BAB 134 Berbagai Jenis Terkuat

　　Akhir Pertempuran Qingxia sudah tak terelakkan. Kecapi seruling telah hancur, tak ada yang bisa menahan serbuan 10.000 pasukan berkuda. Bahkan Jun Mo yang tak terluka pun tak sanggup, sekalipun Liu Bai tiba-tiba berganti pihak. 　　Akademi hanya bisa mundur ke Qingxia sementara. Tentang ini, Kuil Xiling sudah menyiapkan jebakan. 　　Dengan hasil yang sudah pasti, Yeh Hongyu tak lagi memantau situasi di arah Qingxia. Ia berbalik menuju tandu suci. Meski terluka, ekspresinya tenang dan langkahnya stabil. 　　Dalam kemampuan meditasi tingkat tinggi, masih ada jarak antara dirinya dengan Jun Mo. Tapi ia ahli bertarung, yang terpenting, ia sangat tenang. Tak membatasi pertarungan ini hanya antara dua orang karena kesombongan. 　　Ini pertempuran antara Kuil Xiling dengan Akademi. 　　Ia tidak bertarung sendirian. 　　Maka pertempuran ini akhirnya pasti dimenangkan Kuil Xiling. 　　…… 　　…… 　　Pasukan berkuda datang bergelombang, debu beterbangan, Qingxia dilanda kegelisahan. 　　Shixiong kedua berdiri di depan Ngarai Hijau, pedang besi telah lama terlepas dari tangannya, berubah menjadi kilatan pedang berwarna gelap yang terus menerus menembus bolak-balik di padang rumput seluas radius seratus zhang di depannya. 　　Pedang besi yang berat dan persegi melesat dengan kecepatan luar biasa. Bilah pedang yang tampak tumpul tanpa mata itu menyobek baju zirah prajurit berkuda seperti merobek kertas saat bersentuhan, menyisakan luka berdarah di mana-mana. 　　Bahkan saat hanya menyentuh musuh secara sekilas, prajurit berkuda itu seperti ditumbuk bukit kecil—dada remuk tulang patah. Kuda perang yang tersentuh pedang besi itu terus berguling-guling. 　　Suara benda berat menghantam tanah terus bergema di depan Ngarai Hijau, debu beterbangan, dengusan hng terdengar silih berganti. Di antara gerakan pedang yang menguasai medan perang, tak terhitung prajurit tewas terjatuh dari kuda, kuda perang menjerit-jerit mengenaskan. 　　Namun kekuatan manusia pada akhirnya memiliki batas. 　　Kecepatan dan sudut gerakan pedang shixiong kedua tetap tak menunjukkan tanda-tanda melambat. Tapi semua tahu kekuatan pikiran di lautan kesadarannya terkuras dengan kecepatan yang mengerikan. Jika situasi ini terus berlanjut, sekuat apapun cadangan energinya, pasti akan habis pada akhirnya. 　　Yang lebih membuat dingin adalah, pasukan kavaleri Kuil entah karena melihat prospek kemenangan atau terinspirasi oleh seruan Imam Besar Tianyu, sama sekali tidak takut pada pedang besi pembunuh itu. Dengan gagah berani mereka terus menyerbu Ngarai Hijau. Jumlah penunggang kuda yang datang sudah melampaui kecepatan shixiong kedua dalam membunuh! 　　Beberapa penunggang kuda berhasil menembus pedang besi, menyambar tubuh shixiong kedua sambil melesat liar ke arah Ngarai Hijau. 　　Shixiong kedua melambangkan tangan kanannya. Tanpa memanggil kembali pedang besi, dia mengendalikannya untuk menebas horizontal di padang rumput luar ngarai. Belasan kavaleri terpotong rapi seperti ilalang yang baru dipangkas. 　　Lalu dia melirik beberapa penunggang kuda itu. 　　Dahulu kala, Ning Que pernah bertanya pada Guru Yan Se: "Tingkat puncak Zhi Ming (Pengetahuan Takdir) yang dimiliki shixiong kedua itu sebenarnya seperti apa?" Master Yan Se berpikir sejenak lalu berkata: "Cukup dengan satu pandangannya, kau akan mati." 　　Shixiong kedua melirik beberapa penunggang kuda itu. 　　Kekuatan pikirannya dari lautan kesadaran menerjang udara, masuk dengan presisi dan liar ke dalam otak para penunggang kuda. Meski bukan praktisi kultivasi, mereka punya otak - maka merekapun mati. 　　Tapi ini hanya satu fragmen di medan perang, sudut kecil di tengah lautan kegilaan. Tak mampu mengubah strategi besar. Ketika ribuan kavaleri menyerbu dengan mengorbankan nyawa, segalanya akan hancur terinjak. 　　Xu Shi dan Chen Pipi pernah mengatakan, di dunia fana tidak ada praktisi kultivasi yang bisa menahan serangan gelombang pasukan berkuda, kecuali ia telah melampaui Lima Batas dan menjadi makhluk yang melampaui kemanusiaan. 　　Xu Shi pernah menjadi orang pertama militer Tang, ia paling paham kekuatan pasukan berkuda. Chen Pipi adalah jenius muda aliran Tao yang telah belajar bertahun-tahun di Akademi, ia paling mengerti aturan dunia kultivasi. 　　Maka kesimpulan dari dua orang ini layak diuji. 　　Shixiong kedua sangat kuat, ia telah mencapai puncak Lima Batas, bertahun-tahun berdiri di puncak Zhi Ming. Meski berhadapan dengan Liu Bai sang Legenda Pedang pun ia punya keyakinan untuk menantang, sayangnya ia belum melampaui ambang batas itu. 　　Di hadapan sepuluh ribu pasukan berkuda, ia mengayunkan pedang besi. Baju zirahnya hangus dan compang-camping, wajahnya semakin pucat, bagai karang hitam di tengah badai dahsyat yang tak tahu kapan akan runtuh. 　　…… 　　…… 　　Tak ada yang tahu apakah Sang Guru sengaja atau tidak, yang pasti murid-murid lantai atas Akademi yang telah bertahun-tahun berada di puncak bidang masing-masing, ketika bersatu menjadi kombinasi paling sempurna dan kuat. 　　Kombinasi lantai atas Akademi hanya perlu sedikit perubahan untuk menghadapi ahli terkuat seperti Guru Utama Kuil Penjagaan atau Pemimpin Spiritual, atau seperti di depan Ngarai Hijau dimana beberapa orang bisa menghentikan ratusan ribu pasukan. 　　Sayangnya kini seluruh dunia atas perintah Langit menyerang Tang. Akademi yang seharusnya bisa mengalahkan musuh apapun dengan persatuan, terpaksa kelelahan dan terpecah di berbagai medan. 　　Beberapa orang berada di gunung belakang akademi, menghadapi Pendeta Agung Kuil Xiling. 　　Kakak senior sedang mencari cara menghadapi lawan terkuat akademi. 　　Para murid yang muncul di depan Ngarai Hijau, meski kombinasi mereka cukup kuat, tetaplah tidak sempurna dan memiliki celah. Celah ini berhasil ditemukan oleh Yeh Hongyu hari ini. 　　Dalam situasi konkret Pertempuran Ngarai Hijau, peran Beigong Weiyang dan Ximen Bukou sangat krusial. Meski tingkat meditasinya biasa, mereka memegang fungsi penting. 　　Karena di dunia fana, hanya mereka berdua yang bisa memasuki Tao melalui musik. 　　Maka merekalah celah itu. 　　Karena mereka tak tergantikan. 　　Jadi Yeh Hongyu bisa mempertaruhkan kegagalan bahkan kematiannya sendiri untuk menghabisi mereka. 　　…… 　　…… 　　Beigong Weiyang dan Ximen Bukou terjatuh di bawah tenda, wajah pucat. Di depan mereka menggenang darah. 　　Ekspresi Beigong dipenuhi ketidakrelaan dan kesakitan. Ia mengulurkan jari gemetar, mencoba memasang kembali senar guqin yang putus, tapi tak tersisa tenaga. 　　Guqin hanya tinggal satu senar. Meski bisa dimainkan, bagaimana mungkin menjadi melada? 　　Wang Chi memasukkan dua pil obat ke mulut dua kakak senior itu dengan gugup, suaranya bergetar: "Tak apa." 　　Shixiong keenam memegang palu besi, berdiri di ujung tenda. Diam-diam ia menatap medan perang tak jauh, melihat pasukan kavaleri yang telah menembus pedang besi dan mulai menyerbu. Kedua tangannya perlahan mencengkeram erat. 　　Mu You menatap siluet shixiong kedua yang samar-samar, tampak sebentar lagi akan menghilang. Wajah awet mudanya dipenuhi ketegangan dan kekhawatiran, jari yang menarik garis merah bergetar halus. 　　Bila pasukan kavaleri itu maju, formasi yang dipimpinnya akan menjadi cara terakhir murid Akademi. 　　Tapi ia paham, kuantitas pasukan berkuda terlalu banyak, kekuatan serangan terlalu kuat. Hanya mengandalkan formasi ini, akar kehidupan takkan bisa menahan lawan. 　　Shixiong keempat yang terlibat dalam desain formasi juga memahami hal ini. Maka ia tidak melihat medan perang atau garis merah di tangan Mu You, tapi terus menghitung di peta pasir dengan alisnya berkerut sangat kencang. 　　Seperti yang dirancang Yeh Hongyu, ia menemukan diri sendiri tak bisa menghitung metode apapun untuk menembus jebakan saat ini. 　　Karena senar guqin putus dan seruling bambu mengalir darah, dunia fana tak lagi menemukan seorang pun yang bisa mengalunkan suara kecapi seruling. 　　…… 　　…… 　　Dasar lubang keputusasaan seringkali justru menjadi tempat harapan bermula. 　　Seperti dasar sumur kering, kadang meresap air jernih, kadang terjadi cerita dengan plot twist besar. 　　Tepat ketika pasukan berkuda hampir menerjang Ngarai Hijau. 　　Tepat ketika semua orang mengira alunan kecapi seruling tak akan pernah terdengar lagi. 　　Dari Ngarai Hijau mengalun sebuah suara guqin. 　　Alunan qin itu nyaring dan penuh kedamaian. 　　Tapi di telinga semua yang mendengar, ia mengguncang jiwa bak badai. 　　…… 　　…… 　　Angin musim gugur berhembus pelan. 　　Seorang pelajar tiba di Ngarai Hijau. 　　Jubah kapasnya penuh debu perjalanan. 　　Sepasang sepatu jerami telah menempuh ribuan gunung dan sungai. 　　Gayung air itu, setelah menghantam Master Qi Mei yang raga fisiknya telah mencapai pencerahan, pecah berkeping-keping. 　　Di pinggangnya, hanya terselip sebatang tongkat kayu. 　　Ia berjalan mendekati Beigong, mengambil guqin tua itu, memeluknya di dada, tangan kanannya mengelus lembut. 　　Pada guqin itu hanya tersisa seutas tali. 　　Jari-jarinya menyentuh tali tunggal itu. 　　Tali itu bergetar halus, mengeluarkan dengungan rendah. 　　Lalu jarinya kembali menyentuh, tali pun bergerak lagi. 　　Hanya seutas tali. 　　Tapi darinya tercipta sebuah melodi utuh. 　　Lagu ini mengandung kejujuran dan kedamaian, sangat anggun. 　　…… 　　…… 　　Di padang rumput selatan. 　　Di perkemahan pasukan sekutu Kuil Xiling, melodi guqin mulai terdengar. 　　Nada-nadanya bagai gunung tinggi, laksana air bah. 　　Siapa sangka, ini semua berasal dari seutas tali. 　　Di sekitar tandu suci, belasan Pendeta berbaju merah mendengar melodi itu dan wajah mereka berkerut ketakutan, nyanyian pujian mereka terhenti mendadak. 　　Tandu megah itu, dalam alunan guqin nan anggun, tiba-tiba tampak sangat reyot. 　　Di balik tirai tandu, kerutan di wajah Imam Besar Tianyu semakin dalam dengan kecepatan yang terlihat mata telanjang, mengikuti alunan musik. 　　Dentang memekakkan telinga bergema, dasar tandu patah dan jatuh berat ke tanah. 　　…… 　　…… 　　Di depan Ngarai Hijau. 　　Pasukan berkuda tak terhitung jatuh ke tanah dengan gemuruh dahsyat. 　　Melodi damai nan indah tanpa niat membunuh itu, dalam sekejap telah merenggut nyawa ribuan orang. 　　…… 　　…… 　　Padang rumput itu sunyi sepi. 　　Hanya alunan guqin yang masih bergema. 　　Semua pasukan sekutu Kuil Xiling tertegun hingga tak bisa bersuara. 　　Yeh Hongyu yang masih berada di padang rumput langsung berbalik, menatap Ngarai Hijau dengan ekspresi tak wajar. 　　Imam Besar Tianyu yang tampak jauh lebih tua dari sebelumnya, memandang Ngarai Hijau di balik tirai sambil bergumam: "Kenapa dia datang? Di mana Sang Guru?" 　　Di samping kereta kuda yang hening. 　　Liu Bai menatap Ngarai Hijau sambil berkata dengan perasaan campur aduk: "Kalian beruntung bisa menyaksikan Guru Pertama turun tangan. Yang paling membuatku terkejut adalah, dia ternyata sudah belajar membunuh." 　　…… 　　…… 　　Alunan qin samar-samar menghilang bagai burung yang menjauh. 　　Baru saat ini, jeritan mengenaskan mulai bergema di padang rumput depan Ngarai Hijau. Prajurit berkuda dan kuda perang terluka bergelut dalam perlawanan habis-habisan. 　　Kakak senior menatap pemandangan mengerikan ini dalam keheningan. 　　…… 　　…… 　　Yeh Hongyu tidak salah - Beigong Weiyang dan Ximen Bukou memang menjadi celah pertahanan di Ngarai Hijau, karena tak ada di dunia fana yang bisa menggantikan duo yang memasuki Tao melalui musik ini. 　　Tapi ada satu hal yang tak dia ketahui. 　　Murid-murid Akademi yang bertapa di gunung belakang tidak sepenuhnya belajar mandiri. Meski sebelum diangkat sebagai murid langsung Sang Guru, mereka sudah menjadi ahli di bidang masing-masing, keinginan mereka belajar di akademi membuktikan keyakinan akan memperoleh pengetahuan lebih baik di sini. 　　Ini berarti ada seseorang di akademi yang mampu mengajari mereka. 　　Yang juga berarti, orang tersebut lebih unggul di bidang keahlian utama mereka sendiri. 　　Orang itu bukan Sang Guru. 　　Meski Sang Guru pasti menguasai banyak hal, ia adalah mentor yang sangat malas dan tidak bertanggung jawab. 　　Selain mengajar langsung Bos dan Er Lang, mulai dari murid ketiga Yu Lian, Sang Guru mulai menggembalakan domba. Untuk murid langsung yang diangkat setelahnya, ia praktis tidak mengurus sama sekali. 　　Yang bertanggung jawab mengajari para murid ini adalah orang lain. 　　Orang itu bermarga Li bernama Manman. 　　Ia adalah kakak senior akademi. 　　Selama bertahun-tahun, ia yang mewakili guru mengajar di gunung belakang akademi. 　　Selain ilmu jimat dan berkelahi, semua yang dikuasai murid gunung belakang juga ia kuasai. 　　Baik itu memainkan guqin, catur, melukis, memasak, hingga menyeduh teh. 　　Dan ia sangat kuat dalam semua bidang itu. 　　Tingkat terkuat dalam berbagai hal. 　　Terkuat di dunia fana.