Tak ada yang menyadari, saat pasukan berkuda penjaga Kuil Xiling menyerbu alun-alun, seorang pria paruh baya berjubah hijau juga tiba di arena. Entah sejak kapan dia sudah mendekati podium tinggi tanpa bersuara.
Pria paruh baya itu berpakaian sederhana, berdebu akibat perjalanan panjang, berkeringat deras. Di punggungnya terikat erat sebuah bungkusan. Dia mendekati podium, dengan cepat membuka bungkusan dan mengeluarkan papan kayu.
Papan kayu itu terbuat dari material misterius, berpola halus nan rumit namun berkesan logam mulia, memancarkan aura ajaib. Di permukaannya terhampar lapisan tipis pasir kuning halus.
Ini adalah peta pasir.
Papan pasir paling termasyhur di dunia pertapaan: He Shan Pan.
Saat He Shan Pan muncul, seluruh dunia masuk ke dalamnya. Lapisan pasir kuning tipis berterbangan di udara lalu jatuh, mengecat warna alam semesta menjadi kuning, kemudian mengubah segalanya menjadi pasir.
Permukaan batu hijau yang keras berubah menjadi gurun lembut. Kuda perang yang sedang menyambar dengan kecepatan tinggi meringkik panik, jatuh terguling dengan keras, kuku depan patah mengenaskan, sementara penunggang kuda Kuil di punggungnya langsung pingsan.
Dalam waktu singkat, ratusan pasukan kavaleri Kuil terjatuh. Sebaliknya, para pengikut ajaran baru yang ketakutan dan berusaha menghindar, meski geraknya menjadi sulit, tidak terluka oleh pasir ini.
Pasir kuning terkadang seperti air - kelembutannya mengalahkan yang tegar, mengasihani yang lemah.
Kaki Longqing terbenam dalam pasir kuning. Ia merasakan dengan jelas kekuatan penghisapan dari dasar pasir, ekspresinya menjadi sangat berat. Dengan susah payah mengangkat kaki kanannya, berusaha melangkah maju.
Tiba-tiba angin bertiup, menggulung pasir kuning menghalangi di hadapannya.
Pandangannya menembus tirai pasir yang berterbangan, mendarat di sisi altar tempat pria paruh baya berjubah hijau itu berdiri.
Chen Pipi menatap pria paruh baya itu berteriak kaget: "Shixiong keempat!"
Pria paruh baya itu tidak menanggapi, hanya saling bertatapan dengan Longqing.
Longqing sedikit mengerutkan alis. Hari ini ia diperintahkan untuk membunuh Ye Su dan membantai ajaran baru. Meski sudah menduga Akademi mungkin punya persiapan, tak disangka yang datang bukan panah besi itu, bukan Guru Pertama, melainkan sosok ini.
Fan Yue, Guru Keempat Akademi.
Di antara orang-orang menarik sekaligus mengerikan di gunung belakang akademi, Fan Yue terbilang rendah hati. Ia masuk lebih awal, urutannya lebih depan, namun hanya mencapai tingkat Pemahaman Mendalam. Jelas tak setara dengan Li Manman dan Jun Mo. Kak Ketiga Yu Lian meski selama bertahun-tahun tampak hanya di tingkat Pemahaman Mendalam, setelah menjadikan Pendeta Agung Kuil Xiling Xiong Chumo sampah, semua tahu itu hanya penampilan luar. Sedangkan Fan Yue benar-benar berada di tingkat Pemahaman Mendalam.
Tentu ini tak penting. Sang Guru mengangkat murid dengan prinsip 'terbuka untuk semua', tak peduli bakat spiritual mereka. Tapi penghuni gunung belakang masing-masing punya bidang keahlian unggulan. Misalnya para 'senjata' nomor lima, enam, delapan, sembilan, sepuluh, sebelas - hanya Fan Yue yang terlihat relatif lemah. Ia ahli ilmu jimat, tapi tak setara bakat Mo Shanshan dan Ning Que di bidang ini. Ahli strategi, tapi kalah dari Yu Lian. Ahli desain, bahkan tak bisa menyaingi Adik Keenam, apalagi Profesor Huanghe di halaman depan akademi. Jika harus menyebut keahlian terkuatnya, mungkin hanya bermain sempoa.
Selama beberapa tahun ini, gunung belakang akademi perlahan mulai terungkap di hadapan orang duniawi. Ia tetap tak mencolok, tanpa banyak penampilan spektakuler. Hanya rekan seperguruan di gunung belakang akademi yang tahu betapa pentingnya dia - strategi akademi bahkan negara Tang dalam menghadapi dunia luar selama ini dirancang oleh Yu Lian, Ning Que, dan perhitungannya. Dan ia memiliki alat ritual paling berharga di dunia pertapaan saat ini - He Shan Pan.
Tahun itu di depan Ngarai Hijau, berkat He Shan Pan-lah orang-orang akademi bisa menghindari tusukan pedang guru utama. Dengan menghabiskan tenaga mengurungi tusukan pedang itu, Jun Mo mendapat kesempatan menampilkan kewibawaan ilahi. Kemampuan mengurung pedang guru utama membuktikan betapa kuatnya dirinya dan He Shan Pan. Hari ini ia datang membawa He Shan Pan.
Kenyataannya, seharusnya ia tidak muncul di sini.
Sikap Kuil Xiling terhadap Ye Su dan ajaran baru sangat jelas bagi akademi. Tapi baik kakak senior, Yu Lian, maupun Ning Que selalu yakin guru utama bisa dibujuk. Karena membunuh Ye Su tak memberi keuntungan bagi aliran Tao, guru utama pasti takkan melakukannya. Selama guru utama tetap hening, kehadiran Tang Xiaotang dan Paviliun Pedang sudah cukup.
Hanya shixiong keempat yang merasa ada yang aneh. Terus-menerus menghitung dalam waktu yang cukup lama, tak menemukan hasil lain. Tapi ia tetap merasakan kegelisahan hebat. Menurutnya penilaian shixiong, shijie, dan adik seperguruan salah. Tapi tanpa bukti, akhirnya ia datang sendiri. Menyiapkan barang bawaan, pergi sendirian meninggalkan gunung belakang. Membawa He Shan Pan, menempuh ribuan li, untuk menyelamatkan nyawa Ye Su.
Inilah gaya bertarung sejati akademi: bisa bersatu membentuk tembok, tapi tetap mempertahankan perbedaan; bertanggung jawab pada anggota seperguruan, tapi pertama-tama kau harus bertanggung jawab pada dirimu sendiri. Jangan sampai ada penyesalan.
Shixiong keempat akhirnya tiba. Meski sulit mengubah situasi pertempuran sendirian, dia bisa mewakili akademi melakukan upaya yang semestinya. Tak perlu menyesal, itu sudah cukup baik.
Dia mengangkat He Shan Pan, menanamkan seluruh kekuatan pikiran ke dalam piringan itu. Seketika, Lautan Qi Gunung Salju menunjukkan tanda kekeringan. Secara fisik, wajahnya memucat drastis bahkan tubuhnya terlihat mengurus.
Di dalam He Shan Pan ada pasir kuning, tapi sesungguhnya itu adalah pemandangan alam.
Setiap butir pasir adalah panorama alam: sebuah jembatan kecil, aliran air, paviliun, bukit hijau, tandu di atas jembatan, perahu di sungai, orang di paviliun, atau pohon di bukit.
Hari ini, pasir-pasir ini hanya seonggok pasir biasa.
Karena yang paling esensial adalah yang terkuat.
Kekuatan pikiran Shixiong keempat mengaktifkan He Shan Pan. Pasir kuning menari liar lalu berhamburan. Dunia berubah menjadi gurun tandus berwarna kuning, sama sekali tak ada penanda arah.
Pasukan kavaleri Kuil Xiling yang beruntung selamat dari jatuh, menarik tali kekang habis-habisan untuk menghentikan kuda. Mereka turun dan menyeret kuda mencari jalan keluar, tapi mana mungkin mudah?
Shixiong keempat mengangkat He Shan Pan, melangkah ke podium.
Longqing mematung memandangnya. Meski pasir kuning menutupi tanah, ilusi He Shan tak sepenuhnya menyeretnya. Tubuhnya terbenam dalam pasir, namun tatapannya mampu menembus realitas, melihat sang lawan.
Entah mengapa, pandangan Shixiong keempat pada Longqing menimbulkan kegelisahan. Persis seperti saat menghitung nasib di gunung belakang akademi, ia merasa sesuatu yang buruk akan terjadi.
Maka ia meniupkan napas ke piringan He Shan Pan.
Lapisan tipis pasir kuning itu mengkerut. Butiran-butirannya terbang tertiup angin, menari-nari di udara.
Di alun-alun yang telah berubah menjadi gurun, tiba-tiba muncul angin topan. Pasir kuning bergulung-gulung menyelubungi pandangan semua orang. Alam semesta menjadi redup. Yang lebih mengerikan, gurun yang tadinya rata tiba-tiba bergemuruh, melahirkan bukit-bukit pasir berlapis-lapis. Tak terhitung kavaleri tersedot arus pasir yang bergerak!
Prajurit yang selamat dari hisapan pasir pun menghadapi bahaya tak berujung. Jeritan menyayat hati bergema di segala penjuru, diselingi dentuman berat tabrakan antara manusia dan kuda perang.
Bahkan ahli Zhi Ming sekaliber gadis Nanhai Xiao Yu pun takluk di hadapan kekuatan He Shan Pan. Para pendeta dari berbagai kuil Tao berguguran. Ia juga pingsan di tengah pasir kuning.
Langkah Longqing masih belum bisa mendarat, wajahnya pucat. Setelah terluka oleh Tang Xiaotang dan menderita luka parah dari He Shan Pan, dia tak menyangka peta pasir ini begitu mengerikan meski tingkat spiritual lawannya biasa saja.
Tapi apakah ini sudah cukup?
Sejenak kemudian, kakinya akhirnya mendarat, tetap di atas pasir kuning.
Dia gagal keluar dari He Shan Pan, tapi lalu apa?
Bekas luka di wajahnya mulai bersinar terang, sama sekali tidak jelek, malah seperti riasan aneh yang cocok dengan pupil abu-abu dan rambut lurus berbenang perak - bahkan terlihat sangat menawan.
Dengan kekuatan sehebat ini, masih ada trik ampuh yang disembunyikannya. Dia menunggu panah besi Ning Que, menunggu Li Manman. Bahkan terhadap mereka pun dia tak gentar, apalagi sekadar peta pasir?
Dari lipatan bajunya dia mengeluarkan sebuah jilid buku, mengulurkannya ke tengah badai pasir.
Dia teringat masa lalu sebagai Wakil Kepala Divisi Judgement, memimpin petugas hitam memburu sisa-sisa Iblis Zong dan pengkhianat agama. Saat itu dirinya adalah perwujudan kebajikan, dan yakin betul akan status itu.
Ekspresinya mengeras menatap Ye Su dan yang lain di seberang badai, dalam hati mengulang mantra yang sangat dikenalnya dulu: "Wahai pendosa, terimalah hukuman dari Langit Tak Berpelukan!"
Di Kuil Hakim Gunung Persik semalam, praktisi spiritual paruh baya menggunakan sebuah jilid kitab memecahkan sangkar Ye Hongyu. Itu adalah Kitab Langit Jilid Luo, sementara di tangan Longqing saat ini juga terdapat sebuah Kitab Langit - Kitab Langit Jilid Sha.
Guru utama yang telah membuat keputusan terpenting itu tak lagi mempedulikan kata "penghinaan". Kitab Langit tersakral aliran Tao dalam rencananya telah berubah menjadi wadah, sebuah wadah yang sangat kuat.
Praktisi spiritual paruh baya itu menemani Kitab Langit di Kuil Penjagaan selama tak terhitung tahun, sedangkan Longqing selalu membawa Kitab Langit Jilid Sha di sampingnya. Hanya mereka berdua yang memiliki kemampuan menggunakan Kitab Langit sebagai senjata.
Kota di pagi hari tertutupi pasir kuning, tak lagi menyisakan kesejukan segar musim dingin. Hanya ada kejemuan, dan ketika Longqing mengangkat Kitab Langit Jilid Sha, perasaan itu semakin mengkristal.
Sampul Jilid Sha berubah diterpa angin, menjadi puluhan ribu butiran pasir mikroskopis yang mulai menari-nari. Halaman kedua Jilid Sha pun berubah seluruhnya menjadi pasir, diikuti halaman ketiga, keempat, kelima...
Miliaran butir pasir berubah menjadi sungai pasir, melesat dari tangan Longqing menembus langit. Di kedalaman langit mereka menyambut makna filosofis yang tak terucapkan, lalu menghujam deras ke dalam lautan pasir kuning.
Kitab Langit Jilid Sha mencatat hampir semua metode latihan di dunia pertapaan. Ini mustahil dikerjakan manusia, sama seperti Jilid Ri - selain kumpulan aliran Tao, lebih banyak memanfaatkan kekuatan ilahi Langit Tak Berpelukan.
Aliran Tao memandang kultivasi sebagai hadiah dari Langit Tak Berpelukan bagi umat manusia. Jilid Kitab Langit ini ibarat daftar hadiah, berisi metode latihan tak terhingga bagai samudera atau pasir di dasar laut yang tak terhitung jumlahnya. Setiap butir mewakili anugerah Langit dan rasa hormat manusia. Hari ini, Jilid Sha benar-benar menjelma butiran pasir. Tulisan tinta yang merekam metode latihan meleleh di atas kertas lalu menghilang, berubah menjadi partikel terkecil yang masing-masing seolah menyimpan kekuatan metode tersebut.
Miliaran butir pasir, miliaran jenis metode latihan, berhamburan di tengah badai pasir kuning dan jatuh ke dalam He Shan Pan. Meski piringan ini menyimpan pemandangan alam seluas 10.000 li, sebagai buatan praktisi kultivasi, mana mungkin menampung keluasan dan kerumitan yang hampir tak terbatas?
Seketika, badai pasir berhenti tiba-tiba. Di sudut-sudut tertentu bahkan mulai samar-samar muncul paviliun dan bangunan tinggi, hampir kehilangan bentuk aslinya dan berubah menjadi bayangan maya dalam He Shan Pan.
Lengan Shixiong keempat yang memegang He Shan Pan gemetar tak terbendung, seolah sebentar lagi akan menjatuhkannya. Ia merasakan serangan mengerikan dari piringan itu, yang ternyata lebih dahsyat dari pedang maya yang pernah dilemparkan guru utama di depan Ngarai Hijau tahun itu. Wajahnya seketika pucat, sudut bibirnya mulai mengucurkan darah.
"Bubarlah."
Longqing berkata tanpa ekspresi. Begitu suaranya bergema, badai pasir di alun-alun melambat berjuta kali lipat. Jembatan kecil dan air mengalir yang baru mulai muncul tertutupi butiran pasir yang menyembur dari Jilid Sha.
Pandangan dipenuhi pasir kuning, tertutupi pasir dasar laut, tak perlu mencari jalan keluar. Aku menggunakan duniaku untuk membungkus duniamu, maka aku bisa berjalan sesukaku, menuju ke mana pun yang kuinginkan.
Longqing melangkah maju satu langkah.
Seandainya di balik pemandangan alam itu ada makhluk cerdas nyata, mungkin terlihat di bawah terik matahari, jejak kaki raksasa melebihi puncak gunung, menembus lapisan awan, meremukkan padang rumput, jatuh di ujung garis cakrawala.
He Shan Pan, panorama sepuluh ribu li, hanya dengan satu langkah dia telah melampauinya.
Longqing muncul di atas panggung, berdiri di hadapan Ye Su.
Di antara mereka masih tersisa pasir kuning beterbangan.
Shixiong keempat terus-menerus batuk darah, masih bertahan dengan susah payah, namun tak tahu berapa lama lagi sanggup bertahan.
Longqing mengangkat Kitab Langit Jilid Sha yang sedang menghilang dengan satu tangan, sementara tangan satunya mencengkeram ke arah Ye Su.
Siluet seseorang menerobos badai pasir. Itulah Tang Xiaotang. Dengan tongkat besi menyangga tubuhnya yang kelelahan, ia terjatuh di depan Ye Su, mengangkat tongkatnya dengan kedua tangan, menggunakan sisa kekuatan terakhir untuk menahan serangan.
Tangan Longqing mendarat di tongkat besi.
Bruk! Tang Xiaotang memuntahkan darah segar, tersungkur tak berdaya.
Longqing melangkah maju lagi, melangkahi tubuhnya, kembali mencakar ke arah Ye Su.
Saat itu, Jilid Sha yang tergenggam di tangan kirinya masih melawan pemandangan terakhir dalam He Shan Pan. Darah semakin banyak mengalir dari mulut Shixiong keempat, membasahi bagian depan pakaiannya. Warna darah yang dimuntahkan semakin gelap, semakin hitam, hingga akhirnya terlihat seperti tinta yang mengerikan.
Chen Pipi yang menyaksikan di samping mulai merasakan keputusasaan.
Tubuhnya mulai bergetar - karena khawatir akan situasi dua kakak senior dan pasangannya, karena takut akan kematian yang mengancam mereka. Dia benar-benar ketakutan.
Getaran itu merambat dari tangan-kakinya ke dada-perut, lalu masuk ke dasar hatinya, akhirnya mendarat di area pinggang. Lautan Qi Gunung Salju-nya pun mulai bergetar!
Lautan Qi Gunung Salju-nya sudah tak terselamatkan. Tepatnya, sejak tahun itu dibungkus rapat oleh Sang Sang, telah berubah menjadi lautan mati yang kering dan puncak batu hitam monoton. Kini semuanya bergetar!
Getaran adalah gerakan. Yang bisa bergerak berarti hidup.
Lautan Qi Gunung Salju-nya, di saat paling putus asa, tiba-tiba hidup kembali!
Chen Pipi tak sempat merasakan perubahan mendadak ini, apalagi bersukacita. Secara instingtif, tangannya mengayun cepat ke arah Longqing mengikuti getaran itu.
Sepuluh energi menyayat bagai awan mengambang di langit yang tak terprediksi, melesat dari ujung jarinya menusuk dada dan perut Longqing!
Setelah pertempuran sengit melawan Tang Xiaotang yang diberkati Langit Tak Berpelukan, lalu bersaing cultivation dengan Guru Keempat Akademi yang membawa He Shan Pan, Longqing sudah menderita luka parah. Serangan Jari Dewa Sungai Dunia Chen Pipi datang begitu tiba-tiba tanpa alasan, sehingga meski memegang Kitab Langit Jilid Sha, dia tetap tak bisa menghindar.
Bruk-bruk-bruk-bruk! Suara berat bertubi-tubi. Sepuluh makna jari dari Jari Dewa Sungai Dunia menghujam dada Longqing. Pakaian tipisnya langsung berlubang sepuluh lubang darah, darah mengalir deras.
Wajah Longqing semakin pucat. Dengan bingung dia menunduk melihat dadanya sendiri, lalu menengadah ke Chen Pipi di belakang Ye Su, alisnya berkerut tipis.
Lalu dia pun mengerti.
Langit Tak Berpelukan sekarang begitu lemah, tak bisa lagi melindungi orang yang pernah dijanjikannya seperti Tang Xiaotang. Maka dia juga tak bisa menghukum orang yang ingin dihukum selamanya - Sang Guru Utama sudah turun dari Gunung Persik, dan Chen Pipi yang mengalami nasib sama, sudah tiba saatnya bangkit kembali.
Longqing batuk dua kali penuh kesakitan. Setiap batuk membuat aliran darah di dadanya semakin deras.
"Belum cukup," ujarnya pada Chen Pipi yang tanpa ekspresi.
Jilid Sha di tangan kirinya berubah menjadi butiran pasir yang menderu menghujam.
Seketika, tubuh Chen Pipi dipenuhi garis-garis darah tipis tak terhitung.
Setiap garis darah berasal dari luka yang sangat halus, setiap luka adalah butiran pasir. Pasir itu berada di dasar luka, sakit menusuk hingga sumsum tulang, terus menggerogoti ke dalam seperti semut. Betapa menyiksanya rasa ini?
Chen Pipi menahan sakit hingga puncak namun tak menangis—ia tak mau terlihat lemah. Dengan gigih ia memaksakan senyuman, tak sadar bahwa ekspresinya lebih mirip tangisan.
Menyaksikan kelakuan konyolnya, Tang Xiaotang ingin tertawa tapi juga sedih ingin menangis.
Longqing melirik ke arah Shixiong keempat, genggamannya pada Jilid Sha semakin erat.
Shixiong keempat menghela napas lunglai lalu mulai muntahkan darah tak henti-henti.
Kesunyian menyelimuti.
Longqing menatap Ye Su, Chen Pipi, Tang Xiaotang, Fan Yue satu per satu. Matanya menyapu wajah mereka perlahan, menarik napas dalam-dalam dengan kepuasan luar biasa.
Di antara mereka ada yang dulu hanya bisa ia pandang tinggi, sosok yang secara instingtif ditakutinya hingga merasa terhina, jenius yang jauh melampauinya, dan orang yang ia rindukan sebagai teman sekelas namun ditolak.
Kini tak satu pun dari mereka yang mampu menandingi kekuatannya, bahkan jika bersatu sekalipun.
Mungkin metode latihannya suatu hari akan mengubahnya menjadi monster tak berakal, atau meledakkan tubuhnya menjadi miliaran butiran pasir—tapi itu urusan masa depan.
Saat ini ia puas, sangat puas melebihi segala waktu sebelumnya.
“Janggutnya terangkat, tanpa kesan arogan yang disengaja, namun mulai tampak angkuh, seolah kembali ke hari ketika ia memasuki Kota Chang'an bertahun-tahun silam. Saat itu, jalan Chang'an dipenuhi bunga yang bertebaran, sementara ia duduk di tengah gerbong kereta.”
Pada saat itu, suara terdengar dari atas panggung.
“Pinjamkan padaku.”
Perkataan ini diucapkan Ye Su kepada Shixiong keempat, namun terdengar seperti seruan untuk dunia.
Piringan He Shan yang hampir retak itu berpindah ke tangannya.
Longqing menatapnya berkata: “Kau membelakangi Langit Tak Berpelukan, mana mungkin mukjizat ilahi terjadi?”
Lautan Qi Gunung Salju milik Ye Su hancur oleh makna pedang dalam pertarungan melawan Jun Mo di depan Ngarai Hijau, tak ada hubungannya dengan Sang Sang. Maka ia tak bisa merekonstruksi seperti guru utama atau Chen Pipi.
“Mukjizat ilahi mungkin ciptaan manusia belaka.” Ujar Ye Su.
Inilah akar ajaran baru, atau mungkin batu nisan bagi aliran Tao.
Longqing menggeleng: “Itu butuh kekuatan. Kau tak punya.”
Badai pasir telah reda. Hanya pengaruh persaingan antara piringan He Shan dan Kitab Langit Jilid Sha di antara beberapa orang di panggung yang tersisa. Alun-alun dipenuhi mayat - prajurit kavaleri Kuil bergelimpangan dalam genangan darah, pengikut ajaran baru yang tewas, sementara yang masih hidup meski luka parah terus mendekati Ye Su.
Mereka ingin menyelamatkan Ye Su, bahkan dengan nyawa sebagai taruhan.
——Bukankah pikiran yang terobsesi ini merupakan bentuk keyakinan? Bukankah ini kekuatan?
Ye Su menatap para pengikut yang khusyuk itu, mata memancarkan perasaan kompleks, berkata: "Menurutku inilah kekuatan, inilah kekuatan iman."
Longqing berkata: "Kau seharusnya paham, kekuatan iman hanya boleh digunakan Langit Tak Berpelukan."
Ye Su tidak memandangnya, menatap langit biru nila, berkata: "Bagaimana dengan Buddha?"
Longqing berkata: "Kekuatan semacam ini... bagaimana menggunakannya?"
Ye Su berkata: "Aku tak tahu... ingin mencoba meminjamnya."
Pinjamkan padaku——bukan hanya meminjam He Shan Pan dari akademi, Ye Su ingin meminjam kekuatan dari pengikutnya, mungkin itulah benar-benar kekuatan iman.
Sebuah kekuatan murni yang dahsyat tercipta di arena.
Kekuatan itu berasal dari para pengikut di alun-alun, napasnya agak campur-aduk, sekitar seribu lebih aliran, kemudian masuk ke tubuh Ye Su, saat keluar telah berubah... membawa aura khidmat.
Ye Su menanamkan kekuatan atau napas ini ke dalam He Shan Pan, lalu menatap Longqing.
Ini adalah undangan.
Ekspresi Longqing menjadi berat bagai timah, Kitab Langit Jilid Sha menghilang dengan kecepatan yang tiba-tiba meningkat.
Ia duduk di depan Ye Su.
Badai pasir kembali mengamuk, tubuh Ye Su nyaris roboh, dengan susah payah menegakkan posisi duduk.
Longqing tanpa ekspresi, terus menatapnya.
Ye Su berkata: "Kau pergi dulu."
Bukan permainan catur yang mereka lakukan, tentu bukan meminta Longqing taruh bidak pertama, melainkan memanfaatkan situasi Longqing yang terperangkap, menyuruh Chen Pipi mengantar yang lain pergi, memulai pelarian.
Longqing menatap wajahnya, berkata: "Kau tak boleh pergi."
Ye Su tak pernah berniat kabur, dia hanya ingin menahan Longqing di arena agar orang lain bisa pergi. Tanpa alasan ini, dia lebih memilih mati daripada menggunakan kekuatan ini.
Dia mendirikan ajaran baru, awalnya ingin memberitahu manusia tak perlu beriman. Tapi tak disangka akhirnya dirinya malah menjadi objek pemujaan, membuatnya bingung dan sedih.
Sedikit penghiburannya, hari ini adalah pertama kalinya menggunakan kekuatan iman, dan mungkin terakhir.
Meski mempelopori ajaran baru, dia bukanlah Langit Tak Berpelukan. Sekalipun mau menerima persembahan hio pengikut, takkan bisa menyaingi aliran Tao yang telah menerima persembahan selama ribuan tahun.
Kitab Langit adalah pusaka suci Tao, kewibawaannya tak terukur. Yeh Hongyu menggunakan seluruh Kuil Hakim pun tak bisa menahannya. Bagaimana mungkin dia, hanya dengan meminjam keinginan pengikut dan piringan pemandangan alam akademi, bisa bertahan?
Dalam badai pasir, kelelahan Ye Su semakin terasa, tatapannya semakin tenang.
Tapi Chen Pipi masih belum pergi.
Ye Su menunduk, lemah berkata: "Pergilah."
Di arena sekarang hanya tersisa orang-orang terluka parah. Hanya Longqing yang masih bisa bertarung, hanya Ye Su yang masih bisa menahannya sebentar. Tapi cahaya fajar di tubuhnya sudah memudar.
Antara "pergi" dan "pergilah", hanya beda satu kata tapi mengandung permohonan.
Chen Pipi terdiam, bangkit susah payah. Menyangga Tang Xiaotang dan shixiong keempat, turun dari podium tinggi, bergabung dengan sisa murid Paviliun Pedang yang masih hidup, lalu berjalan keluar alun-alun.
Dari awal hingga akhir, Dia tidak menoleh ke belakang.
Dia tidak berbicara dengan Ye Su, tidak menangis, tidak tersenyum, tidak menjerit aneh, hanya berjalan dalam hening sambil menahan rasa sakit dari ribuan lubang darah di tubuhnya, menopang temannya melanjutkan perjalanan.
Karena baik tangisan maupun tawa, ucapan maupun jeritan, semuanya adalah bentuk pamit.
Dia tak ingin berpamitan dengan Ye Su, seolah dengan begitu perpisahan abadi tak akan terjadi.
Setelah berjalan sangat-sangat lama, akhirnya mereka menjauhi medan perang.
Pasukan Kavaleri Kuil Xiling tidak mengejar, demikianlah mereka bertahan hidup.
Chen Pipi tidak berkata apa-apa, terus melangkah, naik kereta kuda, keluar dari pintu gerbang kota, memasuki padang belantara, hingga puluhan li jauhnya, barulah dia mulai menangis tersedu-sedu.
Shixiong keempat duduk di dekat jendela gerbong, menatap pemandangan yang terlempar mundur di luar, ingin mengatakan sesuatu namun tak mampu mengungkapkan. Tak ada yang berubah, lalu mengapa dia harus datang jauh-jauh dengan debu perjalanan?
He Shan Pan hancur, manusia tewas.
Dia sangat ingin kembali ke Chang'an untuk bertanya pada Ning Que: "Apa yang sebenarnya terjadi pada semua ini?"
