Maka amarahnya semakin membara, sementara ekspresinya semakin tenang.
Bagaimanapun diliat, ini pasti akan menjadi pertarungan satu arah, lebih mirip orang dewasa menganiaya gadis kecil. Tapi yang mengejutkan, yang pertama menyerang justru gadis kecil berpakaian kulit binhatan compang-camping itu.
Yang dikeluarkan Tang Xiaotang bukan tangan.
Melainkan kaki.
Ia menginjakkan kaki di tanah salju, meninggalkan jejak yang dalam seolah hendak menembus bumi. Namun sepatu hitam kotor yang tampak biasa itu hanya sedikit berubah bentuk tanpa pecah.
Kemudian Tang Xiaotang mulai berlari menuju pohon musim dingin yang rantingnya dipenuhi bunga persik es.
Setiap langkahnya mengguyurkan hamparan salju, membawa kekuatan dahsyat. Tubuh mungilnya bagaikan bukit kecil yang mengguncang tebing gunung hingga bergetar halus.
Bunga persik kristal yang jatuh dari ranting itu berhamburan menghantam tanah.
Tang Xiaotang menyapu badai salju dalam gerakannya.
Pangeran Long Qing menyipitkan pupil, tangan kanannya yang tergantung di luar jubah Tao hitam bergetar lembut. Gelombang energi vital alam semesta menggerakkan bunga-bunga es yang jatuh itu menjadi ribuan panah melesat menembus udara, tiba-tiba sudah mengelilingi tubuh Tang Xiaotang.
Bunga kristal ini memantulkan cahaya indah di bawah mentari, menciptakan rintangan berlapis di antara tebing. Di balik kelopak yang rapuh tersimpan kekuatan maha dahsyat.
Angin dingin menerpa wajah kecil Tang Xiaotang yang kemerahan, ekor binatang yang menutupi wajahnya berdesir kencang. Kecepatannya begitu tinggi hingga hampir tak terlihat mata telanjang, tak terbayangkan bagaimana tubuh kurusnya bisa menyimpan energi sebesar itu, apalagi memahami bagaimana kaki rampingnya tak patah pada kecepatan seperti ini.
Karena kecepatannya yang ekstrem, saat kembang es persik yang indah namun mengerikan muncul di hadapannya, jaraknya sudah sangat dekat dengan wajah kekanak-kanakannya. Pada kecepatan saat ini, mustahil untuk menghindar.
Sejak kecil Tang Xiaotang belajar bertarung dari kakaknya, sama sekali tak mengenal kata "menghindar".
Saat berlari kencang, tangan kanannya selalu terentang di belakang punggung. Kini melihat kembang es persik memenuhi langit, akhirnya dia menariknya keluar.
Dia mengeluarkan pisau melengkung raksasa berwarna merah darah.
Pisau melengkung ini terlihat sangat berlebihan, terutama jika dibandingkan dengan tubuh kurusnya. Mata pisaunya lebih merah dari darah, tak jelas sebelumnya di bagian tubuh mana senjata ini disembunyikan.
Pisau darah raksasa itu menebas udara dengan suara menderu.
Kembang es persik transparan pecah berderai, menjadi serpihan es yang bertebaran.
Ilmu Tao tingkat tinggi yang digunakan Pangeran Long Qing tentu tak sesederhana itu. Saat kembang es persik transparan itu pecah, semburan energi alam semesta yang dahsyat menyembur dari inti bunga es.
Namun saat itu, Tang Xiaotang sudah berlari sejauh belasan zhang, membelah bunga es persik kelima.
Bunga-bunga persik mekar, berubah menjadi butiran es tak berguna, jatuh tak berdaya ke tanah.
Tao yang terkandung dalam bunga persik, menghempas gelombang energi dahsyat di tebing gunung, menggetarkan serpihan salju dan batu hitam, namun sama sekali tak bisa mengejar kecepatan Tang Xiaotang, hanya mempertegas energi gadis kecil itu yang tampak begitu perkasa dan tak tertandingi.
Pisau darah raksasa di genggaman tangan mungil Tang Xiaotang membelah satu bunga persik, dua bunga persik, tiga bunga persik.
Lalu menghunjam di hadapan Pangeran Long Qing.
Mata Pangeran Long Qing tiba-tiba berkilat, bunga es persik di tangan kanannya yang pucat diayunkan lembut ke depan, menghadang mata pedang pisau darah itu. Kelopak transparan mekar seketika, mencapai puncak keindahan.
Mata pedang yang tajam.
Bunga es persik yang tampak rapuh.
Begitu bertemu.
Mengalahkan segala keindahan di dunia manusia.
Di tebing salju, energi alam semesta berguncang dahsyat.
Pohon musim dingin yang baru saja dipenuhi bunga persik, tercabik-cabik oleh turbulensi udara menjadi serpihan.
Pangeran Long Qing mendengus pelan, tak melangkah mundur sedetik pun.
Tapi pita rambut hitamnya tiba-tiba putus, rambut hitamnya mengurai seperti air terjun, terlihat agak kacau.
Tangan kanan pucat yang memegang bunga es persik itu, mulai bergetar halus.
Bunga persik es di sela jari itu muncul retakan sangat tipis.
Tang Xiaotang melompat lincah seperti burung menginjak awan asap, berputar di udara lalu mendarap lembut di hamparan salju.
Ia terkikik sambil menatap Pangeran Long Qing yang rambut hitamnya berantakan, "Kau memang tampan seperti gadis-gadis Negara Dahe di buku bordir, tapi sepertinya kau tidak jago berkelahi ya?"
Pangeran Long Qing menatap gadis suku liar itu, mengerahkan seluruh tenaga untuk menahan gemetar giginya akibat amarah. Setetes darah merembes dari sudut bibirnya.
Merah semerah putik bunga persik.
……
……
Helai rambut hitam bergerak perlahan di wajah pucat nan elok sang pangeran. Tatapannya dingin membeku, tangan di balik lengan hitam bergetar halus. Bunga persik yang retak tadi telah menghilang, sementara pedang suci pemberian Pendeta Agung di pinggangnya mulai berdengung pelan.
Tang Xiaotang menggaruk-garuk kepala melihatnya, "Tingkat meditasimu tinggi, tapi kau benar-benar payah bertarung. Bunga persikmu itu menarik, lebih baik dari pedangmu. Kalau mau beradu hujam langsung dengan golokku, ambil pedang di pinggang Pendeta Agungmu itu! Sekarang kau tinggalkan bunga persik malah pakai pedang, cuma akan mempercepat kematianmu."
Pangeran Long Qing perlahan menghapus darah di sudut bibir, tersenyum kecut, "Boleh dicoba."
“Tiba-tiba, pupil mata Tang Xiaotang yang jernih memancarkan kilau aneh. Bukan ketakutan atau kegembiraan, melainkan seolah ia mendeteksi sesuatu yang ganjil dan mengganggu sedang mendekat ke sini.”
“Hari ini tak ada waktu untuk uji coba, aku harus segera pergi karena ada urusan.”
Tang Xiaotang menatap Pangeran Long Qing berkata: “Tapi kuingatkan, gunung ini milik keluargaku. Jika masih kulihat orang Kuil Suci di sini, akan kubunuh satu per satu.”
Pangeran Long Qing juga merasakan napas yang melesat cepat dari kejauhan. Alisnya berkerut tanda kegelisahan, “Kau pikir bisa kabur hari ini?”
“Ketiga kalinya kukatakan: kau tak bisa berkelahi.”
Tang Xiaotang memandangnya dengan simpati: “Murid Sekte Daming ahli dalam lari. Kecuali kau mencapai tingkat Zhi Ming sekarang, mustahil mengejarku. Apa Kuil Suci tak mengajarkan ini?”
Suara jernih menggema dari kejauhan: “Tang Xiaotang, beranikah kau berhenti lari?”
Mendengar suara itu, Tang Xiaotang menggigil. Marah ia berteriak: “Yeh Hongyu si istri gila! Beranikah kau berhenti jahil!”
Ia berbalik dan lari bersama serigala putihnya, lebih cepat dari angin.
