Dunia manusia adalah pusat dari dunia bawah. Baik dunia kultivasi, ras iblis, bangsa iblis, maupun dunia hantu, semuanya memiliki hubungan dengan dunia manusia.
Meski menempati posisi yang begitu penting, dibandingkan empat dunia lain, manusia biasa bagaikan anak yang tidak bersenjata. Tanpa perlindungan dari dunia kultivasi, dunia manusia akan berubah menjadi neraka yang mengerikan.
Saat Perang Dunia Bawah terakhir terjadi, para kultivator, bangsa iblis, kultivator iblis, dan hantu jahat berkumpul di dunia manusia. Puluhan juta makhluk yang berkelahi hingga akhirnya kehilangan akal sehat, lupa tujuan awal berperang, hampir membuat seluruh kerajaan di dunia manusia musnah.
Sepuluh ribu tahun berlalu, Xie Jianbai kembali menginjakkan kaki di dunia manusia.
Kini, sebagian besar daerah di sini telah mencapai kemakmuran dan kedamaian. Meski masih ada perang antar kerajaan dan bencana yang terjadi, setidaknya tidak akan lagi muncul Pertempuran Dewa yang menimbulkan kengerian dan keputusasaan bagi rakyat biasa seperti sepuluh ribu tahun silam.
Manusia yang hidup sementara bahkan sudah lupa perang antar dunia paling mengerikan sepuluh ribu tahun yang lalu. Cerita yang tersebar selama ribuan tahun kini menjadi legenda, hanya menyisakan rasa segan dan kesalehan terhadap para dewa dan cultivator.
Xie Jianbai bisa merasakan banyak tempat di dunia manusia yang masih mempersembahkan sesaji untuknya. Sejak masuk ke dunia manusia, jasa-jasa dari keyakinan tulus manusia mengalir seperti sungai kecil ke tubuhnya.
Ia melintasi daratan dunia manusia dan akhirnya tiba di desa perbatasan tempat Yu Wei bertemu dengan murid Xuantian Xianzong sesuai catatan tugas luar sekte.
Dunia manusia memiliki ibu kota yang megah dan lanskap alam yang indah. Tapi di daerah terpencil seperti ini, tanahnya gersang dan desa-desa tampak lapuk dengan sedikit jejak kehidupan.
Semuanya sesuai dengan laporan resmi: Banyak kampung telah ditinggalkan. Yang masih bertahan hanyalah orang tua, lemah, sakit, cacat, dan beberapa anak muda kurus dengan wajah pucat.
Setelah tiba di sini, alis Xie Jianbai terus berkerut.
Ini adalah daerah perbatasan dunia manusia yang dekat dengan dunia iblis, kekuatan dalam udara sangat keruh, memang tidak cocok untuk ditinggali manusia biasa.
Namun yang paling penting, langit di sini terlihat kekuningan dengan awan gelap menggantung rendah, menunjukkan pemandangan rakyat yang menderita. Sebenarnya ini disebabkan aura mengerikan dalam jumlah besar dari dunia iblis yang menyelimuti wilayah perbatasan sejauh sepuluh ribu li.
Aura mengerikan yang tak terlihat oleh manusia biasa ini seperti awan gelap terdiri dari butiran hitam tak terhitung, menempel pada tumbuhan dan hewan sehingga mempercepat proses pembusukan di sini.
Meski manusia relatif lebih tahan terhadap pengaruh aura ini, setelah bertahun-tahun terpapar, penduduk di sini menjadi sakit-sakitan atau mudah emosi. Masalah sepele pun sering memicu perkelahian bersenjata.
Aura mengerikan ini bocor dari Tanah Tulang Ratusan Ribu yang telah ditekannya di dunia iblis. Setelah sepuluh ribu tahun, pecahan jiwanya nyaris tak mampu lagi menahan aura ancaman yang lahir dari Pertempuran Besar itu.
Xie Jianbai berjalan di tanah retak-retak, baju putihnya yang bebas debu terlihat tak selaras dengan pemandangan suram dan rusak di sini.
Di dekat desa, sesekali ada beberapa burung gereja terbang melintas. Xie Jianbai menemukan daya hidup mereka sudah termakan aura mengerikan, mungkin inilah alasan siluman kecil tanpa ingatan itu bisa hidup beberapa tahun di sekitar sini.
Dia tertarik oleh kekuatan mengerikan itu, namun tak sadar berburu hewan kecil yang membawa aura jahat. Bentuk hewan di sini sangat lemah, aura jahat tidak membuat mereka ganas, malah menguntungkan kucing kecil penghibur yang rakus.
Hanya saja, setelah tinggal di lingkungan seperti ini bertahun-tahun, mengapa aura jahat sama sekali tidak mempengaruhi dirinya?
Beberapa persepsi mulai muncul di benak Xie Jianbai, sayangnya belum bisa dibuktikan saat ini.
“Di sini berbatasan dengan pintu masuk dunia iblis, memang sering terlihat murid-murid pengguna pedewaan. Tapi cultivator yang berjalan santai seperti manusia biasa tanpa mengendarai pedang seperti Xie Jianbai ini, mungkin masih yang pertama.”
Para penduduk desa yang duduk bersandar di pintu masuk kampung dan tepi pohon melihatnya. Sebagian pandangan mereka kosong, cepat menunduk, sementara yang lain matanya berkilauan seperti menyimpan sesuatu.
“Dewa, tolonglah hamba!”
Tiba-tiba, sosok berpakaian compang-camping menyergap Xie Jianbai. Awalnya pria itu memeluk erat kakinya sambil meratap, namun di bawah pandangan datar dan tenang sang dewa, tangannya bergetar. Alih-alih, dia berhenti di hadapannya, berlutut dan bersujud tak henti.
“Dewa, selamatkanlah ayahku. Dia sakit parah, sebentar lagi akan meninggal.” Air mata pria itu bercucuran, suaranya tersedu-sedu, “Ayah satu-satunya keluarga hamba. Tanpa dia... hamba... hamba juga tak bisa hidup lagi. Kumohon, sekarang juga, hamba rela berkorban apapun asalkan Dewa mau menyelamatkannya...”
Ini taktik yang biasa mereka gunakan.
Penderitaan perbatasan, namun sering terlihat cultivator. Sejumlah preman menemukan cultivator yang berhati lembut dan polos, biasanya murid sekte yang masih muda.
Cukup dengan tangisan pilu, banyak murid berhati lembut akan meninggalkan simpanan yang susah payah dikumpulkan - ada yang berupa serpihan perak dan koin tembaga hasil penukaran di dunia manusia. Jika beruntung, kadang bertemu cultivator yang meninggalkan pil tingkat rendah.
Para preman ini bahkan punya metode khusus untuk mengenali cultivator: Tampak muda, mata jernih, memakai seragam murid, bersih dan muda biasanya minim pengalaman. Tangisan saja cukup meluluhkan hati mereka.
Meski murid muda pertama kali ke perbatasan sudah mendapat nasihat dari kakak senior, tak sedikit yang tetap tertipu dalam kondisi setengah sadar dan memberikan barang saat benar-benar tiba di sini.
Adapun cultivator yang tidak memakai seragam murid, tidak peduli tampak muda seperti apa, sama sekali tidak boleh disinggung perasaan. Murid sekte biasanya patuh pada aturan. Sekalipun menyadari telah ditipu, mereka tidak akan menyakiti warga biasa. Namun cultivator yang menyendiri belum tentu demikian. Tidak jarang terjadi kasus mereka langsung menghancurkan tulang menjadi abu saat marah.
Hanya saja meski cultivator sering terlihat, mereka jarang berlama-lama di dekat desa. Hari itu adalah contohnya. Si pria sudah setengah tahun tidak bertemu cultivator dari jarak dekat. Melirik sekilas cultivator yang lewat ini yang sepertinya tidak memancarkan aura tekanan, tanpa pikir panjang ia langsung menyergap, khawatir kesempatan ini direbut preman lain.
Sudah dua hari ia tidak makan. Tangisannya membuatnya sedikit kekurangan oksigen, tiba-tiba terdengar suara datar dari atas kepalanya.
"Kau bersedia melakukan pengorbanan apapun?"
Suara dingin tanpa emosi itu membuatnya gemetar tak tertahankan.
Penipu itu mengangkat wajah dengan gemetar. Saat pandangannya bertemu dengan dewa berbaju putih, kepalanya langsung berdengung seolah menjadi mangsa yang diawasi pemangsanya, bahkan tenaga untuk menggetarkan pita suaranya pun hilang.
Xie Jianbai menundukkan bulu matanya. Dengan suara datar ia bertanya, "Kau sudah yakin?"
Penipu itu menggigil hebat, seluruh tubuhnya bergetar tak terkendali.
Mana ada ayah tua? Banyak orang tua sekarat di kampung sekitar. Awalnya ia cuma mau menunjuk sembarang orang, tapi saat pandangan mereka bertemu, ia merasa seluruh dirinya terbaca habis. Ketakutan yang merayap dari sumsum tulangnya menggenggam jantungnya erat-erat.
Xie Jianbai menarik kembali pandangannya. Tekanan aura pun langsung menghilang. Penipu yang kehilangan kata-kata itu hanya bisa bersujud tak henti hingga dahinya berdarah.
Ia mengira ajalnya tiba. Tapi setelah kesadarannya pulih perlahan, pria itu baru tersadar dengan lambat: sekelilingnya sudah kosong melompong.
……
Xie Jianbai melewati pintu masuk di dalam jurang, tiba di dunia iblis.
Begitu tiba di perbatasan dunia iblis, aura mengerikan di udara langsung menjadi lebih pekat, bercampur dengan aura siluman yang membuat orang merasa sesak.
Berbeda dengan dunia manusia, tidak ada satu pun bangsa iblis yang tinggal di dekat perbatasan. Dari sini hingga Tanah Tulang Ratusan Ribu, hanya tersisa lahan kosong beraura kematian yang sunyi sepi.
Semakin dekat ke arah Tanah Tulang Ratusan Ribu, aura mengerikan semakin pekat. Indra bangsa iblis yang tajam membuat mereka secara refleks menjauhi tempat ini meski tidak memahami arti sebenarnya dari aura tersebut.
Xie Jianbai dapat merasakan kekuatan perlindungannya yang telah berubah wujud sedang memanggilnya dengan penuh semangat, seolah ingin segera menyatu dengan sang tuan.
Tanah Tulang Ratusan Ribu yang luas tertutup oleh kekuatannya. Cultivator biasa yang datang ke sini hanya akan melihat kabut tebal, tanpa menyadari bahwa di dalamnya benar-benar terkubur jutaan mayat sesuai makna harfiah namanya.
Tiba di sini, perlindungan yang sejengkal darinya mengeluarkan suara gemuruh yang bergemuruh, namun sang tuan tetap tak bergeming.
Xie Jianbai berdiam-diam di luar perlindungan untuk beberapa saat, tak seorang pun tahu apa yang dipikirkannya.
Setelah beberapa waktu, dia mengangkat tangan, ribuan larangan yang tersembunyi di bawah kulitnya muncul seperti sulur-suluran emas di seluruh tubuh pria itu. Angin kencang tiba-tiba berhembus, lengan baju Xie Jianbai berkibar-kibar, sebuah larangan emas terlepas dari lengannya dan terbang menuju perlindungan.
Bumi berguncang, perlindungan berdengung, raut wajah Xie tetap dingin dan tenang, darah merah segar mengalir dari sudut mulutnya.
Hampir bersamaan, panggilan beruntun Xiao Lang terdengar panik, Xie Jianbai seolah tak mendengar, mengirimkan larangan lain ke arah perlindungan.
Saat segala sesuatu kembali tenang, aura mengerikan di udara perlahan menghilang.
Tanah Tulang Ratusan Ribu, sekali lagi berhasil ditekan sepenuhnya untuk sementara.
Xie Jianbai memuntahkan darah. Karena kehilangan satu pecahan jiwa, penggunaan kekuatannya untuk memperkuat segel lagi-lagi melipatgandakan kerusakan pada tubuhnya.
Di tengah gemetarnya roh akibat rasa sakit yang menusuk, ia merasakan cita rasa penderitaan.
Jauh lebih tidak nyaman dibanding digigit kucing. Xie Jianbai menghapus darah di bibirnya, berpikir dengan santai.
Setelah kondisi hampir pulih, barulah ia menyambungkan komunikasi dengan Xiao Lang.
"Xie Jianbai, kau gila!" Suara marah Xiao Lang langsung terdengar begitu tersambung, "Kau lupa janjimu pada kami? Tugasmu membuka segel, tapi malah menambah dua larangan! Apakah kau tidak mau menyelesaikan tribulasimu ini? Kau mengabaikan nyawamu?!"
Setiap makhluk pada dasarnya adalah perwujudan daya hidup. Inilah alasan Xie Jianbai tetap bisa 'melihat' meski telah buta.
Di hadapan mantra dunia yang maha besar, daya hidup hanyalah salah satu bentuk kekuatan belaka.
Kelahiran seorang anak harus diimbangi dengan kematian, demikianlah siklus ini terus berputar.
Ada juga saat-saat khusus ketika aturan dunia akan menyeimbangkan diri sendiri. Aura mengerikan yang dihasilkan makhluk hidup dari emosi negatif adalah bagian dari upaya untuk menyeimbangkan kekuatan kehidupan.
Sepuluh ribu tahun yang lalu, perang itu cukup melukai modal mereka dan membuat mereka membayar harga yang lebih berharga.
Saat itu Xie Jianbai belum mencapai penerbangan ke surga dan belum memahami apa itu aura mengerikan. Namun dengan bakat luar biasanya, dia berani memahami sendiri sebagian aturan Langit dan Bumi.
Dengan menyodorkan pedangnya secara horizontal, dia mengakhiri perang sendirian dan sejak itu berhutang sejumlah besar kekuatan kehidupan yang seharusnya kembali ke Langit dan Bumi.
Setelah sepuluh ribu tahun, harga yang harus dibayar tetap harus dibayar. Kekuatan Xie Jianbai hanya bisa menekan sementara aura mengerikan yang mempengaruhi jutaan orang itu - itu akan menjadi lubang tanpa dasar yang akan menyeretnya ke kematian, bahkan sebagai Tianzun pun dia tidak bisa mengisinya.
Suatu hari dia harus melepaskan perlindungan itu.
Xie Jianbai membiarkan Xiao Lang meluapkan ketidakpuasannya. Saat skenario kedua terengah-engah setelah terus-menerus mengeluarkan protes, barulah dia berbicara, "Dengan nyawaku untuk menukar keselamatan puluhan juta umat manusia, bagaimana pendapatmu?"
Suaranya tenang, datar, tanpa emosi, seolah-olah yang ditimbang bukan nyawanya sendiri.
Xiao Lang langsung diam.
Setelah lama terdiam, barulah dia berbisik, "Jianbai, jangan lakukan hal bodoh. Jutaan makhluk akan terus bereinkarnasi, tapi kamu hanya satu, kau unik. Menyelamatkan kali ini, masih akan ada kesempatan berikutnya. Begitulah siklus nasib, kau... jangan terjebak ilusi. Hanya dengan hidup, kau bisa membuat enam alam semesta bertahan lebih lama."
Xie Jianbai tidak bersuara. Diamnya membuat Xiao Lang panik.
"Jianbai, apakah kau masih belum melupakan kejadian sepuluh ribu tahun yang lalu?" Xiao Lang berbisik, "Itu bukan salahmu. Justru berkatmu banyak orang terselamatkan. Jika kau tidak bertindak, kerugian akan lebih parah."
Xie Jianbai tidak pernah menunjukkan pemikiran atau dunia batinnya. Xiao Lang baru menyadari secara kebetulan bahwa rekan sejawatnya yang tampak dingin dan tak peduli ini seolah memiliki hal yang tak bisa dilepaskan.
Dalam Pertempuran Besar sepuluh ribu tahun lalu, Xie Jianbai menghentikan perang dengan membunuh semua cultivator dari berbagai ras yang sudah dirasuki aura mengerikan di medan perang menggunakan satu pedang, mengintimidasi semua pihak hingga konflik berakhir mulus.
Ini terdengar aneh karena Xie Jianbai yang tak berperasaan dan cultivator Jalan Pembunuhan tingkat dewa justru tampak masih khawatirkan peristiwa masa lalu.
Xiao Lang bahkan merasa dia mungkin tidak benar-benar menyukai pembunuhan, sehingga merasa bersalah atas hal itu.
Tapi ini tidak masuk akal - cultivator Jalan Pembunuhan yang tidak suka membunuh terdengar seperti dongeng belaka. Xiao Lang tak pernah berani mengonfirmasi sampai saat ini, baru menyadari Xie Jianbai yang selalu tampak acuh mungkin memang memiliki rasa bersalah.
“Xie Tianzun.” Nada bicaranya lebih keras, “Kau yang terkuat dan paling berbakat di antara kami. Tugasmu lebih penting dari kami semua. Kau adalah senjata pamungkas terakhir kahyangan. Apakah kau lupa?”
Xie Jianbai diam cukup lama sebelum akhirnya berkata, “Aku mengerti.”
“Perlindungan itu...”
“Aku perlu berpikir lagi.” Kata Xie Jianbai.
Xiao Lang paham betul sifat keras kepala pria ini. Dia yakin Xie Jianbai akan bertahan sampai benar-benar tak menemukan cara, baru menarik kembali kekuatannya.
“Bagaimana kalau langsung tanya anakmu itu?” Xiao Lang bercanda di tengah kepahitan, “Dia pasti tahu apakah kau berhasil menekan aura mengerikan itu.”
“Tak perlu.” Nada Xie Jianbai dingin, “Apa yang bisa kulakukan, tetap akan kulakukan. Apa yang tak bisa dia lakukan, tetaplah akan kuselesaikan.”
“Benar, bahkan di antara semua Xie Jianbai, kaulah yang terhebat.” Xiao Lang secara refleks membelai bulu halusnya, lalu bertanya, “Ada perkembangan soal kucing iblis itu?”
Xie Jianbai memikirkan pemandangan yang dilihatnya sepanjang jalan. Manusia, hewan, dan tumbuhan yang tinggal di sini semuanya terkikis oleh aura mengerikan. Tapi siluman kecil yang sudah tinggal di sini selama beberapa tahun itu tetap bersih tak ternoda.
Mungkin dia terlahir sebagai makhluk buas yang sangat ganas, sampai-sampai aura mengerikan tidak bisa mendekat setengah langkah pun. Atau mungkin jiwanya begitu murni dan jernih, sama sekali tidak ada emosi negatif, sehingga aura jahat tidak bisa berakar.
Bagaimanapun juga.
"Dia sangat spesial." Xie Jianbai berkata.
"Ah?" Xiao Lang tertegun sejenak, "Oh... itu... itu baguslah."
Setelah komunikasi berakhir, Xiao Lang bersandar di kursinya. Dia mulai meragukan eksistensi dewa-dewa.
Ini bagaimana? Mulut dingin Xie Jianbai yang biasanya seperti es itu ternyata bisa mengeluarkan pujian?
Jangan-jangan... nanti dia benar-benar akan mencari istri?
Catatan Penulis:
Xiao Lang: Kok semakin dipikir semakin terasa aneh
