Melihat awan yang dipenuhi tumbuhan berantakan, ada yang daunnya rimbun, ada yang seperti rumput musim gugur di bawah embun putih yang menyedihkan. Semuanya adalah tulisan kusut, tulisan pembunuh. Saat jimat yang dihantam Ning Que dengan pisau melayang ke atas, terlihat jejak-jejak halus di udara. Kaligrafi kursif di antara awan langsung berantakan.
Cara Ning Que memang hebat. Bahkan Master Wang Shusheng yang menyaksikan adegan ini pun sangat mengagumi visi Master Yan Se. Tentu kekagumannya tetap pada Yan Se, bukan mungkin pada Ning Que.
Tiba-tiba terdengar teriakan Master Wang Shusheng di depan aula. Angin musim dingin yang sejuk berubah semakin kencang. Lebih banyak awan tertiup ke tempat ini, menutupi sinar matahari di baliknya. Istana tampak semakin sunyi dan dalam.
Awan adalah benda yang sangat ajaib. Saat jumlahnya sedikit, ia menjadi awan putih di langit biru cerah. Saat jumlahnya bertumpuk, warnanya semakin pekat.
Awan di atas istana semakin tebal, berubah menjadi awan hitam yang kelam pekat. Gerakan gumpalan awan bagai tinta di batu tinta yang terus diaduk oleh kuas tak kasat mata.
Kertas putih sebelumnya berubah menjadi tinta dalam batu tinta. Kaligrafi liar yang tajam dan kusut itu lenyap. Namun sebentar kemudian, lapisan awan tiba-tiba merendah, memuntahkan gumpalan awan kacau seperti tinta.
Setiap gumpalan awan kacau adalah sebuah tulisan kusut.
Tulisan kursif gila Master Wang Shusheng tidak menghilang, melainkan berubah dari jejak di atas kertas awan menjadi tinta awan, seolah memiliki energi berwujud fisik yang menghujani ubun-ubun Ning Que bagaikan hujan.
Sungguh cara yang hebat!
Wajah Ning Que memucat, kekuatan pikirannya dari lautan kesadaran mengalir deras keluar. Pisau besinya melambai di depan tubuh, menuliskan satu demi satu jimat yang memotong habis karakter-karakter kursif dari tinta awan menjadi ranting kering.
Namun awan hitam ini menyelimuti seluruh istana dengan area yang luas, menyembunyikan ratusan karakter kursif gila yang terus-menerus menghujani. Sampai kapan dia bisa terus memotong?
Pisau besi menembus angin, jimat memotong rumput tanpa suara. Coretan-coretan berbahaya itu bagai ilalang sungguhan yang dipanen dan dicincang. Hujan karakter kursif dari tinta awan semakin rapat, seolah tak ada habisnya. Wajah Ning Que semakin pucat, hanya bertahan dengan makna jimat di sekeliling tubuhnya.
Di medan perang ini, satu-satunya yang membatasi kekuatan ilmu jimat adalah kekuatan pikiran. Jimat sakral seperti yang begitu dahsyat menguras kekuatan pikiran secara luar biasa. Jika tidak demikian, bukankah beberapa ahli jimat dewa saja sudah cukup untuk menyapu bersih seluruh Dunia Manusia?
Bagi Ning Que, selama ini saat menggunakan jimat, ia jarang merasakan pentingnya kekuatan pikiran. Ini karena sejak kecil ia telah bermeditasi hampir secara masif, sehingga kuantitas kekuatan pikirannya jauh melampaui ahli talisman biasa. Di momen krusial ketika ia benar-benar perlu menulis banyak jimat dewa—seperti saat bertarung dalam Perayaan Cahaya atau melawan Guru Utama di Chang'an—sumber kekuatan pikirannya tak pernah habis: Formasi Kejutan Pikiran dan kekuatan ilahi Sang Sang.
Hari ini berbeda. Menghadapi Sang Guru Kaligrafi Agung yang penuh teka-teki, ia harus mengerahkan seluruh tenaga. Tanpa bantuan Kota Chang'an, setelah menulis tujuh jimat , ia mulai merasakan tanda-tanda kekuatan pikirannya akan tandus!
Saat Master Yan Se mewariskan ilmu jimat padanya, hal ini sudah dijelaskan. Ning Que sangat paham bahwa kehabisan kekuatan pikiran adalah hal biasa bagi ahli talisman—bahkan penyebab kematian paling umum. Yang menggetarkannya justru: tujuh jimat saja hampir menghabiskan kekuatannya, sementara lawannya menulis ratusan karakter kursif di awan tanpa perubahan ekspresi!
Jarang Ning Que menemukan praktisi kultivasi dengan kekuatan pikiran lebih dahsyat darinya. Kali ini ia baru sadar: kuantitas kekuatan pikiran lawannya mengerahkan, bahkan melebihi Guru Negara dari Kemah Emas Pangeran! Benarlah Sang Guru Kaligrafi Agung, tingkat spiritual dan metodenya memang kelas tertinggi di dunia fana.
Ning Que tahu harus segera membuat keputusan tegas. Ia menancapkan pisau besinya ke tanah batu hijau, memanfaatkan jimat yang masih bertahan dari serangan kaligrafi tinta di awan, lalu mengambil busur-panah dari punggung kuda hitam Da Hei.
Dia menarik busur besi, memasang panah besi, mengarahkannya ke Sang Guru Kaligrafi Agung di atas anak tangga batu depan aula.
Sehebat apa pun kekuatan pikiranmu, seberapa mengerikan kaligrafi kursif di antara awan ini, setelah kupanah kau hingga jantungmu membeku, apa lagi yang bisa kau lakukan?
Saat ini di arena, awan tinta beterbangan kacau, makna jimat mengguncang langit-bumi, tak seorang pun bisa melihat gambar dengan jelas. Namun Master Wang Shusheng melihat jelas setiap gerakan Ning Que.
Menatap busur besi yang menggemparkan dunia ini, ekspresi Master Wang tetap tenang seperti biasa. Tak ada rasa gentar, bahkan kewaspadaan. Jika dia ingin membunuh Ning Que, mana mungkin tidak mempertimbangkan cara terkuat sosok ini?
Kerah jubahnya berkibar lembut. Master Wang mengulurkan tangan kanannya dari lengan baju, mencengkram udara dari awan hitam yang bergulung, lalu menyemburkannya ke arah Ning Que!
Lembaran Tinta Raksasa!
Ini adalah Negara Dahe. Ini adalah markas Sang Guru Kaligrafi. Mana mungkin dia membiarkan Ning Que berlaku kurang ajar?
Belasan istana, patung-patung batu dan ukiran perunggu, tiba-tiba memancarkan aura khidmat nan mematikan mengikuti gerakan sang guru mencengkram awan dan menyemburkan tinta - inilah Formasi Besar Istana!
Formasi adalah Jimat Besar. Rangkaian energi spiritual Istana Negara Dahe adalah jimat agung yang ditulis para guru generasi ke generasi dari Kompleks Kolam Tinta. Hari ini sang guru mengambil awan sebagai tinta, menggerakkan istana sebagai jimat, untuk menekan Ning Que seketika!
Depan aula menjadi redup. Suara menyayat hati terdengar samar. Semua pandangan tertutup awan tinta yang disemburkan sang guru. Bahkan dimensi ruang berkerut oleh makna kacau dari jimat dalam awan tinta!
Panah besi Ning Que sudah melesat dari senar, tapi sama sekali tak tahu ke mana perginya!
Inilah cara paling efektif mengalahkan Yuan Shisan Jian - jika kau tak bisa membidik, jika dimensi yang kau lihat semua palsu atau terdistorsi, bagaimana mungkin kau mengenai sasaran?
Memandangi awan tinta di depan mata, merasakan makna jimat kacau yang tersembunyi di dalamnya, ekspresi Ning Que menjadi rumit. Dia tahu dirinya kalah, dan kekalahan ini tak bisa disanggah.
Sang Guru Kaligrafi Agung adalah dewa kaligrafi. Setelah Master Yan Se dan Wei Guangming tewas bersama di utara Kota Chang'an, dialah ahli talisman Tao terakhir di Dunia Manusia. Ning Que masih butuh waktu untuk mencapai tingkat meditasinya.
Meski hampir terbunuh oleh makna jimat dalam awan tinta, anehnya tak ada ketakutan di wajah Ning Que. Dia tetap tenang, hanya terlihat sedikit kecewa.
Master Wang Shusheng mengerutkan alis melihat ekspresi itu, tampak bingung.
Sepanjang hidupnya, Ning Que telah melalui pertempuran berbahaya dan kejam. Tapi pertarungan adil melawan ahli sejati hanya dua kali: di Danau Salju melawan Xiahou, dan di Kota Chang'an melawan guru utama kuil.
Saat melawan Xiahou, sang jenderal masih terluka. Ketika melawan guru utama, seluruh Kota Chang'an dan warganya menjadi tenaganya. Seharusnya, pertarungan melawan Master Wang Shusheng inilah yang paling berbahaya - lawannya benar-benar kuat, sampai bisa meraih awan dan menyapukan tinta seperti mukjizat ilahi.
Ning Que tahu kekalahannya tak terelakkan, namun tetap menganggap ini pertarungan termudah dalam kisah hidupnya.
Dia melepaskan busur besi yang sudah tak berarti, mencabut pisau besi berat dari antara batu hijau, kaki kanannya menghantam keras hingga menghancurkan empat batu hijau yang menyambung, tubuhnya melonjak menerjang Sang Guru Kaligrafi Agung!
Qi megah dalam perutnya meledak sepenuhnya, kekuatan tak terbatas membanjiri setiap sudut tubuhnya, membuat kecepatannya mencapai tingkat yang tak terbayangkan!
Ning Que menerobos masuk ke kabut pekat bak tinta yang tercurah.
Dalam kabut gelap pekat itu, bertebaran coretan-coretan tulisan acak, makna jimat yang kacau dalam lautan tinta.
Udara dalam kabut itu pun sudah berkerut.
Qi megah menyelimuti setiap pori-pori kulitnya, tetap tak cukup menyaring seluruh makna jimat yang mengerikan itu, pakaiannya robek, tubuhnya tercabik luka-luka kecil, darah yang mengalir langsung berubah menjadi kabut.
Ning Que terus berlari dengan kabut darah tipis, menghujamkan pedangnya ke lautan tinta raksasa ini.
Setiap tebasan meredakan sefen warna tinta, di atas lapisan awan suram istana, muncul bekas tebasan tajam yang menyingkap langit biru jernih, di sana masih terbentang langit cerah tanpa awan.
Alis Master Wang Shusheng perlahan terangkat, rambut berubannya yang sebelumnya tercabik jimat Ning Que kini berterbangan ditiup angin.
Dia tahu Ning Que pernah melatih Qi megah, tahu Anak ini telah terjun ke jalan iblis, namun tetap merasa lawan sedang menuju kematian sia-sia. Sebab ruang dalam coretan tinta besar ini telah berkerut. Jangankan Ning Que, bahkan Ke Haoran yang bangkit kembali pun tak mungkin bisa mengayunkan pedang sembari maju seperti ini, karena ruang merepresentasikan kekuatan aturan.
Ia merasa Ning Que sedang bunuh diri, lalu memutuskan untuk mempercepat prosesnya.
Kekuatan pikiran dahsyat menyelimuti seluruh istana, area coretan tinta terus meluas semakin jauh. Kabut suram menyebar di alun-alun depan aula, bahkan mulai menerpa pepohonan bunga di sudut-sudut istana.
Ning Que menerobos masuk ke dalam coretan tinta. Bunyi-bunyi plak-plak nyaring bertebaran, itu suara angin musim dingin yang terseret tubuhnya lalu terputus oleh ruang terdistorsi dan makna jimat kacau di dalam coretan.
Angin saja bisa terpotong, apalagi pisau, apalagi manusia?
Di sudut tembok istana, beberapa cabang pohon bunga berguguran, tampak tak sanggup menanggung makna jimat.
Ning Que melanjutkan lariannya, sama sekali mengabaikan kabut tinta horor ini.
Lalu, dia keluar dari kabut itu, muncul di hadapan Master Wang Shusheng.
Ruang terdistorsi dan makna jimat kacau dalam kabut tak membunuhnya. Selain sobekan kecil di jubah dan luka-luka minor awal, tak ada satu pun luka baru di tubuhnya.
Pepohonan bunga di sudut tembok istana tetap utuh tak terganggu.
Master Wang Shusheng menatap Ning Que yang telah sampai di depannya, sedikit mengerutkan alisnya, tetap diam tanpa sepatah kata.
Dia merasa hal ini sangat membingungkan dan tidak masuk akal.
Meskipun warga Tang memang terkenal tidak mengindahkan prinsip universal, akademi bahkan lebih tersohor akan hal itu.
Tapi hal kali ini benar-benar terlalu tidak masuk akal.
Ning Que tidak berniat lagi berdebat tentang prinsip. Dalam dialog sebelumnya saat Sang Guru Kaligrafi Agung berkata warga Tang tidak mengindahkan prinsip, dia telah memintanya menjelaskan - sekarang tak perlu mengulangi.
Dia mengangkat pisau besi beratnya dan menebang ke arah Master Wang Shusheng.
Dengan Ning Que yang menggenggam pisau besi memasuki zona satu chi di depannya, siapa di dunia ini selain beberapa ahli Ming Zong dan Yeh Hongyu yang bisa menjadi lawannya?
Master Wang Shusheng meraung keras sambil menempatkan kuas secara horizontal di depan tubuhnya.
Kuas patah.
Master Wang Shusheng terhempas ke belakang, menghantam pilar utama aula, memuntahkan darah segar.
Dia Sang Guru Kaligrafi Agung, tetaplah bukan Legenda Pedang.
……
……
Master Wang Shusheng tiba-tiba tampak jauh lebih tua. Menatap separuh kuas patah di tangannya dengan kebingungan - tetap tak memahami.
Dia sangat percaya diri akan tingkat ilmu jimatinya. Percaya bahkan saat pertarungan terakhir Yan Se sebelum ajal, tingkatannya hampir setara. Lalu mengapa muridnya bisa mengunggulinya?
Mengapa Ning Que bisa mengabaikan coretan tinta besar-nya?
Menatap Ning Que dia bertanya: "Mengapa?"
Ning Que berpikir sejenak lalu berkata: "Mungkin karena...Kau tidak boleh mengalahkanku."
Master Wang tak mengerti, bertanya lagi: "Mengapa aku tak boleh mengalahkanmu?"
Saat itu, terdengar suara dari sisi aula.
"Suara ini tak mengandung perasaan apapun, namun memaksa semua yang mendengarnya untuk percaya. Karena pembicaranya terlihat begitu wajar, sebab ucapannya adalah prinsip universal."
"Karena aku tak ingin kau mengalahkannya."
Sang Sang membawa di punggung tangannya berjalan ke depan aula, sama sekali tak memandang Master Wang Shusheng yang tenggelam dalam genangan darah. Ia menengadah melihat awan hitam di langit: "Teknik pengumpulan awannya bagus, sayangnya awannya terlalu kotor."
