Yu Chengyan terbata dengan wajah terpana memandangi mereka. Setelah lama terdiam, ia akhirnya tersenyum.
“Dengan ucapan kalian ini, bagiku sudah cukup.” Katanya dengan tulus dari hati, “Tapi kali ini, jangan biarkan aku terlahir lagi.”
Yu Chengyan menatap Xie Jianbai, “Semua kekhawatiranmu benar. Aku memang seharusnya tidak pernah lahir.”
Selanjutnya, Yu Chengyan mengungkapkan seluruh memori tentang kebenaran yang pernah ia lihat, termasuk novel, tokoh utama, dan nasib yang telah ditakdirkan.
Yu Wei mendengarkan dengan penuh semangat, sama sekali tidak memiliki perasaan krisis. Sekarang semua hal terhubung, dia juga akhirnya mengerti mengapa Xie Jianbai dalam mimpinya terlihat begitu muram dan tertekan di kemudian hari.
Meskipun seorang Tianzun, bagaimana mungkin melawan lambang takdir ilahi?
Mereka semua hanyalah bidak yang nasibnya sudah ditulis, terus-menerus dipermainkan oleh tangan tak terlihat.
"Jadi, persepsimu saat itu benar," bisik Yu Chengyan. "Aku seharusnya tidak ada, tapi karena novel yang mengiraku sebagai protagonis, akhirnya aku terlahir."
Xie Jianbai mengerutkan alisnya, suaranya berat. "Lalu, sesuatu yang mendukung Guo Zhengcheng dan kawan-kawan untuk bangkit lagi, membiarkan mereka berbuat jahat dan bahkan merasuki dirinya... apakah itu juga terkait dengan buku itu?"
"Tepat," kata Yu Chengyan. "Saat menghancurkannya, aku merasakan 'keberadaannya'. Sesuatu itu penuh niat jahat terhadap kalian berdua, bahkan terhadap dunia ini. Tapi aku bisa merasakan... ada hubungan antara diriku dan itu."
“Setelah kehancurannya, aku seolah merasakan beban di pundak menjadi lebih ringan.”
Xie Jianbai diam membisu, serangkaian peristiwa selama bertahun-tahun lalu berkilas di hadapannya.
Ucapan Yu Chengyan dan buku cerita itu bagai potongan puzzle terakhir yang menyambungkan banyak misteri.
Contohnya, dalam Pertempuran Besar di dunia manusia sepuluh ribu tahun lalu sebelum penerbangan ke surganya, Xie Jianbai pernah merasakan tatapan tak kasat mata yang penuh niat jahat mengawasi segalanya, mendorong aura mengerikan untuk menghancurkan makhluk hidup di dunia; mungkin itulah kehendak Surgawi dari kisah asli.
Ia ingin menggerakkan seluruh elemen dunia, mengubahnya sesuai gambaran dalam buku. Namun segala sesuatu memiliki roh, dalam dunia yang lebih luas yang tak terikat oleh kisah asli, semua tumbuh dengan bebas. Seperti Xie Jianbai yang menghentikan tragedi itu, menyelamatkan nyawa tak terhitung makhluk.
Sedangkan nyawa-nyawa itu dalam kisah asli mungkin hanya tercatat sebagai sepenggal kalimat sejarah yang dibaca sekilas, bahkan tak meninggalkan jejak.
Xie Jianbai menghentikan perang itu, merupakan langkah pertama karakter dengan jiwa sendiri yang memutar balikkan lambang takdir ilahi dari karya asli, sekaligus titik awal perubahan nasib yang telah ditetapkan.
Sejak saat itu pula, Xie Jianbai selalu merasa ada sepasang mata mengikutinya, diam-diam mengamati, penuh niat jahat.
Asalnya, takdir dari karya asli terus-menerus mengikuti dan meninjau ulang dirinya.
"Guo Zhengcheng dan kawanannya bisa membunuhnya ibu, pasti juga karena lambang takdir ilahi di belakang layar memberikan bantuan." Yu Chengyan berkata pelan, "Inilah mengapa mereka hanya membunuhnya, tapi tidak bertindak padaku. Jika benar Guo Zhengcheng sendiri, pasti dia akan membunuhku juga."
Xie Jianbai bersuara berat, "Mengingat takdir karya asli juga merupakan bagian dari takdir semesta, lalu apa yang sebenarnya kau musnahkan itu?"
Ayah dan putra itu sementara diam, sama-sama belum memahami alasan ini.
“Kalian berdua memang bodoh ya.” Yu Wei berkata, “Guo Zhengcheng datang ke sini dari masa depan bersama Yu Chengyan. Makhluk yang menguasai tubuhnya pasti juga alasan mengapa dia bisa ikut. Jadi, lambang takdir ilahi itu berasal dari garis waktu dimana aku mati.”
Xie Jianbai dan Yu Chengyan menatap Yu Wei. Mereka berdua tersadar, namun agak sulit mempercayai bahwa Yu Wei bisa bereaksi secepat itu.
“Aku memang tidak punya common sense, tapi bukan idiot.” Yu Wei mendengus, “Kalian bilang baca novel percuma, padahal alur cerita seperti ini sudah ditulis sampai busuk di novel. Kalian rajin baca beberapa judul saja pasti tidak akan bereaksi selambat ini.”
Ayah dan putra cultivator pedang yang tanpa alasan kena serangan memilih diam-diam. Yu Chengyan merapikan logika yang ada, lalu langsung memandang Xie Jianbai dengan ekspresi tak percaya.
“Tunggu! Jika benar seperti kata A Wei, bukankah ini berarti kau memaksa lambang takdir ilahi sampai tidak bisa bertahan, jalan buntu, terpaksa kabur ke zaman ini bersama Guo Zhengcheng untuk sekadar bertahan hidup...?”
Xie Jianbai berpikir sejenak, lalu berkata dengan tenang, "Ada kemungkinan."
Yu Chengyan: ……
Yu Chengyan: "Kalau begitu... Jangan-jangan... kehadiranku di zaman ini juga ada hubungan sedikit denganmu?"
"Tidak tahu." Xie Jianbai menjawab jujur, "Tapi mungkin saja."
"Memang mungkin." Yu Wei mengusap dagunya, "Dalam mimpiku kulihat, dia ingin menghancurkan dunia, tapi seorang cultivator pria lain memberitahunya tentang dirimu. Langsung saja dia diam. Dengan mengantarmu kembali, bukankah dia bisa leluasa menghancurkan dunia?"
Mengingat sosok Xie Jianbai dalam mimpi, Yu Wei menyandarkan bahu ke lengan Xie Jianbai hingga menempel, lalu berbisik pelan, "Aku tak suka melihatmu begitu kesepian dan rentan."
"Kalau begitu temani saja aku terus-menerus." Xie Jianbai menundukkan bulu matanya, suaranya melunak beberapa tingkat.
Yu Chengyan sama sekali tidak bereaksi terhadap keintiman orangtuanya, karena pikirannya masih terpaku pada banjir informasi tadi yang membuatnya terpana belum pulih.
Dia tahu ayahnya hebat, tapi tak menyangka bisa sampai level beradu dengan lambang takdir ilahi. Bahkan lupa akan kesedihan status dirinya sendiri.
“Xie Jianbai.” Setelah lama terdiam, Yu Chengyan yang sudah tersadar tiba-tiba memanggil nama Xie Jianbai.
Xie Jianbai menatapnya, Yu Chengyan menyimak dengan serius sambil saling memandang. Tetap tak melihat sesuatu yang tajam di sorot mata pria itu.
Baru sekarang dia sadar, entah sejak kapan Xie Jianbai sudah tak lagi memandangnya dengan tatapan renggang dan datar. Seolah tanpa disadari, dia sudah masuk ke lingkaran perlindungan Xie Jianbai tanpa tanda-tanda.
Kini tatapan Xie Jianbai padanya selalu tenang dan toleran. Bukan ketidakpedulian, tapi penerimaan besar. Seperti apapun yang Yu Chengyan lakukan, Xie Jianbai takkan marah dan akan membereskannya.
Yu Chengyan merasa ekspresi ini tak asing tanpa alasan. Baru kemudian ia sadar, di garis waktu lain setelah ibu meninggal dan hubungannya dengan Xie Jianbai putus total, selama tiga ribu tahun setiap kali bertemu, pandangan yang sama selalu terpancar dari mata Xie Jianbai.
Kedua ayah-anak ini saling memandang. Yu Chengyan menggigit bibirnya, lalu berbisik, "Kau... kau tidak membenciku? Karena aku, ibu tewas."
"Kesalahan bukan padamu. Kau tak bisa memilih." Xie Jianbai berkata tenang, "Sebagai suami dan ayah, jika ada kesalahan, itu pasti kesalahanku."
Tak peduli siapa musuhnya, atau berapa banyak kesulitan dan dalih yang bisa dijadikan alasan, gagal melindungi mereka tetaplah kesalahannya.
Malam itu, Xie Jianbai mengemudikan kapal terbang sementara Yu Wei bersila di kamar, mencerna kekuatan dahsyat yang baru ditelannya.
Keduanya tak perlu tidur. Saat Yu Chengyan keluar dari meditasi, ia melihat Xie Jianbai sedang duduk di dek kapal.
Tulang punggungnya tegak, posisi duduknya sempurna, lengan baju bergerak pelan tertiup angin.
Yu Chengyan mendekatinya dan duduk di samping pria itu.
"Kau terlalu memaksakan diri." Kata Yu Chengyan. "Sepanjang hari ini kau hampir tak sempat bersila. Kini ada aku, tak perlu terus-menerus mempertahankan kewaspadaan."
"Sudah terbiasa." Jawab Xie Jianbai.
Keduanya terdiam sejenak, hanya saling memperhatikan taburan bintang di balik kegelapan malam.
"Kau mungkin tak sepenuhnya paham perasaanku, bagaimanapun pada akhirnya kau bukan Xie Jianbai yang melihatku dewasa." Setelah lama terdiam, Yu Chengyan akhirnya berbicara. "Jadi ada beberapa ucapan yang bisa kusampaikan padamu, tapi seandainya benar-benar bertemu dengannya, justru takkan terucap."
Xie Jianbai menatap Yu Chengyan.
"Maksudmu apa?" Tanyanya.
Yu Chengyan menekan bibirnya, matanya masih tertuju pada langit, menghindari kontak pandang dengan pria itu.
"Kau sangat berarti bagiku."
“Bahkan selama tiga ribu tahun ketika aku salah paham bahwa ibu meninggal karena kau, kau tetap sangat penting bagiku. Aku sangat memperhatikan persepsimu, ingin membuat prestasi agar diakui olehmu.” Yu Chengyan berkata, “Aku takut mempermalukanmu.”
Akhirnya dia menatap Xie Jianbai, lalu tersenyum.
“Tapi aku masih belum cukup baik. Aku tidak cukup tenang, tidak rasional, hanya tahu membuatmu kesal, tidak mengobrol selama tiga ribu tahun, semakin kau berpesan sesuatu, semakin sengaja kulakukan sebaliknya.” Yu Chengyan mengatakan, “Masalah Guo Zhengcheng, aku selalu ketakutan. Jika aku yang saat itu masih salah paham padamu, mungkin benar-benar akan bekerja sama dengannya.”
Saat sampai di bagian ini, Yu Chengyan diam-diam.
“Aku... Aku tak berani membayangkan seperti apa jadinya jika benar-benar kubunuh kau dengan tangan sendiri.” Suaranya gemetar, “Jika hari itu benar-benar tiba, lebih baik aku ikut mati saja.”
Xie Jianbai memandangi pemuda yang punggungnya sedikit bergetar, dengan kaku dan tidak alami ia mengangkat lengan, menepuk-nepuk bahu Yu Chengyan. Gerakannya kaku seolah lengannya baru dipasang.
"Tidak akan ada hari itu." Suara berat Xie Jianbai terdengar, "Tidak peduli masa depan seperti apa yang dibingkai buku itu, setidaknya saat ini, ia tak lagi bisa membatasi kita. Paling tidak, ia tak bisa lagi menjangkau Yu Wei."
Mendengar ini, Yu Chengyan akhirnya terkekeh tertahan.
"Kamu benar." Ia cepat bangkit semangat, "Kita bertiga akan mengubah enam alam semesta, mengubah karya asli menjadi kertas tak bernilai!"
Xie Jianbai masih memperhatikannya, membuat pemuda itu bertanya dengan canggung, "Ada apa?"
"Ada satu hal lagi yang kupikir harus kau ketahui." Xie Jianbai berkata, "Aku tipe orang yang berpikir linear, tidak terlalu mahir dalam ekspresi yang halus."
Xie Jianbai yang dengan raut wajah serius menyebut diri berpikir linear justru menimbulkan pesona kontras yang menggemaskan. Yu Chengyan tak bisa menahan tawa, "Aku tahu, ada masalah apa?"
“Jadi menurut deskripsimu, saat kau baru lahir, keinginanku membunuhmu adalah Niat Pembunuhan yang sesungguhnya.” Xie Jianbai berkata serius, “Tapi karena aku sudah menyetujui permintaan ibumu untuk membiarkanmu hidup, aku tak akan lagi membencimu. Aku akan membesarkanmu dengan baik dan melindungimu.”
Dia menatap pandangan tertegun Yu Chengyan.
“Kau pernah berkata aku membencimu, tapi itu mungkin hanya dugaanmu. Aku bukan orang sempurna, mungkin aku gagal sebagai ayah, tapi aku takkan melakukan hal licik yang tampak baik di depan tapi jahat di belakang.” Xie Jianbai berkata, “Mungkin aku perlu belajar cara mencintai seseorang lagi, tapi sejak aku menerimamu, kau dan ibumu adalah yang paling penting bagiku.”
“Kurasa, kau mungkin ingin mengetahui hal ini.”
Mendengar kata-kata tenang dan dingin pria itu, Yu Chengyan menundukkan kepala.
“Ya.” Setelah beberapa saat, suaranya terdengar sengau karena tersedu-sedu, “Aku mengerti.”
Atas desakan keras Yu Chengyan, Xie Jianbai diusir kembali untuk bersila.
Pemuda itu mengontrol kapal terbang, dia masih duduk di dek kapal.
Kegelapan malam berlalu, sinar matahari pagi menyibak celah dari timur, menerangi dunia.
Sudah cukup puas.
Yu Chengyan berpikir, dia tahu orang tua saling mencintai, juga tahu mereka mencintainya sejak lahir hingga mati. Masih adakah hal yang lebih baik dari ini?
Dia akan bersama mereka merapikan dunia, mengubah masa depan.
Adapun dirinya sendiri...
Sebenarnya ada satu hal yang tidak diberitahukan Yu Chengyan kepada Yu Wei dan Xie Jianbai.
Saat menghancurkan lambang takdir ilahi yang terkutuk itu, takdir yang telah ternoda kejahatan memberitahunya banyak hal.
Yu Chengyan bukan berasal dari zaman ini, namun zaman ini berubah karena dirinya. Garis waktu sudah kacau, kehidupan sebelumnya dan sekarang saling bertautan tak terpisahkan.
Mereka telah lepas dari takdir naskah asli. Dunia ini bukan milik buku itu semata, tapi milik segala makhluk. Seperti lambang takdir ilahi tadi, hanyalah bagian kecil dari takdir semesta.
Setelah lepas dari alur cerita asli, tidak akan mempengaruhi orang lain. Tapi hanya dia, sang pemeran utama yang bukan berasal dari zaman ini, yang akan dibunuh.
Hubungannya dengan cerita asli dan takdir tidak bisa dipisahkan. Jika Yu Chengyan menjadi kuat dan mengikuti alur cerita asli, maka lambang takdir ilahi akan menggantikan seluruh hukum alam semesta, mengubah dunia ini menjadi cerita asli sepenuhnya. Yu Chengyan juga akan mengikuti jalan cerita asli dengan mulus.
Tapi sang tokoh utama cerita telah memiliki kesadarannya sendiri. Meski lambang takdir ilahi berusaha menghindari Xie Jianbai untuk membunuh Yu Wei, hasilnya bukanlah kembalinya semua alur cerita ke jalan yang benar, malah menjadi bumerang.
Kalimat singkat "kesedihan kehilangan ibu" yang disebutkan ringan dalam cerita asli, bagaikan gunung yang menghancurkan Yu Chengyan. Membuat hidupnya tidak bisa maju, bahkan takdir sekuat apapun tidak bisa mengubah keputusan sang tokoh utama.
Sejak saat itu, Yu Chengyan sudah bukan lagi pemeran utama dalam buku itu.
Lambang takdir ilahi meminta Yu Chengyan untuk bersama-sama memperbaiki kekacauan. Selama dia bersedia, sebagai tokoh utama, semua kemungkinan terbuka. Namun setelah melihat hasil yang ditunjukkan lambang takdir ilahi, Yu Chengyan justru menghancurkannya tanpa ragu.
Sang protagonis melepas skenarionya. Lambang takdir ilahi yang memelintir hubungan dua ruang-waktu lenyap di antara Langit dan Bumi, namun segala makhluk di dunia menyambut kebebasan.
Yu Chengyan sangat puas dengan semua ini, hatinya dipenuhi kedamaian.
Dia merasa sangat bahagia, telah mendapatkan semua yang diinginkannya, dan tahu bahwa dirinya takkan pernah lagi menyakiti orang tua.
Adakah hal yang lebih baik dari ini?
……
Dalam periode waktu berikutnya, tiga anggota keluarga mulai bertindak bersama.
Yu Wei dan Xie Jianbai terlihat bertolak belakang dari segi kelas hingga karakter, namun sebenarnya merupakan pasangan yang ditakdirkan.
Contohnya aura mengerikan dalam jumlah besar yang ditahan Xie Jianbai ini. Tanpa Yu Wei, Xie Jianbai yang tak terkendali hanya punya dua pilihan: mengorbankan dirinya untuk menyegel dan menekan aura tersebut, atau melepaskannya dan memaksa menyaksikan malapetaka yang tertunda sepuluh ribu tahun itu kembali menimpa makhluk di dunia manusia.
Tapi kali ini karena ikut campurnya Yu Chengyan, pertemuan mereka terjadi beberapa tahun lebih awal. Semua aura mengerikan yang ditahan Xie Jianbai akhirnya diberikan sebagai nutrisi untuk Yu Wei.
Yu Wei memang keturunan dewa. Proses pendewasaannya bukan melalui kultivasi, tapi belajar menguasai aura mengerikan di seluruh dunia. Aura murni yang ditekan Xie Jianbai sebelumnya justru menjadi suplemen nutrisi terbaik baginya.
Setelah menghabiskan semua aura tersebut, Xie Jianbai kini bisa kapan saja merebut kembali pecahan jiwanya. Sementara tingkat kultivasi Yu Wei sudah hampir mencapai puncak kultivasi di dunia manusia.
Namun, dia masih hanya bisa dianggap sebagai setengah keturunan dewa. Keturunan dewa sejati menekankan pada karakter 'dewa', untuk menjadi dewa sejati harus memiliki shenge. Sedangkan shenge merupakan kristalisasi dari jasa-jasa.
Artinya, hanya ketika Yu Wei melakukan cukup banyak perbuatan baik, barulah dia bisa perlahan membentuk shenge.
Poin ini sebenarnya tidak terlalu sulit. Saat mereka mengubah lambang takdir ilahi, ketiganya sebenarnya sedang menyelamatkan dunia. Begitu takdir benar-benar berubah drastis, shenge Yu Wei akan terbentuk secara alami.
Xie Jianbai tidak segera mengambil kembali pecahan jiwanya itu. Karena sebelumnya dalam pertempuran di Laut Abadi, dia telah membuka larangan hingga tahap Mahayana. Jika langsung mengambil kembali pecahan jiwa, kekuatannya tak bisa dikendalikan lagi sehingga terpaksa kembali ke Kahyangan.
Masih ada urusan yang harus diselesaikannya di dunia kultivasi.
Xie Jianbai menampakkan tubuh aslinya di hadapan orang dunia, lalu mulai melakukan perubahan besar-besaran pada skenario dunia kultivasi.
Dia mengurus Gu Guangming - Pemimpin Xuantian Xianzong yang berkomplot dengan Guo Zhengcheng, kemudian menyatakan pembubaran Xuantian Xianzong.
Di kehidupan sebelumnya, Xie Jianbai merasa kecewa dan setelah membubarkan sekte, ia melepaskan semuanya. Namun kali ini tidak demikian. Xie Jianbai mengubah enam puncak asli Xuantian Xianzong menjadi enam sekte baru, agar murid-murid biasa yang rajin dan berusaha tetap bisa belajar kultivasi.
Hanya saja, kali ini sekte-sekte tersebut tidak bisa lagi meminjam kemuliaan Jianzun. Semua orang paham, meski Jianzun tidak berkata apapun, tindakannya turun ke dunia fana untuk membubarkan sekte secara pribadi dan menghukum pemimpin, pasti menunjukkan ada kesalahan dalam Xuantian Xianzong yang membuat Jianzun murka.
Guru dan murid-murid dari enam sekte baru ini harus bekerja lebih keras, hanya dengan kemampuan sendiri mereka bisa kembali memenangkan penghormatan.
Ada poin penting lain: selama bertahun-tahun di Surga hanya cultivator manusia yang bisa terbang ke surga, tidak ada yaoxian atau iblis dewa. Ini sebenarnya tidak wajar, semua karena takdir ilahi dalam naskah asli yang diam-diam menghadang kemajuan ras lain.
Jianzun menyatakan ke semua ras di dunia manusia: Selama cultivator fokus pada latihan dan memiliki kondisi batin yang bersih, semua bisa berusaha untuk mencapai penerbangan ke surga.
Peristiwa ini menggemparkan dunia.
Dan pada saat yang sama, energi spiritual di dunia manusia seolah-olah mulai bangkit kembali - dengan kehadiran Yu Wei sebagai Dewa Aura Mengerikan, Langit dan Bumi yang sebelumnya mulai kehilangan keseimbangan secara bertahap kembali ke kondisi terbaiknya.
Xie Jianbai juga tidak lagi hanya fokus pada sektenya seperti sebelum penerbangan ke surga. Ia menyadari kesalahan masa lalunya, di mana dulu ia ingin menggunakan metode "guru baik membimbing murid berbakat, lalu murid berbakat itu membimbing murid berbakat berikutnya" untuk melanjutkan api pencipta dunia kultivasi.
Ini merupakan idealisme yang agak kekanak-kanakan, gagasan yang muncul karena Xie Jianbai tidak memahami karakter dasar manusiawi, sehingga pasti akan berakhir dengan kekecewaan.
Kali ini, Xie Jianbai masih meninggalkan tatanan yang paling ia kuasai untuk dunia manusia, namun bukan lagi berupa aturan sekte dan hukum, melainkan kerangka kultivasi bagi berbagai ras, membimbing ras-ras yang memulai dari nol untuk mengambil langkah pertama mereka.
Di bawah bimbingannya, berbagai alam mulai dilanda demam kultivasi dewa. Berbagai kompetisi besar, lawan latihan di ruang rahasia, bermunculan bagai jamur di musim hujan. Semua orang sibuk berlatih kultivasi, berbagai wilayah menjadi lebih damai, bahkan muncul kecenderungan untuk saling bertukar ilmu.
Dibandingkan dengan masa perang di kehidupan sebelumnya, perubahan kali ini pantas disebut sebagai zaman keemasan kultivasi dewa.
Sejak momen ini, kegelapan dari alur cerita asli benar-benar lenyap di udara.
Nyawa tak lagi menjadi mainan oleh alur cerita yang menggelikan, segala sesuatu di dunia ini memperoleh kebebasan.
Setelah segalanya berakhir, keluarga tiga anggota ini kembali berkumpul di pangkalan rahasia tepi sungai kecil.
Yu Chengyan dan Xie Jianbai bersama-sama memasak. Sambil memotong sayuran, Yu Chengyan berkata, "Kali ini kita bisa dibilang berhasil ya."
"Ya," jawab Xie Jianbai. "Ini perkembangan terbaik yang bisa kubayangkan."
"Aku juga."
Pandangan mereka bertemu, tanpa sadar ayah dan anak ini tersenyum.
Yu Chengyan merapikan bahan masakan. Tanpa menoleh sekalipun, tangannya sudah menepuk tangan Yu Wei yang diam-diam menggapai ke talenan.
“A Wei.” Dia menoleh ke arahnya, memanggil dengan nada agak menghela napas.
Sifat rakus ibunya ini, benar-benar tak pernah berubah.
Dan terkadang Yu Wei hanya sekadar gatal tangan. Sebenarnya dia agak pilih-pilih makanan, tapi apapun yang tergeletak di talenan seolah lebih enak daripada di mangkuk. Bahkan sayuran yang paling tidak disukainya pun bisa diam-diam diambil sebatang lalu diselipkan ke mulut.
“Pelit banget.” Yu Wei mendengus. Detik berikutnya, Yu Chengyan menyodorkan piring potongan buah padanya. Seketika wajahnya berseri, berkata manis, “Anak baik hati.”
Yu Chengyan: ……
Ibunya entah baca novel atau majalah dunia kultivasi apa lagi akhir-akhir ini, mulai suka mengambil keuntungan darinya seperti ini. Meski sebenarnya bukan keuntungan juga, intinya bikin perasaan campur aduk.
Dengan menghela napas, dia mulai mengaduk-aduk masakan.
Beberapa saat kemudian, ayah dan anak mengantarkan hidangan ke meja. Ketiganya mulai makan malam, persis seperti hari-hari sebelumnya.
Tak peduli sibuk seperti apa, mereka selalu menyisihkan waktu untuk makan malam bersama.
Ini hidangan biasa ala rumahan, Yu Chengyan menyantapnya dengan lambat. Sorot matanya yang fokus tertuju pada Yu Wei dan Xie Jianbai.
Yu Chengyan merasa sangat lelah. Ada firasat dalam dirinya bahwa mungkin ia harus pergi.
Dengan tenang ia memandangi keduanya, berusaha mengukir setiap detail dalam hatinya.
Yu Wei selalu penuh rasa ingin tahu dan semangat eksplorasi terhadap hidup. Hal-hal sepele sekalipun akan terasa berbeda di matanya. Tanpa henti ia bercerita, sesekali diselangi komentar dingin Xie Jianbai yang mengeluh atau merangkum dengan humor tajam menusuk.
Bila ucapannya sesuai dengan perasaan Yu Wei, perempuan itu akan menempelkan pipinya sambil menggesek-gesekkan wajah. Tapi jika isi pembicaraan menyakitinya, tanpa alasan ia akan menampar lengan lawan bicara.
Padahal usia senja sudah di depan mata, hubungan mereka malah semakin mirip pasangan yang bertengkar tapi saling sayang.
Melihatnya, Yu Chengyan tak bisa menahan senyum.
Setelah makan malam, ia segera kembali ke kamarnya.
Yu Chengyan berbaring di ranjang, menanti kegelapan yang akan menyergap.
Bagaimana rasanya mati? Tidak tahu. Yu Chengyan hanya tahu dirinya tidak takut, bahkan diam-diam merasa penuh antisipasi.
Memang ada ketidakrelaan, tapi saat melihat mereka hidup semakin baik, dan menyadari bahwa kehilangan dirinya secara total akan membuat orang tua lebih aman, ketidakrelaan itu berubah menjadi tekad yang tak tergoyahkan.
Kantuk menyelimuti hatinya, kelopak mata Yu Chengyan semakin berat. Tanpa disadari, kesadarannya menghilang, larut dalam kegelapan tak berujung.
…………
……
Suara ribut mengelilinginya.
Tidur Yu Chengyan tak tenang, alisnya berkerut tanpa sadar.
“……”
Seolah ada yang memanggilnya, tapi suara itu terdengar samar-samar seperti terhalang selaput.
"......Immortal Venerable, Immortal Venerable Xie!"
Suara orang itu semakin jelas, seolah tiba-tiba datang dari sisi lain gunung ke telinganya.
Yu Chengyan menggigil, dengan cepat membuka mata lalu mengangkat tubuh dari meja.
Orang di seberang terkejut dengan reaksinya, agak canggung berkata, "Maaf mengganggu istirahat Immortal Venerable, hanya ada catatan arsip baru yang perlu Anda periksa..."
Tidak satu pun ucapan itu terdengar oleh Yu Chengyan. Dada pemuda itu naik turun tak beraturan, matanya menyapu segala penjuru ruangan sementara kepalanya terasa berputar.
Ini adalah Surga, di dalam istana kerjanya. Semua dekorasi terasa begitu familiar, aura immortal yang manis dan sejuk menyelimutinya, tapi justru membuat tenggorokan Yu Chengyan serasa tercekik es.
Bagaimana mungkin... Bagaimana ini bisa terjadi?
Di mana Yu Wei? Di mana dunia kultivasi? Apakah segala yang terasa panjang dan nyata itu... hanyalah mimpi belaka?
Yu Chengyan tertegun di tempatnya cukup lama, tiba-tiba ia mendorong meja dengan kasar, mengabaikan panggilan orang lain, dan berlari keluar dari istana dewa.
Awan surgawi melayang samar-samar di Surga, cahaya senja berkilauan.
Pikiran Yu Chengyan berdesing kacau, hampir tak bisa memproses pertanyaan apa pun, hanya mengandalkan insting ia terburu-buru menuju Kuil Dewa Xie Jianbai.
Namun ia berada di bawah yurisdiksi Tianzun Xiao Yi, jarak istana Xie Jianbai dari wilayah mereka bagai ujung langit. Setelah terbang lama, akhirnya Yu Chengyan melihat sudut megah Istana Tianzun menjulang di cakrawala.
Sampai di depan pintu kuil, baru saja hendak menerobos masuk, pintu gerbang tiba-tiba terbuka sendiri. Xie Jianbai muncul dari dalam istana.
Pria itu mengenakan jubah Tianzun yang mewah, mantra bintang berkilauan di balik lengan. Wajahnya teduh dengan ketegaran dingin, wibawa magisnya menggentarkan. Sorot matanya tak berperasaan laksana dewa Buddha, menyapu sekilas ke arah pemuda itu – tanpa amarah namun penuh tekanan.
Menatap pandangan datarnya, Yu Chengyan bagai disiram air dingin, ia mundur dua langkah, refleks menjauhkan diri.
Benar... Jika segala itu hanyalah mimpi, maka menyelamatkan Yu Wei dan berbagi perasaan dengan Xie Jianbai hanyalah delusi sepihaknya.
Leher Yu Chengyan terasa kering, dengan suara berat ia mengucap, "...Ayah."
Segudang kata yang telah dipersiapkan, kini tak satu karakter pun bisa terucap.
Xie Jianbai mengamatinya dengan ekspresi Wuqing yang dingin. Saat Yu Chengyan nyaris hancur, bulu mata pria itu bergetar, raut wajahnya berangsur lembut, senyuman samar mengembang di wajah tampannya.
"Cheng Yan." Xie Jianbai bertanya lembut, "Kau berhasil."
Yu Chengyan mengangkat wajah dengan cepat. Kali ini, akhirnya ia melihat sisi familiar dari raut wajah ayahnya.
"Xie Jianbai? Benarkah ini kau? Aku... Maksudku, Ayah, aku... Kau..."
Yu Chengyan sementara tak bisa menyusun kata-kata dengan runtut, gejolak emosi yang naik-turun ini membuat lingkar mata pemuda itu memerah.
"Ini aku," kata Xie Jianbai. "Ikutlah."
Yu Chengyan mengikuti Xie Jianbai menuju istana, terburu-buru ingin memastikan semua itu bukan mimpi. "Jadi kembalinya aku ke masa depan itu benar? Lalu... lalu ibuku?"
Xie Jianbai tak menjawab. Dia mengangkat jari, melukis celah di udara yang segera melebar seukuran pintu.
Pria itu mengulurkan tangan, mendorong Yu Chengyan yang masih tertegun masuk, lalu menyusul.
Melewati celah, Yu Chengyan mendapati dirinya di puncak pegunungan. Di tepi tebing, berdiri bangunan mirip pagoda kuno.
Yu Chengyan tertegun menatap Xie Jianbai yang membalas dengan anggukan halus.
Pemuda itu melangkah tak stabil menuju pagoda kuno. Sejak memulihkan wujud dewanya, Yu Chengyan merasakan kekuatan alam dunia dengan lebih jelas. Ia menangkap aura mengerikan yang samar di udara juga tengah berkumpul ke arah depan.
Bang. Bang.
Hati Yu Chengyan berdenyut berat di dalam dada.
Aura mengerikan mengiringinya mengitari pagoda. Saat tebing di belakang pagoda mulai terlihat, langkah pemuda itu terhenti mendadak.
Telinga kucing putihnya bergetar gemetar. Angin sepoi-sepoi mengibarkan helai rambut hitam pekat seperti tinta.
Yu Wei duduk di tepi tebing. Tangannya terangkat, aura mengerikan mengental membentuk gumpalan di antara telapak tangannya.
Seolah merasakan sesuatu, perempuan itu menoleh. Mata kucingnya yang jernih bagai kristal berkilauan remang-remang, menatap pemuda yang terpaku di tempat.
Senyum tiba-tiba terembang di wajah Yu Wei. Dengan riang ia memanggil, "Cheng Yan!"
Yu Chengyan tertegun, tak percaya memandangi Yu Wei. Lututnya gemetar, lalu dia bertekuk di tanah.
"A... A Wei..." suaranya parau tersedu-sedu, "Ibu...!"
Tak ada lagi kata yang bisa diucapkannya. Tangis tak terbendung membanjiri pipinya.
Yu Wei menghampiri, mengangkat tangan memeluk erat sang pemuda.
"Bersusah payah kau selama ini," bisiknya lembut sambil membelai bahu Yu Chengyan, "Aku pulang."
Lautan nestapa yang ditahan Yu Chengyan selama bertahun-tahun akhirnya meledak menjadi isakan yang mengguncang jiwa.
Dia benar-benar berhasil.
Setelah tiga ribu tahun lebih, sang ibu akhirnya kembali di sisinya.
——Cerita Utama·Selesai——
Catatan Penulis:
Cerita utama berhenti di sini karena klimaks dramatis ini cocok sebagai penutup. Namun alur belum benar-benar usai - akan ada bab tambahan. Anggaplah sebagai lanjutan cerita utama. Semua misteri yang belum terpecahkan akan terjawab di bagian tambahan.
Mengenai akhir cerita, sebenarnya saya sangat ingin berdiskusi dengan kalian semua.
Sudah sejak lama saya tentukan arah akhir yang kurang lebih seperti ini. Pertama-tama, novel ini tidak boleh mengikuti setting kehidupan sebelumnya dan sekarang yang biasa, karena yang saya inginkan adalah akhir bahagia yang benar-benar sempurna. Jika hanya sekadar kehidupan sebelumnya dan sekarang, itu berarti kucing yang melahirkan Xiugou dan Ayah Anjing yang marah selama tiga ribu tahun benar-benar telah mati.
Xiugou menyelamatkan bukan ibu kandungnya, melainkan versi dirinya dari dunia paralel. Sementara ibu kandungnya sendiri tidak akan bisa bertemu lagi selamanya.
Jadi menurut saya, kucing yang melahirkan Xiugou dan kucing muda yang dia selamatkan haruslah orang yang sama, barulah ini bisa disebut akhir yang paling sempurna.
Di platform JJWXC, cara mencapai tujuan "orang yang sama" sebenarnya sederhana - cukup dengan pemulihan ingatan atau reinkarnasi. Oleh karena itu, saya dihadapkan pada dua pilihan akhir: A) Kucing dan Ayah Anjing dari garis waktu masa lalu mengingat segalanya dan bereinkarnasi. B) Yaitu akhir seperti yang ada sekarang.
Dua ending ini satu di masa lalu, satu di masa depan, sama-sama menampilkan protagonis dengan dua segmen memori. Tapi menurut feedback teman-teman dekatku, ada yang lebih menyukai skenario pertama maupun kedua.
Sebenarnya untuk cerita paradoks reinkarnasi yang ingin happy ending, pilihannya memang terbatas. Tapi selera orang berbeda-beda - mungkin ada yang suka ending ini, atau malah ingin tokohnya tetap di masa lalu. Makanya aku mau jelaskan alasan memilih ending ini.
Alasan menolak ending "tetap di masa lalu": 1) Jika kucing dan ayah anjing ingatannya pulih di masa lalu, itu sama dengan reinkarnasi di timeline lama. Tapi berarti dunia masa depan mereka yang asli sudah musnah. Menurutku ini kurang sempurna, seolah keluarga tiga orang ini kabur dari realitas.
2) Masalah etika terkait karakter tersangkut kait. Misal: Apakah dia akan menghilang? Kalau ingin hidup, haruskah kucing melahirkannya lagi lalu memulihkan memorinya? Setelah kukonsepkan beberapa kemungkinan, semuanya terasa kurang pantas.
Jika tersangkut kait terus hidup, satu konsep yang kupikirkan adalah alam semesta aslinya sudah menghilang karena perubahan masa lalu, menjadikannya eksistensi yang unik. Dia bisa terus hidup di ruang waktu ini selama kucing dan ayah anjing tidak hamil lagi, menghindari paradoks. (Ditambah usia anak lebih tua dari ibu, bagaimana caranya tetap terasa aneh)
Tapi ini kembali sama dengan poin pertama, alam semesta asli tersangkut kait sudah tiada, seolah kurang sempurna.
·
Jadi kupilih akhir di mana tersangkut kait kembali ke masa depan dengan orang tua yang masih hidup dan ingatan pulih. Ini setara dengan penggabungan masa lalu yang diubah dan masa depan, bukan kehancuran tapi fusi sisi baik. Tidak terasa kehilangan, malah mendapat lebih banyak.
Poin lain adalah makna simbolis. Karena kucing meninggal dunia, hidup ayah dan anak terhenti di tahun kepergiannya. Mereka adalah orang-orang yang terjebak dalam kesedihan masa lalu. Kini, orang penting mereka hidup kembali. Hari-hari tiga anggota keluarga bisa berjalan maju.
Mengenai alasan memilih bagian ini sebagai akhir cerita, karena menurutku buku ini lebih menekankan ikatan keluarga antara ketiga karakter. Semua konflik telah terselesaikan, mereka saling memahami dan peduli. Semua bekas luka dan kesalahpahaman dalam hati Xiugou telah dihaluskan oleh orang tua mudanya. Di saat yang sama, dia juga telah menyelamatkan kedua orang tuanya. Menurutku secara emosional sudah mencapai puncak dan terasa sempurna.
Inilah kira-kira proses batin dan alasan akhir pilihanku. Aku sempat ragu antara dua ending selama sekitar sebulan, akhirnya memilih penutup yang paling sempurna menurutku. Semoga para pembaca juga menyukainya（づ￣3￣）づ
Sampai jumpa di bagian tambahan
