Setelah memakan Buah Siluman Bunga Higan Asura yang dikejar-kejar banyak orang, Jin Can Gu yang selama ini bersembunyi akhirnya bangkit kembali. Secara fisik, hanya terlihat lebih gemuk dengan benjolan merah seperti jerawat di kepala. Tapi selama beberapa hari ini, aku benar-benar merasakan perubahan yang signifikan.
Pertama, jangkauan aktivitasnya.
Dulu, jika kami terpisah lebih dari 800 chi (±266 meter), hubungan kami hanya berupa ikatan samar - tahu bahwa dia ada dan baik-baik saja, tapi tak tahu apa yang dilakukannya. Ini mirip sinyal komunikasi yang melemah. Sekarang, dalam radius 2 kilometer, jika aku bisa fokus cukup lama, bahkan bisa bermeditasi dan berbagi sebagian penglihatannya. Kedua, dia menjadi lebih kuat. Maksudku, jumlah musuh alaminya berkurang, lawan-lawan yang dulu ditakutinya sekarang menjadi biasa saja. Hukum "satu makhluk menguasai yang lain" tak berlaku lagi. Singkatnya, bahkan jika ada Manusia Kerdil dihadapkan padanya sekarang, dia tak akan segemetar dulu.
Selain itu, efek atribut tambahan pada tubuhku semakin kuat - contohnya saat di keluarga Wang Phoenix, meski kena racun mayat dan luka ringan, hampir tidak diobati tapi sembuh sendiri dalam beberapa hari...
Perubahan lain belum kutetahui, tapi yang pasti, hidup dengan Jin Can Gu jadi lebih menyenangkan.
Jin Can Gu, sumber kebahagiaan tak terhingga.
※※※
Memejamkan mata, dunia menjadi gelap gulita.
Kemudian ada getaran halus, dalam keabadian tak kasatmata, sebuah dunia yang berbeda mulai muncul di "hadapan mata"ku - pemandangan yang diperbesar ribuan kali lipat, pandangan bergetar melompat-lompat, serta gelombang yang tak terlihat mata manusia... Berbagai sinyal menyebar ke dalam tubuh, "Qi" di sekeliling bagai kerikil yang dilemparkan ke air, riak melewati semua benda, setiap objek memiliki medan magnetnya sendiri yang memantul kembali, lalu muncul citra konkret:
Sebuah villa megah bergaya pedesaan Nordik muncul di depan mata. Di sekeliling pagar marmer, terpasang lingkaran koin perunggu kuno. Di empat pilar taman, ada yang menempatkan daun mugwort kering, ada cermin kristal perunggu, tongkat kayu persik bertuliskan talisman, atau simpul Tiongkok dengan meridian, dililit benang merah berlapis-lapis, tersusun rapi menstabilkan empat penjuru, menyatu sempurna dengan bangunan ini.
Segala sesuatu memancarkan penolakan kuat, medan energinya terlalu kuat untuk ditembus.
Paman Duan telah mengundang orang pintar untuk menata, Jin Can Gu tak berdaya, metafisika Rumah Yang yang dihias dengan apik, tekanan alamiah. Aku berseru, harusnya kuduga dari dulu - Berjalan di tepi sungai setiap hari, mana mungkin tidak basah sepatu? Tempat tinggal Paman Duan pasti diperhatikan ekstra, jadi wajar jika pengamanannya ketat - Sudah ada ahli di sini, mana mungkin dia menyisakan celah untuk kumanar?
Saat aku kebingungan dan sedang akan memerintahkan Jin Can Gu untuk kembali, tiba-tiba dalam bidang pandang muncul seorang pria berpenampilan aneh dengan tato di sekujur tubuhnya, sedang menengadah ke arah sini.
Sorot mata ini, dingin menusuk tulang, bagai mesin sinar laser di rumah sakit yang bisa menembus pandang, seolah mampu melihat ke dalam hati manusia.
Aku fokus, berhadapan dengan pria berpenampilan aneh ini.
Persis seperti di film, dua musuh yang saling mengagumi saling bertatapan, sama-sama terkejut dengan trik licik lawannya. Kulihat keheranan sekilas di wajahnya, lalu berubah menjadi senyum kejam nan angkuh, senyum penguasa yang memegang inisiatif penuh. Ia membuka mulut, lidahnya seperti ular menjilat ujung hidungnya sendiri, lalu mengangkat jari telunjuk yang ditekuk, membuat gerakan provokatif merayu ke arah Jin Can Gu atau mungkin diriku.
Aku tahu, ia sangat menantikan pertarungan denganku.
Semangatnya membara, tapi hatiku justru makin sesak. Ketahuan, berarti aku pun terbongkar. Aku tidak tahu seberapa banyak informasi tentangku yang dikuasai kelompok yang dipimpin Paman Duan ini - apakah mereka tahu keberadaan Jin Can Gu? Setelah disiksa dengan racun, apakah si berbulu akan menjualku habis-habisan? Tapi sejak Paman Duan tahu ada yang ingin membunuhnya diam-diam, pengawasannya pasti diperketat. Hampir mustahil mencari kesempatan untuk bertindak lagi.
Mengapa? Dunia ini penuh orang-orang unik. Seberapa pun ambisiku, takkan berani kusombongkan bahwa satu Jin Can Gu bisa menguasai seluruh dunia.
Manusia harus memiliki rasa hormat dan tahu diri, baru bisa hidup dengan baik di dunia ini. Hanya dari tata letak rumah Paman Duan saja, Jin Can Gu sudah sulit mendekati tubuhnya, ini membuktikan Paman Duan pasti punya keahlian khusus. Seperti kata pepatah: Iblis tumbuh satu chi, Tao tumbuh satu zhang, gunung yang satu selalu lebih tinggi dari yang lain. Bahkan jika berdiri di puncak Everest melihat pemandangan, yang terlihat hanyalah pemandangan planet ini saja.
Membunuh orang itu prinsipnya adalah serangan mendadak.
Aku kehilangan inisiatif.
Jin Can Gu terbang kembali, menempel di rambutku sambil merayap-rayap. Aku menatap satpam dan pemandangan di kejauhan, hati kalut memikirkan harus bagaimana. Saat sedang ragu-ragu, sebuah mobil sport Mercedes-Benz merah muncul dalam pandanganku, lalu melaju ke arah timur. Sekilas saja, kulihat ada pria tampan di dalamnya.
Hatiku berdebar, segera kukendarai mobil untuk mengikutinya.
Benar juga, Paman Duan adalah macan besar yang berwibawa, pertahanan di sekitarnya memang ketat. Tapi belum tentu semua orang yang dia sayangi memiliki konsultan keamanan seperti dirinya - contohnya pria yang kukejar ini. Melalui informan Liu Ming, kuketahui pria (atau lebih tepatnya remaja) yang kukejar ini adalah putra kedua Paman Duan, Duan Yuchuan, si playboy kecil tipikal. Aku tidak tahu persis kejahatan apa yang pernah dilakukannya, tapi melihat cara dia memacu mobilnya di dalam kota sampai sulit kukejar, sudah jelas dia bukan orang baik.
Paman Duan menangkap teman baikku Xiao Keming untuk mengancamku, maka aku akan meniru taktik "menggunakan cara lawan untuk melawannya" seperti sepupu dari klan Murong.
Terhadap pria tinggi, kaya, dan tampan, perasaanku campur aduk antara iri dan cemburu, namun sepertinya rasa cemburu lebih dominan.
Karena itu, aku tidak merasa terlalu terbebani secara mental.
Aku terus mengikuti mereka. Di sekitar kawasan bisnis, dia menjemput seorang gadis berpenampilan polos di pinggir jalan, kemudian melanjutkan perjalanan sampai akhirnya mobil sport merah itu berhenti di depan restoran Prancis bernama Levan Ta Lan'an. Putra Kedua Duan dengan sigap membuka pintu mobil untuk gadis itu, lalu mereka berjalan bergandengan masuk ke restoran bergaya Perancis yang elegan. Tak lama kusaksikan, bayangan mereka muncul di dekat jendela lantai dua.
Menurut hasil perkiraan visualku, sepertinya Putra Kedua Duan dan gadis polos ini masih siswa SMA.
Soalnya, raut wajah mereka masih terlihat kekanak-kanakan. Cuma dari kejauhan, aku sudah bisa menebak usia mereka. Tapi gaya pacaran mereka benar-benar di luar ekspektasiku untuk usia segini - lihat! Tangannya sudah merayap ke bagian terdalam paha! Bahkan mereka berani... Aku memejamkan mata. Sudahlah, mungkin gadis ini harusnya disebut "terlihat polos".
Tiba-tiba aku bertanya-tanya: Dulu waktu usia enam belas atau tujuh belas tahun, aku sedang melakukan apa ya?
Aku mengingat-ingat dengan cermat, tapi menyadari bahwa diriku saat itu sedang berjuang untuk bertahan hidup, setiap hari mengangkut batu bata di proyek konstruksi. Kontras ini membuatku sangat iri—manusia sama tapi nasib berbeda, siapa bilang semua orang terlahir setara? Kenapa aku harus mengangkut batu bata dan tidur di gubuk proyek, sementara di usia secantik bunga ini, dia sudah menyetir Mercedes sport dan mahir merayu perempuan? Lagipula, wajahnya persis seperti pemeran utama sinetron idol?
Seketika, energi Yin dalam diriku bangkit—jadi antagonis pun tak apa, hidup ini bukanlah sinetron idol.
Aku turun dari mobil lalu masuk ke restoran.
Diantar pelayan, aku naik ke lantai dua dan duduk tak jauh dari pasangan muda itu. Steak berdarah sama sekali tak menggugah selera, tapi memesan yang matang tujuh tingkat ke atas riskan diejek. Akhirnya kupesan ayam Safuluo dan sepiring salad sayur, kunikmati perlahan.
Keahlian Tuan Duan kedua dalam menggoda gadis sungguh luar biasa. Nona cantik bermata elok itu terus menutupi mulutnya sambil tertawa gemetar seperti bunga diterpa angin.
Aku tidak tahu apakah orang Thailand kurus hitam Bassong akan segera memberitahu Paman Duan untuk waspada, juga tidak tahu kapan Paman Duan akan bereaksi dan mulai menjaga keluarganya. Waktu tidak menunggu, bahkan satu menit pun tidak bisa ditunda. Saat orang tidak memperhatikan, segera kulepaskan Jin Can Gu dan berunding dengan si kecil ini, memintanya memberi racun gu dengan masa penyamaran pada Er Gongzi Duan. Ia setuju, sudah pasti, ini membuatku tersentuh. Sejak Duoduo kusegel ke dalam papan kayu pagoda, sepertinya ia tahu aku terus merantau untuk urusan kebangkitannya, jadi tidak banyak membuat keributan lagi, jauh lebih pengertian.
Tentu saja, untuk urusan memakan serangga, ia masih memiliki obsesi insting yang tak tergoyahkan, mati pun tak mau bertobat; sementara aku juga punya rasa jijik yang instingtif. Inilah perbedaan tak terkompromi antara kami berdua.
Jin Can Gu menghilang diam-diam dari penglihatanku, sementara aku sambil mempermainkan pisau dan garpu, mengamati reaksi Er Gongzi Duan dengan penglihatan samping.
Telepon berdering, itu nomor tak dikenal yang kemarin menelepon.
