Seandainya dulu, kami tentu tidak akan terkejut. Tapi hari ini terlalu banyak kejadian, membuat kami tidak bisa tidak waspada.
Langkah demi langkah, kami hati-hati mendekati mobil yang terparkir tak jauh itu, selalu siaga terhadap hantu atau siluman yang mungkin tiba-tiba menyerang dari kegelapan. Saat sudah dekat, baru sadar mobil itu sama sekali kosong. Aneh sekali, seharusnya Asisten Zhong yang ketakutan itu telepon polisi, langsung kabur ke kota dengan mobilnya. Mungkinkah dia meninggalkan mobil begini saja lalu lari pontang-panting?
Sekitar sini kan daerah pekuburan, mau lari ke mana? Apa dia mencari pertolongan petugas pemakaman terdekat?
Jarak ke sana beberapa li, kenapa tidak pakai mobil saja?
Atau jangan-jangan Asisten Zhong celaka?
Ya, pasti Asisten Zhong sudah celaka. Apa dia terjebak hantu tembok di jalan gunung? Atau ketemu bahaya saat turun? Aku dan Si Berbulu menghadap pintu mobil terkunci ini tanpa ide. Kunci mobil ada di tubuh Asisten Zhong. Tanpa supir ini, kami tetap harus jalan kaki ke permukiman terdekat untuk minta tolong.
Tapi di tengah malam begini, dengan tubuh kami yang berlumuran plasma darah, bukankah kami akan terlihat terlalu menakutkan?
Tiba-tiba aku teringat, meski habis bertarung, ponselku masih ada di tubuhku. Bukankah menelepon akan memperjelas situasi? Begitu terpikir, segera kuhubungi nomor Asisten Zhong. Sambungan tersambung, dan dari tepi jalan tak jauh terdengar alunan musik Inggris yang merdu. Suara itu adalah milik Asisten Zhong. Xu Ming bersandar di mobil untuk istirahat, sementara aku dan Si Berbulu bergegas mendekat. Terlihat seorang berbaring di semak, wajah menghadap tanah, tapi dari pakaiannya jelas itu Asisten Zhong yang kami cari.
Ia terbaring begitu, entah mati atau hidup.
Dalam sunyinya malam, dentuman musik semakin nyaring, disertai getar ponsel. Kontras dengan situasi mistis ini, semakin membuat degup jantung berdesir, rasa takut akan sesuatu yang tak dikenal merayap di hati. Kami mendekat, otot-otot menegang, langkah hati-hati. Dari kegelapan samping tiba-tiba terdengar suara batuk. Kulihat ke arah sumber suara, terlihat bayangan hitam yang bungkuk berdiri tak jauh, bertongkat, memandangi kami dalam diam.
Jantungku berdebar kencang, seolah bayangan dalam gelap itu bukan manusia, melainkan ular berbisa yang mengendap di semak.
Atau mungkin, seekor harimau ganas yang membuat bulu kuduk merinding.
Aku segera mengambil sikap waspada, mengintai bayangan hitam itu. Si Berbulu (Za Mao Xiao Dao) malah mengangguk hormat dan memperkenalkan diri: "Hamba Mao Keming, murid langsung Pemimpin Sekte Maoshan Tao Jinhong. Hormat pada Senior." Setelah batuk, orang tua itu mengusap air liur di mulutnya. "Taoist Maoshan? Sudah 70 tahun aku menetap di Hong Kong, lama sekali tak melihat murid sekte besar. Maafkan kelancanganku."
Meski berkata begitu, tubuhnya sama sekali tidak bergerak. Sikapnya tetap arogan.
Si Berbulu tak ambil pusing. Ia maju selangkah mencoba berbasa-basi. Dari kejauhan, Xu Ming yang menggendong Han Yue mendekat. Melihat orang tua itu, ia berteriak kaget: "Paman Qin? Kenapa kau datang..." Jantungku berdebar. Inikah Qin Bo? Di bawah cahaya bulan, terlihat seorang lelaki tua berbaju tipis merah kecokelatan, tubuh bungkuk, rambut menipis beruban, dengan bintik-bintik penuaan di wajah.
Klaimnya sudah 70 tahun di Hong Kong - omong kosong atau benar demikian?
Secara fisik, ia terlihat baru sekitar 60 tahunan.
Qin Bo menatap tajam Xu Ming, berkata, "Kamu ini bocah tak berguna, habis menjilat langsung ingin bersih-bersih, berbalik badan lalu kabur secepat kilat. Apa semudah itu?" Wajah Xu Ming tampak muram, "Han Yue sudah mati." Qin Bo tak peduli, "Gadis kecil itu, mati ya sudah, apa masalah besarnya? Hanya saja, dia dan kamu seharusnya tidak menghancurkan mayat hidup yang kususun dengan susah payah ini. Kalau begini caranya, benar-benar tidak memberi aku muka!"
Di sela-sela batuk keras yang menyertainya, ia melanjutkan, "Berapa tahun aku telah menunggu, pertama kalinya menemukan material ideal sebaik ini. Momentum yang sempurna, zodiak kelahiran, postur tubuh, perhitungan geomansi... terutama pengalaman pertukaran hun! Walau terpaut tiga tahun, tapi zodiak kelahirannya benar-benar cocok. Baru bisa menyelesaikan hal luar biasa ini ketika takdir mempertemukan. Persiapan hampir setengah tahun! Enam bulan ini telah menghabiskan semua persiapan dan simpanan bertahun-tahun. Sayang, sayang, hancur dalam sekejap - segala perhitungan akhirnya berakhir dengan tangan kosong. Xu Ming, menurutmu harus bagaimana?"
Xu Ming menundukkan kepala, matanya mengamati hidungnya sendiri, hidung mengamati hatinya, berkata pelan, "Tidak tahu."
Paman Qin berkata dengan suara penuh kebencian, berikan mayat Han Yue padanya, dia punya cara menanganinya. Adapun Xu Ming, jangan berpikir hanya karena memiliki guru semacam Banbu sebagai guru tercatat, bisa bertindak semena-mena. Tidak. Semua ini akan diperhatikan oleh organisasi. Xu Ming menolak, katanya dia bukan anggota internal, apa urusannya? Mengenai mayat Han Yue, tidak boleh! Jika Paman Qin menggunakan mayat Han Yue untuk meramu sesuatu yang aneh lagi, membuat jiwanya tak tenang, maka dia akan melawan sampai mati. Hal ini tak bisa dirundingkan.
Aku dan Si Berbulu diam seribu bahasa di samping mereka, menyaksikan percakapan kedua orang ini.
Paman Qin ini benar-benar MAHIR. Tanpa perlu diuji, hanya dari aura yang terpancar saat dia berdiri di sana, sudah cukup terasa. Aura memang konsep abstrak, tapi bagi yang telah merasakan sensasi Qi, ini sangat sensitif. Melihat sekilas saja sudah cukup. Sebenarnya kami paham betul peristiwa hari ini. Han Yue yang membuat janji di gunung ini, Xu Ming dan Li Zhiyuan yang datang bertubi-tubi, kami berdua yang kebetulan berada di tempat, lalu Li Zhiyuan yang terdesak sampai memanggil dengan raungan penuh kepedihan... Dalam serangkaian peristiwa ini, jika tanpa manipulasi terselubung Paman Qin, aku yang pertama tak akan percaya.
Tapi yang tak dia duga adalah Han Yue mengkhianatinya, sementara aku dan Si Berbulu memainkan peran sebagai perusak dalam proses ini.
Si tua terjebak di dalam tubuh Han Yue, dan dimurnikan oleh Si Berbulu. Sebelumnya, si tua ini berbasa-basi dengan kami sambil membocorkan informasi, mengatakan bahwa dia mencium aroma orang yang dikenalnya di tubuh kami, mengutip kalimat puitis seperti "Bulan Qin dan Gerbang Han" yang penuh kesan sejarah, seolah memiliki banyak kisah. Entah dia sedang memperdaya kami atau benar-benar sedang bersedih. Si tua ini tampaknya menjadi kunci bagi Paman Qin dalam meramu shidan.
Atau mungkin, Paman Qin ingin memanggil arwah si tua ini kembali untuk merencanakan sesuatu besar.
Sayang, rencananya yang cermat itu gagal. Lalu, apa tujuannya muncul di sini? Sambil berjongkok, aku memeriksa leher Asisten Zhong - denyut nadinya masih ada, dia hidup. Aku menatap Paman Qin dan bertanya apa yang dilakukannya pada Asisten Zhong. Ia tersenyum dan berkata, "Hal-hal seperti ini harus dirahasiakan. Terlalu banyak tahu malah berbahaya." Jadi dia membuatnya pingsan, dan akan sadar beberapa saat lagi.
Setelah bicara, ia mengangkat kepala dan menatapku. Di balik matanya yang keruh terdapat kilauan aneh. Sorot matanya membuat bulu kudukku merinding, seolah aku sedang diintip oleh seorang teman dekat di kamar mandi pria. Perasaan tidak nyaman dan canggung membanjiri hatiku, otot-ototku menegang tanpa sadar. Tubuhku penuh darah sisa ledakan Li Zhiyuan yang kini mengeras menjadi keropeng. Saat ototku menegang, keropeng-keropeng itu berjatuhan.
Qin Bo kembali memandangi Si Berbulu, mengangguk, berkata bahwa teman lamanya itu benar, kalian semua adalah pemuda berbakat, dunia masa depan ada di tangan kalian.
Gaya bicaranya menyerupai seorang pemimpin yang akan turun taikat, luhur dan bermartabat.
Setelah kata-katanya, tekanan yang kami rasakan tiba-tiba menghilang. Jelas, permusuhannya terhadap kami telah lenyap - setidaknya untuk sementara aman. Qin Bo mengabaikan kami dan memandang Xu Ming, berbicara perlahan: "Han Yue telah bekerja denganku selama tiga tahun. Manusia bukanlah pepohonan, mana mungkin tak punya perasaan? Rohnya telah terlepas dari tubuh, untuk apa kupertahankan mayatnya? Hanya ingin membawanya pulang untuk dikuburkan layak, agar kalian tak direpotkan - urusan di sini akan kuselesaikan, pergilah sekarang."
Xu Ming ragu-ragu, setelah beberapa saat akhirnya menyetujui penyerahan mayat Han Yue kepada Qin Bo.
Qin Bo melambaikan tangan. Dari kegelapan muncul pria besar berbaju hitam, membawa kantong mayat. Dengan gesit ia memasukkan mayat Han Yue ke dalamnya, memberi hormat ke Qin Bo, lalu menggendong kantong itu pergi. Aku mengikuti pandangan: di ujung jalan terlihat truk sedang dengan gambar es krim di gerbongnya.
Qin Bo menepuk tangan, berkata ia akan pergi juga, "Ha-ha, kalian anak-anak ini benar-benar masalah, semoga kita tak bertemu lagi seumur hidup."
Kami melambaikan tangan perpisahan, memandangi lelaki tua bertongkat itu pergi dengan gemetaran, tanpa sedikit pun niat untuk melawan.
Bagaimana pun orang memandang, di dalam hatiku tak berani langsung berbalik memusuhi dengannya.
Ini adalah sosok yang mampu mengendalikan hati dan pikiran manusia.
Menimbulkan ketakutan.
Memandang truk itu menyala dan melaju menjauh, di kegelapan terlihat beberapa bayangan hitam muncul di persimpangan jalan gunung tempat kami turun tadi, berjalan menanjak. Jelas ini orang-orang yang diatur Paman Qin untuk membersihkan jejak. Dari kejauhan, Xiao Dao (Si Berbulu) menghela nafas panjang: "Si Racun Kecil, tahukah kau, kita baru saja menginjakkan kaki di gerbang kematian?"
Aku mengernyit: "Si tua itu? Selalu ada perasaan tak beres. Terlalu mudah menyelesaikannya, tidak terasa nyata."
Ia menggeleng: "Bukan urusan si tua. Kisahnya akan kuceritakan nanti. Soal Paman Qin ini, tahukah kau betapa dahsyatnya? Setiap gerak-geriknya memancarkan aura mematikan. Jangan tertipu oleh kerentaannya. Andai tadi kita berani melawan, pastilah ia menghajar kita secepat kilat." Aku mengangguk: "Benar. Sekedar jebakan pada Li Zhiran saja sudah membuat kita kalang kabut, apalagi... Tapi sepertinya ada sesuatu yang membuatnya ragu, makanya tidak langsung menyerang. Tadi ia menyebut 'kawan lama', mungkinkah itu penyebabnya?"
Ia mengangguk: "Mungkin. Tapi siapa? Kita tak kenal orang penting macam apa pun?"
Mendengar ucapannya, tiba-tiba sebuah sosok terbayang di benakku.
