Bab 133: Banyak yang Percaya Diri

　　Upacara adalah nalar. 　　Shixiong kedua menekankan ritual, karenanya memahami prinsip. Meski ketat dan khidmat, tak menghalangi kebijaksanaannya. Ribuan jejak pedang menjuntai dari langit, mengitari tubuhnya membentuk sangkar kompleks. Matanya telah menembus formasi suci ini, tertancap pada jubah Tahta Pengadilan Yeh Hongyu, menguak niat tersembunyi di baliknya. 　　Semua ini telah termaktub dalam skenario Kuil Suci Xiling. 　　Lebih tepatnya, dalam kalkulasi Yeh Hongyu - baik Jun Mo yang sombong maupun Jun Mo yang tenang, pasti akan memilih langsung menghunus pedang untuk mengalahkan dirinya yang terkuat. 　　Dengan demikian Ia berhasil menunda sejenak waktu Jun Mo mengayunkan pedang. 　　Setelah beberapa saat itu, ribuan kilatan pedang telah menjadi sangkar. Sekalipun Jun Mo ingin mengubah jurus, sudah tak mungkin lagi. 　　Ia muncul dengan sepuluh ribu pedang, tak pernah menarik satu pun pedangnya, aktif menyesuaikan niat dan momentum lawan, serta mampu mewujudkan rancangan menjadi kenyataan. Proses memulai pertempuran ini nyaris sempurna. 　　Ia mengorbankan kesombongan dan harga diri sebagai Imam Besar Xiling demi meraih inisiatif lewat niat untuk dikalahkan. Maka, bahkan shixiong kedua pun terkurung sejenak oleh ribuan kilatan pedang. 　　Padang rumput mulai bergetar. Dari balik tirai pedang, terdengar derap kaki kuda bagai gemuruh petir. Samar terlihat pasukan kavaleri berat berbaju besi menyembur dari kemah sekutu, gelombang energinya mengguncang langit! 　　Pasukan berkuda sekutu Kuil Suci mengalir bagai air bah menuju pintu keluar Ngarai Hijau. 　　Ini serangan terganas pasukan sekutu Kuil Xiling sejak Pertempuran Ngarai Hijau dimulai. Saat shixiong kedua terkurung dalam Formasi Sangkar, akankah alunan qin dan seruling di ngarai masih sekuat sebelumnya? 　　Di bawah tenda pintu keluar Ngarai Hijau, Beigong Weiyang dan Ximen Bukou memandang tenang guqin dan seruling gua di hadapan mereka. Mendengar derap kuda yang kian padat, tangan mereka perlahan menyentuh senar atau memegang seruling. 　　Ujung jari Beigong Weiyang bergetar halus. Sebuah nada qin samar melesat dari senar, laksana panah. 　　Tubuh Ximen Bukou sedikit condong. Nada seruling muram menembus pipa, mengalir bagai air. 　　Tiba-tiba, suara parau bergema di padang rumput. 　　Suara itu menyambar melintasi padang, tiba di pintu keluar ngarai bagai perintah. 　　…… 　　…… 　　Tirai pada tandu suci di kemah selatan berkibar pelan. 　　Suara parau muncul dari dalam tandu suci, memancarkan aura sakral dan khidmat yang membuat hati orang bergetar takzim. 　　"Di padang rumput, bersiaplah untuk memulai perjalanan. Segala yang harus dilewati pasti akan terlewati..." 　　Belasan Pendeta berbaju merah dengan tingkat kultivasi mendalam bersila mengelilingi tandu suci. Dengan konsentrasi penuh, mereka menyimak suara dari dalam tandu lalu mengulangi mantra penguatan tanpa henti. 　　Di dalam tandu, Imam Besar Tianyu menatap kitab suci di pangkuannya dengan ekspresi datar melanjutkan: "Benih di padang adalah bahan pangan yang dianugerahkan Langit Tak Berpelukan untuk rakyat. Suara di lembah adalah panggilan penunjuk jalan-Nya melalui desau angin. Majulah ke tanah kemerosotan moral. Segala yang diperintahkan-Nya pada umat, harus kalian laksanakan." 　　Belasan Pendeta berbaju merah mengulangi bagian kitab suci itu dengan khusyuk. 　　Imam Besar Tianyu menambahkan: "Mereka yang menyesatkan hati umat dengan suara palsu, lancang mengatasnamakan panggilan Langit Tak Berpelukan, adalah pendosa. Bersama sisa-sisa kaum terhukum, mereka akan menanggung hukuman api kemarahan Langit Tak Berpelukan." 　　Suara para Pendeta berbaju merah di luar tandu semakin kompak, semakin dingin. 　　"...akan menanggung hukuman api kemarahan Langit Tak Berpelukan." 　　…… 　　…… 　　Beberapa nada baru saja melompat dari senar qin, alunan musik baru saja mengalir dari seruling bambu, ketika tiba-tiba terinterupsi oleh suara parau ajaib yang bergema di Ngarai Hijau. 　　Murid-murid akademi yang telah banyak membaca, hanya mendengar beberapa kata, langsung mengenali bahwa itu adalah Dokumen Penghukuman dari kitab perjanjian Xiling. Ekspresi shixiong keempat berubah drastis, mengambil peta pasir di tangannya, bersiap mengacak ajaran ini dengan pasir. 　　Namun Nubuat Langit Tak Berpelukan tak memiliki wujud konkret. Suara pewarisan ajaran dari Kuil Suci Xiling juga tak berbentuk fisik. Selain suara itu sendiri, tak ada satu pun yang bisa menginterupsi suara parau ini. 　　Wajah Beigong Weiyang tiba-tiba memucat, pupil matanya dipenuhi ketakutan, lengannya gemetar tak terkendali, beberapa senar guqin di hadapannya putus di tengah! 　　Tingkat pencerahan Ximen Bukou lebih rendah, sehingga kesakitannya lebih terasa. Dengan dengusan hng, darah segar mengalir dari bibirnya memenuhi seruling bambu, lalu menetes dari ujungnya, membuatnya terjatuh lunglai! 　　Pasukan kavaleri sekutu Kuil Xiling yang sedang berlari kencang menyerbu Ngarai Hijau di padang rumput juga mendengar ajaran agung itu. Alih-alih terpengaruh, mereka justru semakin kuat dan berani! 　　Pasukan berkuda bagai air bah ini seolah diterpa angin topan, kecepatannya bertambah dahsyat, langsung menghujam Ngarai Hijau! 　　…… 　　…… 　　Saat gema ajaran mulai bergema di padang, shixiong kedua sudah yakin ini adalah cara Imam Besar Tianyu. 　　Pertempuran Ngarai Hijau telah berlangsung lama. Dua orang penting Kuil Xiling selama ini tak benar-benar turun tangan, tapi siapa sangka kini kedua Imam Besar Xiling ini serentak bertindak! 　　Ekspresi di wajah shixiong kedua semakin menjadi-jadi. 　　Meski kuat dan sombong seperti dirinya, dia pun tak berani menghadapi dua Imam Besar Xiling sendirian. Yang lebih krusial, pertempuran di Ngarai Hijau hari ini bukan duel antar ahli, melainkan pertahanan dan serangan pasukan militer. 　　Saat ini dia mengayunkan pedang besi, menebas formasi sangkar yang teranyam dari ribuan kilatan pedang. 　　Setiap tebasan pedang besinya menghancurkan puluhan bahkan ratusan kilatan pedang. Asal diberi waktu, dia bisa dengan mudah membelah sangkar ini lalu mengalahkan Yeh Hongyu. 　　Tapi pasukan berkuda telah tiba, alunan qin dan seruling di Ngarai Hijau telah lenyap. Jika dia tetap fokus pada formasi sangkar, adik-adik seperguruannya di ngarai pasti akan dihancurkan pasukan berkuda. 　　Dia tak bisa membiarkan hal ini terjadi. 　　Dia tak boleh lagi membuang waktu di formasi sangkar, tak boleh berlama-lama sedetik pun. Dia harus segera memecahkan formasi ini. 　　Tapi sekuat apa pun dirinya, bagaimana mungkin menghancurkan sangkar ini dalam sekejap? Sekuat apa pun pedang besinya, bagaimana menembus tirai pedang yang teranyam dari ribuan kilatan? 　　Karena itu dia menarik kembali pedang besinya. 　　Dia tak lagi berusaha memecahkan formasi sangkar dengan pedang. 　　Memandang Yeh Hongyu di balik tirai pedang, diam seribu bahasa, dia menarik semua Qi kembali ke dalam tubuhnya! 　　Saat ini dia bukan lagi Jun Mo yang mahir bermain pedang dan penuh kesombongan. 　　Dan hanya seorang orang biasa. 　　Yeh Hongyu langsung menyadari apa yang akan dilakukannya, ekspresi tiba-tiba menjadi kaku. 　　Formasi sangkar yang jatuh dari langit ini terdiri dari puluhan ribu kilatan pedang yang terjalin, formasi ini sakral dan kuat, namun setiap kilatan pedang masih membawa makna pedang masing-masing. 　　Saat shixiong kedua mengangkat semua napas, pedang besi di tangannya terkulai, tidak lagi melawan formasi sangkar ini, tirai pedang yang terbentuk dari puluhan ribu kilatan pedang tiba-tiba ambruk ke pusat, langsung menghantam tubuhnya! 　　Dia akan menggunakan tubuhnya sendiri untuk bertahan menghadapi puluhan ribu kilatan pedang. 　　Hanya dengan cara ini dia bisa dibebaskan dari formasi sangkar dalam waktu singkat! 　　Namun bahkan ahli Iblis Zong sekaliber Tang atau Xiahou pun, jika mencoba bertahan dengan tubuh menghadapi puluhan ribu kilatan pedang Yeh Hongyu, pasti akan berakhir mengenaskan, tubuh shixiong kedua hanyalah orang biasa, bagaimana bisa menahan? 　　Baju zirah mengilap yang sedang memancarkan kembang api megah, seiring ambruknya formasi sangkar dan datangnya puluhan ribu kilatan pedang, tiba-tiba menjadi sangat padat, bersinar terang sampai puncak, seolah sebentar lagi akan terbakar! 　　Dalam waktu singkat, baju zirah di tubuh shixiong kedua melepaskan ribuan makna jimat yang bertabrakan dengan ribuan kilatan pedang dari udara, memicu arus energi vital alam semesta yang mengerikan! 　　Cenng! Cenng! Cenng! Cenng! Cenng! Cenng! 　　Ribuan kilatan pedang Tao menghujam permukaan armor, memunculkan suara gesekan yang luar biasa padat diselingi suara tajam seperti pemotongan, serta gemuruh halus menyerupai sambaran petir kecil, menciptakan suasana yang mengerikan secara tak wajar. 　　Tanah yang diinjak oleh kedua kaki shixiong kedua tiba-tiba terhisap, belasan batu berhamburan terkoyak menjadi serbuk, sementara rumput hijau yang berlumuran darah sudah berubah menjadi debu beterbangan yang menghilang! 　　Armor yang menyelimuti seluruh tubuhnya memancarkan ribuan sinar membara, membuat sosoknya seolah terbakar dalam kobaran api, sama sekali tak terlihat gambaran sebenarnya di balik tirai api. 　　Pada detik berikutnya, pedang besi lebar nan lurus itu kembali muncul dalam jarak pandang orang-orang. 　　Pedang besi itu menebas ribuan kilatan pedang dan api gesekan di permukaan armor, membelah udara penuh kekejalan di padang rumput, merobek angin yang menderu-deru, lalu menghujam ke arah wajah Yeh Hongyu! 　　Seiring ayunan pedang besi, siluet shixiong kedua pun muncul dari balik tirai api. 　　Ia tidak melangkah maju. 　　Sebaliknya, dia mundur selangkah. 　　Sejak pertempuran dimulai, berapapun jumlah musuh yang dihadapi, tak pernah sekalipun dia mundur. 　　Kini akhirnya dia mengambil langkah mundur. 　　Tak mau mundur karena memang tak ada jalan untuk mundur. 　　Kini dia mundur selangkah karena adik seperguruannya di pintu keluar Ngarai Hijau di belakangnya membutuhkan perlindungannya. 　　Pasukan berkuda pasukan sekutu Kuil Xiling telah tiba di hadapannya. 　　Shixiong kedua menengadah, mengangkat pedang, lalu kembali mulai membunuh. 　　Di wajahnya masih sama sekali tak terlihat emosi berlebihan. 　　Gerakan menebas pedangnya masih dilakukan dengan teliti, tanpa sedikit pun penyimpangan. 　　Hanya saja baju zirahnya sudah hangus dan compang-camping. 　　…… 　　…… 　　Jubah Tahta Pengadilan menari di padang rumput, membentuk bunga teratai darah di depannya. 　　Makna pedang yang datang dari kejauhan membawa kekejalan khas pedang besi, menghancurkan bunga teratai darah sebelum akhirnya menghilang. 　　Wajah Yeh Hongyu pucat, darah mengalir dari sudut bibirnya. 　　Formasi sangkar yang dibentuknya dari ribuan kilatan pedang ternyata dihancurkan Jun Mo dengan cara seperti ini. 　　Ini situasi yang tak terbayangkannya, namun tak ada perasaan tertegun apalagi kekecewaan di wajahnya—sebaliknya senyum tenang mengembang di wajahnya. 　　Ia tak lagi memperhatikan intensitas pertempuran di Ngarai Hijau, berbalik menuju tandu sucinya. 　　Tujuannya telah tercapai. 　　Pasukan utama Akademi yang menjaga Ngarai Hijau tentu saja Jun Mo, namun yang paling merepotkan pasukan berkuda adalah suara kecapi seruling. Rencana Kuil Xiling hari ini adalah mengerahkan dirinya untuk menghadapi Jun Mo, lalu memancing suara kecapi seruling dengan serbuan pasukan berkuda, akhirnya Imam Besar Tianyu memimpin para Pendeta berbaju merah untuk menghancurkan suara tersebut dengan ajaran. 　　Seluruh rencana dijalankan dengan kesempurnaan. 　　Meski Jun Mo lepas dari formasi sangkar lebih cepat dari perkiraannya, ia tak ambil pusing karena senar kecapi sudah putus dan seruling bambu berlumuran darah—kedua murid Akademi itu tak lagi mampu bertarung. 　　Dan ia yakin meski Jun Mo terlihat baik-baik saja, sebenarnya pasti menderita luka parah. 　　Karena itu adalah pedangnya. 　　Sangkar miliknya. 　　Sehebat apapun Jun Mo, menggunakan cara tak terduga untuk memecahkan formasi, tapi pasti membayar konsekuensi besar. Tentang hal ini, Yeh Hongyu sangat yakin. 　　Hal yang paling ia percayai diri adalah bertarung.