BAB 55 Semut menggerakkan pohon, betapa sulitnya! Aku Tak Tertandingi di Dunia Fana! (Bagian 1)

　　Keriuhan melanda halaman depan Gunung Persik. Tak ada yang percaya pada mata mereka sendiri. Semua menunggu kedatangan utusan Akademi, siapa sangka sang utusan ternyata sudah berada di tengah mereka? 　　Saat Ning Que mengarahkan panah besinya ke siluet tinggi besar dalam tandu raksasa, teriakan panik meledak. Semua tahu betapa mengerikannya panahnya. 　　Di padang gurun dulu, Pangeran Long Qing yang sedang menembus Zhi Ming menjadi lumpuh oleh panah besinya. Saat itu Ning Que baru memahami Pemahaman Mendalam, kini ia telah mencapai Zhi Ming. Setelah merebut ritual Tianqi terbesar dalam sejarah, bahkan melampaui ambang Lima Batas - seberapa dahsyatkah kekuatan panahnya sekarang? 　　Sebenarnya sebelum kerumunan berteriak, Pendeta Agung dalam tandu telah merasakan bahaya. Dialah ahli dengan tingkat pemahaman tertinggi di halaman depan Gunung Persik. 　　Dengan cepat ia bangkit dari keterkejutan, meneriakkan mantra. Sepasang telapak tangan barunya melambai cepat di depan dada, menciptakan sepuluh aliran Qi menyala di depan tandu. 　　Aura-aura ini memiliki keagungan yang tak tertolak, bagaikan aturan di bawah langit yang bisa digunakan untuk memandu segala hal di dunia fana. Inilah prinsip universal! 　　Dulu di padang gurun, perut bagian bawah dan gunung salju Pendeta Agung terluka parah oleh Yu Lian, menjadikannya pria dikebiri. Sejak hari itu, ia memusnahkan nafsu duniawinya dan akhirnya memasuki Tao melalui prinsip universal. Inilah ritual nyawa sejatinya! 　　Sungguh pantas sebagai pemimpin Kuil Xiling! Meski kekuatan ilahi Langit Tak Berpelukan dari ritual Tianqi direbut Ning Que, tingkat meditasinya tetap misterius. Mana mungkin mudah ditembak mati? 　　Walau menggunakan ritual prinsip universal, Pendeta Agung tak berani mencoba menguasai busur besi dan panah besi di tangan Ning Que. Saat ini tubuh Ning Que dipenuhi energi kosmik Langit Tak Berpelukan yang dahsyat, telah melampaui ambang Lima Batas. Bisa dibilang ia sudah di luar dunia fana. Prinsip universal menguasai semua hal di dunia, tapi bagaimana menguasai entitas di luar dunia? 　　Target yang dipilih Pendeta Agung adalah para pendeta dan petugas Kuil Xiling di bawah tandu raksasa. Sepuluh mantra prinsip universal menghujam kerumunan. Wajanya mendadak pucat saat rektor dan wakil rektor Akademi Tianyu beserta belasan Pendeta berbaju merah tak bisa mengendalikan tubuh mereka sendiri, mendekati tandu raksasa. 　　Saat itu panah besi Ning Que baru saja meninggalkan senar busur. 　　Panah besi yang melesat dari senar tidak mengeluarkan suara sama sekali, baru setelah mendekati tandu raksasa dan menyentuh Pendeta berbaju merah pertama, suara gemuruh mengerikan pecah! Pendeta berbaju merah itu langsung dihancurkan menjadi debu darah! Panah terus melaju, menembus dada Pendeta berbaju merah kedua yang juga hancur menjadi debu darah! 　　Di udara antara tandu raksasa dan Ning Que, belasan Pendeta berbaju merah beserta Rektor dan Wakil Rektor Akademi Tianyu mengapung. Kilatan cahaya hitam menyambar, dan belasan kabut darah segera mengotori angkasa! 　　Semua yang menghalangi tandu tewas mengenaskan. Baik Wakil Rektor Mo Li maupun Rektor yang telah mencapai Zhi Ming (Pengetahuan Takdir), sama sekali tak sempat bereaksi sebelum tubuh mereka remuk diterjang panah besi! 　　Panah besi menembus tandu raksasa. 　　Ribuan lapis tirai sutera beterbangan bagai kapas, cahaya megah padam seperti lentera minyak di tengah badai. Tandu raksasa berderak pecah menjadi kerikil, menyingkap tubuh jorok dan kurus Sang Pendeta Agung. 　　Setelah mengerahkan prinsip universal dan Tao, Sang Pendeta Agung langsung terjatuh menelungkup. Asal bisa menghindari panah maut ini, ia rela melakukan apa saja - keagungan sebagai pemimpin Tao sudah tak dipedulikan lagi. 　　Tapi panah itu terlalu cepat. Meski kecepatannya berkurang setelah menembus belasan Pendeta dan tandu, tetap melampaui imajinasi semua orang. 　　Saat panah besi tiba di hadapannya, lututnya hanya tertekuk beberapa inci, tubuhnya hanya sempat bergeser beberapa senti, telapak tangan baru terangkat ke depan, tak bisa sepenuhnya menghindar. 　　Wajahnya dipenuhi ketakutan, pupil matanya menyempit seperti kacang. 　　Plak-plak dua suara ringan, tangan kanannya yang melindungi dada berubah menjadi kabut darah. Selanjutnya, bahu kanannya pun berubah menjadi kabut darah. Di mana pun panah besi melintas, segalanya berubah menjadi kabut darah. 　　Telapak tangannya pernah dipotong Xu Shi di Chong Gunung Xiao, lalu diputus Yu Lian di gunung belakang akademi. Berkat anugerah Langit Tak Berpelukan ia bisa lahir kembali, namun hari ini tangannya lenyap lagi. 　　Tak hanya itu, bahu kanannya pun hilang, menyisakan celah mengerikan berdarah. 　　Pendeta Agung melolong histeris, tubuhnya berlumuran darah, bagai orang gila. 　　Panah besi yang menembus tandu raksasa tak berhenti. Dengan desingan, ia menghilang lalu muncul seketika di puncak Gunung Persik, melesat menuju kedalaman Kuil Cahaya Suci! 　　…… 　　…… 　　Panah besi hitam itu tampak sederhana dan biasa. Namun di mana pun mata panahnya mengarah, penghalang pun tercabik. Praktisi kultivasi tingkat Pemahaman Mendalam maupun Zhi Ming tak berkutik, langsung berubah menjadi kabut darah. Bahkan Pendeta Agung pun terluka parah hingga nyaris gila. Satu panah saja kekuatannya bisa sehebat ini! 　　Hanya tertegun, bukan kejadian tak terduga. Tak ada yang merasa heran. Yuan Shisan Jian merupakan kristalisasi kecerdasan kolektif gunung belakang akademi, dibuat dengan kekuatan negara Tang yang perkasa. Senjata pamungkas ini memang dirancang untuk membunuh musuh yang lebih kuat. Dalam berbagai pertempuran sebelumnya, telah membuktikan kengeriannya yang tak terbantahkan. 　　Saat ini Ning Que telah mencapai pencerahan Tianqi, tubuhnya dipenuhi kekuatan ilahi tak terbatas. Bahkan guru utama di puncak kejayaannya sekalipun mungkin tak berani menghadapi langsung panahnya, apalagi orang-orang di depan Gunung Persik ini? 　　Sebelumnya, orang-orang di halaman depan bahkan berhalusinasi: Andai panah besi Ning Que bukan ditujukan ke Pendeta Agung dalam tandu raksasa, tapi ke Gunung Persik, mungkin gunung itu sendiri akan runtuh ditembus panah ini! 　　Inilah Yuan Shisan Jian yang benar-benar unik, tiada duanya di langit dan bumi! 　　Orang-orang bahkan tak menyangka: Panah besi yang ditembakkannya dalam kondisi seperti ini ternyata berhasil dihindari oleh Pendeta Agung. 　　Meski saat ini Pendeta Agung mengalami luka parah, namun tetap bertahan hidup. Ahli dengan tingkat meditasi setinggi ini, selama masih bisa bernapas, tetap merupakan kekuatan yang tak boleh diremehkan siapa pun. 　　Ning Que sendiri tidak terkejut. Berbeda dengan pemikiran orang biasa, Yuan Shisan Jian tidak seperti panah biasa yang semakin mematikan dari jarak dekat. Sebaliknya, semakin jauh jaraknya, semakin sulit diantisipasi dan semakin horor efeknya. 　　Jika bisa menentukan target yang ditunjuk kepala panah, panah besi yang ditembakkan melewati ribuan gunung dan sungai baru benar-benar kuat, karena tak ada yang bisa menghindari panahnya tanpa persiapan. Namun lawan bisa bereaksi lebih dulu dengan mengamati gerakannya. Alasan dia tak pernah berhasil menembak mati Yeh Hongyu dalam beberapa pertarungan sengit adalah prinsip ini. Meski kini kemampuannya tak tertandingi, prinsip itu tetap tak berubah. 　　Jaraknya yang terlalu dekat dengan tandu raksasa memungkinkan Pendeta Agung melihat gerakannya. Dengan kemampuan meditasi tingkat tinggi yang penuh teka-teki, sang Pendeta tentu bisa memberi reaksi paling akurat. 　　Sebenarnya jika bukan karena pengalaman menembak kosong ke Pendeta Agung di padang gurun sebelumnya, sehingga sengaja mengarahkan panah ke bagian bawah siluet sang Pendeta, mungkin panah ini sama sekali tak akan melukainya. 　　Kegagalan menembak mati Pendeta Agung langsung tak membuatnya menyesal. Dalam rencana akademi, hidup-mati Pendeta memang bukan prioritas. Pedang Liu Bai hanyalah pemicu. Hal terpenting adalah ritual Tianqi agung ini, upayanya merebut kekuatan ilahi Langit Tak Berpelukan secara paksa, lalu membangun kembali hubungan. 　　Dia tahu dirinya telah berhasil, sehingga puas. Tak lagi mempedulikan Pendeta Agung di tandu yang berambut kusut penuh darah kotor, ia berbalik memandang para ahli di depan altar, bersiap mengambil panah lagi. 　　Sampai saat ini, tetap tak ada yang bisa memahami kapan Ning Que tiba di Gunung Persik, apalagi mengerti mengapa kekuatan ilahi Langit Tak Berpelakukan yang seharusnya dikeluarkan oleh Pendeta Agung justru masuk ke tubuhnya. Bagaimana mungkin ada praktisi kultivasi yang mampu menembus Lima Batas di usia semuda ini? 　　Namun para praktisi kultivasi kuat itu sadar: Mereka tak boleh memberi kesempatan pada Ning Que untuk melepaskan Yuan Shisan Jian. Jika panah besi mengerikan itu kembali melesat, takkan ada yang selamat di depan Gunung Persik. 　　Yang paling cepat bereaksi adalah Guru Negara Kemah Emas Pangeran: Imam Besar Bao Ding. Pertama, tingkat kultivasinya paling mendalam. Kedua, karena latar belakangnya sebagai pendeta yang menguasai kekuatan pikiran. 　　Pikiran paling stabil di dunia fana adalah para pendeta. Senjata tercepat di dunia fana adalah pikiran. Pikiran lebih cepat dari gerakan fisik, bahkan mengalahkan kecepatan Ning Que menarik busur, mungkin juga lebih cepat dari pedang Liu Bai. 　　Guru Negara Kemah Emas menatap Ning Que. Kerutan di wajahnya tiba-tiba mengeras. Pikirannya menyusup ke lautan kesadaran Ning Que, berubah menjadi ombak dahsyat yang terus menggempur. 　　Seperti pertemuan di padang gurun tahun lalu, wajah Ning Que memucat. Lautan kesadarannya bergolak. Lengan kanannya yang sedang meraih panah dari kotak terasa kaku. 　　Meski kekuatan pikiran Ning Que termasuk yang terkuat di antara praktisi kultivasi, nyatanya dia bukan ahli pikiran. Tanpa latihan ritual pikiran selama puluhan tahun seperti Guru Negara, dia jelas berada di posisi lemah. 　　Namun saat ini fisik dan mentalnya telah dikelilingi kekuatan ilahi Langit Tak Berpelukan yang dahsyat, mana mungkin mudah kalah seperti dulu. Hanya dengan mengedipkan mata, segala kejahatan dalam laut kesadarannya langsung terbakar menjadi asap kehijauan, menyisakan kejernihan semata. 　　Pada momen itu, sebuah kekuatan mahabesar turun dari langit, menghantam ubun-ubun Ning Que. 　　Ning Que sangat familiar dengan kekuatan ini. Ia menengadah dan melihat sebuah wujud Dharma muncul di hadapannya, jubah biksu berkibar-kibar, cahaya Buddha memancar terang, berbelas kasih namun menyimpan kekejalan. 　　Di kedalaman cahaya Buddha, Qinian dari Kuil Gantung duduk bersila, bibirnya bergetar halus. 　　Wujud Dharma ini adalah Dharma Body Acala milik Qinian. Mantra yang diucapkannya adalah mantra sejati agama Buddha ortodoks. 　　Kombinasi keduanya adalah mudra mantra sejati Buddhisme yang paling kuat! 　　Dulu di Kuil Rotten Ke, Ning Que pernah disiksa oleh mudra mantra sejati Qinian hingga tersiksa. Meski mudra mantranya sendiri sudah sempurna, karena tak pernah melatih wujud Dharma, tentu ia tak mampu melawan. 　　Namun masa lalu adalah masa lalu, hari ini adalah hari ini. 　　Tangan kanan Ning Que sedang mengambil panah. Melihat situasi tak menguntungkan, ia membalikkan telapak tangan dan menyambut langit! 　　Wujud Dharma Acala bermuka murka, alisnya mencuat bagai pedang, mata menyemburkan petir, telapak tangan raksasa menekan ke bumi! 　　Hutan musim gugur di sisi halaman depan bergetar hebat oleh tekanan dahsyat Buddhisme ini, dedaunan merah-kuning beterbangan dari rantingnya! 　　Dibandingkan telapak tangan Dharma Body Acala yang sebesar bukit, telapak tangan Ning Que terlihat begitu kecil. 　　Telapak tangan bertemu, energi alam semesta di halaman depan Gunung Persik mulai berkisar ke segala penjuru! 　　Dharma Body Acala hancur berantakan, berubah menjadi serpihan tak terhitung! 　　Ning Que ternyata menggunakan kekuatan ilahi Haotian untuk menghancurkan Dharma Body Acala yang tampak kokoh tak tergoyahkan ini! 　　Satu sinar suci Haotian Shenhui menerjang dari samping. 　　Tanpa berbalik, Ning Que tahu pasti Zhao Jun yang turun tangan menyergap. 　　Ia sama sekali tak menghiraukan orang itu, telapak kanan yang baru saja menghancurkan mudra dharma menggenggam udara dalam hembusan angin musim gugur, membentuk kepalan kosong yang seolah bisa menampung hulu pedang, lalu menggenggam erat hulu pisau besi. 　　Ia mengayunkan pisau besi, menebas ke arah Qinian di kejauhan. 　　Suara raungan dahsyat menggema, pisau besi tiba-tiba memerah menyala, mengeluarkan api horor. 　　Meski Qinian belum mencapai pencerahan melalui raga fisik, tubuhnya sekeras vajra, namun tak sanggup menahan tebasan sederhana Ning Que ini. 　　Jubah biksu terkoyak, luka tusukan mengerakan muncul di dadanya. 　　Pisau besi di tangan Ning Que tak berhenti, raungannya pun terus bergema. 　　Api berkobar dahsyat, siluet Zhu Que samar muncul di tengah kobaran. 　　Pisau besi menghujam dari kejauhan ke arah Guru Negara Kemah Emas. 　　Guru Negara menundukkan pelupuk mata, mengangkat kendi kayu biasa yang ia pegang. 　　Zhu Que kembali meraung. 　　Kendi kayu itu hangus terbakar, retakan muncul di permukaannya. 　　Hanya sekejap, Guru Negara tiba-tiba tampak berpuluh tahun lebih tua, darah segar menyembur dari mulutnya dengan suara "bruk". 　　Pada saat itu, sinar suci Haotian Shenhui Zhao Nanhai jatuh ke tubuh Ning Que. 　　Ning Que seolah tak menyadarinya, berbalik memandang penerus Imam Besar Nanhai yang berada di puncak Zhi Ming ini. Pisau besinya menghancurkan kecenderungan energi, membawa kekuatan gunung, menghujam hingga sosok itu terlempar puluhan zhang. 　　Kemudian dia berkata: "Bodoh." 　　Tubuhnya sedang dimurnikan oleh kekuatan ilahi Haotian, mana mungkin terluka oleh sinar suci tersebut? 　　Halaman depan Gunung Persik sunyi sepi bagai kuburan. 　　Tubuh Ning Que saat ini seolah terbakar, pisau besi di tangannya pun menyala. 　　Karena tak sempat melepaskan Yuan Shisan Jian, dia menggunakan pisau besi. 　　Tiga kali pisau itu diayunkan, tiga orang pun terluka parah di arena. 　　Qinian, petugas lapangan Buddhisme. 　　Guru Negara Kemah Emas, Imam Besar Bao Ding. 　　Serta Zhao Nanhai yang bodoh. 　　Tak ada yang berani mempercayai pemandangan yang mereka saksikan. 　　Tapi ini nyata. 　　…… 　　…… 　　(Asal usul judul bab ini jelas merujuk pada Ning Que dan Liu Bai.) BAB 56 Semut Menggerakkan Pohon Mustahil Terjadi, Aku Tak Tertandingi di Dunia Manusia! (Bagian Tengah) 　　Bumi di halaman depan Gunung Persik berguncang hebat. Lebu, ahli bela diri terkemuka Kemah Emas Pangeran, akhirnya turun tangan. Reaksinya tak kalah cepat dari Guru Negara dan Qinian, namun karena mempraktikkan ilmu bela diri, saat menerjang Ning Que seperti harimau, tetap membutuhkan waktu sehingga agak terlambat tiba. 　　Kedatangan terlambat atau cepat tidak penting, karena akhirnya tetap harus mundur. Ning Que mendengar suara meraung pecah udara dari belakang, pergelangan tangannya berputar. Mata pisau hitam legam dari pundak berbalik horizontal, menghantam tinju Lebu. 　　Sebelumnya, tinju Lebu telah bertabrakan berkali-kali dengan tongkat besi di tangan Tang Xiaotang. Perlu diketahui, tongkat besi yang tampak kasar itu sebenarnya pusaka suci Iblis Zong. Meski menghadapi dengan tangan kosong, tinjunya sama sekali tidak sobek. Ini membuktikan cultivation seni bela dirinya yang mengerikan. Tapi saat bertemu pisau besi ini, terdengar suara krak! Lebu merintih kesakitan seperti harimau terluka. Pergelangan tangannya remuk redam, tubuh perkasanya yang sebesar gunung bergetar hebat sebelum terlempar ke belakang dan jatuh menghantam bumi. 　　Serangan dari rombongan Nanhai dan pendeta Kuil Xiling akhirnya tiba. Di halaman depan Gunung Persik, suara pedang meraung menyayat hati. Ratusan kilatan pedang terbang dengan kecepatan tinggi seperti hujan deras menghujam tubuh Ning Que. 　　Semua orang di arena tahu, mereka harus membunuh Ning Que dalam waktu sesingkat mungkin sebelum panah kedua dilepaskan. Pertarungan ini benar-benar mempertaruhkan nyawa. Mereka datang silih berganti, tapi karena perbedaan tingkat meditasi, urutan serangan pun terlihat jelas. Dari sini bisa dilihat, Guru Negara Kemah Emas, Qinian dari Buddhisme, dan Zhao Nanhai adalah trio dengan tingkat meditasi paling mendalam di lokasi. Lebu sedikit lebih rendah, sisanya bahkan lebih tidak berarti. 　　Ini tidak berarti serangan terakhir yang datang lebih lemah dari sebelumnya, karena jumlah peserta yang terlibat sangat banyak. Selain Liu Yiqing dan biksu Guanhai dari Kuil Rotten Ke, kekuatan ini ternyata mengumpulkan seluruh tenaga dari semua orang. 　　Jika hujan pedang yang begitu padat, meski langkah tubuh semahir apapun, takkan bisa dihindari. Tapi teknik pedang Ning Que dilatih di padang gurun Gunung Min, semahir mungkin. Ditambah prinsip "satu chi di depan" dari Paviliun Pedang Nan Jin yang dipelajari dari Ye Hongyu, begitu diaktifkan, air hujan asli pun takkan membasahi jubahnya, apalagi pedang terbang seperti hujan. 　　Yang mengejutkan, Ning Que tidak memilih menghindar atau mengibaskan cahaya pisau untuk melindungi seluruh tubuhnya. Selain menebang pedang Tao pendeta tua dari Nanhai, dia sama sekali tidak melihat pedang terbang lain yang menyerang. 　　Ratusan pedang terbang menusuk tubuh Ning Que. Dari pinggiran, dia terlihat seperti landak. Namun sekejap kemudian, ratusan pedang itu patah berkeping-keping, jatuh seperti jerami busuk di kaki Ning Que! 　　Mayoritas pedang Tao yang menyerang bahkan tak bisa menembus sinar suci yang menyelimuti sekujur tubuhnya. Meski pedang Tao dari Kuil Xiling dan beberapa orang Nanhai yang mencapai tingkat Zhi Ming, paling-paling hanya bisa merobek jubahnya dan menyentuh pori-porinya, lalu kehilangan semua kekuatan sejati sebelum akhirnya patah seketika! 　　Setelah Ning Que melatih Qi megah, tubuhnya yang sudah sekeras besi kini dipenuhi kekuatan ilahi Langit Tak Berpelukan yang dahsyat. Dengan mengikuti prinsip Qi megah, dia menyalurkan energi ini dari dalam ke luar hingga menyelimuti seluruh tubuhnya, membuatnya berkilau seperti jade bahkan hampir mendekati tingkat keabadian Iblis Zong. Mana mungkin pedang terbang biasa bisa melukainya? 　　Pisau-pisau patah berdeburan jatuh menumpuk setinggi setengah kaki di tanah, mirip daun merah-kuning yang bertumpuk di halaman depan Gunung Persik yang agak dingin. Ning Que berdiri tegak di tengah tumpukan itu. 　　Menyaksikan adegan di depan altar ini, semua yang hadir merasakan merinding dan dingin di hati. Terutama para ahli yang pedang Tao nyawa mereka hancur olehnya - mereka mencapai puncak keputusasaan. 　　Pada Perayaan Cahaya di Kuil Xiling hari ini, setidaknya 20 praktisi Zhi Ming (Pengetahuan Takdir) berkumpul di halaman depan Gunung Persik, termasuk para legenda seperti Pendeta Agung Xiling, Qinian dari Buddhisme, dan Guru Negara Kemah Emas. Bisa dikatakan separuh lebih kekuatan puncak dunia manusia hadir di arena ini. Namun formasi megah ini ternyata ditembus hanya dengan sekali tebas pisau Ning Que! 　　Dikepung para ahli, dia tak sempat menggunakan Yuan Shisan Jian lagi. Jimat dewa yang konon mengerikan itu pun tak terlihat. Hanya dengan sebilah pisau besi, dia mengalahkan semua ahli di dunia! 　　Ning Que pernah dianggap sebagai praktisi lapangan terlemah sepanjang sejarah dunia pertapaan. Tapi kini, siapa berani menyebutnya lemah? Siapa punya hak merendahkannya? Siapa bisa lebih kuat darinya? 　　Mengapa? Karena dia menerima Tianqi? Mengapa dia bisa menerima kekuatan ilahi Langit Tak Berpelukan? Bahkan jika dia benar-benar mencapai tingkat di atas Lima Batas, tapi dia bukan pengikut Langit Tak Berpelukan, mengapa tidak meledak oleh kekuatan ilahi Langit Tak Berpelukan yang dahsyat? 　　Orang-orang ternganga takjub, ribuan tanda tanya bergema tak henti di hati mereka. 　　Pada saat itu, Ning Que menancapkan pisau besinya dalam-dalam ke bumi, lalu mengangkat busur besinya. 　　Beberapa teriakan keras dan jeritan kaget bergema di halaman depan Gunung Persik. 　　Sebuah pisau besi Ning Que saja sudah sekuat ini, bagaimana horornya jika dia menggunakan Yuan Shisan Jian? 　　Orang-orang tak mungkin membiarkan adegan seperti itu terjadi. Baik terluka maupun tidak, semua orang kembali menyerang Ning Que tanpa takut mati, energi alam semesta di halaman depan Gunung Persik menjadi kacau balau! 　　Seperti sebelumnya, para ahli dengan tingkat meditasi paling mendalam adalah yang pertama bereaksi. 　　Ekspresi Guru Negara Kemah Emas Baoding Shenguan berubah serius, warna kendi kayu di tangannya tiba-tiba menggelap, tanpa disadari telah tertutup lapisan tipis embun beku. 　　Kekuatan pikiran dahsyat seluas lautan sang Guru Negara, diperkuat dan diperbesar melalui kendi kayu, berubah menjadi kekuatan pikiran yang membekukan serta dipenuhi dendam pengorbanan ritual padang rumput, menyerang Ning Que dari kejauhan! 　　Dia yakin meski Ning Que mendapat kekuatan Langit Tak Berpelukan, pasti akan kesulitan menghadapi serangan dendam dingin yang memakan banyak korban ini. Tapi tak disangka, kekuatan pikiran ini langsung menghilang setelah dilepaskan, bagai patung lumpur tenggelam di laut, tak tahu kemana perginya! 　　Serangan kekuatan pikiran ini ternyata terputus tuntas oleh kekuatan tak kasat mata! 　　Kekuatan macam apa yang bisa memutuskan serangan kekuatan pikiran?! 　　…… 　　…… 　　Hampir bersamaan, Qinian juga mengerahkan cara terkuat dari Buddhisme miliknya. 　　Qinian adalah biksu senior Kuil Gantung, praktisi spiritual Buddhisme sejajar dengan Ye Su dan Tang. Sejak fenomena langit turun ke padang gurun dua puluh tahun lalu, ia mengunyah lidahnya dan menjalani meditasi bisu dengan ketabahan welas asih. 　　Latihan ini berlangsung lebih dari sepuluh tahun. Tak seorang pun pernah mendengarnya bersuara lagi, bahkan saat menghadapi Cultivasi 23 Tahun Jangkrik sang Pemimpin Iblis Zong yang bersembunyi di hutan tepi Danau Salju Chang'an. 　　Hingga suatu hujan musim gugur di Kuil Rotten Ke beberapa tahun lalu, ketika Ning Que dan Sang Sang hendak masuk ke papan catur Buddha, Guru Kedua Jun Mo menghancurkan kuil dan masuk. Barulah ia akhirnya memecahkan meditasi bisunya dengan mengucapkan mantra "Jí"! 　　Satu kata "Jí" itu membuat lonceng kuno Kuil Rotten Ke retak, memaksa Jun Mo membiarkan punggungnya terbuka untuk Ye Su sambil melemparkan pedang besinya. Ini membuktikan betapa dahsyatnya meditasi bisu sang biksu senior. 　　Kini beberapa tahun telah berlalu. Meditasi bisu Qinian semakin kuat. Dengan bibir yang sedikit terbuka diterpa angin musim gugur, sekuntum bunga teratai putih murni muncul di antara giginya! 　　Sosok ini ternyata telah mengkultivasi makna sejati Buddhisme menjadi wujud nyata! 　　Ini bahkan lebih tak wajar daripada Pose Dharma Sang Pelindung yang pernah dikultivasinya! 　　Bunga teratai putih murni itu melayang meninggalkan bibirnya, bergerak menuju Ning Que. 　　Tak seorang pun tahu, bunga teratai putih ini menyerang Ning Que, akan memicu kekuatan seberapa dahsyat. 　　Ning Que tidak tahu, dan dia pun tak ingin tahu. 　　Orang-orang di halaman depan Gunung Persik ingin tahu, tapi mereka tak bisa mengetahuinya. 　　Karena bunga teratai yang mengandung pikiran Buddha tak terhingga ini tak bisa melayang ke depan Ning Que, namun tak lama setelah meninggalkan bibir Qinian, langsung pecah menjadi ratusan kelopak di udara tepat di depan wajahnya! 　　Kekuatan macam apa yang bisa memotong bunga pikiran Buddha menjadi serpihan dengan begitu bisu?! 　　…… 　　…… 　　Haotian Shenhui milik Zhao Nanhai menyerang Ning Que. 　　Pilar cahaya suci yang terkondensasi dari Shenhui, baru saja meninggalkan jari telunjuknya kurang dari tiga kaki, langsung terputus. 　　Dalam teriakan marah Lebu, bagai harimau terluka, sekali lagi menerjang Ning Que. 　　Dia hanya melangkah tiga langkah ke depan, tubuhnya langsung tertoreh belasan luka dalam. 　　Pikiran terpotong! 　　Bunga teratai putih terpotong! 　　Haotian Shenhui terpotong! 　　Tubuh terkuat pun dengan mudah terbelah! 　　Udara di sekitar altar seolah menyembunyikan ribuan kekuatan tak terlihat. 　　Kekuatan-kekuatan itu luar biasa tajam, mampu memotong habis segala sesuatu di dunia. 　　Sebenarnya kekuatan apa yang bisa begitu mengerikan? 　　Shenhui yang terputus menyembur mengenaskan, pecahan bunga teratai melepaskan pikiran Buddha yang mengacaukan cahaya, darah dari tubuh Lebu memancur seperti air terjun, di antara Shenhui-cahaya-darah itu, garis-garis samar tampak muncul. 　　Kekuatan-kekuatan itu berasal dari garis-garis tersebut. 　　Garis-garis ini tampak berantakan, namun sebenarnya setiap dua garis membentuk satu kelompok - inilah karakter ''! 　　Di udara depan altar, puluhan jimat '' perlahan muncul. 　　Inilah jimat dewa terkuat milik Ning Que! 　　Inilah jimat yang membuat guru utama terpisah dari daging dan tulang di Kota Chang'an! 　　Tak ada yang melihat cara dia menerapkan ilmu jimat, karena tak ada yang tahu bahwa setiap tebasan pisau besinya bukan hanya untuk mengusir musuh, tapi juga menulis jimat. 　　Setiap bekas tebasan adalah satu garis, dua tebasan membentuk satu jimat. 　　Jimat ''! 　　…… 　　…… 　　Di depan altar, jimat-jimat '' melayang-layang. 　　Tak ada lagi yang berani menyerang Ning Que. Para praktisi kultivasi paling sombong sekalipun tak berani bertindak sembarangan menghadapi karakter sederhana ini, mengingat nasib guru utama masih segar. 　　Orang-orang terdiam terpana, bukan hanya karena cara ajaib Ning Que menulis jimat dengan pisau, tapi lebih karena dia mampu menulis begitu banyak jimat dewa dalam waktu sesingkat ini! 　　Ahli talisman membutuhkan bakat khusus. Meski orang seperti Qinian mengerti prinsip dasar ilmu jimat - jika menulis jimat diibaratkan menulis, maka kekuatan pikiran sang ahli adalah tintanya. Namun kekuatan pikiran yang dibutuhkan untuk menulis satu jimat dewa saja sulit dibayangkan. 　　Ahli jimat dewa terkuat sekalipun di dunia pertapaan, bahkan Master Yan Se yang telah mencapai tingkat meditasi tertinggi, mustahil bisa menulis begitu banyak jimat dewa dalam waktu secepat ini! 　　Tapi Ning Que berhasil. Dia bahkan tak perlu meditasi untuk memulihkan kekuatan pikiran. Bagaimana mungkin dia melakukannya? 　　Jimat '' melayang-layang di depan Gunung Persik, ribuan dedaunan beterbangan lalu hancur, jeritan mengenaskan bergema di mana-mana, banyak orang putus kaki dan kepala, Qinian dan yang lain berekspresi serius, tak berani maju. 　　Panah besi telah terpasang di tali, busur besi membengkok. 　　Ning Que menatap pemandangan di hadapannya, merasa seperti kembali ke badai salju di Kota Chang'an musim dingin lalu. Kekuatan ilahi Tianqi bagaikan kekuatan tak terbatas yang diberikan Chang'an padanya. 　　Dengan kekuatan ini, ia bisa melakukan hal-hal tak terduga, menulis banyak jimat dewa. Bahkan saat berhadapan dengan guru utama, ia penuh keyakinan. Perasaan ini sangat luar biasa. 　　Perasaan ini, disebut TAK TERKALAHKAN.