"Gapura di persimpangan jalan runtuh bergemuruh."
"Satu per satu bangunan dagang di sekitarnya ikut ambruk. Debu beterbangan. Puing batu dan kayu menumpuk membentuk bukit kecil, menghalangi jalan mundur di jalan raya."
"Ekspresi cemas di wajah komandan kavaleri padang rumput berubah mengerikan. Ia menggenggam pisau melengkung, memandangi formasi penyerangan pasukan Tang yang tetap kokoh, dan berhenti mundur."
"Lautan hitam pasukan berkuda padang rumput pun berhenti mundur."
"Di tengah kekacauan jalanan, muncul lebih banyak tali penghadang kuda yang melilit kaki kuda-kuda berat Tang."
Pasukan berkuda Tang jatuh keras ke tanah, baju zirah berat mereka bertabrakan dengan tanah keras mengeluarkan dentuman berat. Darah mengalir keluar dari baju zirah abu-abu.
Di lantai atas gedung-gedung sepanjang jalan, semakin banyak pasukan Yan muncul. Mereka mulai memanah pasukan Tang. Hujan panah tiba-tiba menggila, beberapa anak panah bahkan menancap di pinggiran baju zirah prajurit berkuda Tang secara bersamaan.
Bangunan-bangunan runtuh menghalangi jalan, berubah menjadi hambatan yang sulit ditembus kavaleri berat. Beberapa prajurit bersama kuda tunggangannya terkubur seluruhnya di bawah reruntuhan, tak bisa bangkit lagi.
Ini benar-benar sebuah penyergapan.
Bukan penyergapan pasukan Tang dan Yan terhadap kavaleri padang rumput.
Melainkan penyergapan pasukan Yan dan kavaleri padang rumput terhadap pasukan Tang.
Kavaleri berat Xuanjia Dinasti Tang, tak terkalahkan di dunia.
Masihkah mereka tak terkalahkan hari ini?
Perwira Tang menatap bawahannya yang terus jatuh, suaranya sedingin salju di Gunung Min. Ia menatap pasukan Yan di kedua sisi jalan dan kavaleri padang rumput di seberang, berkata: "Bunuh semua mereka, baru kita bisa keluar."
……
……
Penyergapan terjadi di seluruh penjuru kota.
Pasukan Tang menderita pukulan dahsyat, namun mereka tetap menyerbu dengan keberanian. Membawa kemarahan atas pengkhianatan, kesedihan atas pengorbanan rekan seperjuangan, mengayunkan pisau tajam di tangan, menikamkan tombak panjang, terus melanjutkan serangan.
Pasukan Perbatasan Timur Laut Ying Depan menghadapi situasi tersulit di jalan raya, melawan musuh dalam jumlah terbesar—pasukan kavaleri barbar padang rumput dengan ketepatan memanah yang mengerikan, yang datang bagai air bah tak habis-habisnya.
Tapi adakah musuh yang benar-benar tak bisa dibasmi di dunia ini?
Setiap prajurit Tang memiliki keyakinan: seperti kata sang jenderal, selama kita bisa membantai semua musuh di depan, maka kami pasti bisa keluar.
Teriakan perkelahian yang menyayat hati, dentuman keras benturan senjata terus bergema di jalan raya. Pasukan kavaleri padang rumput dan Yan yang seperti air bah akhirnya gentar oleh keganasan pasukan Tang, membentuk celah di persimpangan dua jalan.
Komandan Ying Depan menyerahkan pisau kasar yang sudah berlekuk ke tangan kirinya, bergumam berat: "Lanjutkan serangan gelombang!"
Begitu menerobos jalan raya, negara Yan takkan mampu lagi menyusun penyergapan efektif. Maka sesuai rencana sang jenderal besar, dia bisa memimpin pasukan pulang lewat Pintu Gerbang Timur.
Tanpa menoleh, dia tahu dari 1.000 lebih kavaleri berat bawahannya, kini tersisa kurang dari setengah.
Ini pukulan terburuk yang diterima Kavaleri Berat Xuanjia Dinasti Tang dalam puluhan tahun. Tapi dia tak berduka, karena yakin setiap prajuritnya minimal telah membunuh beberapa kali lipat musuh sebelum gugur.
Itu sudah cukup.
Dengan ini, mereka bisa tegak berdada dan pulang dengan kebanggaan.
Komandan Pasukan Feng menarik tali kekang kuda, melesat ke depan, menghujamkan pedangnya hingga membelah seorang prajurit kavaleri padang rumput dari panah hingga tubuh menjadi dua bagian, lalu menerobos hujan darah dengan garang.
Tiba-tiba, tangan kanannya yang terluka memegang tali kekang kuda menjadi kaku.
Kuda tunggangannya yang mulai kelelahan pun menghentikan langkah.
Ratusan prajurit kavaleri Tang di belakangnya juga diam membisu.
Pasukan kavaleri padang rumput sudah hancur lebur oleh serangan mereka, formasi porak-poranda, berhamburan di sekitarnya.
Namun celah yang sebelumnya terlihat memungkinkan pasukan Tang mundur itu, kini telah dipenuhi kembali oleh pasukan berkuda.
Para penunggang kuda itu juga mengenakan baju zirah hitam, hanya saja berbeda dengan kavaleri Tang, zirah mereka dihiasi garis-garis rune emas rumit yang berpendar terang dalam kegelapan malam.
Di dunia ini, hanya dua jenis kavaleri yang diizinkan disejajarkan dengan Pasukan Berat Xuanjia Dinasti Tang.
Pertama adalah pasukan elit langsung dari Kemah Emas Pangeran.
Kedua adalah Pasukan Berkuda Penjaga Kuil Xiling.
Konon bahkan ada ungkapan: "Seribu Pasukan Penjaga Kuil tak terkalahkan".
Selama ini, demi menghindari kegelisahan penguasa sekuler, jumlah Pasukan Penjaga Kuil Xiling sengaja dibatasi ketat di bawah seribu pasukan.
Namun kini jelas terlihat bahwa ini hanyalah kebohongan Kuil Xiling pada dunia.
Karena jumlah pasukan berkuda penjaga Kuil Xiling yang muncul di seberang jalan raya saat ini telah melebihi seribu kuda perang.
Perwira Batalyon Feng menyipitkan mata, membuka visor helmnya, dan menatap ke seberang jalan raya.
Dia mengusap darah di wajahnya, terdiam lama, lalu tiba-tiba tertawa terbahak-bahak.
"Seumur hidup aku ingin membuktikan satu hal: kalian pasukan berkuda Xiling ini cuma layak membersikan sepatu kuda kami. Tak kusangka, di ambang kematianku, kesempatan seperti ini akhirnya datang."
Tertawa Perwira Batalyon Feng mereda perlahan. Dengan khidmat ia mengangkat pisau tajamnya: "Siapa yang mau menemani aku bertempur habis-habisan?"
Ratusan pasukan berkuda Tang di belakangnya serentak berseru menyahut, tanpa bayang ketakutan, hanya semangat tempur yang siap mengorbankan nyawa.
……
……
Di lantai atas rumah makan.
Xian Zhilang memandang kota dalam balutan malam, kedua tangannya mencengkram erat pagar besi yang terasa dingin, ruas jarinya memutih karena tekanan.
Ia menyipitkan mata, terdiam sejenak, lalu jari-jari tangan kanannya mulai mengetuk-ngetuk pagar secara berirama.
Saat jari manisnya menyentuh pagar, ketukan berhenti. Ia lalu mengeluarkan tiga perintah militer:
"Batalyon Feng bubar formasi! Cabut larangan masuk rumah penduduk! Boleh membunuh sembarangan! Bertahan sampai subuh!"
"Semua batalyon harus menerobos ke Pintu Gerbang Timur dalam setengah shichen. Gunakan taktik berlawanan dengan rencana awal."
"Pasukan pengawal ikut aku ke Istana Pangeran."
Para perwira dan kurir di rumah makan tertegun sejenak sebelum akhirnya bergegas melaksanakan perintah masing-masing.
Dengan kualitas pasukan Tang, seharusnya tidak terjadi kebekuan sesaat ini. Namun isi tiga perintah militer Xian Zhilang ini, bahkan mereka pun membutuhkan waktu untuk mencerna.
Membubarkan Pasukan Depan sama saja mengirim mereka ke kematian, demi membelikan waktu bagi sisa batalion kavaleri untuk dibebaskan.
"Kami sudah kalah."
Xian Zhilang menatap kerumunan orang itu dan berkata: "Jika sudah kalah, maka kalahlah dengan elegan. Jika setelah pertempuran ini masih ada yang selamat di antara kalian, sampaikan pesanku pada Paduka Putri. Kekalahan ini terletak pada dua kata: kepercayaan. Kini seluruh dunia menyerang Tang, maka Kekaisaran selain mempercayai warga Tang, tak boleh lagi percaya pada siapa pun."
Setelah mengucapkan kalimat itu, dia melirik perwira Yan tersebut.
Perwira Yan itu adalah salah satu jenderal terpenting negaranya, jika tidak tentu tak diizinkan hadir di sini.
Perwira Yan itu tersenyum getir, mencabut pisau dan bunuh diri.
Xian Zhilang berjalan menuruni lantai atas kedai arak.
Puluhan prajurit Tang dengan pisau tajam tergenggam di punggung muncul dari pemandangan malam, waspada mengawasi sekeliling. Mereka sangat paham bahwa sebagai pasukan yang terjebak, jenderal besar pasti menjadi target utama musuh.
Tapi Xian Zhilang tak mau menunggu dibunuh orang Yan.
Perintah ketiganya telah menunjukkan pilihannya.
Dia akan memimpin Pasukan Pengawal ke istana pangeran di timur.
Dia akan menemui Putra Mahkota Chongming.
Entah membunuh lawan, atau dibunuh lawan.
