Di bawah pohon itu di atas gunung, Imam Cahaya sebelum pergi memberikan Sang Sang sebuah kartu pinggang, mengusap kepala gadis itu dengan penuh kasih. Master Yan Se mengeluarkan sebuah benda dari dalam jubahnya dan menyerahkannya dengan sungguh-sungguh, disertai beberapa pesan terakhir.
Tak lama kemudian, kedua orang tua itu berubah menjadi dua genggam abu di tepi jurang. Sang Sang tentu takkan melupakan detail-detail itu, karena itu ia tahu apa yang diinginkan pejabat di hadapannya. Tapi ia berpura-pura tak mengerti.
Bukanlah Sang Sang pelayan cilik lincah yang mahir berkamuflase. Kepura-puraannya tak bisa lolos dari pengamatan Zhuge Wuren yang wajahnya semakin suram, seolah amarahnya akan meledak kapan saja.
He Mingchi berdehem pelan lalu menatapnya. Tatapan itu mengandung makna jelas - meski Pusat Formasi sangat penting, namun warisan Master Yan Se untuk Ning Que tak mungkin dirampas. Jika pemerintah ragu, lebih baik awasi Toko Kuas Tua ketat dan tunggu Ning Que kembali.
Zhuge Dewata mengerti maksudnya, berkata tenang: "Daozhang He, aku tahu kau pendamping belajar Pangeran Kedua. Tapi ingatlah, dia tetap pangeran. Dan kau... benarkah tak ingin menjadi Guru Negara Kekaisaran Tang?"
He Mingchi teringat bahwa Zhuge Dewata dekat dengan Permaisuri. Banyak orang di Chang'an tahu Ning Que sering bergaul dengan Putri Li Yu. Jangan-jangan masalah hari ini karena Permaisuri tak ingin Ning Que menjadi Guru Negara di masa depan?
Dia tersenyum getir sambil menggelengkan kepala. Karena lawan menyebut dirinya, awalnya tak ingin lagi mencampuri urusan ini. Namun teringat suatu hal, akhirnya tak kuasa berkata, "Tuan Zhuge, lebih baik kau jangan lupa siapa majikan Pelayan ini."
Zhuge Wuren hening sejenak, pupil matanya berkilat tekad. "Ini menyangkut keselamatan kekaisaran. Kuyakin bahkan akademi pun akan setuju dengan caraku. Apalagi aku tak pernah menghina Guru ke-13. Masak menginterogasi seorang pelayan bikin akademi marah? Kalau begitu, apakah pernyataan akademi tidak ikut campur urusan pemerintahan hanya omong kosong?"
Ia menatap Sang Sang dengan dingin. "Barang peninggalan Master Yan Se dan Singgasana Cahaya harus kau serahkan."
Saat itu Wang Jinglue kembali ke taman. Memandangi mereka berdua dengan sinis: "Sudah selesai interogasinya? Aku akan membawanya ke Kementerian Pertahanan."
He Mingchi bingung memandangnya. "Urusan apa Jenderal Besar dengan pelayan ini?"
Wang Jinglue menjawab: "Masalah Singgasana Cahaya. Kasus berdarah di Kota Chang'an empat belas tahun lalu."
He Mingchi terdiam, perlahan menutup payung kertas berminyaknya.
Zhuge Wuren berkata datar: "Tolong sampaikan pada Jenderal Besar Xu Shi. Selain untuk penyelidikan, kami juga membutuhkan pelayan ini. Pangeran sudah menghadap Kaisar untuk meminta dekrit. Kuil Xiling akan menjemputnya ke Gunung Persik."
Wang Jinglue mengangkat alis, mengejek: "Kau pikir Kuil Xiling bisa menekan Kementerian Pertahanan Tang?"
Zhuge Wuren mengerutkan kening. "Menurut Hukum Tang, Kementerian Pertahanan sama sekali tidak berwenang mengurus kasus ini."
Wang Jinglue berkata dengan senyum sinis: "Menurut Hukum Tang, institusi Tian Shu-mu bahkan lebih tak punya hak untuk melakukan interogasi."
He Mingchi di samping menahan napas diam. Meski di Kuil Gerbang Selatan Haotian ada banyak praktisi spiritual yang menyimpan dendam besar pada pelayan kecil di Toko Kuas Tua karena kematian Master Yan Se, dia sendiri tidak berpikir demikian.
Seandainya ini hari biasa, selain istana kekaisaran, semua institusi pemerintah Tang akan secara refleks menjauh saat berhadapan dengan pengaruh militer. Tapi hari ini Tian Shu begitu ngotot ingin mendapatkan benda penting itu, sambil diam-diam mengandalkan dua "gunung tinggi" yaitu Pangeran dan Kuil Xiling, sama sekali tak mau mengalah.
Meski kata-kata mereka tidak menyulut percikan api, saling memojokkan sampai ke jalan buntu. Pada akhirnya, satu-satunya tempat yang berhak menginterogasi Sang Sang menurut Hukum Tang hanyalah Pemerintah Kota Chang'an tempat mereka berada sekarang.
Wang Jinglue berkata: "Kabarnya Tuan Bupati sedang demam tinggi, sama sekali tak bisa bangun dari tempat tidur."
Zhuge Wuren mengejek: "Kalau tabib istana tak berguna, aku akan menyuruh Tian Shu mengirim beberapa Ahli Pikiran untuk memeriksa Tuan Bupati. Sekalipun demamnya tinggi, pasti masih bisa bicara beberapa patah kata."
……
……
Pemerintah Kota Chang'an dalam Kekaisaran Tang selamanya menjadi institusi yang paling teraniaya dan tertekan. Bagai menantu perempuan dalam keluarga besar yang pasrah menderita. Hari ini, berbagai kekuatan besar seperti militer kekaisaran, Tian Shu, dan Kuil Selatan berkumpul di sini, sampai-sampai memaksa Bupati pura-pura sakit dan semua pejabat membeku ketakutan.
Ketika kata-kata dingin yang menyeramkan dari Tuan Zhuge dari Tian Shu sampai ke bagian belakang rumah, Tuan Bupati Shangguan Yangyu tahu dirinya tak bisa lagi berpura-pura sakit. Dengan lemah ia menggosok tenggorokan bengkaknya, berpikir percuma saja menyiram air es kemarin sore. Ia menghela napas sedih sambil terus menggelengkan kepala.
Sang istri di sampingnya berkata cemas: "Jika tidak bermusuhan dengan Akademi, kita harus bermusuhan dengan banyak orang. Bagaimana ini?"
Kilatan kekejaman muncul di mata kecil Shangguan Yangyu yang tak sedap dipandang. Ia menyeringai: "Mau memojokkanku ke jalan buntu, mau menyuruhku menjelaskan pada Guru ke-13 itu nanti? Mimpi indah!"
Sang istri terkejut: "Ayahanda menemukan cara baik?"
Shangguan Yangyu memandang istri tua yang telah berbagi hidup dengannya. Ia menghela napas penuh belas kasihan: "Nanti, jangan takut."
Usai bicara, Tuan Bupati bangkit susah payah dari tempat tidur. Dari meja tulis ia mengambil tongkat kayu elm keras. Setelah beberapa kali menarik napas berat, dengan gigit gigi ia menghantamkan tongkat itu ke ubun-ubunnya sendiri!
Dentuman berat terdengar. Kepalanya segera berlumuran darah. Matanya berkunang-kunang lalu pingsan.
Kali ini pingsan sungguhan.
Terdengar jeritan pilu Istri Bupati dalam kamar.
……
……
Sementara Tuan Bupati sedang memainkan drama "Siapa yang Lebih Menderita Daripadaku" di kamar tidur, tamu lain tiba di Kantor Pemerintah Chang'an.
Sang pengawas itu memberi hormat dengan penuh respek kepada semua orang dan berkata: "Paduka Putri sedang berada di istana dan tidak sempat datang, jadi mengutus hamba untuk melihat. Tidak tahu kesalahan apa yang sebenarnya dilakukan Nona Sang Sang sampai bisa mengguncang begitu banyak orang terhormat."
Tak disangka masalah ini begitu cepat menarik perhatian Paduka Putri Liyu. Wang Jinglue mengerutkan kening.
Sebagai perwakilan militer kekaisaran, sebenarnya dia tak perlu terlalu menjaga gengsi sang putri. Hanya saja sekarang belum ada yang tahu kepada pangeran mana Kaisar akan mewariskan singgasana, maka beberapa hal harus ditangani dengan hati-hati.
Zhuge Wuren tidak memberikan penjelasan apapun kepada sang pengawas. Diamnya menunjukkan sikapnya yang tegas.
Sang pengawas itu ternyata tidak marah. Sebelum datang ke Pemerintah Kota Chang'an, dia mengira ini hanyalah kesalahpahaman. Melihat begitu banyak orang penting di arena tersebut, barulah dia sadar bahwa hal ini tidak sesederhana yang dipikirkan Sang Putri. Rupanya pelayan kecil itu menyimpan sesuatu yang sangat penting. Dengan senyum tipis, dia berpamitan pada kerumunan orang dan segera memberitahu istana dengan cepat-cepat.
Begitu pengawas kediaman Putri pergi, kabar terbaru segera tersiar dari bagian belakang rumah. Tuan Bupati yang sudah sakit parah itu awalnya berusaha bangun untuk menangani kasus karena hati masih terikat pada anugerah suci dan gaji rakyat. Namun akibat demam tinggi yang membuatnya linglung, kepalanya menghantam pintu gerbang hingga kini tak sadarkan diri.
"Pejabat yang rajin mengurus pemerintahan seperti ini benar-benar langka, alasan seperti ini juga terbilang jarang," Zhuge Wuren dan yang lain sama sekali tidak percaya. Dengan penuh kemarahan mereka menerobos bagian belakang rumah, namun beberapa saat kemudian mereka mundur dengan ekspresi rumit.
"Bagaimana mungkin ada pejabat tak tahu malu seperti ini di Kekaisaran Tang?" Zhuge Wuren berkata heran.
He Mingchi memikirkan lubang darah mengerikan di ubun-ubun Tuan Bupati, menghela napas: "Benar-benar kejam juga."
Wang Jinglue berkata: "Pejabat ini lebih memilih menyiksa diri sendiri daripada menangani kasus, patut diacungi jempol."
Zhuge Wuren tiba-tiba berseru: "Kalau begitu, aku akan membawa pelayan kecil ini kembali ke istana dulu."
Wang Jinglue mengerutkan kening.
Zhuge Wuren melanjutkan: "Nanti akan ada utusan istana yang menjelaskan kepada Jenderal Besar."
Wang Jinglue tetap mengerutkan alisnya.
……
……
Orang berlalu-lalang, salju turun dan berhamburan.
Salju menumpuk di payung kertas kuning, ranting pohon, dan atap rumah. Mungkin karena selimut yang terlalu besar menutupi gadis kecil yang menggendongnya, atau karena orang-orang yang sibuk ini terlalu fokus pada urusan penting, mereka lupa bahwa orang yang sedang mereka bahas justru berdiri di tengah angin dingin dan salju pahit - Sang Sang terlupakan.
Tak ada yang menyadari alisnya pun mulai berkerut.
Sang Sang adalah gadis kecil yang tak ingin membuat masalah untuk Ning Que.
Itulah mengapa ketika Pemerintah Kota Chang'an memanggilnya untuk interogasi, ia datang. Ia berdiri di depan kantor pemerintah sesuai perintah, pindah ke depan taman ketika disuruh, menunggu dalam badai salju hingga akhirnya menyadari niat pejabat itu untuk merebut miliknya - bahkan mungkin akan membawanya ke istana kekaisaran.
“Sang Sang adalah orang yang akan bertarung habis-habisan dengan Ning Que demi tiga ons perak, apalagi hari ini benda yang ingin direbut dari tangannya jelas jauh lebih berharga. Terlebih itu adalah warisan gurunya untuknya, dan peninggalan Master Yan Se untuk Ning Que. Alisnya pun berkerut.”
“Kerutan alisnya menandakan ketidaksukaan dan penolakan.”
“Dia menyembulkan kepala dari balik selimut tebal dengan susah payah, menatap pejabat tak tahu malu yang ingin membawanya ke istana untuk merampas miliknya. Kedalaman pupil hitamnya yang jernih memancarkan secercah sinar suci, lalu cahaya itu tiba-tiba menyala membara.”
“Seketika hembusan angin dingin menerpa.”
“Kesakralan sinar suci di kedalaman mata Sang Sang lenyap seketika. Perlahan ia menunduk.”
……
……
“Angin adalah udara yang bergerak. Penyebab tiba-tibanya angin dingin ini adalah munculnya benda berukuran raksasa secara mendadak - seorang pemuda bertubuh sangat gemuk.”
“Kegemukan pemuda itu begitu ekstrem hingga kehadirannya di taman langsung menggeser angin musim dingin, menggantikannya dengan kehangatan yang selaras dengan keelahan alisnya yang cantik.”
“Sepertinya di sini sedang ramai.”
“Sang Sang mengangkat kepalanya, mengangguk lembut sebagai salam.”
“Pria gemuk muda itu memandang trio di lokasi, berkata: 'Jika Walikota Chang'an berani mengadili, baru kalian bisa gunakan Hukum Tang untuk mengadili Sang Sang. Jika Walikota tetap terbaring di tempat tidur, lebih baik kalian jangan mempermalukan diri keluar.'”
Zhuge Wuren dengan ekspresi wajah tegas menatap orang itu dan bergumam berat, "Kau ini siapa, berani sekali bicara sembarangan!"
Si gemuk muda itu bahkan malas menghiraukan mereka, mengambil selimut dari pelukan Sang Sang sambil berkata, "Ayo pergi."
Sang Sang dengan patuh mengikuti di belakangnya bersiap untuk pergi, persis seperti saat datang tadi.
Wang Jinglue tak tahu siapa pemuda gemuk ini, tapi ia menduga identitas orang tersebut. Melihat punggung lawannya, matanya berbinar. Dengan gerakan lengan yang anggun, ia melangkah maju.
Si gemuk muda berhenti, menoleh memandangnya.
Seberkas napas samar-samar melesat menerobos jarak antara mereka. Angin sepoi-sepoi yang masih berputar tak terganggu, kepingan salju yang jatuh perlahan tak bergetar, namun tubuh Wang Jinglue gemetar dahsyat.
Tatapan Wang justru semakin berapi-api. Tangan kanannya yang menggantung di samping badan bergetar halus, seolah mencengkeram pedang maya.
Si gemuk muda mengamati tangan kanannya, mengerutkan alis. Dengan susah payah memindahkan selimut ke bahu kiri, ia mengangkat tangan kanan dengan santai. Jari telunjuknya menekan udara ke arah lawan.
Begitu tekanan itu sampai, dada dan perut Wang Jinglue tiba-tiba cekung seakan dihantam palu tak kasat mata. Tubuhnya terlempar ke tembok belakang. Dari debu dan bebatuan yang beterbangan, terdengar teriakan tertegun penuh kengerian:
"Bukan makna sejati!"
"Jari Dewa Sungai Dunia!"
Kepingan salju yang menempel pada debu perlahan mereda.
Pemuda gemuk itu menggelengkan kepala tak tertarik sambil menatap Wang Jinglue yang bersandar di bawah tembok runtuh dengan sudut bibir berdarah.
"Meski dijuluki tak terkalahkan di bawah tingkat Zhi Ming..."
"...tetaplah hanya tak terkalahkan di bawah tingkat Zhi Ming."
