Saat sinar matahari cerah menerpa, segalanya seperti kehidupan yang berbeda.
Yu Chengyan tidak bisa tidak memejamkan mata sebentar, menghindari cahaya yang tiba-tiba datang. Sinar matahari seperti ini terlalu terang bagi seseorang yang tadinya ingin bersembunyi dalam kegelapan lautan spiritual dan melepaskan nyawanya.
Sebagai anak, dia tidak membuat sang ibu hidup bahagia, juga tidak memuaskan ayahnya. Sebaliknya, sejak saat kelahirannya, dia justru membawa bencana tak berujung bagi mereka.
Setelah mengetahui kebenaran, dia bahkan mulai memahami Xie Jianbai.
Yu Wei begitu penting bagi mereka semua, bahkan dirinya sendiri pun tak bisa memaafkan segala yang terjadi.
Jika dirinya menghilang, segalanya pasti akan membaik.
Yu Chengyan berpikir dengan putus asa, periode masa lalu mana lagi ini? Seandainya bisa melihat orang tua beberapa kali lagi sebelum kepergiannya.
Perlahan, cahaya menyilaukan itu kembali normal.
Sebelum pandangannya bisa melihat sesuatu, Yu Chengyan mendengar suara pintu terbentang keras. Seorang wanita berseru gembira, "Sudah lahir! Kakak sudah melahirkan anak laki-laki!"
Yu Chengyan baru melihat, yang masuk ke pandangannya adalah sebuah rumah mengurung diri yang biasa.
Wanita yang membuka pintu itu menggendong bayi dalam dekapan, di luar ada banyak cultivator lain yang menanti, seolah-olah semuanya keluarga, mendengar kabar itu segera berkerumun, para hadirin semuanya gembira.
Seluruh adegan terkesan hangat, hanya satu hal: para dewasa ini semua hanya terlihat setengah wajah, dari hidung ke atas menjadi samar-samar, tidak bisa membedakan siapa siapa, hanya bisa mengenali dari suara dan pakaian.
"Aduh, lihatlah keponakan kecil kita ini sungguh cantik, matanya mirip kakak, mulutnya mirip kakak ipar, nantinya pasti jadi pria tampan yang berkibar-kibar."
"Omong kosong, anak baru saja lahir, mana bisa dilihat mirip siapa. Kurasa kau hanya ingin uang ucapan selamat untuk menempa pedang."
Para hadirin ramai bersuara, namun penuh keceriaan, segera masuk ke dalam untuk memberi ucapan selamat pada 'kakak' yang baru menjadi ibu.
Yu Chengyan melihat pasangan suami-istri yang dikelilingi banyak cultivator, dan bayi yang digendong di pelukan mereka, awalnya merasa bingung.
Wajah semua orang tampak samar-samar, hanya sang bayi yang memiliki rupa asli yang wajar. Yu Chengyan memperhatikan wajah mungil itu, tiba-tiba sebuah pikiran muncul dalam benaknya——Jangan-jangan ini... ini adalah ayahku?
Tiba-tiba seseorang berlari masuk dari luar, berteriak, "Shifu, Nyonyah Rumah, cepat lihat ke langit! Di mana-mana ada cahaya senja, aku juga melihat burung dewa, sungguh!"
Mendengar perkataannya, perasaan Yu Chengyan semakin berat.
Ternyata benar, bayi yang baru lahir itu adalah Xie Jianbai. Mereka semua adalah keluarganya, yang seharusnya juga menjadi sesepuh Yu Chengyan.
Sayangnya menurut penuturan ayah sebelumnya, pemandangan aneh saat kelahirannya menyebabkan gejolak di dunia kultivasi, lalu seluruh keluarga mereka dibantai.
Dunia kultivasi sepuluh ribu tahun yang lalu adalah era kekacauan, belum ada keseimbangan antara gerbang immortal dan keluarga bangsawan seperti sekarang. Saat itu keadaan benar-benar kacau, merupakan zaman dimana hukum rimba berlaku.
Dari dekorasi dalam ruangan, terlihat ini adalah keluarga cultivator pedang yang sederhana dan miskin. Sepertinya keluarga dan murid tinggal di bawah satu atap yang sama, di mana buku pedang dan rak pedang terlihat tersebar di mana-mana.
Hidup yang serba kekurangan seperti ini menunjukkan para cultivator tersebut mungkin belum mencapai Tahap Kristal Emas, hanya cultivator biasa yang saling bergantung di tengah kekacauan.
Yu Chengyan dengan perasaan kompleks memperhatikan kakek-neneknya yang masih muda, paman serta bibinya yang bersukacita menyambut kelahiran bayi baru. Seorang bawahan kecil berusia remaja penasaran melihat anak sang guru, dengan suara lugu dan jernih berjanji akan melindungi adik kecil itu.
“Kalau begitu kau harus merawatnya baik-baik kesempatan melindunginya.” Entah paman mana yang tertawa, “Tulang Dasar anak ini luar biasa, aku belum pernah melihat orang berbakat seperti ini. Mungkin kurang dari 10 tahun dia sudah bisa mengungguli Shifu-mu. Saat itu, kita semua akan dilindungi oleh si kecil ini.”
Yu Chengyan berkata dalam hati, lebih dari itu.
Kakek sendiri mungkin hanya berada di tahap Foundation Establishment, tapi putranya adalah jenius yang melampaui zaman - keajaiban yang mencapai penerbangan ke surga di awal 20-an.
Dengan kecepatan kultivasi yang mengerikan ini, Yu Chengyan sangat meragukan bahwa ayah kandungnya yang baru lahir kurang dari 2 jam ini, saat ini sudah memiliki kemampuan tahap Refining Qi.
Jika harapan para orang yang lebih tua ini bisa terwujud, mungkin itu benar-benar akan menjadi masa depan yang hangat sekaligus tertawa sinis.
Keluarga kecil dengan kemampuan rendah ini mungkin benar-benar akan mendapat penopang keluarga baru, meski si penopang itu mungkin masih anak kecil yang suka permen. Membayangkan gambaran itu saja sudah membuat orang hampir tersenyum.
Hati Yu Chengyan semakin larut, dia jelas-jelas tahu apa yang akan terjadi di masa depan, namun hanya bisa memaksa menyaksikan nasib mengarah ke jalur yang seharusnya.
Keluarga kecil yang baru saja bersukacita atas kelahiran kehidupan baru, dalam sekejap berubah menjadi lautan darah.
Darah pria-wanita tua-muda mengalir merambat di lantai, si penyerbu mendekati sudut ruangan, menjungkirkan mayat untuk menyingkap kain selimut yang dipeluk erat oleh sang dewasa.
Bayi dalam gendongan menangis ketakutan oleh suara pertarungan tadi, namun si penyusup dengan tenang mengeluarkan senjata pamungkas, sepertinya untuk mengukur Tulang Dasar dan bakat.
Setelah yakin, barulah dia memeluk anak itu erat-erat, melangkah keluar sambil menginjak satu per satu mayat di bawah kakinya.
"Shixiong, kali ini kita benar-benar memunguti harta karun," orang itu tersenyum. "Anak ini luar biasa, pantas saja fenomena Langit-Bumi muncul... Bisa jadi nanti dia akan mengguncang dunia kultivasi sampai gempa dahsyat."
Orang-orang lain juga sudah berkumpul, yang memimpin adalah Guo Zhengcheng yang berpenampilan setengah baya!
Guo Zhengcheng melirik bayi yang terus menangis, tanpa menunjukkan ekspresi. Suaranya berat, "Tempat ini tidak aman untuk berlama-lama, pergi."
Bayi yang menangis itu langsung dibuat pingsan oleh mereka, seluruh pemandangan ikut gelap seiring hilangnya kesadaran anak itu.
Urat di pelipis Yu Chengyan menegang, ia mengeratkan giginya kuat-kuat sambil menyaksikan memori ini sampai selesai.
Belum pernah sebelumnya ia membenci seseorang sedemikian dalam. Bahkan saat paling membenci Xie Jianbai pun, tak terlintas niat untuk membunuhnya. Tapi kali ini, Yu Chengyan rela memberikan seribu tusukan pada tubuh mereka.
Tak tertahankan ia bertanya, andaikan semua ini tidak terjadi, apakah sosok Xie Jianbai kini akan berbeda?
Belum reda amarah dan niat membunuh di hatinya, pandangannya tiba-tiba berbinar kembali.
Xie Jianbai pernah bercerita padanya tentang seorang shifu (guru) dan empat paman seperguruannya.
Kelima orang ini bertindak bersama, setelah merampok anak, mereka menemukan daerah sunyi untuk bersembunyi.
Yu Chengyan menduga lokasi ini sangat jauh dari rumah asli Xie Jianbai, karena perubahan vegetasi dan pemandangan alam menunjukkan mereka telah melintasi beberapa Prefektur Xian.
Kini mereka telah sepenuhnya rahasia menghancurkan mayat, mengalihkan bayi ke daerah terpencil sebelum orang lain sadar, sehingga kebenaran tak pernah terungkap.
Awalnya Yu Chengyan masih memaksa diri menganggap Guo Zhengcheng punya sisa karakter dasar manusiawi - setidaknya cukup serius merawat bayi rampasan ini, bahkan khusus mencari inang susu.
Lima cultivator yang biasanya dipimpinnya pun dengan wajah ramah menggendong dan menghibur bayi. Seolah paman kandung sang bayi, sama sekali tak terlihat bekas kejahatan membunuh seluruh keluarga!
Hanya saja, kegiatan seperti menggendongnya berkeliling di halaman, menggoda dengan mainan masih mereka lakukan. Tapi kalau harus merawat anak sepenuh hati, mustahil mereka mau. Aktivitas sehari-hari bayi itu sepenuhnya bergantung pada ibu susu yang dipekerjakan.
Xie Jianbai sudah menunjukkan bakat luar biasa sejak usia 3-4 tahun. Bukan hanya Tulang Dasarnya sangat bagus untuk latihan spiritual, di usia dimana anak lain masih kesulitan bicara, dia sudah bisa menghafal artikel panjang dengan artikulasi jelas.
Wajah bocah itu teramat tampan dan cantik. Kepintarannya membuat Shifu dan paman seperguruannya hanya perlu menjelaskan materi sekali, dia langsung bisa mengingat hampir sempurna. Kepatuhan dan keimutannya membuat hati Yu Chengyan meleleh.
Seandainya dirinya yang jadi orang tua, pasti tak tega memperlakukan anak seperti ini dengan keras.
Tapi Guo Zhengcheng tidak demikian. Paman seperguruan lain sesekali masih tersenyum, namun Guo Zhengcheng selalu ber-ekspresi datar. Ia takkan pernah memuji kelebihan Xie Jianbai, malah akan membentak kesalahan sekecil apapun yang dilakukan anak ini, membuat sang bocah sangat takut pada gurunya ini.
Yang lebih keterlaluan, meski secara nominal Guo Zhengcheng menerima Xie Jianbai sebagai murid, ia sama sekali tidak memperlakukan anak ini dengan baik.
Ia menempatkan si anak di halaman belakang yang luas namun terabaikan. Baru berusia empat lima tahun, bocah itu harus tinggal sendirian di gubuk kecil di halaman belakang yang awalnya digunakan mantan pemilik untuk menyimpan barang rongsokan. Perkakas pertanian dan sapu masih berantakan di dalam kamar, hanya ada ranjang kayu kecil yang teronggok.
Sang remaja dilarang meninggalkan halaman. Setiap hari ia tinggal di tempat kumuh seperti ini, harus belajar dan berlatih pedang dari pagi hingga petang di usia belia. Bahkan saat berjongkok mengamati semut pun, ia akan dihardik.
Meski demikian, remaja kecil itu tetap tampak bercerah, membawa kenakalan khas anak-anak.
Mungkin dia tak tahu seperti apa seharusnya hidup yang baik. Saat Shifu atau paman seperguruan sesekali memberikan sedikit barang bagus, dia langsung sangat senang.
Yu Chengyan samar-samar merasakan maksud pria itu dari tindakan Guo Zhengcheng. Mungkin dia ingin menguasai bakat luar biasa yang belum matang ini dengan erat, sehingga sejak kecil sudah mulai memelintir jiwa Xie Jianbai.
Seperti gajah kecil yang dibelenggu sejak bayi, saat dewasa ia sebenarnya punya kekuatan untuk melepaskan rantai, tapi sudah lupa bahwa dirinya bisa melawan.
Namun, tindakan Guo Zhengcheng selanjutnya justru membingungkan.
Xie Jianbai yang berusia lima tahun sudah memiliki kultivasi tahap Foundation Establishment. Selain berlatih pedang, dia juga tak melalaikan studi literatur.
Buku-buku itu selalu dihafalnya sekali baca, di bawah tuntutan keras Guo Zhengcheng dia memiliki aura kematangan yang melebihi usianya. Tapi sesekali, sisi kekanakannya tetap terlihat.
Contohnya, Xie Jianbai muda sebenarnya tidak terlalu suka membaca buku pedang. Dia lebih senang membaca literatur umum atau biografi pendek, terutama yang membahas berbagai hewan bahkan cerita siluman.
Kepintarannya yang dipaksa matang sejak dini membuatnya cepat penasaran dengan dunia luar halaman, terpikat oleh semesta mengagumkan dalam buku-buku.
Suatu hari, paman seperguruannya membawa kandang berisi anak anjing yang baru saja disapih.
Remaja itu bagai mendapat harta karun. Rasa penasarannya sebelumnya lenyap, fokusnya beralih sepenuhnya ke merawat si anjing kecil.
Kecuali latihan dan membaca, hampir seluruh waktunya dihabiskan dengan anjingnya. Bahkan saat tidur pun dia memeluknya erat.
Segera, satu per satu hewan kecil memasuki halaman belakang, remaja itu sangat bahagia. Ia merawat semua hewannya dengan sangat baik, bahkan rela membagikan makan malamnya untuk mereka.
Padahal sebelumnya, Shifu yang selalu menghardiknya saat 'tidak fokus pada tugas', kini memejamkan sebelah mata terhadap perilaku sang remaja. Hal ini membuat Xie Jianbai muda merasa lega.
Melihat bocah lelaki itu merawat hewan-hewan kecil dengan sabar setiap hari, menyaksikan raut wajah polosnya yang penuh sinar matahari, Yu Chengyan pun diam-diam.
Xie Jianbai waktu kecil dan setelah dewasa, sama sekali tidak terlihat seperti orang yang sama.
Siapa sangka pria sedingin es itu, di masa mudanya ternyata begitu ceria dan bersemangat?
Begitulah, remaja itu tak pernah meninggalkan halaman tempat ia dibesarkan.
Namun yang paling tidak dipahami Yu Chengyan adalah, bagaimana Guo Zhengcheng tiba-tiba berubah? Mengetahui muridnya menyukai hewan, alih-alih melakukan penekanan, malah menuruti kesukaannya?
Kehidupan di halaman itu berlangsung hari demi hari. Sebentar saja, dua tahun telah berlalu. Kini sang remaja berusia lebih dari tujuh tahun.
Dia memiliki tulang pedang bawaan, jenius dalam ilmu pedang, namun juga sama hebatnya di bidang lain.
Ada burung terluka jatuh ke halaman, remaja itu meminta bantuan paman seperguruannya untuk mengobatinya. Tapi orang-orang yang bahkan tak menganggap nyawa manusia ini, apalagi seekor burung?
Xie Jianbai muda membuat sarang untuk burung itu. Dengan menatang burung terluka yang sekarat itu dengan lembut, ia menaruhnya di sarang, lalu mulai belajar teknik penyembuhan secara otodidak berdasarkan teori yang pernah dibacanya di kitab.
Tidak tega menggunakan hewan sebagai percobaan, ia terus-menerus menyayat lengannya sendiri lalu menyembuhkannya. Setelah dua hari, ia benar-benar berhasil menguasai teknik penyembuhan tanpa guru.
Burung yang diselamatkannya itu tak mau pergi setelah sembuh. Ia membuat sarang di pohon besar di luar halaman. Cukup dengan siulan darinya, burung itu akan segera terbang mendekat.
Kucing dan anjing kecil yang dirawatnya telah dewasa. Kelinci dan ikannya pun tumbuh gemuk-gemuk, terlihat bahkan lebih sehat darinya.
Remaja itu sudah sangat patuh dan penurut. Ia tinggal di lingkungan yang begitu keras, setiap hari harus mempelajari materi pelajaran yang jauh melampaui usianya. Berlatih pedang sampai telapak tangan yang kapalan tebal, membuat Yu Chengyan gelisah melihatnya.
Yu Chengyang teringat masa kecilnya sendiri. Pantas saja dulu Xie Jianbai dengan tak berperikemanusiaan membuatkan jadwal belajar mengerikan untuknya, bahkan sama sekali tidak menyadari bahwa intensitas latihan spiritual seperti itu tidak manusiawi bagi anak-anak - toh begitulah cara dia sendiri dibesarkan!
Ia bahkan tidak pernah sekalipun melihat Xie Jianbai muda menangis, sekalipun karena sedih. Remaja itu benar-benar telah berjuang keras memenuhi semua tuntutan para shifu dan paman seperguruannya.
Hingga suatu hari, Guo Zhengcheng datang ke halaman belakang.
Biasanya pria itu menemuinya di kediaman utama, sangat jarang mengunjungi halaman tempat remaja itu tinggal sehari-hari.
Remaja yang sedang menggendong kucing kecil itu terkejut sekaligus takut melihat kedatangan Guo Zhengcheng, tapi juga merasa senang.
"Shifu (Guru)," sapa remaja itu dengan patuh.
Selama bertahun-tahun, remaja ini terus diajari berbagai aturan. Mulai dari buku hingga jadwal harian, pemikiran tentang penghormatan kepada guru dan orang yang lebih tua terus dipaksakan masuk setiap saat.
Meski Guo Zhengcheng hanya memiliki kewibawaan kosong dan bersikap tegas tanpa pernah peduli, bagi remaja kecil ini, berusaha menyenangkan orang tua dan mengharapkan pengakuannya telah merasuk ke dalam sumsum tulang, tanpa pernah sadar bahwa dirinya terus menerus dilecehkan.
Hari ini, untuk pertama kalinya Guo Zhengcheng bersikap begitu ramah padanya.
"Jianbai, kemarilah."
Ia menggerakkan jarinya, menyuruh remaja yang kikuk itu mendekat, lalu merangkul bahunya.
Remaja itu belum pernah diperlakukan dengan keintiman seperti ini oleh gurunya. Sorot matanya yang indah memandang pria itu dengan hati-hati, tubuhnya semakin tegang.
"Kau luar biasa, dasar ilmu pedangmu sudah kokoh," kata Guo Zhengcheng ramah. "Sudah saatnya kau memasuki jalan spiritual. Jianbai, senangkah kau?"
Otak cerdas remaja itu hang di bawah keramahan Tuan, bahkan tanpa berpikir dia mengangguk mengikuti ucapan Shifu. Dengan pengakuan dan persetujuan refleks, berusaha mempertahankan perhatian dan kepedulian guru lebih lama.
Di luar adegan, Yu Chengyan langsung siaga – pasti ada urusan jahat di balik keramahan tiba-tiba si tua bangka ini!
Sebelum sempat memahami, Guo Zhengcheng tiba-tiba mengangkat wajah menatap pohon besar di halaman.
"Burung yang kau selamatkan itu?" Guo berkata ramah. "Biar Shifu lihat."
Dengan kepatuhan, remaja itu bersiul. Dari dahan, seekor burung mengembangkan sayap lalu hinggap di lengannya. Badannya bergetar, kepala miring, melompat-lompat di telapak tangan.
"Cantik sekali," puji pria itu.
"Ini..."
Remaja baru hendak menjelaskan ketika Guo menepuk bahunya, menghentikan ucapannya.
"Bunuh dia." Guo Zhengcheng memerintahkan dengan tenang.
Remaja itu terkejut mengangkat wajah, Guo Zhengcheng berkata datar, "Ingin memasuki Jalan Pembunuhan, harus menggunakan darah sebagai media, sebaiknya dari keluarga atau orang terdekat. Sayang kau tidak punya keluarga, binatang-binatang ini bisa dipaksakan."
"Tidak, jangan, jangan!"
Pemuda itu panik mundur, berusaha mengusir burung spiritual. Tapi burung itu berputar-putar di udara sebelum kembali, dicekik leher oleh Sun Zhengcheng dan diangkat.
"Kemarilah, murid baik. Pertama kali guru akan membantumu." Guo Zhengcheng menggenggam pergelangan tangan pemuda, "Kau anak baik, jangan buat shifu marah."
Darah Yu Chengyan membeku. Tak disangka Xie Jianbai memasuki Jalan Pembunuhan seperti ini, lebih tak terduga Guo Zhengcheng sejak awal telah merencanakan segalanya - memberikan hewan-hewan itu agar pemuda merawat dan menumbuhkan ikatan.
Bahkan sejenak dia meragukan, apakah Guo Zhengcheng menyesal telah membunuh seluruh keluarga Xie Jianbai namun lupa menyisakan seorang kerabat dekat yang bisa dibunuhnya untuk memasuki Jalan Pembunuhan.
Orang gila…… Benar-benar gila!
Kegelapan malam menyelimuti, halaman belakang sunyi sepi bak kuburan.
Remaja itu berlutut dalam kegelapan, darah di kedua tangannya tak lagi memanas.
Kepalanya tertunduk, raut wajahnya penuh kekalahan dan kepasrahan, pupil hitamnya tak terlihat dasarnya.
Langit bergemuruh dengan awan petir bergulung-gulung, kilat ungu menggelegar——Ini adalah serangan petir Tahap Kristal Emas!
Guo Zhengcheng bersama empat paman seperguruannya muncul di halaman belakang. Guo Zhengcheng merapikan jenggotnya, berkata puas, "Bagus, waktunya tepat. Jianbai, fokuslah melewati serangan petir ini, Gurumu dan para pamammu akan membantumu menjaga ritual!"
Namun, Xie Jianbai seolah tak mendengar.
Dia tetap menunduk, membiarkan kilat ungu menyambar langit, membelah tulang punggungnya!
Hal ini membuat semua orang terkejut. Lima cultivator bekerja sama baru bisa menahan serangan ini. Namun punggung remaja itu masih terkoyak parah oleh serangan petir.
Saat keempat orang itu mengeluarkan senjata pamungkas, Guo Zhengcheng berjalan marah ke arah remaja itu, menarik kerah bajunya dan langsung menamparnya.
"Xie Jianbai, apa yang kau lakukan? Demi beberapa binatang, kau tak ingin hidup lagi?" Guo Zhengcheng berkata dingin, "Perkataan Shifu pun kau tak hiraukan lagi?!"
Remaja itu perlahan memalingkan wajahnya.
Saat pandangan Guo Zhengcheng bertemu dengan sorot matanya, tiba-tiba hatinya merasakan firasat tidak menyenangkan.
Bukanlah sorot mata seorang anak. Anak seharusnya akan sedih, takut, menangis, atau merengek. Bukan seperti ini, acuh tak acuh dan dingin.
Guo Zhengcheng melepaskan pegangannya. Ia mundur beberapa langkah sambil berteriak keras, "Berdiam diri untuk apa? Cepat bersila meditasi!"
Hatinya merasa gelisah, hingga melihat Xie Jianbai remaja itu seperti akhirnya tersadar dan mulai melawan serangan petir, barulah Guo Zhengcheng bisa menekan kegelisahannya dengan terpaksa.
Sebagai orang dewasa, bagaimana mungkin dia tiba-tiba takut pada seorang anak? Pasti dia terlalu tegang. Begitulah dia menenangkan diri sendiri.
Cultivator yang melewati tribulasi dari Tahap Foundation Establishment puncak ke Kristal Emas selalu menjadi ambang pintu, ini juga ujian hati pertama di jalan kultivasi, sekaligus alasan Guo Zhengcheng memilih momen ini untuk memasukkan sang remaja ke Jalan Pembunuhan.
Sejak hari itu, Guo Zhengcheng mulai membimbing sang remaja melatih Jalan Pembunuhan. Kemajuan kultivasi Jalan Pembunuhan berkembang pesat, apalagi dengan bakat Xie Jianbai yang luar biasa. Hanya saja Jalan Pembunuhan harus rutin melihat darah, jika tidak di fase awal mudah stagnan atau bahkan mengalami gangguan energi dalam.
Dibandingkan masa lalu, sang remaja menjadi lebih pendiam. Dia tak lagi membiayai hewan, dan setelah dua bulan berlatih Jalan Pembunuhan, bau darah di tubuhnya membuat makhluk spiritual yang sebelumnya dekat dengannya tak lagi mendekat.
Kesan ketakutan yang dirasakan Guo Zhengcheng dari remaja itu seolah-olah hanya halusinasi. Remaja itu tetap menunjukkan kepatuhan, tak pernah melawan perintahnya.
Setahun berlatih Jalan Pembunuhan, Guo Zhengcheng akhirnya mengajak remaja itu keluar dari halaman belakang.
Selain Guo Zhengcheng, empat orang paman seperguruan lainnya turut mendampingi dalam perjalanan ini. Terkesan seperti pengawasan terhadapnya.
Guo Zhengcheng mengira remaja itu akan sangat gembira atau penasaran dengan kepergian ini, mengingat dahulu ia sangat ingin jalan-jalan. Tapi selain sesekali memandang fokus pada pemandangan yang belum pernah dilihatnya, remaja itu tak terlihat senang atau tak bahagia.
Tak lama kemudian, Guo Zhengcheng menunjukkan niat sebenarnya.
Mereka melacak seorang cultivator pria tahap Foundation Establishment selama tiga hari. Setelah memastikan jadwal perjalanannya, Guo Zhengcheng memberikan perintah pada remaja itu.
"Gunakan yang telah kau pelajari, bunuh orang itu."
"Apa?" Remaja itu akhirnya menunjukkan gejolak emosi. Ia menatap Guo Zhengcheng dengan ekspresi tak percaya, kemudian jelas-jelas menolak, "Shifu, aku tak ingin lagi menyakiti siapapun... Aku tidak bisa."
“Dia seorang penjahat, kamu bisa bertindak tanpa terbebani secara psikologis.” Guo Zhengcheng berkata, “Membunuhnya adalah tindakan memberantas kejahatan untuk rakyat.”
“Aku tidak mau, aku tidak mau.” Pemuda itu menolak keras, “Aku tidak berhak menilai hidup matinya atau benar salahnya seseorang. Aku tidak ingin membunuh, Shifu (Guru)!”
Dengan sikap memohon dan menunjukkan kelemahan, ia meraih lengan Guo Zhengcheng. Namun Guo Zhengcheng hanya menyunggingkan senyum dingin.
“Baik.” Katanya, “Tentu saja kamu boleh tidak membunuh.”
Pemuda itu menghela napas lega, tapi tidak menyadari bahwa segalanya belum berakhir.
Mereka terus mengikuti penjahat itu, menyaksikannya memperlakukan semena-mana kaum lemah dan merampas tas penyimpanan cultivator lain.
Beberapa hari kemudian, barang rampasan itu ditukarnya dengan anggur. Dalam keadaan mabuk berat, ia datang ke sebuah desa penduduk. Ketika warga menghadangnya untuk menanyakan status, dengan gagang pedang ia melukai parah orang itu, lalu bersiap melakukan pembantaian.
Xie Jianbai muda ditekan oleh Shifu (Guru) dan paman seperguruannya di tempat tersembunyi. Mereka tidak mengizinkannya pergi, juga tidak membantunya, hanya menyaksikan semua ini terjadi.
Akhirnya, pemuda yang berpegang pada prinsip selama beberapa hari terpaksa melakukan Kompromi.
Dia tak ingin membunuh, tapi belum pernah bertarung dengan orang luar. Alam bawah sadarnya menganggap semua orang dewasa sangat kuat, hingga meremehkan kemampuannya sendiri. Tukang sihir jahat itu bahkan tidak bisa bertahan tiga jurus di tangannya sebelum akhirnya dibunuh Xie Jianbai.
Pemuda itu menundukkan kepala. Darah pria itu merambat ke sebelah kakinya, bau darah menerpa hidungnya, membuatnya mual hingga pusing terus-menerus.
Dia menyembuhkan beberapa warga yang terluka. Para penduduk desa mengucapkan ribuan terima kasih sementara mengantar pergi dewa-dewa kecil pemberantas kejahatan. Tampaknya dunia kehilangan satu penjahat lagi, dan segala sesuatu berakhir dengan kedua belah pihak puas.
Tapi Xie Jianbai tidak menyukainya.
Ia membenci semua ini, tak ingin membunuh, muak dengan bau darah. Tapi berulang kali dipaksa paman seperguruannya untuk 'berbuat kebajikan'. Akhirnya ia tak bisa mengabaikan kejahatan itu, dalam genangan darah yang terus berulang, Jalan Pembunuhannya semakin mengerikan.
Semakin dewasa, remaja itu semakin muram. Guo Zhengcheng justru puas. Mengasah bakat anak emas yang prestasi masa depannya jauh melampaui diri sendiri, memberi kepuasan tersembunyi bagi psikologis pria itu.
Remaja itu bagai gajah kecil yang terbelenggu rantai tipis, tumbuh dalam penekanan panjang hingga menjadi pasrah.
Setiap kali kembali dari membunuh, ia menyendiri di tempat gelap dengan ekspresi datar melukai diri sendiri, menyaksikan darahnya berguling deras ke tanah.
Tapi ia tetap murid yang patuh. Di kemudian hari, remaja itu sudah tak melawan lagi. Setiap Shifu menyuruh membunuh penjahat, ia pun membunuh penjahat.
Seperti yang ditunggu-tunggu Guo Zhengcheng, remaja itu perlahan disuling menjadi sebuah golok di tangannya.
Hingga Xie Jianbai berusia lima belas tahun, Guo Zhengcheng semakin jumawa karena keteguhan dan kepatuhan bertahun-tahun sang murid. Padahal setahun sebelumnya, tingkat kultivasi remaja itu sudah melampauinya. Meski demikian, remaja itu tetap patuh seperti waktu kecil.
Setelah kembali dari sebuah tugas, Guo Zhengcheng merapikan kumisnya sambil tersenyum bangga, "Hm, awalnya masih memberontak, kini bukankah akhirnya patuh juga? Segala yang hamba inginkan darimu, pada akhirnya akan kuserahkan dengan kedua tangan."
Remaja itu berlutut di sampingnya, tak bereaksi terhadap ucapan-ucapan ini, tetap sunyi dan penurut seperti biasa.
Guo Zhengcheng melanjutkan, "Setahun berlalu, tahukah kau berapa banyak penjahat yang kubunuh, dan berapa orang baik yang kau bunuh?"
Mendengar kalimat ini, akhirnya remaja itu bereaksi.
Dengan perlahan ia mengangkat sorot matanya, menatap sang Shifu.
Guo Zhengcheng justru tertawa terbahak-bahak, "Darah orang baik dan penjahat, sama-sama memanas bukan? Mereka tak ada bedanya, bukan? Murid baik, ada tua bangka tak tahu diri yang lama melawanku, kau bantu Shifu menghabisinya..."
Dalam pandangannya, ini adalah kesempatan emas untuk lebih menjinakkan sang pemuda. Namun Guo Zhengcheng tak menyangka reaksi pemuda itu akan sebesar ini.
Pemuda itu tiba-tiba berdiri, bayangannya tiba-tiba menyelimuti Guo Zhengcheng.
"Aku membunuh orang baik?" Xie Jianbai yang masih muda bersuara parau.
Guo Zhengcheng yang sudah dibutakan oleh kepatuhan jangka panjang Xie Jianbai, dengan santai mengambil cangkir teh sambil terkekeh, "Tentu ada yang kutetapkan semaunya, mana ada waktu selalu mencari penjahat untukmu? Tapi di tengah kekacauan ini, mana ada orang baik yang benar-benar bersih? Tak perlu kau pikirkan."
Xie Jianbai muda menatap Guo Zhengcheng dalam-dalam, suaranya parau bertanya, "Aku membunuh orang yang polos?"
"Bukankah sudah kukatakan, di zaman kacau ini, tak ada yang benar-benar..."
Guo Zhengcheng sedang mengulangi dengan tidak sabar, tiba-tiba si pemuda menindak bahunya.
"Mengapa melakukan ini? Mengapa memperlakukanku seperti ini, menyuruhku membunuh orang polos?" Suara serak pemuda itu menusuk, "Kau adalah Shifuku, Shifu seharusnya berbudi luhur, Shifu wajib membimbing murid melakukan hal benar..."
Persis seperti di masa mudanya, Guo Zhengcheng kembali menamparnya dengan telapak tangan!
"Berlutut! Tidak tahu diri!" Suara dingin Guo Zhengcheng menggema, "Semua yang kulakukan benar. Kepatuhanmu saja sudah cukup. Di mana tertulis dalam kitab suci bahwa murid boleh melawan Shifu?"
Namun Xie Jianbai yang masih muda tetap berdiri di situ. Matanya mengawasi ketat Guo Zhengcheng, dari lehernya terdengar suara-suara terfragmentasi seolah mengucapkan mantra tak terdengar.
Ekspresi seperti ini membuatnya terlihat kerasukan mantra, bahkan tatapannya yang menusuk membuat kuduk Guo Zhengcheng merasakan hawa dingin.
“Shifu (Guru) selalu benar, tapi membunuh sembarangan tidak benar, memberi bimbingan yang salah, menutupi kebenaran lebih tidak benar.” Xie Jianbai muda bergumam, "Mengapa bisa begini……"
Tiba-tiba ia mengangkat sorot matanya, tiba-tiba berkata, "Apa yang dulu dilakukan Shifu (Guru) itu benar? Menyuruhku membunuh hewan, benar atau salah? Membunuh seluruh keluargaku? Benar atau salah?"
Guo Zhengcheng terkejut melihat ekspresi rasional hingga menyeramkan sang pemuda itu sampai berdiri, ia membentak, "Xie Jianbai, kau sedang linglung apa?!"
Pria itu pernah merencanakan cara mengurus hal ini setelah sang murid dewasa, tapi bukan di kesempatan seperti ini! Ia sama sekali tak menyangka, Xie Jianbai ternyata sudah lama tahu tentang hal ini, bahkan bisa menunjukkan kepatuhan seperti ini.
Saat itu, sang pemuda malah tak memandangnya lagi.
"Kukira aku yang bersalah. Persepsi ku bertentangan dengan Shifu (Guru), aku selalu tak ingin mendengar nasihat Shifu (Guru). Tapi kitab berkata, semua yang dilakukan Shifu (Guru) pasti benar." Ia berbicara pada diri sendiri, "Tapi ketika Shifu (Guru) salah, harus bagaimana?"
“Xie Jianbai!” Guo Zhengcheng bersuara keras dengan wajah marah.
“Jika Shifu bukan guru yang baik, maka aku juga tak perlu lagi menjadi murid berbakat.” Xie Jianbai bagai tak mendengar, bergumam pelan, “Kalau begitu...”
Di tangan remaja itu, Pedang Qiyue yang menyebarkan hawa dingin tiba-tiba muncul.
Sorot mata Xie Jianbai tenang hingga membuat merinding, ia menatap Guo Zhengcheng.
“Dengan begini, aku bisa membunuh Shifu.” Ucap remaja itu dengan lembut.
Mungkin hingga detik terakhir, Guo Zhengcheng tak pernah mengerti mengapa hal ini bisa terjadi.
Selama bertahun-tahun berbagai peristiwa penyiksaan dan eksploitasi dilakukannya pada Xie Jianbai, sang remaja selalu pasrah. Tapi satu kalimat yang tak disengaja, tiba-tiba membuat murid yang setia selama bertahun-tahun ini bertindak.
Yu Chengyan justru memahami tindakannya melalui pemahaman bertahap selama bertahun-tahun ini.
Xie Jianbai adalah seorang yang terisolasi dari dunia normal, tidak pernah mengalami hubungan keluarga atau guru-murid yang wajar. Bahkan tidak pernah mendapat bimbingan tentang konsep baik-buruk duniawi, namun masih menyimpan kebaikan bawaan alamiah.
Untuk menemukan titik tumpu makna dalam kehidupan yang tidak seimbang, Xie Jianbai membangun kerangka tatanan untuk dirinya sendiri. Setelah itu ia akan patuh pada tatanan ini demi mencapai kesatuan diri.
Tatanan antara dia dan Guo Zhengcheng adalah: Guru selalu benar, murid harus taat.
Tapi Guo Zhengcheng sendiri yang menghancurkan keseimbangan ini. Ia tidak bertindak sesuai aturan Xie Jianbai, melakukan kesalahan.
Guru yang telah keluar dari kerangka, masih pantas disebut guru yang memenuhi syarat?
Karena Guo Zhengcheng telah merusak aturan, Xie Jianbai tak perlu lagi menjadi murid yang patuh. Tatanan itu berhenti berfungsi baginya.
Maka akhirnya ia bisa membunuhnya sesuai keinginan hatinya.
Penilaian dingin tanpa emosi, tapi sangat rasional.
Guo Zhengcheng dan keempat orang lainnya khawatir rahasia mereka terbongkar, sehingga mereka menutupi lokasi ini dengan penghalang berlapis-lapis.
Tak disangka, ini justru menjadi kuburan yang mereka pilih sendiri.
Xie Jianbai menuntaskan nyawa empat orang paman seperguruan dan melukai parah Guo Zhengcheng.
Ia mengembalikan pria itu ke kursi yang sering didudukinya. Meski berada di posisi familiar, tubuh Guo Zhengcheng justru terus menggigil.
Remaja lima belas tahun itu sudah berpostur tegap, namun masih menyisakan kecerobohan anak-anak dan kulit putih bersih. Wajah tampannya yang terpercik darah itu tampak kontras dengan kecantikannya, memberi kesan magis.
Empat mayat paman seperguruan berserakan di ruang utama. Darah terus merembes di lantai.
Guo Zhengcheng yang terluka parah gemetar ketakutan menyaksikan kemampuan mengerikan dan ekspresi tanpa emosi yang ditunjukkan Xie Jianbai.
Dengan terpaksa ia menyungging senyum, "Jianbai... S-Satu hari sebagai guru, seumur hidup sebagai ayah. Bagian yang salah dari Shifu akan kuakui kesalahannya... Ja-Jangan begini..."
Pemuda itu kembali berlutut di hadapannya. Dibandingkan jarak antara guru dan murid sebelumnya, kali ini ia menempelkan diri di lutut Guo Zhengcheng.
Seolah tak merasakan getaran dari bawah lengannya, Xie Jianbai menatap ke atas dan berkata tenang, "Bila Guru bisa menjawab satu pertanyaanku, aku akan melepaskan Guru."
"Kau... kau yang bicara." Guo Zhengcheng menelan ludah, nada bicaranya bahkan terdengar berusaha menyenangkan.
"Siapakah aku?" tanya si pemuda.
"Kau?" Guo Zhengcheng terlihat bingung sejenak, "Kau Xie Jianbai ah."
"Salah." Pemuda itu berkata datar, "Xie Jianbai takkan menyakiti binatang, takkan membunuh makhluk hidup, apalagi membunuh orang tak bersalah. Tapi aku telah melakukan semua yang tak boleh dilakukan Xie Jianbai. Lalu, siapakah aku sebenarnya?"
Guo Zhengcheng ingin mengatakan sesuatu namun mengurungkannya. Keputusasaan di hatinya semakin menjadi, "Kau Xie Jianbai! Kau memang Xie Jianbai!" teriaknya histeris.
“Xie Jianbai telah kau bunuh dengan tanganmu sendiri.” Pemuda itu seolah tak mendengar, bergumam pelan, “Lalu, siapakah aku kini?”
Ia mengangkat pandangan, tiba-tiba berbisik lembut, “Murid telah melakukan kesalahan, kewajiban Shifu untuk menghukumnya. Shifu, bunuhlah aku, baik tidak?”
Guo Zhengcheng tak tahan lagi melihat ekspresi mengerikan sang pemuda. Dengan kasar ia mendorong Xie Jianbai pergi, berteriak putus asa, “Kau gila! Kau orang gila! Kau... otakmu bermasalah—kau pantas mati, pantas masuk neraka—!”
Kehilangan keseimbangan, ia terjerembab ke tanah. Tangannya menyentuh darah adik seperguruannya. Guo Zhengcheng menatap mayat-mayat yang memenuhi ruangan, lalu melihat pemuda tampan itu yang memperhatikannya dengan ekspresi datar, dingin bagai melihat babi. Pria itu pun ambruk.
Sejak ucapan tak masuk akal itu menghancurkan segalanya, sejak gempa dahsyat mengguncang hidupnya—ia sama sekali tak bisa memahaminya. Tak tahu apa yang dipikirkan Xie Jianbai. Yang ia tahu, ini semua ulah orang gila!
Melihat Guo Zhengcheng yang kehilangan rasional, ekspresi wajah Xie Jianbai yang masih muda perlahan menjadi datar.
Setelah mencapai tahap memalukan ini, Guo Zhengcheng sudah tidak punya dasar hukum untuk menjadi algojo baginya.
Tangan jenjang sang pemuda perlahan-lahan mencekik leher Guo Zhengcheng.
"Shifu, masih ingat?" gumamnya pelan, "Dulu, kau juga seperti ini memegang tanganku untuk membunuh mereka."
Membunuh Guo Zhengcheng adalah hal terakhir yang diinginkan oleh diri sebagai Xie Jianbai.
Raut wajah ketakutan dan ketidakrelaan pria itu membeku dalam frame terakhir. Tubuhnya terjatuh ke tanah. Pemuda itu menarik kembali tangannya, mengangkat wajah dengan ekspresi datar, melangkahi mayat, lalu keluar dari pintu gerbang.
Xie Jianbai yang dulu telah mati selamanya bersama lima mayat di situ. Lalu apa yang keluar dari pintu itu?
Itu adalah monster, makhluk yang menggenggam kekuatan mengerikan tapi kehilangan jati diri.
Baik dan jahat sudah tidak punya perbedaan maupun arti baginya. Hidup dan mati seolah tak ada bedanya.
Sampai seseorang menariknya.
"Kau, kau adalah dewa pedang kecil!" Rakyat yang antusias berseru gembira, "Dewa masih ingat kami? Beberapa tahun lalu kau menyelamatkan nyawa seluruh keluarga kami..."
"Semua orang tahu munculnya dewa muda berbakat, kami tidak tahu nama Tuan, terpaksa memanggilmu Dewa Pedang..."
Dewa pedang kecil pemberantas kejahatan?
Biarlah itu disebut dewa pedang kecil.
Pemuda itu memasukkan dirinya sedikit demi sedikit ke dalam belenggu status, mengikat monster raksasa dalam hatinya dengan tatanan baru dan aturan ketat.
Dewa Pedang, Jianzun, Pemimpin Agung Xuantianzong, Tianzun.
Tidak tahu siapa dirinya, tak masalah. Menghapuskan diri asli, cukup berkoordinasi baik dengan setiap peran yang diberikan.
Membenci ketidakseimbangan, kekacauan tatanan, dan segala risiko tak terduga. Perasaan saat tatanan hancur terlalu mengerikan, kehilangan identitas dan keteraturan akan menyisakan kekosongan.
Dia takut pada kegelapan tanpa pegangan itu, bahkan tak bisa merasakan keberadaan dirinya sendiri.
Tapi...
“Kamu benar-benar aneh.” Dalam bidang pandang, perlahan muncul wajah cantik gadis itu, bulu mata panjangnya yang lebat bergetar-getar, menunjuk-nunjuk dadanya, “Di buku sudah dikatakan, saat seorang gadis memejamkan mata, itu artinya sedang menunggu ciumanmu. Kok kamu tidak punya common sense seperti ini.”
Meski dalam hal common sense, keduanya lebih mirip si nomor dua mengajari si nomor satu, Xie Jianbai tidak bisa menahan diri untuk berkata, “Tulisan di buku belum tentu benar.”
Yu Wei mengangkat ujung alisnya dengan kesal, “Tulisan di buku tidak benar? Kalau begitu jangan cium aku lagi, hm!”
Melihat ekspresinya yang seperti itu, Xie Jianbai tanpa kendali mendekat dan menciumnya.
Pada detik ini, dia tidak menggunakan identitas apapun, tidak mengikuti aturan atau tatanan. Dia tidak memikirkan apapun, dia hanya menjadi dirinya sendiri.
Xie Jianbai ingin mendekati Yu Wei, ingin menciumnya, memeluknya, memberikannya segala sesuatu di dunia, ingin mendukung semua persepsinya, namun juga ingin menutupi matanya agar tidak melihat hal-hal gelap dan kotor itu, hanya melihat segala yang indah.
Ternyata saat jantung berdenyut, bisa terasa begitu memanas.
Selama sepuluh ribu tahun, di hati Xie Jianbai selalu ada gunung es yang terbakar, itu merupakan penyiksaan diri yang panjang.
Hingga bertemu Yu Wei, barulah ia pelan-pelan menemukan Xie Jianbai yang sebenarnya.
…………
……
Kemarahan dan gelora pembunuhan Yu Chengyan sepanjang proses ini, semuanya terhapus oleh ketenangan terakhir Xie Jianbai.
Bahkan penderitaannya sendiri, seolah-olah telah melemah banyak.
Mereka memang pantas disebut ayah dan putra, Yu Chengyan bisa menemukan banyak hal yang merepotkan dan menyakitkan selama bertahun-tahun ini pada diri Xie Jianbai, membuatnya merasa seolah lebih dekat dengan sang ayah.
Rasionalitas kembali pulih, Yu Chengyan tiba-tiba samar-samar teringat sepertinya barusan mendengar sesuatu.
“——Sekali pun kau anak kesayangan Tian，segala milikmu telah kurebut，kau hanya bisa memaksa menyaksikan seperti waktu kecil，tidak bisa melakukan apa pun！”
Sial！
Tua bangka brengsek！Pergi bermimpi lah！
Di Laut Abadi，lingkaran perlindungan aura mengerikan perlahan menyusut.
Xie Jianbai berpegangan pada bahu Yu Chengyan，ia merasakan emosi sang pemuda tampak mulai stabil，tidak se-eksklusif tadi，sepertinya cara memancing minatnya melalui kenangan pribadi berhasil.
Baru saja ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk kembali mencoba memasuki kekuatan spiritual Yu Chengyan，memeriksa apa yang mengikatnya，tiba-tiba menemukan nafsu bertahan hidup Yu Chengyan telah kembali，dan sangat ganas！
Pola kegelapan hati di tubuh pemuda itu memudar seperti air surut, kemudian semburan aura hitam terdorong keluar dari dahinya. Yu Chengyan tiba-tiba membuka matanya.
"Ini... Masa mungkin!" teriak Guo Lao yang sudah menguasai 90% proses perebutan tubuh, wajahnya berubah pucat. "Tidak mungkin, bagaimana mungkin kau bisa sadar?!"
Yu Chengyan tidak hanya sadar, energinya justru semakin berkobar. Kekuatan chaos yang sebelumnya tercerai-berai kini mengental dengan cepat, bahkan lebih dahsyat dari sebelumnya!
"Aku tidak boleh mati di sini! Tunggu sampai ulang tahun ketujuh puluh... eh, ketujuh puluh kematianmu baru kuperhatikan!" Yu Chengyan menggerakkan bahunya, lalu menoleh ke Xie Jianbai yang masih terpaku. "Jangan melamun! Ayo kita habisi tua bangka ini dan pulang bersama!"
——Meski Xie Jianbai tidak mencintainya, dia takkan membiarkan tua bangka ini merebus apapun dari tangan ayahnya lagi! Udara pun tidak boleh!
Catatan Penulis:
Sebagai pemeran utama yang tersangkut kait: Selalu cepat bangkit dari keterpurukan
Sebagai Ayah Anjing sang antagonis: Selalu berjalan di tepi transformasi gelap
Dog secara intrinsik agak sakit mental.. Pola pikirnya berbeda dari orang normal, baru menjadi wajar setelah bertemu kucing (semacam pelatihan sosialisasi (bukan
