Kesadaran membeku di suatu titik waktu.
Tak tahu apakah aku sudah mati, karena saat itu hampir tak ada aliran pikiran – tanpa pertimbangan, tanpa vitalitas, semuanya hanya eksis secara abadi, tak terganggu riak.
Berapa lama waktu ini? Mungkin setahun, mungkin ratusan juta tahun, mungkin hanya sekejap mata.
Kematian mungkin hanya memiliki satu dimensi, waktu tidak ada, atau tidak berarti.
Ada sesuatu kecil yang lahir di lautan mati yang tenang dan abadi. Ia mulai bertunas, lalu tumbuh pesat. Ia memiliki daun hijau dan bunga merah, maka muncul warna; ia bernafas, maka muncul suara; ia mulai tumbuh, maka terbentuk wujud... Kesadaranku mulai pulih sedikit demi sedikit. Ingatan 22 tahun hidupku bergulir seperti film, kemudian aku memikirkan satu pertanyaan.
Apakah aku... sudah mati?
Tidak, aku tidak mati. Aku masih bisa berpikir, masih mengingat semua hal. Aku tetap "satu-satunya" yang ada di dunia ini. Aku tidak mati. Pohon raksasa yang mendominasi hatiku ini adalah kesadaran Jin Can Gu. Ia memanggilku: "Lu Zuo, Lu Zuo, bangunlah, creek..." Lalu aku merasa seperti gelembung yang lahir dari dasar laut, melesat cepat ke permukaan tanpa jeda.
Aku tidak mati. Aku harus tetap hidup, hidup dengan baik, demi semua orang yang kucintai.
……
Membuka mata, yang terlihat adalah wajah janggal si berbulu.
Aku langsung bangkit berdiri, waspada memandanginya. Kulihat diriku masih berada di dalam ruangan "Formasi Bagua Pengunci Roh" tadi. Kuali batu, bendera usang, dinding batu bata hijau, serta senter dan tas ranselku yang tergeletak di lantai—semuanya masih ada. Si berbulu menghela napas panjang, "Akhirnya kau sadar." Seseorang di sampingnya menyahut, "Iya, sudah pingsan setengah jam."
Kulihat ke samping, ada Paman Ketiga dan Zhou Lin. Di sebelah mereka berdiri seorang pria paruh baya berpenampilan compang-camping dengan tangan kiri terputus hingga siku, dibalut kain berlumuran darah.
Zhou Lin mendekat dengan senyum mengejek, tangannya hendak mengusap kepalaku. "Apa kau bermimpi basah?" ejeknya.
Seluruh tubuhku menegang. Begitu tangannya mendekat, kujepit dengan jurus tangkapan. Kudesak badan mendekat, eratkan pelukannya di pinggangku. Dengan tenaga penuh kulemparkan tubuhnya—pria setinggi 180 cm itu terangkat ke udara. "Kau gila?!" teriaknya.
Si berbulu juga berteriak kaget, "Lu Zuo, apa yang kau lakukan?!"
Kugenggam erat baju Zhou Lin yang lembap, pelan-pelan kuletakkan di lantai. Aku terduduk lepas, napas tersengal-sengal. "Kali ini nyata," kataku.
Mendengar itu, Paman Ketiga menghampiri dan berjongkok di depanku. "Tadi kau masuk ke Formasi Bagua Pengunci Roh ini?" tanyanya.
Aku mengangguk, menjawab "Iya". Barusan di dalam formasi, bertemu dengan Zhou Lin si anak ini, membawaku ke sebuah jurang gelap, lalu mendorongku jatuh. Ia menghela nafas, membantuku berdiri, berkata "Lu Zuo, kamu benar-benar hebat, tekadmu sampai sekuat ini? Formasi Bagua Pengunci Roh ini, keluarga Xiao kami juga punya catatannya. Kebanyakan orang yang masuk formasi, tertipu halusinasi di dalamnya, mengira diri mereka mati, lalu rohnya sendiri menuju alam baka, menyisakan wujud fisik tanpa jiwa, beberapa hari kemudian mati kelaparan."
Kamu percaya bahwa dirimu tidak mati, di hati masih ada keinginan untuk bertahan, sehingga bisa kembali.
Kukatakan ini juga berkat Jin Can Gu, kalau bukan karena teriakan serangga gemuk ini, siapa tahu aku benar-benar mengira diri sudah mati. Formasi ini terlalu nyata, dahsyat, bisa menembus pertahanan mental manusia - aku paling takut kegelapan dan takut ketinggian, hasilnya langsung dikombinasikan keduanya. Paman Ketiga tertawa hehe, bilang juga berkat Xiao Ming, kalau bukan karena dia menggeser mata formasi dengan susah payah, "Xiu, Sheng, Shang, Du, Si, Jing, Jing, Kai" delapan pintu, siapa tahu kamu akan terus terjebak dalam ilusi. Anak baik, ternyata punya tenaga sapi, tidak sia-sia jasad tua dulu memberikan usaha besar untuknya.
Kulihat ke kuali batu itu, benar ada bekas hitam panjang, jejak geseran.
Setelah mengatakan semua itu, Paman Ketiga memperkenalkan pria bertangan satu "Yang Guo" itu padaku, katanya ini adik keempatnya, Paman Xiao Yingwu dari Xiao Keming. Ia terperangkap di sebuah lubang mata dalam kompleks bangunan bawah tanah ini selama lebih dari empat hari, akhirnya berhasil ditemukan. Kuberi salam padanya, ia tersenyum kaku sambil menarik-narik sudut bibir yang kebiruan, berkata dengan suara getir, "Sudah bersusah payah." Kutanya, "Lalu yang satu lagi? Belum ketemu?" Ia menggelengkan kepala, bilang dirinya dan Da Zhuang berpisah di dalam gua, ia menemukan tempat ini berdasarkan petunjuk, tapi tidak tahu apakah Da Zhuang baik-baik saja.
Paman Ketiga bertanya padaku bagaimana bisa masuk, bukankah seharusnya menunggu di luar bersama Lao Jiang?
Kuceritakan kembali kejadian sebelumnya, wajahnya langsung berubah dingin. Katanya, Paman Kecil juga terpaksa kabur ke sini karena dikejar-kejar Yaksha Gan. "Binatang sialan itu, dulu katanya tidak suka menyakiti orang, kenapa begitu masuk lembah ini, sifatnya jadi begitu ganas?" Kugelengkan kepala, "Tidak mungkin, perbuatan menyayat leher dan membelah perut seperti itu, tidak seperti pekerjaan kasar Yaksha Gan. Masalah altar kepala itu juga, Duoduo bilang, Yaksha Gan cuma bisa melakukan pekerjaan kasar..." Tiba-tiba aku berhenti di tengah kalimat, rasa ngeri merambat di hatiku.
Paman Ketiga dan yang lain mendengar analisaku terhenti, bertanya ada apa?
Dengan suara gemetar kutanya pada mereka, apakah mereka melihat Duoduo?
Tidak, mereka semua bilang tidak ada. Saat datang, hanya melihatku terbaring telentang di tanah, senter dan tas ransel berserakan. Gadis ini, tidakkah dia berada di papan kayu pagoda? Mendengar ini, dengan harapan kuselami pikiran ke dalam papan kayu pagoda - tetap kosong. Aku frustasi sekali. Rupanya, saat aku masuk ke dalam formasi, Duoduo si siluman kecil sudah tersedot entah oleh apa.
Kubalikkan badan, menatap kuali batu itu.
Dalam ilusi formasi tadi, di sanalah aku menemukan Duoduo. Apakah dalam realita juga demikian?
Kuingkari mereka, berbalik ke sudut kiri. Menyusuri pola di kaki kuali batu, kunaiki kuali itu dan melihat ke dalam. Ada ceruk batu berlapis minyak bekas dan debu di dasarnya, tak ada yang lain. Hatiku langsung dilanda kekecewaan. Kumerosot turun, bersandar di kaki kuali dengan wajah penuh kesedihan yang tak terbendung.
Si berbulu tegang bertanya, "Apakah Duoduo hilang?"
Kukanggukkan kepala, tersenyum getir yang mirip tangisan.
Menarik napas dalam-dalam, aku bertanya pada Paman Ketiga dan yang lain, sebenarnya apa bangunan bawah tanah di dalam gua ini? Mereka menggelengkan kepala, mengatakan jika ini makam, seharusnya ada peti mati. Tampaknya lebih seperti tempat persembunyian pasukan atau altar. Tentu saja, mereka bukan pencuri makam profesional, jadi tidak paham betul. Kukatakan aku harus mencari Duoduo, takkan keluar sebelum menemukannya. Paman Ketiga mengangguk, berkata itu wajar. "Kamu datang demi kami, kehilangan Duoduo juga menjadi tanggung jawab kami. Mari cari bersama."
Satu orang tambahan berarti satu tenaga lebih. Demi Duoduo, aku tidak menolak. Kuceritakan semua kejadian sejak masuk kamar ini secara detail.
Paman Ketiga menggelengkan kepala sambil tersenyum getir. Katanya, tanda yang dibuatnya itu menandakan kamar ini sangat sial, tidak boleh dimasuki.
Perkataannya membuatku ingin muntah darah. Buat tanda sembarangan, sekarang malah dapat masalah. Kami mulai mencari, memeriksa apa di kamar ini yang bisa menyedot siluman seperti Duoduo. Sambil membongkar tumpukan bendera usang, kucoba memanggil Duoduo dengan pikiran. Tak ada jawaban. Bendera-bendera itu hancur saat disentuh. Paman Ketiga menghela napas: "Sayang sekali, bendera ini alat ritual formasi yang bagus. Tapi setelah puluhan tahun, efektivitasnya berkurang, apalagi bahannya memang jelek..."
Mencari-cari sebentar, tidak menemukan apa-apa. Paman Ketiga mengeluarkan kompas dari tembaga merah dari tas punggungnya, dengan 54 lapisan lingkaran konsentris yang dipenuhi karakter tradisional rapat di setiap ruang kosong. Ia menahannya rata di telapak tangan, lalu membacakan mantra pembukaan dan pemanggilan dewa. Jarum hitam di kolam langit bagian tengah kompas mulai berayun ke kiri-kanan, berputar tanpa henti.
Pamannya menyandarkan kepala mendekat, ikut mengamati dan mempelajari bersama.
Beberapa saat kemudian, Paman Ketiga berhenti dan berkata memang ada arwah roh halus di sini, namun formasi ini terlalu kuat, menekan banyak medan energi non-atribut. Sulit dipastikan. Dari petunjuk yang ada selain Duoduo, ada arwah roh halus kuat lainnya yang menjadi inti masalah "Formasi Bagua Pengunci Roh" ini. Yingwu, bagaimana pendapatmu? Pamannya yang wajahnya pucat lesu itu matanya berkilat. Ia mengatupkan gigi dan menjawab "Ya".
Selama beberapa hari ini, ia terjebak oleh makhluk jahat ini, kalau tidak pasti sudah kabur.
Aku panik dan bertanya, "Maksud kalian, di makam ini ada arwah, dan arwah inilah yang menjebak Paman dan menculik Duoduo?"
Paman Muda menghela napas panjang, mengatakan selama empat hari ini, sama seperti aku, ia juga terperangkap di tempat lain dalam makam ini - sebut saja makam untuk sementara - yaitu "Formasi Empat Fenomena Penaklukkan". Begitulah sifat formasi magis, semakin banyak perubahan dan semakin kompleks, semakin banyak jalan keluar; semakin sedikit perubahan, maka itu bukan kehidupan, melainkan kematian. Ia pernah mempelajari sedikit, berjalan beberapa langkah, lalu tak berani bergerak lagi. Ia tetap di tempat dan meramalkan nasibnya sendiri. Hasil ramalan menunjukkan ada Bintang Ziwei dari utara, bantuan akan segera datang. Ia pun berpuasa sambil menanti. Selama beberapa hari ini, ia juga memiliki kompas, namun tak berani menggunakannya. Ia hanya terus menganalisis dan meramal.
Tempat ini termasuk dalam sektor Li, memiliki fenomena keras di luar namun lembut di dalam, panas di luar namun dingin di dalam. Pasti ada energi Yin yang bersemayam di sini.
Ucapannya terdengar mistis, tapi aku kurang lebih mengerti: di sini ada hantu, hantu raksasa yang sudah berusia tak diketahui berapa tahun, sangat berbahaya. Baiklah, memang ada hantu. Tapi apa maksudnya menangkap Duoduo? Apakah untuk dijadikan istri keempat di benteng, atau... untuk disantap?
Pada dasarnya semua adalah energi. Antara hantu dengan hantu, jika atributnya sama, selalu ada metode saling menelan.
Aku tak sanggup menunggu seperempat jam pun. Ku tarik lengan Paman Ketiga, "Ayo, bawa aku mencari!"
Paman Ketiga mengerutkan alisnya, tidak berpikir lama-lama. Setelah beberapa detik, dia memerintahkan Zhou Lin untuk merawat Xiao Yingwu, lalu membawa kompas keluar pintu. Mengikuti arah jarum, dia berjalan di depan memimpin jalan. Hatiku dipenuhi rasa terima kasih. Selain semua sifatnya, Paman Ketiga ini memiliki hati yang hangat seperti orang zaman dulu, dengan aura pemimpin alami. Saat kami berjalan melalui lorong-lorong berliku yang ternyata persis sama dengan ilusi tadi, keraguan mulai muncul lagi. Jangan-jangan aku masih terjebak dalam formasi dan belum benar-benar bebas?
Dalam hati, aku terus mengulang Sembilan Mantra Suci sambil konsentrasi membentuk mudra naibaku, terutama menekankan pengucapan karakter 'hati'.
Ini nyata—Qi dari angkasa memberikan umpan balik paling autentik padaku.
Paman Ketiga menoleh sambil tersenyum ramah, "Masih curiga ini ilusi juga?" Aku menggaruk kepala malu-malu, mengaku masih agak bingung dan tidak yakin. Paman kecil menepuk bahuku dengan tangan kanannya yang utuh, "Hati-hati boleh, tapi jangan sampai paranoid. Sikap seperti itu bisa menghambat tingkat kultivasimu."
Kami melanjutkan perjalanan sampai ke tikungan yang ada di ilusi tadi. Melewatinya, yang muncul bukan jurang, melainkan ruang utama dengan cahaya lentera yang temaram. Aroma dupa yang harum dan lembut memenuhi udara. Paman Ketiga mengeluarkan botol kecil dari dalam jubah, mengocoknya lalu membuka tutupnya untuk memeriksa warna cairannya. "Aman," katanya sambil mengangguk.
Lalu kami mulai mengamati tata letak ruang utama ini.
Mataku menangkap pola-pola di sekeliling dinding dan langit-langit. Saat kudekati, wajahku langsung pucat.
