Berbeda dengan dunia bawah tanah yang suram dan mengenaskan, padang rumput di permukaan memang indah bak Tanah Suci Barat di akhir musim panas. Tapi di manakah tempat yang benar-benar murni? Istana Raja Klan Kanan yang terus diganggu serangan Pasukan Barat Tang memang dalam keadaan memalukan, namun masih menguasai padang gurun luas ini. Pertempuran masih berlanjut.
Beberapa hari kemudian, Jun Mo kembali beristirahat di bawah pohon Bodhi. Saat itulah Tang datang dari kejauhan, memandanginya lama sekali sebelum berkata: "Perjuanganmu patut diacungi jempol."
Ini pujian tulus. Jun Mo telah membuktikan kehebatannya yang tak tertandingi di antara ahli seangkatannya. Tapi membuat ahli Iblis Zong seangkuh Tang mengakui keunggulannya, bukanlah soal kemampuan teknis atau tingkat meditasi.
Jun Mo berdiri dan menjawab: "Melakukan hal yang kuinginkan, bukanlah penderitaan."
"Atau secara spiritual tidak merasa lelah, namun tubuhnya penuh debu perjalanan, wajahnya tampak kelelahan. Siapapun bisa melihat betapa pertempuran tanpa henti selama bertahun-tahun ini telah menyakiti dan menguras energinya."
Tang menatap ke arah pasukan kavaleri Istana Raja Klan Kanan yang gelisah di padang rumput jauh, berkata: "Serahkan urusan di sini padaku. Kami Orang Liar telah mengembara di dunia fana selama ribuan tahun, memiliki pengalaman. Kau bisa beristirahat dengan tenang."
Jun Mo tidak mengucapkan terima kasih, juga tidak beristirahat. Dengan lengan kosongnya, ia menyeka debu dari jubah biksu, lalu berbalik pergi.
Tang membelai pohon Bodhi legendaris itu, berkata: "Kupikir kau akan menebang pohon ini."
"Pohon Bodhi dan papan catur di puncak gunung itu, jangan disentuh. Adik seperguruanku akan membutuhkannya."
Setelah mengucapkan ini, Jun Mo berjalan menuju arah tenggara tanpa berpamitan - Wilayah Tengah berada di sana, masih banyak hal yang perlu ditangani. Budak-budak dari bawah tanah yang keluar dari lubang raksasa, menyaksikan dunia nyata yang tak bertepi. Tapi bukankah dunia ini sendiri hanyalah lubang raksasa yang lebih besar? Ia akan membawa lebih banyak orang ke dunia yang lebih luas. Inilah misi yang terus dipegang teguh dari Sang Guru, Paman Sepurguruan, hingga generasi akademi kami saat ini.
Suara teriakan mulai bergema di padang rumput. Para budak yang telah berjuang bersama selama bertahun-tahun memandang berat ke punggungnya yang menjauh. Kabar kepergiannya menyebar semakin jauh. Di sekitar jutaan api unggun, ribuan orang tak berani menahan, bersujud secara bergiliran mengantarkan kepergiannya, bak riak-riak ombak gandum.
……
……
Musim panas berlalu digantikan musim gugur, aliran waktu terasa melambat sangat drastis. Banyak peristiwa terjadi sepanjang tahun ini. Bagi rakyat jelata yang hidup pasrah menanti akhir nasib, ini sungguh masa yang menyiksa. Namun bagi mereka yang berlomba dengan waktu, hari-hari justru terasa berlalu terlalu cepat, masih banyak hal belum sempat dikerjakan, lalu waktu pun entah kemana menghilang.
Bagi Negara Tang, ini tahun yang teramat panjang. Seluruh lapisan bersatu padu, tiga divisi militer berjuang mati-matian, akhirnya bertahan dari tekanan mengerikan yang menyerbu dari empat penjuru perbatasan. Kemudian memulai serangan balik: dalam dua musim terakhir, pasukan Tang memusnahkan Kemah Emas, merebut kembali Sungai Jinghe, menunjukkan pada dunia sisi kuat dan tak kenal takutnya.
Setelah tak perlu lagi khawatir pada musuh terkuat di utara dan ancaman lama di wilayah jantung, Negara Tang tentu membayar mahal. Pasukan Utara membersihkan sisa-sisa terakhir Kemah Emas di pedalaman padang gurun. Pasukan Selatan dan Yulin yang baru memenangkan beberapa pertempuran besar melawan Pasukan Sekutu Kuil Suci pun mencapai titik kelelahan yang amat sangat.
Belum tiba saatnya untuk beristirahat dan memulihkan diri di Xiangwanyuan, namun Negara Tang perlu jeda. Dunia manusia menyambut masa damai singkat nan tak berharga, karena semua tahu damai ini hanyalah ilusi palsu.
Pasukan utama Tang berhenti di Kabupaten Qinghe, tidak melanjutkan ke selatan. Sambil beristirahat, mereka juga mereorganisasi angkatan laut. Namun Nan Jin telah terjerat kekacauan lebih awal akibat serangkaian pembunuhan berdarah oleh Ning Que yang tak peduli reputasi para ahli. Kekuatan kedua terkuat di dunia ini kini tampak mustahil menghalangi derap kuda perang Tang yang bergerak ke selatan.
Di dua medan perang utama, aliran Tao menderita kekalahan telak dan kehilangan semua inisiatif. Menyadari posisi mereka di Nan Jin yang semakin terjepit, Kuil Xiling akhirnya menarik pasukan penyerbu Sungai Besar dengan cepat, memulangkan semua ahli mereka ke Negara Suci Xiling.
Kini hanya Negara Suci Xiling, Yan, dan sudut timur daratan yang masih di bawah kendali aliran Tao. Tempat-tempat penting sejati telah dikuasai Tang atau terintimidasi hingga tak berani bertindak sembarangan. Bahkan negara kecil seperti Song, Qi, Liang, dan Chen yang setia pada Kuil pun berada dalam situasi sangat tidak stabil.
Chen Pipi bersama belasan murid Ye Su dan lebih banyak lagi pengikutnya, mengabaikan bahaya diburu ahli Kuil, terus menyebarkan ajaran sepanjang garis pantai. Api pengkhianatan terhadap agama menyala di berbagai tempat. Situasi aliran Tao bagaikan telur di ujung tanduk, seakan bisa punah kapan saja.
Api ajaran baru yang berkobar dahsyat ini, selain disebabkan kejutan akan kesucian Ye Su dan pengaruh tak terucapkan di hati umat biasa, juga terkait erat dengan situasi global yang tak terpisahkan.
Banyak orang, termasuk beberapa pendeta Kuil Xiling, mengira kecenderungan besar dunia telah pasti. Posisi dominan Kuil Xiling terhadap dunia ini pasti akan digantikan oleh Negara Tang, aliran Tao secara alami juga akan digantikan oleh ajaran baru yang didukung akademi. Banyak pendeta di aula Tao berbagai kota menyamar, membawa harta karun emas dan perak hasil rampasan bertahun-tahun melarikan diri ke luar kota. Jangankan membersihkan ajaran baru, para pengikut sejati yang ingin memohon belas kasihan Langit Tak Berpelukan pun sudah tak bisa menemukan tempat yang sesuai.
Tapi benarkah kecenderungan besar dunia sudah pasti? Jika Negara Tang dan akademi gagal merebut Gunung Persik, Kuil Xiling masih tegak di puncak gunung, memandang dingin dunia manusia dengan kesombongan. Dengan kekayaan dan sumber daya yang terkumpul selama tak terhitung tahun, ditambah banyaknya ahli yang masih loyal, mereka tetap bisa mempertahankan banyak hal, bertahan sangat lama. Siapa yang tahu bagaimana kelanjutannya?
Ribuan tahun lalu aliran Tao mengerahkan seluruh dunia untuk menyerang Tang. Banyak ahli Zhi Ming (Pengetahuan Takdir) keluar dari pengasingan di pegunungan dalam menuju Chang'an. Saat itu situasi Negara Tang sangat berbahaya, kecenderungan besar dunia tampak sudah pasti. Tapi siapa sangka, Sang Guru sendirian menyelesaikan semua masalah, lalu mengukuhkan reputasi Tang sebagai negara tak terkalahkan selama ribuan tahun?
Tidak boleh menyatakan kemenangan sebelum kemenangan terakhir tercapai, tidak boleh berhenti bertarung sebelum pertempuran benar-benar usai. Jun Mo percaya pada prinsip kedua, Ning Que dan Yeh Hongyu percaya pada prinsip pertama. Singkatnya, dunia fana yang luas bagai lautan tak pernah sederhana. Apalagi mereka yang berdiri di puncak tertinggi masih menyadari satu fakta: Jika tak bisa menentukan kemenangan Kerajaan Langit Hao, kemenangan di dunia fana bisa berbalik kapan saja.
Tentu, kemenangan di dunia fana juga sangat penting - Tatapan semua orang mengejar jejak yang ditinggalkan Ning Que. Mereka menyaksikannya dari padang gurun ke Sungai Jernih, lalu ke pesisir tenggara. Semua mengira dia akan menuju utara ke Yan... Karena di mana Longqing berada, orang-orang yakin target pembunuhan berikutnya pasti Longqing.
Ahli Kuil Suci dan pasukan berkuda Yan bersiap siaga, namun tak kunjung menunggu kedatangannya. Tak ada yang tahu, Ning Que masih berada di Kuil Rotten Ke. Di sana dia bertapa, beristirahat di reruntuhan patung Buddha untuk memulihkan diri, dan di kota kecamatan depan Gunung Wa, dia belajar cara menghantam batu dari anak-anak.
